Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

“ GANGGUAN RASA NYAMAN : NYERI “

A. PENGERTIAN
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subyektif dan sangat bersifat individual.
Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik / mental, sedangkan kerusakan
dapat terjadi pada jaringan aktual / pada fungsi ego seorang individu ( Mahon, 1994 )

B. PATOFISIOLOGIS
Proses nyeri dimulai dari stimulasi hosiseptor oleh stimulus hoxIVS sampai
terjadinya pengalaman subjektif nyeri adalah suatu seri kejadian elektrolit dan kimia yang
dibagi menjadi 4 fase, yaitu :
1. Transduksi.
Stimulai Nasiseptor oleh stimulus Noxivs pada jaringan yang kemudian akan
mengakibatkan stimulasi nasiseptor dimana disini stimulus noxivs tersebut akan dirubah
menjadi potensial aksi, potensial aksi tersebut akan ditransmisikan menuju neuron
susunan saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri.
2. Transmisi.
Tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari neuron aferen primer ke
korno dossalis medula spinalis. Pada kono dorssalis ini neuron eferen primer bersinap
dengan neuron ssp. Dari sini jaringan neuron tersebut akan naik keatas di medula spinalis
menuju batang otak dan thalamus, selanjutnya ada hubungan timbal balik antara
thalamus dan ssp yang lebih tinggi di otak yang mengurusi respon persepsi dan afektif
yang berhubungan dengan nyeri.
3. Modulasi.
Sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri tersebut, tempat modulasi sinyal
yang diketahui adalah pola kornu dorsalis medula spinalis.
4. Persepsi.
Merupakan proses terakhir dimana pesan nyeri direlai menuju ke otak dengan
menghasilkan pengalaman nyeri yang tidak menyenangkan.

C. MANIFESTASI KLINIS.
1. Nyeri Akut
- Agitas
- Ansietas
- Mual dan muntah
- Mengatupkan rahang atau mengepalkan tangan
- Perubahan kemampuan untuk melanjutkan aktivitas sebelumnya
- Peka rangsang
- Menggosok bagian yang nyeri
- Mengorok
- Postur tidak biasanya ( lutut ke abdomen )
- Ketidakaktifan fisik atau imobilitas
- Gangguan konsentrasi
- Perubahan pada pola tidur
- Rasa takut mengalami cedera ulang
- Menarik bila disentuh
- Mata terbuka lebar atau sangat tajam
- Gambaran kurus
2. Nyeri Kronis
- Gangguan hubungan sosial dan keluarga
- Peka rangsang
- Ketidakaktifan fisik atau imobilitas
- Depresi
- Menggosok bagian yang nyeri
- Ansietas
- Tampilan meringis
- Berfokus pada diri sendiri
- Tegangan otot rangka
- Preokupasi somatik
- Agitas
- Keletihan
- Penurunan libido
- Kegelisahan

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan :
 Radiologi
 Laboratorium
 EEG
 USG
 ECG
 Rontgen

E. PENATALAKSANAAN NYERI
1. Stimulasi dan masase kutaneus.
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung
dan bahu dengan cara memijatnya pelan – pelan.
2. Terapi es dan panas.
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensitivitas reseptor nyeri
dan sub kutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Penggunaan
panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu areadan kemungkinan
dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan. Baik terapi es
maupun terapi panas harus digunakan dengan hati – hati dan dipantau dengan cermat
untuk menghindari cedera kulit ( Smeltzer dan Bare, 2002 )
3. Distraksi
Distraksi yaitu mengalihkan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri dapat
menjadi strategi yang berhasil.
4. Teknik relaksasi.
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan
otot yang menunjang nyeri. Periode relaksasi yang teratur dapat membantu untuk
melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi dengan nyeri kronis dan yang
meningkatkan nyeri ( Smeltzer dan Bare, 2002 )
Tahap relaksasi :
- Duduk tenang dalam posisi nyaman.
- Tutup mata perlahan.
- Kendurkan otot – otot tubuh.
- Tarik nafas perlahan dan teratur, ambil nafas melalui hidung dan keluarkan melalui
mulut.
-
5. Imajinasi terbimbing.
Menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk
mencapai efek positif tertentu.
6. Hipnosis
Keefektifan hipnosis tergantung pada kemudahan hipnotik individu.

