Anda di halaman 1dari 15

ISLAM LIBERAL DI INDONESIA (PEMIKIRAN DAN PENGARUHNYA DALAM

PEMIKIRAN POLITIK ISLAM DI INDONESIA

Dewi Erowati

Abstract

This article is an author’s analysys of Liberal Islamic Thought and its influence on
Islamic politics in Indonesian. The issues in this paper are: (a) What is Liberal Islam and Liberal
Islam typology?, (b) What is the thought of Liberal Islam in Indonesia?, (c) How is the influence
of Liberal Islamic thought in Indonesia?
The Liberal Islamic Thoughts described in this article include opposing the idea of an
Islamic state (secular), pluralism, democracy, and gender equality having an influence on
Islamic political thought. The influence is gaining resistance from fundamentalists, where
fundamentalist thinking is to want an Islamic state.

Keywords: Liberal Islam, The Thought of Liberal Islam in Indonesia, The influence of Liberal
Islamic Thought

A. PENDAHULUAN (Islam Moderat) yang merupakan paham


Apabila dibandingkan mengenai dasar NU maupun Muhammadiyah. Islam
periodesasi dan topik yang mengemuka Liberal dimaksudkan untuk memberi
dalam wacana pemikiran Islam di penekanan utama kepada pengembangan
Indonesia, menurut Din Syamsuddin, ilmu pengetahuan, diskursus keadilan,
terdapat satu benang merah adanya keterbukaan, sikap toleransi, dan perlunya
kesinambungan antara pemikiran Islam membangun integritas moral kaum muslim
Indonesia kontemporer dengan pemikiran dalam membangun kebangsaan Indonesia.
Islam yang berkembang sebelumnya Islam Liberal bukan hanya memahami Islam
(Qadir, 2010: x). Karakteristik seakan tidak sebagai agama, tetapi lebih jauh Islam
ada dan kabur, disebabkan oleh adanya sebagai peradaban. Istilah Islam Liberal
penamaan yang diberikan terhadap merupakan pengembangan lebih
periodesasi dan topik pemikiran Islam mendalam dari pemikiran dan posisi Islam
tersebut, baik oleh para penggagas ataupun Moderat sering dihadapkan dengan “Islam
pengkaji pemikiran Islam itu sendiri, mulai Radikal” di satu sisi dan Islam Liberal yang
dari pemikiran Islam modernis, neo jauh lebih sekular di sisi lain. Sarjana yang
modernis, postradisionalis, progresif hingga pertama kali menggunakan istilah Islam
liberal (Qadir, 2010: ix). Radikal dan Islam Liberal di Indonesia
Tulisan ini mencoba mendiskusikan adalah Greg Barton, yang menggambarkan
mengenai Islam Liberal di Indonesia. suatu gerakan mutakhir dalam Islam
Adapun yang menjadi permasalahan yaitu: Indonesia yang melampaui gerakan Islam
1. Apakah Islam liberal dan tipologi tradisional dan gerakan Islam modern.
pemikiran Islam liberal itu? Gerakan progresif liberal yang dimaksud
2. Bagaimana pemikiran Islam Liberal di adalah gerakan yang Fazlur Rahman
Indonesia? menyebutnya “Islam Neo Modernis” di
3. Bagaimana pengaruh pemikiran Islam Indonesia dikembangkan oleh murid-
Liberal di Indonesia? muridnya yaitu Ahmad Syafii Maarif, dan
Nurcholis Madjid. Belakangan masuk
B. PEMBAHASAN Abdurrahman Wahid, M. Dawam Rahardjo,
B.1. Islam Liberal Djohan Effendi masuk kategori ini (Ahmad
Istilah “Islam Liberal” sekarang Gaus AF, 2007: 96-97).
sering dipakai oleh kalangan muda NU Perkembangan pemikiran Islam
(Nahdhatul Ulama) maupun Modern dan kontemporer tidak lepas dari
Muhammadiyah yang mencoba mainstream agenda besarnya bagaimana
mengembangkan lebih mendalam atau Islam harus bergulat di tengah
tepatnya lebih progresif gagasan moderasi perkembangan liberalisme atau demokrasi

Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, Vol 2, No. 2, Maret 2016


18
liberal. Pergulatan pemikiran Islam dengan ditafsirkan dan dihadirkan secara liberal-
realitas empirik tersebut adalah bagaimana progresif dengan metode hermeneutika,
Islam harus membangun citra dirinya di yakni metode penafsiran dan interpretasi
tengah realitas dunia yang senantiasa terhadap teks, konteks, dan realitas. Islam
berubah dan berkembang. Tentu saja hal ini Liberal mendefinisikan dirinya berbeda
bukanlah pekerjaan yang mudah, secara kontras dengan Islam Adat maupun
merupakan pekerjaan besar bagi pemikir Islam Revivalis. Islam Liberal menghadirkan
Islam untuk merumuskan dan memberikan kembali masa lalu untuk kepentingan
solusi intelektual terhadap permasalahan modernitas. Elemen yang paling mendasar
ini, kemudian melahirkan pelbagai pada diri Islam Liberal adalah kritiknya baik
pemikiran politik Islam seperti modernitas terhadap tradisi, Islam Adat maupun Islam
(asraniyah, hadatsiyah), tradisionalis Revivalis yang oleh kaum liberal disebut
(salafiyah) dan eklektis (tawfiqiyah) keterbelakangan, dalam pandangan
(Rachman, 2011: 25). Dalam mereka akan menghalangi/menghambat
perkembangannya, munculnya istilah Islam Dunia Islam mengalami modernisasi,
Liberal pertama kali digunakan oleh para seperti kemajuan ekonomi, demokrasi, hak-
penulis Barat seperti Leonard Binder (2001) hak hukum dan sebagainya. Di samping itu,
dan Charles Kurzman (2003). tradisi liberal berpendapat bahwa Islam jika
Dalam kaitannya dengan Islam— dipahami secara benar, sejalan dengan
dalam pengertian yang lebih luas—istilah atau telah menjadi perintis bagi jalannya
liberal telah terlebih dahulu dipergunakan liberalisasi Barat.
oleh Albert Hourani (1983) ketika mengkaji Islam liberal muncul di antara
tentang sejarah umum dinamika gerakan-gerakan revivalis pada abad ke-18,
perkembangan pemikiran Islam di dunia masa yang subur bagi perdebatan
Arab sepanjang abad ke-19 sampai dengan keislaman. Dalam konteks revivalis ini,
awal abad ke-20, pada tahun 1960-an Islam liberal berakar pada diri Syah
dalam karyanya “Pemikiran Liberal di Dunia Waliyullah (India, 1703-1762).
Arab”. Albert Hourani menyatakan bahwa Sebagaimana kaum revivalis lainnya,
penggunaan kata “Liberal” dalam karyanya Waliyullah melihat bahwa Islam sedang
dimaksudkan untuk menunjuk pada dalam bahaya, dan berupaya untuk
pemikiran tentang politik dan masyarakat melakukan revitalisasi komunitas Islam
tertentu, yang terbentuk oleh peningkatan melalui gabungan antara pembaruan teologi
pengaruh kekuatan budaya Eropa di dengan organisasi sosial politik, serta
wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara. memandang tradisi Islam adat sebagai
Dimana selama periode tersebut, sumber utama dari semua masalah dalam
masyarakat berbahasa Arab tergiring dalam Islam. Pentingnya pemikiran manusia
berbagai cara ke dalam tata dunia baru merupakan sebuah penekanan yang selalu
yang muncul dari revolusi teknik dan muncul dalam karya Waliyullah dan menjadi
Industri. Tatanan tersebut tampil dalam pedoman utama bagi para pemikir Islam
bentuk sistem pertumbuhan baru liberal berikutnya. Fazlur Rahman, seorang
perdagangan ala Eropa, perubahan- pemikir liberal, merangkum pendekatan
perubahan dalam sistem produksi dan Waliyullah sebagai berikut:
konsumsi, peningkatan pengaruh diplomatik Sejauh menyangkut hukum, Waliyullah
Eropa, pelaksanaan aturan dan kekuasaan tidak berhenti pada mazhab-mazhab
Eropa, pembukaan sekolah-sekolah model hukum Islam abad pertengahan, tetapi
baru dan tersebarnya ide-ide baru kembali kepada sumber aslinya,
mengenai bagaimana laki-laki dan AlQur’an dan Hadits Nabi serta
perempuan menjalani kehidupan sosial merekomendasikan ijtihad—
(Hourani, 1983: xxvi). pelaksanaan pendapat yang
Dalam perspektif di kalangan Islam independen sebagai lawan dari taklid
Liberal, “Islam Liberal” atau liberalisme terhadap otoritas-otoritas abad
merupakan alat bantu dalam mengkaji Islam pertengahan…Dia berpendapat bahwa
agar ajarannya bisa hidup dan berdialog sumber-sumber keagamaan dan moral
dengan konteks dan realitas secara manusia yang fundamental adalah
produktif dan progresif. Islam ingin sama di setiap waktu dan iklim, tetapi

Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, Vol 2, No. 2, Maret 2016


19
harus bisa mengatur dan merupakan perintah Tuhan. Ketiga, liberal
mengekspresikan dirinya menurut syari’ah memberikan rasa bangga akan
kesanggupan zaman dan orang penemuan yang dihasilkan; berpendapat
tertentu…untuk menjadi sebuah agama bahwa Islam liberal ‘lebih tua’ dari
yang universal, Islam harus liberalisme Barat merupakan sebuah
menemukan sarana untuk strategi retorika yang kuat di kalangan
menyebarluaskan dirinya dan sekaligus orang-orang yang terlalu sering
terikat oleh warna dan coraknya— menginternalisasi citra-citra orang Barat
tradisi dan gaya hidup Arab. Namun, tentang inferioritas dan keterbelakangan
dalam kultur-kultur yang berbeda, Kurzman, 2003: xxxiv).
sarana tersebut sudah pasti akan Ada enam gagasan yang dapat
mengalami perubahan (Kurzman, dipakai sebagai tolok ukur sebuah
2003: xviii-xx). pemikiran Islam dapat disebut “liberal”.
Islam liberal berjalan dalam dua Pertama, melawan teokrasi, yaitu ide-ide
konteks intelektual, yaitu Islam dan Barat, di yang hendak mendirikan negara Islam.
mana penekanan masing-masing berbeda, Kedua, mendukung gagasan demokrasi.
namun semuanya dapat dianalisis dalam Ketiga, membela hak-hak perempuan.
konteks yang lainnya, sebagai kaum liberal Keempat, membela hak-hak non muslim,
Islam (Islamic liberals, sebagai bagian dari kelima, membela kebebasan berpikir dan
liberalisme) atau sebagai kaum muslim keenam, membela gagasan kemajuan.
liberal (liberal muslim, sebagai bagian dari Siapapun yang membela salah satu dari
Islam). Kurzman mengidentifikasi tiga enam gagasan di atas, maka ia boleh
bentuk utama Islam liberal yang melibatkan disebut sebagai penganut Islam liberal
hubungan liberalisme dengan sumber- (Rachman, 2011: 29).
sumber primer Islam : Al Qur’an dan praktik- Disamping Waliyullah dari India,
praktik dari Nabi Muhammad (sunnah) yang menurut Charles Kurzman terdapat nama
secara bersamaan menetapkan dasar Muhammad Baqir Bihbihani (Iran, 1790)
hukum Islam (syariat) yaitu bentuk pertama sebagai ulama revivalis yang meletakan
disebut syari’ah liberal (liberal shari’a), dasar-dasar perkembangan Islam liberal. Ia
bentuk kedua adalah syari’ah yang diam juga menganut sikap atau pemikiran
(silent shari’a), dan bentuk ketiga disebut tentang pentingnya ijtihad, yang hanya
syari’ah yang ditafsirkan (interpreted dapat dilakukan oleh para ulama yang
shari’a). Syari’ah liberal menggunakan dipercaya memiliki kemampuan untuk itu.
posisi atau sikap liberal sebagai sesuatu Pada abad ke-19 pandangan ini
yang secara eksplisit didukung oleh syariat. berkembang menjadi sebuah pemikiran
Bentuk kedua (syari’ah yang diam) yang menyatakan bahwa setiap zaman
menyatakan bahwa kaum muslim bebas harus mematuhi seorang ulama saja.
mengadopsi sikap liberal dalam hal-hal Sesungguhnya baru pada Jamaluddin Al
yang oleh syariat dibiarkan terbuka untuk Afgani (lahir di Iran, 1838-1897), ulama
dipahami oleh akal budi dan kecerdasan yang secara tegas membedakan apakah ia
manusia, sedangkan bentuk ketiga (syari’ah seorang revivalis atau liberalis.
yang ditafsirkan memberikan kesan bahwa Sebagaimana disampaikannya, bahwa
syariat yang bersifat ilahiah, ditujukan bagi dalam keyakinan agama, orang tidak boleh
berbagai penafsiran manusia yang beragam menduga-duga dan merasa puas dengan
(Kurzman, 2003: xxxii-xli). Liberal syari’ah semata taqlid terhadap pendahulunya.
merupakan bentuk Islam liberal yang paling Karena jika manusia mempercayai sesuatu
berpengaruh karena menurut Kurzman ada tanpa bukti dan alasan, melakukan praktik
tiga alasan yaitu pertama, liberal syari’ah yang mengikuti pendapat-pendapat yang
menghindari tuduhan-tuduhan tidak terbuktikan, sudah pasti pemikirannya
ketidakotentikan otentisitas dengan akan tertinggal oleh perkembangan
mendasarkan posisi-posisi liberal secara Intelektual, dan sedikit demi sedikit
kuat dalam sumber-sumber Islam ortodoks. kebodohan akan menguasainya.
Alasan kedua, liberal syari’ah menyatakan Selanjutnya adalah Sayyid Ahmad
bahwa posisi-posisi liberal bukan sekedar Khan (India, 1817-1889), yang menyatakan
pilihan-pilihan manusia, melainkan bahwa taklid bukan merupakan kewajiban

Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, Vol 2, No. 2, Maret 2016


20
bagi orang beriman, sebab setiap orang yang diwakili mainstreamnya oleh NU dan
berhak untuk melakukan ijtihad dalam Muhammadiyah, dalam perjalanan
masalah-masalah yang tidak dijelaskan sejarahnya memunculkan pemikiran baru
secara eksplisit dalam Al-Quran dan sunnah melalui pembacaan kritis terhadap tradisi
Kurzman, 2003: xx). Kemudian yang jauh mereka. Kritisisme mereka melampaui teks,
lebih tegas adalah Muhammad Abduh dengan melakukan penafsiran bahkan
(Mesir 1849-1905), sebagaimana terlihat dekonstruksi pemikiran. Generasi baru yang
dari pernyataannya bahwa untuk kritis ini kemudian memunculkan kelompok-
membebaskan pemikiran dari belenggu kelompok progresif yang melahirkan
taklid, untuk kembali dalam upaya pembaruan-pembaruan melalui
memperoleh pengetahuan agama kepada sekelompok generasi 90-an.
sumber-sumber yang utama dan Munculnya gelombang liberalisme
menimbangnya dengan skala pemikiran Islam di Indonesia disebabkan oleh paling
manusia, yang telah diciptakan oleh Tuhan tidak tiga faktor dominan yaitu: pertama,
untuk mencegah dampak negatif atau faktor internal umat Islam yang semakin
pemalsuan dalam agama, untuk terdidik dengan ilmu-ilmu baru (ilmu sosial
membuktikannya agama harus menjadi dan humaniora); kedua, faktor perubahan
teman ilmu pengetahuan agar manusia sosial yang demikian cepat sehingga
padat menyelidiki rahasia-rahasia membutuhkan cara-cara baru dalam
eksistensinya Kurzman, 2003: xxi-xxii). memahaminya, baik dalam memahami kitab
Luthfi Assyaukani mencatat bahwa suci maupun dalam memahami fenomena
sepanjang tahun 1970-an dan 1980-an perubahan sosial tersebut; dan ketiga,
istilah Islam liberal boleh dikatakan absen, faktor eksternal umat Islam, yakni faktor dari
hampir tidak ada yang menyebutnya. Baru umat Kristen yang telah lebih dahulu
pada 1990-an, Leonard Binder berpikiran maju dan kontekstual dalam
menggunakannya, namun pengertian memahami kitab suci seperti yang
Islamic Liberalism-nya Leonard Binder dan diperlihatkan dalam teologi pembebasan
Liberal Islam-nya Kurzman mempunyai (Qodir, 2010: 2016).
pengertian dan sudut pandang yang
berbeda. Sebagaimana diakui sendiri oleh B.2. Tipologi Pemikiran Islam Liberal di
Kurzman, bahwa Binder menggunakan Indonesia
sudut pandang bahwa Islam merupakan Menurut Disertasi Zuli Qodir (2010:
bagian dari liberalisme (a subset of 123-160) bahwa tipologi pemikiran Islam
liberalism), sedangkan Kurzman (2003: 30- liberal di Indonesia didasarkan pada
31) menggunakan pendekatan sebaliknya keyakinan yang menjadi penanda adanya
bahwa liberalisme sebagai bagian dari berbagai macam varian pemikiran Islam
Islam (a subset of Islam). Jika Leonard liberal di Indonesia. Berikut penjelasannya:
Binder berupaya untuk melihat secara 1. Liberal Progresif
terbuka dialog Islam dengan Barat dan Merujuk pada perhatian intelektual
membiarkannya berdialektika dalam muslim terhadap kondisi kultural yang ada,
serangkaian proses menerima dan memberi baik dalam bidang politik maupun
termasuk dengan tradisi lokal, maka keagamaan, mengenai keadilan sosial,
Kurzman mengambil posisi sebaliknya, keadilan gender, dan pluralisme.
lebih menekankan pada konteks Islamnya Pemaknaan kata liberal progresif
dengan menguji pemikiran kaum Islam sebenarnya lebih diarahkan pada
liberal dipandang dari sudut tradisi Islam. pemaknaan tentang adanya reformasi
Islam liberal model Kurzman sangat jelas (perubahan) yang diarahkan pada
berhubungan dengan modernisme Islam pemahaman atas Islam. Dengan istilah
(Rumadi, 2008: 152). yang lain, liberal progresif lebih dekat
Pada dasarnya, kehadiran para dengan istilah yang digunakan oleh Hassan
intelektual Islam Liberal pada pertengahan Hanafi dalam Kiri Islam-nya yakni
1990-an memiliki garis kesinambungan melakukan transformasi masyarakat.
ideologis maupun sosiologis dengan Liberal progresif sebagai representasi dari
gerakan Islam terdahulu yang disebut aktor-aktor Islam yang pernah merasakan
gerakan Islam tradisional dan Islam modern betapa gelapnya masa depan Islam

Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, Vol 2, No. 2, Maret 2016


21
Indonesia ketika negara demikian represif penting dan juga tidak ada alasan bagi para
terhadap umat Islam. Perjuangan umat pendukung Islam politik untuk meragukan
Islam tahun 1970-an dan 1980-an dalam keabsahan Indonesia yang didasarkan
mempertahankan dan memperluas pada ideologi non agama (Pancasila).
cakrawalanya senantiasa terhambat akibat Kedua, sepanjang sejarah politik Orde
kecurigaan yang berlebihan dari pihak Baru, umat Islam belum pernah berada
penguasa sehingga tuduhan ekstrem kanan dalam posisi mampu membangun politik
kepada umat Islam sering terdengar. yang kuat, kecuali tahun 1955, dan itupun
Berkaca pada sejarah yang terjadi pada tidak berlangsung lama. Dalam kondisi
masa itu, mereka mengubah strategi seperti itu, umat Islam tidak mampu
perjuangannya yang tadinya model memainkan perannya dalam birokrasi,
perlawanan struktural dan jalur kultural bahkan di Kementrian Agama. Yang terjadi
menjadi bersikap akomodatif dan bahkan adalah adanya proses peminggiran
konformis dengan penguasa pada saat itu. sistematis oleh rezim Orde Baru sehingga
Munir Mulkhan mengemukakan bahwa aktivis Islam politik benar-benar tidak
tahun 1990-a telah terjadi proses berkutik. Ketiga, memulihkan citra Islam
sekularisasi pendidikan santri dan terutama aktivis politik muslim sebagai
birokratisasi santri, yang ditandai dengan musuh negara. Masuknya beberapa
pudarnya solidaritas kaum santri dalam cendekiawan muslim dalam kabinet
ikatan-ikatan primordial pekerjaan, karena Soeharto periode 1992 dan 1997 adalah
mereka telah masuk ke dalam struktur elite bukti konkret bahwa cendekiawan muslim
birokrasi kekuasaan yang tidak pernah dan juga aktivis Islam politik telah
dibayangkan sebelumnya. Proses mengubah orientasi politiknya secara lebih
sekularisasi pendidikan dan Islamisasi akomodatif. Yang termasuk dalam
birokrasi berjalan dengan begitu cepat, kelompok ini adalah Wahid Institute, LKiS
sehingga ikatan-ikatan primordial tidak lagi (Lembaga Kajian Islam dan Sosial) di
menjadi faktor utama dalam berasosiasi dan Yogyakarta, Jadul Maula dan sebagainya.
pekerjaan. Bagi cendekiawan yang memiliki 2. Liberal Radikal
pola pemikiran dan akses Islam progresif Yang dimaksud adalah mereka yang
kemudian mengambil sikap cenderung berpandangan bahwa ketidakadilan yang
akomodatif, namun kritis terhadap terjadi selama ini disebabkan karena
pemerintah. Mereka berkeyakinan bahwa adanya struktur sosial yang timpang, baik
ketidakharmonisan hubungan Islam dan yang dianut oleh negara maupun oleh
negara sebagai akibat dari perjuangan individu. Bagi kalangan intelektual muslim
Islam politik dalam hubungannya dengan liberal radikal, ketimpangan sosial yang
birokrasi kekuasaan, dapat dijembatani terjadi antara si kaya dan si miskin, serta
dengan proses-proses politik dan peran- antara perempuan dan laki-laki disebabkan
peran dalam birokrasi. Oleh karena itu, oleh struktur sosial yang tidak adil. Oleh
beberapa tokoh muslim lebih memilih karena itu, intelektual liberal radikal, dengan
mengembangkan pola transformasi sosial meminjam istilah dari para feminis
politik dan birokrasi ketimbang berhadapan kemudian mempopulerkan idiom personal is
secara antagonistik dengan rezim political. Di bidang teologi, kelompok
kekuasaan (Effendy, 1998: 153). intelektual muslim liberal radikal sebagian
Ada tiga aspek yang bisa dilihat dari besar mengikuti madzhab Teologi
pola pemikiran Islam yang bercorak liberal Pembebasan, yang memakai paradigma
progresif yang bersifat akomodatif kritis sosial konflik atau Marxian yang diadopsi
yaitu pertama, Islam tidak boleh berdiri dengan beberapa modifikasi. Perjuangan
sendiri sehingga memperhadapkan Islam kaum feminis yang mengadopsi Teologi
dengan negara. Dalam hal ini, Pancasila Pembebasan adalah bahwa agama harus
tidak boleh dipertentangkan dengan Islam. diarahkan untuk membebaskan perempuan
Pandangan ini didasarkan pada dari segala bentuk penindasan dalam
pemahaman religio politik bahwa tiap sila masyarakat, baik dari struktur sosial,
dalam Pancasila sejalan dengan ajaran- hukum, moral maupun agama, yang
ajaran agama Islam. Oleh karena itu, dalam ditonjolkan adalah perubahan pemahaman
pandangan kelompok ini, sama sekali tidak keagamaan yang lebih mengedepankan

Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, Vol 2, No. 2, Maret 2016


22
keadilan gender dan keadilan sosial secara hermeneutik. Institusi dalam kelompok ini
terus-menerus. Hal ini harus dilakukan adalah P3M (Pusat Pengkajian Islam dan
sebab agama menurut kaum feminis Masyarakat), Paramadina, UIN Jakarta dan
ditafsirkan dengan memakai ideologi Yogyakarta, PSW UIN Yogyakarta dan
patriarkhi yang menyudutkan perempuan. Fahmina.
Termasuk dalam kelompok ini adalah aktivis 4. Liberal Transformatif
LSM khususnya para feminis, Rahima dan Pemikiran Islam liberal transformatif
solidaritas perempuan, Jaringan Islam merupakan tipe pemikiran yang agak lain
Liberal dan Freedom Institute. dibandingkan dengan karakteristik
3. Liberal Moderat pemikiran liberal lainnya. Prinsip pemikiran
Komunitas muslim liberal moderat ini adalah mencoba mempertanyakan
merupakan faksi yang mampu kembali paradigma mainstream yang ada
menggairahkan pemikiran Islam liberal di dan ideologi yang tersembunyi didalamnya,
Indonesia. Faksi ini tidak menjadikan Islam sekaligus berusaha menemukan paradigma
sebagai ideologi politik maupun mencita- alternatif yang diharapkan akan mampu
citakan Islam politik yang menuntut Islam mengubah struktur dan super struktur yang
harus terlibat dalam pengambilan kebijakan menindas rakyat serta membuka
negara secara langsung. Perhatian utama kemungkinan bagi rakyat untuk
Islam liberal moderat yang berhubungan mewujudkan potensi kemanusiaannya.
dengan dimensi politik terlihat lebih Mengikuti perspektif transformatif, salah
mementingkan isi daripada bentuk. Dalam satu masalah yang dihadapi rakyat justru
persoalan partai Islam misalnya faksi Islam karena adannya diskursus pembangunan
liberal moderat tidak memperdulikan label dan struktur yang timpang dalam sistem
sebuah partai tersebut Islam atau tidak. yang ada. Para pemikir liberal transformatif
Yang penting bagi mereka adalah apakah adalah Moeslim Abdurrahman, Mansour
partai tersebut memperjuangkan keadilan, Fakih, Abdurrahman Wahid, dll. Moeslim
kebenaran, kejujuran, dan demokrasi. berpendapat bahwa Islam sudah
Dalam konteks ini, benarlah jika seharusnya mampu menghadirkan
cendekiawan muslim seperti Azyumardi perspektif yang memihak. Gagasan
Azra, Komaruddin Hidayat, Amin Abdullah, Moeslim Abdurrahman adalah cita-cita
Munir Mulkhan berpandangan bahwa Islam transformatif, yaitu sebuah majinasi
esensi dari partai politik adalah etika politik. yang berkembang, sebuah gagasan dan
Dalam konteks hubungan antara agama pemikiran kaum muslim sendiri untuk
dan negara, cendekiawan muslim liberal menerjemahkan referensi kewahyuan itu
moderat berpandangan bahwa hubungan dalam pergulatan sejarah yang nyata,
agama dan negara tidak lagi harus bersifat bukan hanya dalam wacana. Berdasarkan
formalis skripturalis, tetapi substansialis. itu, pemikiran Moeslim Abdurrahman
Nilai-nilai substansial ini yang sebenarnya dimaksudkan dalam kerangka transformatif.
lebih penting diperjuangkan ketimbang Ada gagasan Islam yang harus menjadi
unsur-unsur formalitasnya. Di sisi lain, bagian dari transformasi masyarakat
dalam kaitannya dengan pemahaman sehingga masyarakat Islam tidak
terhadap doktrin Islam, Komaruddin Hidayat terbelakang dan marjinal. Islam harus
berpendapat bahwa doktrin Islam yang berani kritis atas persoalan yang muncul di
termaktub dalam Al Qur’an dan hadits nabi lapangan sehingga dibutuhkan keberanian
haruslah dibaca sebagai teks yang melakukan tafsir transformatif atas wahyu Al
membutuhkan pemahaman dan penafsiran. Qur’an. Secara ringkas tipologi pemikiran
Oleh karena itu, tradisi memahami teks Islam liberal bisa dilihat dalam tabel berikut.
haruslah bersifat kritis, yakni dengan model

Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, Vol 2, No. 2, Maret 2016


23
Tabel 3.1
Tipologi Pemikiran Islam Liberal di Indonesia sejak 1991
Dimensi Liberal Progresif Liberal Radikal Liberal Moderat Liberal Transfor-matif
Pemikiran “Kiri Islam”, Marxian kekirian Teologi toleransi, Transformasi Islam
Islam Kritis ala mengikuti teologi teologi pluralis mengikuti teologi
Hasan Hanafi feminis dan teologi inklusivisme, serta pembebasan
pembebasan teologi kesetaraan sebagai basis teori
Sikap Taat norma Kurang peduli pada Taat norma agama Taat norma agama
Normatif agama dan norma agama dan social dan sosial
sosial
Basis NU Gerakan sosial Muhammadiyah, NU Muhammadiyah
Sosial (LSM advokasi) (perguruan tinggi
dan pesantren)
Sikap Kritis Konfrontatif, Akomodatif -kritis Kritis –Akomodatif
Politik akomodatif individu kelompok
vis a vis negara
Tokoh Imam Aziz, Aktivis LSM P3M, Paramadina, Moeslim
institusi jadul Maula, khususnya para UIN Jakarta, UIN Abdurrahman,
LKiS, ELSAD, feminis, Rahima Yogyakarta, PSW Mansour Fakih,
Wahid dan solidaritas UIN Yogyakarta, Abdul Munir
Institute perempuan, JIL, Fahmina Mulkhan
Freedom Institute
Sumber: Zuli Qodir, op.cit, hal. 161

B.3. Pemikiran Islam Liberal di misi sucinya yaitu menciptakan masyarakat


Indonesia yang berbudaya tinggi, berperadaban,
1. Melawan Ide Negara Islam selanjutnya menghasilkan sebuah entitas
Apabila kita mengacu kepada tema- sosial politik, berdasarkan pengertian
tema pemikiran Islam Liberal yang tentang negara, bangsa, nation state, yaitu
dipetakan oleh Charles Kurzman (2003: xliii) negara untuk seluruh umat atau warga
yang menempatkan isu tentang menentang negara, demi maslahat bersama. Negara
negara Islam, sebagai topik utama dalam Madinah, menurutnya merupakan model
perdebatan pemikiran Islam Liberal global. bagi hubungan antara agama dan negara
Seorang ahli filsafat Islam, Harun Nasution dalam Islam.
mengatakan bahwa persoalan yang telah Munculnya perdebatan tentang
memicu konflik intelektual untuk pertama hubungan agama dan negara ini, ada yang
kalinya dalam sejarah umat Islam adalah setuju “negara Islam” dan ada yang tidak
terkait dengan masalah hubungan agama setuju. Hal ini berkaitan dengan perbedaan
dan negara. Perbincangan tentang isu ini penafsiran terhadap teks Al Qur’an dan
lebih terfokus pada persoalan perlu tidaknya Hadits, yang memandang kedua sumber
batas yang jelas antara ranah agama utama ajaran Islam tersebut bersifat multi
dengan negara. Dari diskursus hubungan tafsir. Dalam ajaran Islam, doktrin tentang
antara negara dengan agama ini kemudian pemisahan agama dan negara masih
meluas sampai kepada wacana pemikiran menjadi perdebatan. Proses sekularisasi
perlunya merumuskan dan menegakkan bahkan sekularisme memang tidak bisa
atau tidak apa yang kemudian disebut dicegah, sebagaimana dikemukakan oleh
“negara Islam” (Karim, 1999: ix). Nurcholish teoretisi modernisasi seperti Donald
Madjid (2003), seorang intelektual Muslim Eugene Smith bahwa sekularisasi adalah
yang telah mempengaruhi pandangan suatu proses yang tidak dapat dielakkan,
keislaman mengenai negara di Indonesia, artinya pemisahan ranah domestic sphere
misalnya menafsirkan bahwa setelah hijrah dan public sphere di dalam komunitas pasti
dari Makkah ke Madinah (kota, peradaban), akan terjadi. Proses ini mengiringi
nama yang diberikan Nabi menggantikan modernisasi, industrialisasi dan juga
Yatsrib (nama sebelumnya) menunjukkan negara-negara berpenduduk Islam yang
rencana Nabi dalam rangka mengemban tergolong negara yang sedang

Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, Vol 2, No. 2, Maret 2016


24
berkembang. Tokohnya adalah Ali Abd Al Soroush dan sebagainya. Mereka
Raziq yang mengemukakan bahwa syariat berpendapat bahwa aturan-aturan negara
Islam semata-mata bercorak spiritual yang sepenuhnya dibuat berdasarkan
tidak memiliki kaitan dengan hukum dan pertimbangan rasional. Pelibatan agama
praktik duniawi; Islam tidak memiliki kaitan dibenarkan hanya sebagai sumber moral
apapun dengan sistem pemerintahan pada saja (Rachman, 2011: 138-139).
periode Nabi dan sesudahnya, kekhalifahan Dalam konteks isu menolak teokrasi
bukanlah sebuah sistem politik keagamaan ini, di Indonesia secara tegas baru
atau keislaman, tetapi sebuah sistem mengemuka pada paruh kedua tahun 1972,
duniawi. Ali Abd al Raziq menolak keras ketika Nurcholis diminta tampil dalam
pendapat bahwa Nabi pernah mendirikan sebuah pertemuan bergengsi di pusat seni
negara Islam (Rachman, 2011: 132-133). dan kebudayaan Taman Ismail Marzuki
Tesisnya akan membebaskan institusi- (TIM). Pada kesempatan tersebut
institusi politik dan banyak praktik sosial, Nurcholish membawakan makalah berjudul
legal, dan politik yang secara pasti dari “Menyegarkan Paham Keagamaan di
batasan-batasan syariat. Karena itu, Raziq Kalangan Umat Islam Indonesia”. Adapun
mengatakan bahwa kebutuhan negara- tema-tema yang disampaikan adalah
negara modern terhadap pemisahan antara prinsip imam, prinsip amal saleh, cita-cita
politik dan agama tampak lebih mendesak keadilan sosial, dan apologi negara
daripada sebelumnya (Black, 2006: 572- IslamMadjid, 1999). Pembahasan tentang
573). apologi terhadap negara Islam disampaikan
Hal senada juga dikemukakan oleh oleh Nurcholish sebagai pembahasan
Abdullahi Ahmed an-Naim yang tambahan, dengan maksud untuk
mengatakan bahwa masyarakat Islam hidup menjernihkan keadaan terhadap masalah
di bawah negara berstatuskan sekular tersebut.
liberal bukanlah suatu fenomena baru. Menurut Nurcholish Madjid,
Dalam rentang sejarah Islam: dari periode gagasan tentang “Negara Islam” pernah
Islam-awal masa Nabi Muhammad, masa muncul dengan kuat sekali sebagai aspirasi
keempat Khalifah Rasyidin, masa Dinasti umat Islam Indonesia di masa-masa yang
Umayyah, masa Dinasti Abbasiyah, sampai lalu. Pada saat itu aspirasi yang demikian
masa Dinasti Utsmaniyah sampai awal tidak lagi mengemuka dalam wacana politik
abad ke-20, semuanya mengacu pada Indonesia, paling tidak secara lahiriah,
tatanan sekular. Karenanya, prinsip syariat walaupun mungkin masih ada sekelompok
akan kehilangan otoritas dan nilai umat yang masih memendam keinginan
agamanya apabila dipaksakan oleh negara, untuk memperjuangkan aspirasi tersebut
sehingga pemisahan Islam dan negara kata Nurcholish. Apabila ditinjau dari
secara kelembagaan sangat perlu agar perspektif sejarah, maka keberadaan
syariat bisa berperan positif dan konsep “Negara Islam” tersebut menurut
mencerahkan bagi umat Islam. Syariat akan Nurcholish Madjid adalah suatu bentuk
tetap penting dalam membentuk sikap dan kecenderungan apologetis, yang tumbuh
perilaku umat Islam kendatipun bukan dari dua jurusannya. Pertama: Apologi
merupakan hukum publik suatu negara. kepada ideologi-ideologi Barat (modern),
Pendapat an-Naim disebut seperti: demokrasi, sosialisme, komunisme
sebagai”netralitas negara terhadap agama”. dan lain sebagainya, yang sering kali
Dalam konteks Indonesia yang mayoritas bersifat totaliter, dalam pengertian
penduduknya beragama Islam, negara menyeluruh dan meliputi seluruh aspek dan
pada dasarnya netral terhadap semua bidang kehidupan, khususnya politik, sosial,
agama, pemikiran an-Naim sangat relevan ekonomi, budaya dan lain-lain. Sikap
dan kontekstual (Rachman, 2011: 134). Ide apologi tersebut menimbulkan adanya
perlunya pemisahan antara agama dan apresiasi yang bersifat ideologis politis
negara selain dikemukakan oleh Ali Abd al- kepada Islam, dan dengan demikian
Raziq, dan Abdullahi Ahmad an-Naim, juga membawa umat Islam kepada cita-cita
dikemukakan oleh Asghar Ali Engineer, “Negara Islam”. Kedua: Kecenderungan
Thoha Husein, Muhammad Arkoun, kepada legalisme, yang menumbuhkan
Mohammad Abied al-Jabiri, Abdul Karim apresiasi yang serba legalisme kepada

Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, Vol 2, No. 2, Maret 2016


25
Islam, yang berupa penghayatan ke-Islam- dari Pakistan. Kedua pendekatan syariah
an adalah struktur dan kumpulan hukum yang diam (Silent Shari’a) dan pragmatis,
(Madjid, 1999: 239-256). dengan tokoh-tokoh utama Muhammad
Menurut pendapat Nurcholish Nasir dari Indonesia, Dimasangcay
Madjid, dari tindakan yang lebih prinsipil, A.Pundato dari Philipina dan Ghannouchi
konsep “Negara Islam” itu adalah suatu dari Tunisia (Kurzman, 2003: xlvi-xlvii).
distorsi hubungan proporsional antara Ketiga pendekatan Syari’ah yang
negara dan agama dalam Islam. Negara ditafsirkan, dengan tokoh-tokoh utamanya
adalah salah satu segi kehidupan duniawi, adalah Zaki Ahmad dari Mesir dan
yang dimensinya rasional dan kolektif. Muhammad Asad dari Austria.
Sedangkan agama adalah aspek kehidupan Untuk memahami kondisi di
lain, yang dimensinya adalah spritual dan Indonesia pada bahasan ini, penulis
pribadi. Antara agama dan negara tidak membahas mengenai pandangan-
dapat dipisahkan, namun diantara pandangan cendekiawan terkait dengan
keduanya harus tetap dibedakan dalam masalah-masalah sosial dan politik
dimensi dan pendekatannya, karena suatu khususnya mengenai demokrasi Pancasila,
negara tak mungkin menempuh spritual yaitu pandangan Abdul Munir Mulkhan,
guna mengurus dan mengawasi motivasi Azyumardi Azra, Amin Abdullah,
atau sikap batin warga negaranya, maka Komaruddin Hidayat, dan Budi Munawar
tidak mungkin pula memberikan predikat Rachman. Menurut Abdul Munir Mulkhan
keagamaan kepada negara. Dalam Islam bahwa keterlibatan Islam dalam politik di
menurut Cak Nur tidak dibenarkan adanya Indonesia hendaknya jangan sampai
suatu lembaga kekuasaan rohani, setiap menjebak aktivis-aktivis keagamaan
tindakan yang mengarah ke kekuasaan sehingga terseret dalam aktivitas-aktivitas
rohani atas orang lain adalah tindak yang politik yang tidak berdasarkan etika moral
mengarah ke sifat ketuhanan. Jadi, dalam kenegaraan. Aktivitas gerakan
merupakan tindakan yang menyaingi tuhan keagamaan harus tetap konsisten
atau musyrik (Madjid, 1999). menempa diri sebagai kekuatan moral,
2. Demokrasi sehingga dinamika, praktik politik Islam dan
Demokrasi menurut Charles praktik kenegaraan yang berperadaban
Kurzman adalah salah isu yang banyak demokratis (democratic civility) dengan
diperdebatan oleh kalangan Islam Liberal basis kemandirian warga yang memiliki
dalam konteks dan skala global. Secara basis moral etika yang akan terus hidup di
umum menurut pendapat Charles Kurzman, tengah masyarakat (Kurzman, 2003: 180).
ada 3 (tiga ) bentuk pendekatan liberal yang Dalam konteks menjaga kepentingan rakyat
dipergunakan oleh kaum Islam liberal dalam banyak, paradigma demokrasi Pancasila
hal ini. Pertama pendekatan syariah liberal, tidak cukup hanya dipikirkan dan
yang memberikan penekanan khusus pada dirumuskan oleh pemimpin partai dan
konsep syura atau musyawarah, yang lembaga politik, namun harus proses
dipakai untuk memberikan kesempatan perumusan dialogis dengan rakyat banyak.
atau menuntut pernyataan kehendak umum Pada saat inilah paradigma demokrasi
dalam masalah-masalah kenegaraan. Pancasila sebagai paradigma kehidupan
Dengan pandangan umum, bahwa konsep politik kenegaraan yang bukan hanya
dan praktek demokrasi tidak harus dibatasi sebagai ideologi tetapi benar-benar
pada bentuk-bentuk institusi khusus yang dibutuhkan. Kebutuhan ini semakin menjadi
telah dipakai di Amerika Serikat dan negara- tuntutan ketika seluruh organisasi sosial
negara Eropa lainnya (Kurzman, 2003: xlv). politik menempatkan Pancasila sebagai
Ada pun tokoh-tokoh yang dianggap asas tunggal dan ideologi.
mewakili kelompok ini adalah, Mehdi Sementara itu menurut Azyumardi
Bazargan dan Abdul Ali Bazargan dari Iran, Azra, ada dua cara pandang yang
Sadek J. Sulaiman dari Oman (tokoh berkembang dalam tradisi Islam Sunni
pendukung utama syura sebagai ketika melihat hubungan antara Islam dan
demokrasi), Hasan al karim dari Uni Emira negara yakni pertama, menggabungkan
Arab, Muhammad bin Al Rabi al-Alawi dari antara Islam dan negara, dan kedua,
Maroko, Al Awwa dari Mesir, dan SM Zafar memisahkan Islam dari negara. Bagi

Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, Vol 2, No. 2, Maret 2016


26
kelompok yang berpandangan bahwa Islam sangat penting bukan hanya untuk umat
dan negara harus disatukan berargumen Islam, tetapi sebagai bagian yang harus
bahwa dakwah Islam akan berjalan mulus diperjuangkan oleh para politisi muslim
ketika ada negara (kekuasaan) yang serta umat Islam Indonesia secara
mendukungnya. Sedangkan, kelompok keseluruhan.
yang menginginkan Islam dipisahkan dari Komaruddin Hidayat (1995: 190-
negara karena negara merupakan wilayah 196) melihat ada tiga pandangan berbeda
sekular, sementara agama masuk wilayah tentang hubungan demokrasi dengan
suci sehingga keduanya tidak mungkin agama yaitu pertama, kontradiktif-
untuk disatukan (Azra, 2009: 119). Bagi konfliktual, agama dan demokrasi dianggap
Azyumardi Azra sendiri, fenomena sebagai dua hal yang berbeda sehingga
munculnya partai-partai Islam di Indonesia sering menimbulkan kontradiksi dan bahkan
harus dilihat secara kritis apakah partai- konflik. Kedua, agama dan demokrasi
partai Islam itu mampu memberikan memiliki hubungan yang netral, di mana
kontribusi yang jelas dalam pengembangan urusan agama daan politik berjalan sendiri-
masyarakat atau tidak terutama dalam sendiri. Teori ini popular dengan
masa transisi menuju demokrasi. Jadi, yang sekularisasi politik. Ketiga, model teo-
terpenting bagi Azyumardi Azra (2009: 133) demokrasi, bahwa agama baik secara
bukanlah Islam harus disatukan dengan teologis maupun sosiologis sangat
negara atau justru dipisahkan dari negara, mendukung demokratisasi politik, ekonomi,
melainkan yang lebih penting adalah maupun kebudayaan. Oleh karena itu,
apakah Islam atau partai-partai politik Islam antara agama Islam dan demokrasi harus
mampu memainkan peran dalam proses dilihat pada tataran teologis normatif dan
transisi demokrasi. Pandangan M. Amin sekaligus faktor politis sosiologis. Di sini
Abdullah tentang demokrasi, merupakan agama sangat concern dengan upaya
bagian dari nilai universal yang ada pada demokratisasi. Pendapat Komaruddin
hampir tiap agama, termasuk Islam. Prinsip diatas bisa dikatakan mewakili seluruh
musyawarah, adil, jujur, non diskriminatif pandangan kaum intelektual muslim liberal
dan prinsip demokrasi sebagai sesuatu di Indonesia yang muncul kemudian.
yang sangat fundamental dalam agama Sementara menurut Bahtiar Effendi, bahwa
Islam, sebab di dalam kitab atau teks Islam tidak mudah mengaitkan antara Islam
sangat jelas disebutkan dalam kitab suci dengan demokrasi. Meskipun beberapa
umat Islam dan juga kitab-kitab lain dari cendekiawan muslim berpandangan bahwa
agama-agama di luar Islam (Qodir, 2010: Islam sejalan dengan prinsip demokrasi.
181-182). Hal senada juga dikemukakan Menurutnya, bagaimana demokrasi
oleh Budi Munawar Rachman, dipahami oleh komunitas Islam dan seperti
pandangannya bahwa tafsir atas norma apa pula para pendukung demokrasi pada
Islam tentang egalitarianisme, demokrasi, tingkat global melihat praktek-praktek
partisipasi, dan keadilan sosial merupakan demokrasi di dunia Islam. Posisi ini
suatu yang bersifat saling terkait antara satu diperlukan karena tidak jarang apa yang
dengan lainnya. Demokrasi bisa dimulai dipraktekkan sebagai demokrasi oleh satu
pembahasannya melalui keadilan. Dari komunitas dipandang lain oleh komunitas
analisis tentang keadilan dalam Islam yang lain. Ketika gelombang demokratisasi
tersebut, secara tidak langsung akan pada akhir dasawarsa 1970-an dan
terbahas dengan sendirinya masalah- sepanjang 1980-an tak ada satu karya yang
masalah lain misalnya egalitarianisme, bersedia melihat potensi dunia Islam di
demokrasi, partisipasi dan sebagainya. dalam mempraktekkan demokrasi, Bahtiar
Inilah sebetulnya yang menjadi pandangan Effendi memberikan alasan yaitu bahwa
teologis Nurcholish ketika menghadapkan dunia Islam tidak memiliki pengalaman yang
Islam dengan politik dan demokrasi. memadai dalam mengembangkan
Pendapat Budi Munawar Rachman sangat demokrasi dan menurut kacamata waktu itu
dipengaruhi oleh seniornya di Paramadina tidak ada isyarat sedikitpun bahwa kawasan
yakni Nurcholish Madjid dan Komaruddin ini mampu menerima gagasan-gagasan
Hidayat. Dia agaknya menyetujui prinsip- demokratik. T.J.Pimple memberi harapan
prinsip demokrasi sebagai sesuatu yang ketika menggulirkan gagasan mengenai

Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, Vol 2, No. 2, Maret 2016


27
gagasan demokrasi yang tidak lazim tunduk, maka siapa yang tunduk
(uncommon democracy). Dengan cara ini, maka selamatlah ia. Jika kita salah
demokrasi disesuaikan dengan struktur maka Tuhan mengganti dengan umat
budaya masyarakat setempat, sehingga lain. Banyak umat lain yang ditegur
memungkinkan proses akomodasi atau oleh Tuhan karena berbuat salah,
adaptasi timbal balik (Assyaukanie, 2002: jangan merasakan paling dekat
36-38). dengan Tuhan. Pluralisme agama,
Sumbangan Islam terhadap harus ada. Kata Nurcholis yang
demokrasi menurut Rizal Malarangeng bisa penting adalah menegakkan amar
positif maupun negatif. Yang negatif maruf nahi munkar, itu siapa saja,
misalnya usaha mempertahankan ide bukan basa basi politik yang ada
tentang Piagam Jakarta di mana umat Islam dalam Al Qur’an. Saya menjadi
atau individu-individu yang beragama Islam bertanya karena ada dalam Al Qur’an,
diwajibkan menjalankan syariat Islam. bukan soal pendapat ulama-ulama
Itukan mencampuradukkan antara apa yang tentang nama-nama Tuhan itu.
menjadi urusan negara dengan apa yang Kemudian Ulil Abshar melanjutkan:
menjadi urusan masing-masing. Padahal Soal nama-nama Tuhan, yang disebut
hubungan antara negara dan individu ada 99 itu adalah konstruksi para
adalah hubungan yang sangat fundamental ulama sunni, terutama Al Asyariah.
jika demokrasi mau ditegakkan. Kalau Nama-Nya bisa mencapai 500, bukan
negara terlalu jauh mencampuri urusan hanya 99. Oleh para ulama diklaim
individu seperti bagaimana harus menjadi 99, padahal dalam Al Qur’an
beribadah, berpuasa dan lain-lain menurut menyebutkan lebih dari 99. Dalam
Rizal akan sulit membicarakan kebebasan aspek teologi inilah kita bisa
sehingga demokrasi sebagai sistem mengembangkan bahwa agama ini
pemerintahan akan sulit tercapai sebenarnya maju skali, sebab agama
(Assyaukanie, 2002: 114). harus sejalan dengan sejarah, dan
3. Pluralisme Agama sesuai perkembangan sejarah. Pada
Istilah pluralisme agama merupakan suatu saat pemahaman teologi klasik
kata yang ringkas untuk menggambarkan mungkin tepat, tetapi saat yang lain
sebuah tatanan dunia baru di mana tidak sesuai. Dalam kasus ini
perbedaan budaya, sistem kepercayaan, misalnya soal kafir dzimmi. Ketika itu
dan nilai-nilai yang membangkitkan jika semua orang masuk Islam, nanti
pelbagai ungkapan manusia yang tak akan kas negara kosong. Karena itu, perlu
kunjung habis sekaligus mengilhami konflik juga orang Kristen yang disebut
yang tak terdamaikan. Menyebut istilah dzimmi. Sebenarnya konsep dzimmi
pluralisme, telah menjadi semacam waktu itu lebih dekat dengan konsep
panggilan untuk hari raya, suatu seruan bagi politik. Yang perlu kita tegakkan saat
warga negara dunia untuk berdamai dengan ini adalah bahwa agama lain sama
perbedaan. Tentang pluralisme dan dengan agama kita, dalam konteks
kebenaran agama, Ulil Abshar Abdalla kenegaraan menganggap orang lain
berpandangan: berbeda agama tidak sesuai itu
Saya melihat bahwa kebenaran ada di sangat tidak relevan. Kita sebenarnya
luar dari diri kita. Kebenaran itu ada di tidak relevan membandingkan antara
mana-mana, termasuk dalam Islam dengan agama lain (Qodir,
Zoroaster. Misalnya, takwa. Seperti 2010: 205-206).
Fazlur Rahman menyebutkan, takwa Pendapat Ulil Abshar, didukung oleh
adalah rendah hati terhadap orang Abdul Munir Mulkhan yang mengatakan
lain. Ada yang mengendalikan di luar bahwa orang beriman yang mengajarkan
dirinya, seperti Nurcholish Madjid tentang pluralisme itu mendangkalkan
misalnya, selalu mengatakan keimanan sebab mengakui banyak agama.
sesungguhnya kita berislam dengan Menurut Munir Mulkhan dikarenakan
“I” kecil. Di masa Nabi itu, Islam tidak pendekatan formalistik terhadap agama dan
dikenal sebagai nama agama. Islam keimanan. Menurutnya, yang penting
itu adalah selain selamat adalah sebetulnya substansi iman itu, dan kalau itu

Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, Vol 2, No. 2, Maret 2016


28
ada enam maka substansinya percaya dan mempunyai kitab suci harus ditolerir dan
dia tunduk maka orang Yahudi, Nasrani, juga harus diberi hak hidup. Al Qur’an
Shobiin adalah iman itu sendiri. Lebih lanjut, bahkan menuntut mereka agar menjalankan
menurut Munir Mulkhan kaum sufi lebih ajaran-ajaran mereka. Berdasarkan hal itu,
mampu menerima sebab Shabii itu secara historis, masyarakat yang paling
sebetulnya hanya varian saja, bukan berhasil belajar soal kemajemukan adalah
substansinya. Oleh karena itu, Mulkhan masyarakat Islam, karena itu negara-
lebih lanjut mengatakan,”kita harus negara Islam rata-rata multi agama. Ketika
mempertanyakan apakah sebetulnya kita melihat pluralitas sebagai suatu konsep
sumber Islam itu hanya Al Qur’an, apakah yang positif, maka kita memasuki pluralisme
tidak ada sumber dari pengamalan manusia sebagai suatu konsep yang didukung Al
yang terjadi, sebetulnya soal penafsiran Qur’an (Assyaukanie, 2002: 139-141).
saja. Kebenaran Islam itu bukan dalam Masih berhubungan dengan
bentuk formalnya tetapi nilai atau substansi. pluralitas, beragama adalah pilihan sukarela
Jadi, tidak hanya formalitas, di sini seseorang yang tidak bisa dipaksa-paksa.
kemudian orang menyebutnya berpikir Siapa saja bebas menentukan agamanya,
liberal. Karena itu kita perlu mencari istilah- apakah ia akan memilih Islam, Kristen,
istilah yang lebih fungsionalisme. Memang Hindu, Budha, atau agama lainnya. Bahkan
liberalisme konotasinya Amerika-Eropa. menurut Djohan Effendi, orang juga bebas
Sebenarnya, menurut Mulkhan yang memilih tidak beragama, karena beragama
dimaksud kaum intelektual muslim liberal adalah soal keyakinan individual, maka ia
adalah bahwa tafsir atas Islam tidak pernah tak bisa dipaksakan. Kalau kita memaksa
selesai. Kaum liberal lebih memaknai seseorang beragama, maka keberagamaan
formula tafsir Islam tidak pernah selesai, yang muncul menjadi tidak tulus.
termasuk di dalamnya kodifikasi Al Qur’an, Menurutnya, ada dua alasan yaitu pertama,
dan pengamalan-pengamalan manusia, agama sudah ada sebelum ada negara,
yang tidak secara prosedural diturunkan karena itu sebetulnya negara tidak
dalam Al Qur’an ini terdapat dalam tafsir- mempunyai kompetensi mengatur agama,
tafsir yang dilakukan oleh Kindi, Farabi, dan karena agama ada di atas negara. Kedua,
lainya. Mulkhan lebih setuju bagaimana Djohan Effendi beranggapan bahwa
Islam tidak pernah selesai ditafsir terus- keberagamaan seseorang menjadi hak
menerus. Ada memang pemikiran yang otonomi yang tidak pernah dan tidak boleh
bersifat pragmatis, untuk meraih duniawi, dilanggar oleh siapapun, berasal dari
tetapi kita penting memilah mana yang kemanusiaan itu sendiri. Bahkan
substansial ketimbang labelisasi, sebab kebebasan beragama adalah hak manusia
menurut Mulkhan kontekstualisasi itu yang paling asasi dan itu bukan anugrah,
kurang cocok. Liberalisasi sudah lama pemberian negara atau kelompok apapun.
terjadi, termasuk tentang pemikiran teologi Negara melayani agama, bukan mengatur
sehingga muncul paham tentang pluralisme (Assyaukanie, 2002: 135-137).
agama (Qodir, 2010: 206-208). 4. Kesetaraan Gender
Sementara itu, menurut Nurcholish Bagi kalangan Islam liberal di
Madjid bahwa kemajemukan atau pluralitas Indonesia, khususnya mereka yang hendak
adalah sunatullah. Dalam banyak ayat, Al mewujudkan keadilan hak-hak perempuan
Qur’an menyebutkan kemajemukan secara gender, ada beberapa penafsiran
sebagai sesuatu yang memang dikehendaki atas teks-teks suci yang paling penting
Alloh, karena itu siapa saja yang berusaha adalah menyangkut pembongkaran atas
menolak kemajemukan sama artinya penafsiran ayat-ayat yang meletakkan
dengan menolak sunatullah. Karena pusat kehidupan perempuan pada laki-laki.
kehidupan bermasyarakat itu majemuk, Perjuangan kalangan Islam liberal dalam
maka tak boleh ada pemaksaan kehendak, mewujudkan hak-hak perempuan sering
termasuk memaksa seseorang untuk disebut gerakan Islam feminis.
beriman. Menurutnya, kita tidak boleh Secara garis besar feminisme Islam
memaksa manusia memeluk satu agama adalah kesadaran atas penindasan
tertentu. Agama-agama yang ada dan pemerasan terhadap perempuan
sepanjang betul-betul bersifat standar dan dalam masyarakat, di tempat kerja,

Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, Vol 2, No. 2, Maret 2016


29
dan dalam keluarga, serta tindakan merupakan feminis muslim Indonesia.
sadar oleh perempuan maupun laki- Mereka secara kontekstual menghadirkan
laki untuk mengubah keadaan tafsir atas doktrin ayat suci Al Qur’an dari
tersebut…(dengan mengambil teks- sudut pandang sosiologis, historis, dan
teks sakral sebagai dasar pijakannya). antropologis.
Menurut definisi tersebut, dengan Amina Wadud melihat
demikian seseorang tak cukup hanya ketidakcocokan relasi laki-laki dan
mengenali adanya diskriminasi perempuan karena beberapa hal. Pertama,
berdasarkan jenis kelamin, dominasi tradisi tafsir didominasi oleh sarjana laki-
laki-laki dan sistem patriarki, untuk laki. Penafsiran Al Qur’an pada umumnya
bisa disebut sebagai feminis. adalah laki-laki. Wadud menjelaskan bahwa
Patriarki, salah satu masalah utama cara pandang penafsir laki-laki dan
yang dihadapi kalangan feminis Islam, pengalaman mereka dimasukkan ke dalam
dipandang sebagai akar proses tafsirnya, sementara perempuan
misoginis…Tujuan perjuangan dan pengalamannya bisa jadi dikeluarkan
feminis adalah mencapai kesetaraan, dari proses tafsir atau paling tidak
harkat, dan kebebasan perempuan ditafsirkan melalui visi, hasrat dan
untuk memilih dalam mengelola kebutuhan mereka terhadap perempuan.
kehidupannya dan tubuhnya, baik di Kedua,Wadud mengkritik tradisi penafsiran
dalam maupun di luar rumah Al Qur’an klasik sebagai partial, dan ketiga,
tangga…Tujuannya adalah Wadud juga mengkritik pendekatan yang
membangun suatu tatanan dilakukan pemikir Islam modern yang
masyarakat yang adil, baik bagi melihat ketidakberdayaan perempuan
perempuan maupun bagi laki-laki, sebagai individu dan sebagai anggota
bebas dari penghisapan, bebas dari masyarakat (Kusmana, 2007: 225-231).
pengkotakan berdasarkan kelas, Riffat Hasan mencoba menelusuri
kasta, maupun prasangka jenis lebih jauh kepada pandangan kaum muslim
kelamin…yang dituntut oleh kalangan tentang penciptaan Adam dan Hawa:
feminis muslim adalah kesamaan Apakah benar Hawa diciptakan dari tulang
kedudukan antara laki-laki dan rusuk Adam, berarti Hawa adalah
perempuan sebagai warganegara di secondary creation (ciptaan kedua, setelah
wilayah publik, serta peran Adam). Kalau benar, dari dasar kosmologi
komplementer di wilayah domestik itu, maka bisa dibenarkan argumen
(rumah tangga) (Rachman, 2011: supremasi atas perempuan, dan dalam
167-168). turunan selanjutnya, akan dibenarkan pula
Karena itu, teks-teks keagamaan ketidaksetaraan gender dalam soal-soal
yang tidak mendukung kesamaan yang kontroversial dan telah menjadi bahan
kedudukan antara laki-laki dan perempuan diskusi dan polemik di antara para pemikir
sebagai warga negara di wilayah publik, liberal Muslim di Indonesia yaitu persoalan
serta peran komplementer di wilayah pembagian waris, saksi, perkawinan—
domestik, akan dipersoalkan secara tajam termasuk di dalamnya hak-hak seksual
oleh kalangan Islam liberal. perempuan atas tubuhnya—poligami,
Feminis-feminis muslim perempuan perceraian, dan kepemimpinan perempuan
seperti Fatima Mernisi, Riffat Hasan, Amina dalam ibadah, dalam kehidupan sosial
Wadud, di samping pemikir-pemikir aktivis politik dan seterusnya (Mernissi dan Hasan,
seperti Asghar Ali Engineer, Farid Esack, 1995: 33-65). Adanya kecenderungan dan
Abdullahi Ahmed An-Naim Khaled M Abou prasangka misoginis (kebencian terhadap
el Fadhl, Mohammad Arkoun, dan Asma perempuan) sering melebih-lebihkan apa
Balffas merupakan intelektual – aktivis yang yang Al Qur’an tegaskan mengenai soal
karya-karyanya sering dijadikan rujukan kesetaraan. Ketidaksetaraan gender
pergulatan pemikiran feminis muslim hanyalah persoalan fungsional dalam
Indonesia. Tercatat Nazaruddin Umar, Budi kehidupan sosial dan harus dibaca dalam
Munawar Rachman, Wardah Hafidz, kerangka proses dimana Al Qur’an sedang
Ruhaini Dzuhayatin, Mansour Fakih, Lies mereformasi masyarakat menuju
Marcoes Natsir dan Ciciek Farkha kesetaraan. Tetapi para penafsir tradisional

Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, Vol 2, No. 2, Maret 2016


30
sering melihat ide ketidaksetaraan dalam Al ayat-ayat dalam Al Qur’an pada dasarnya
Qur’an sebagai bagian dari pandangan Al membawa wacana keadilan, yang berarti
Qur’an, sehingga persoalan bervisi kesetaraan secara gender, sehingga
ketidaksetaraan gender secara sosial cara penggunaan metode hermeneutikanya
menjadi pertanyaan kalangan Islam liberal adalah dengan membaca ayat-ayat yang
khususnya dalam membela hak-hak kontekstual, yang menyuarakan visi etis
perempuan di hadapan laki-laki: “Kalau tersebut. Fazlur Rahman membuat metode
dihadapan Alloh laki-laki dan perempuan penafsiran yang sangat liberal, yang disebut
adalah setara, mengapa dihadapan daur hermeneutis bolak-balik, yaitu dalam
manusia malah tidak?” suatu ayat yang kontekstual itu—dalam hal
Bagi kalangan Islam liberal, ini ayat-ayat yang menyangkut
pertanyaan ini memunculkan suatu usaha perempuan—kita abstraksikan visi keadilan
dekonstruksi untuk mendapatkan dan kesetaraan gender yang ada dalam
pandangan baru (proses rekonstruksi) bagi ayat itu. Visi abstrak ini, kita bawa ke dalam
penafsiran Islam yang lebih adil secara persoalan dewasa ini, kita wacanakan disini
gender. Untuk itu dicarilah jejak-jejak dan kita membuat tafsir baru yang sesuai
pandangan dunia yang telah dengan semangat zaman sekarang, tetapi
mengakibatkan ketidakadilan sosial secara tetap sesuai dengan pesan moral Al Qur’an.
gender. Asal usul dan prosesnya seperti Dalam buku karya Fatima Mernissi
dalam sosiologi, itu semua muncul dari memberikan contoh terbaik bagaimana
prasangka misoginis dan pandangan dunia kerangka kerja teoritis penafsiran Al Qur’an
patriarkhi. Sikap misoginis dan pandangan secara ini diterapkan, Fatima juga
dunia patriarkhi ini selanjutnya sadar melakukan kritik hadits yang sangat
ataukah tidak sadar, masuk ke dalam mumpuni. Pemikirannya menyadarkan kita
penafsiran keagamaan. Dengan tentang banyaknya problem dari pemakaian
memperhatikan karya Fatima Mernissi yang hadits-