F. FOKUS PENGKAJIAN
Nyeri merupakan kejadian yang bersifat individu sehingga dalam pengumpulan data,
perawat perlu secara seksama mendengar keluhan – keluhan pasien secara verbal.
Nyeri dikaji menurut lokasi, intensitas, waktu, durasi dan kualitas serta perilaku non
verbal pasien.
1. Ciri – ciri nyeri dan faktor – faktor pencetus
Dalam mengkaji perawat perlu memastikan lokasi nyeri secara jelas meliputi dimana
nyeri itu dirasakan, misalnya nyeri pada abdomen kuadran kanan bawah. Untuk dapat
lebih memperjelas dapat pula digunakan istilah – istilah seperti proximal, distal, medial
dan lateral. Intensitas nyeri dinyatakan nyeri ringan, sedang, berat atau sangat nyeri.
Waktu dan durasi dinyatakan dengan sejak kapan nyeri dirasakan, berapa lama terasa,
apakah nyeri berulang, bila nyeri berulang maka dalam selang waktu berapa lama, dan
kapan nyeri berakhir. Kualitas nyeri dinyatakan sesuai dengan apa yang diutarakan
pasien misalnya nyeri seperti “dipukul – pukul”, nyeri seperti “diiris – iris pisau”, dll.
Perilaku non verbal pada pasien yang mengalami nyeri dapat diamati oleh perawat
misalnya ekspresi wajah kesakitan, gigi mencengkeram, memejamkan mata rapat – rapat,
menggigit bibir bawah, dll. Perawat perlu melaporkan faktor pencetus nyeri, misalnya
nyeri terasa setelah latihan / bekerja berat, nyeri timbul pada saat hujan / udara dingin,
dll.

2. Riwayat nyeri
Riwayat nyeri sebelumnya merupakan data yang penting untuk diketahui. Riwayat
nyeri harus meliputi lokasi, intensitas, durasi, dll. Perawat perlu mengetahui berapa lama
pasien telah menderita nyeri, bagaimana pengaruhnya terhadap aktifitas sehari – hari,
cepat, atau lambat dan hal – hal apa saja yang dapat mengurangi nyeri.

3. Faktor – faktor yang mempengaruhi nyeri


Berbagai faktor yang mempengaruhi nyeri antara lain lingkungan, umur, kelelahan,
riwayat sebelumnya, mekanisme pemecahan masalah, kepercayaan / agama, budaya dan
tersedianya orang – orang yang memberi dukungan.
Nyeri dapat diperberat dengan adanya rangsangan dari lingkungan yang berlebih
misalnya kebisingan, cahaya sangat terang dan kesendirian. Toleransi terhadap nyeri
meningkat sesuai dengan pertambahan usia, misal semakin bertambah usia seseorang
maka semakin bertambah usia seseorang maka semakin bertambah pula pemahaman
terhadap nyeri dan usaha mengatasinya. Kelelahan juga meningkatkan nyeri dan banyak
orang merasa lebih nyaman setelah tidur.

4. Pengkajian karakteristik nyeri dengan pengekatan PQRST


Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab nyeri,
apakah nyeri berkurang apabila beristirahat, apakah nyeri bertambah berat bila
beraktivitas.
Quality : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau gambaran klien. Apakah
seperti terbakar, berdenyut, tajam atau menusuk.
Region : dimana lokasi nyeri harus ditunjukkan dengan tepat oleh klien, apakah
rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar / menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
Severity ( scale ) of pain : seberapa jauh rasa nyeri dirasakan klien, bisa berdasarkan skala
nyeri deskriptif dan klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi aktivitas
sehari – hari.
Time : berapa lama nyeri berlangsung ( bersifat akut atau kronis ), kapan,
apakah ada waktu – waktu tertentu yang menambah rasa nyeri.

5. Perhitungan skala nyeri


a. Skala numerik → digunakan untuk pasien dewasa
0 : no pain / tidak nyeri.
1–3 : mild = nyeri ringan → tidak mengganggu aktivitas.
4–6 : moderate = nyeri sedang → mengganggu aktivitas.
7–9 : severe = nyeri berat → tidak bisa melakukan aktivitas.
10 : nyeri sangat berat
b. Skala ekspresi wajah → digunakan untuk pasien anak – anak.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Beberapa masalah nyeri yang sering ditemui dilingkungan klinis adalah pusing, low
back pain, nyeri pada kanker, nyeri dada ( chest pain ) dan nyeri pada kaki.
Penegak diagnosis keperawatan yang akurat untuk klien yang mengalami nyeri
dilakukan berdasarkan pengumpulan dan analisis data yang cermat.
Beberapa diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan nyeri adalah :
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan :
a. Pembedahan abdomen.
b. Gangguan sirkulasi ke kaki.
c. Takut minum analgesik.
2. Peningkatan persepsi nyeri berhubungan dengan :
a. Kegelisahan.
b. Kelelahan.
c. Stress situasional.
d. Pengalaman sebelumnya.
e. Gangguan dari lingkungan.
f. Depresi.
3. Sakit kepala berhubungan dengan :
a. Depresi.
b. Kegelisahan.
c. Tekanan.
d. Tumor otak.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
5. Nyeri kronis berhubungan dengan kontrol nyeri yang tidak adekuat.

H. PERENCANAAN
- Diagnosa I
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam rasa nyeri klien akan
berkurang / hilang.
Rencana tindakan :
 Kaji lokasi nyeri, karakteristik nyeri dan kualitas.
 Observasi tanda non verbal terhadap ketidaknyamanan.
 Bantu keluarga untuk memberikan support.
 Kontrol faktor lingkungan terhadap respon ketidaknyamanan.
 Anjurkan penggunaan teknik non farmakologi ( relaksasi, guided imaginary, distaction,
hot/cold application, masase )
 Berikan pertolongan / pembebasan nyeri dengan analgesik yang diresepkan.
 Tingkatkan keadekuatan istirahat / tidur.
 Monitor kepuasan pasien terhadap managemen nyeri yang ditetapkan.
 Berikan posisi yang nyaman bagi pasien.

- Diagnosa II
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pasien
menunjukkan pola nafas dalam kondisi normal.
Rencana tindakan :
 Berikan posisi ekstensi.
 Berikan oksigen 3lt/menit.
 Monitor suara nafas, respirasi rate dan kedalaman nafas.
 Keluarkan sekret dengan batuk / suction.
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

I. EVALUASI
Aspek penting dalam merawat klien yang mengalami nyeri adalah mengkaji kembali nyeri
setelah intervensi diterapkan. Setelah intervensi mengalami keberhasilan, klien diminta
untuk menilai intensitas nyerinya. Pengkajian ini diulangi pada interval yang sesuai
setelah intervensi dan dibandingkan dengan nilai sebelumnya. Hasil – hasil yang
diharapkan berikut ini digunakan untuk mengkaji efektifitas tindakan pereda nyeri. Hasil
yang diharapkan dalam memberikan asuhan keperawatan adalah :
1. Perencanaan Pereda Nyeri.
a. Nilai nyeri pada intensitas yang lebih rendah ( pada skala 0 – 10 ) setelah intervensi.
b. Nilai nyeri pada intensitas yang lebih rendah untuk periode yang lebih panjang.
2. Klien atau keluarga memberikan medikasi analgesik yang diresepkan dengan benar.
a. Menyebutkan dosis obat yang benar.
b. Memberikan dosis obat yang benar dengan menggunakan prosedur yang benar.
c. Menidentifikasi efek samping obat.
d. Menjelaskan tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau mengoreksi efek samping.
3. Menggunakan strategi nyeri non farmakologi sesuai yang direkomendasikan.
a. Melaporkan praktik dari strategi non farmakologi.
b. Menggambarkan yang diharapkan dari strategi non farmakologi.
4. Melaporkan efek minimal nyeri dan efek samping minimal dari intervensi.
a. Berpartisipasi dalam aktivitas yang penting untuk penyembuhan ( misalnya minum,
batuk, ambulasi )
b. Berpartisipasi dalam aktifitas yang penting untuk diri sendiri dan keluarga.
c. Melaporkan tidur yang adekuat dan tidak ada keletihan.
Evaluasi berdasarkan SOAP.

DAFTAR PUSTAKA

- Blak, J.M., et al. 1995. Luckman and Sorensen’s Medical Nursing : A Nursing Process
Approach. 4th ed. Philadelphia : W.B. Saunders Company.
- Ganong, William F. 2000. Buku Ajar Fisiologis Kedokteran, edisi 17. Jakarta : EGC.
- Guyton dan Hall. 1996. Buku Ajar Fisiologis Kedokteran. Edisi 15. Jakarta : EGC.
- Long, Barbara C. 1998. Keperawatan Medical Bedah: suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Bandung : Yayasan IAPK Padjajaran.
- Potter, Patricia A. 1996. Pengkajian Kesehatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.
- Potter dan Perry. 2005. Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4.
Jakarta : EGC.
- Smeltzer, S.C., Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
SUDDARTH. 8TH Ed. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai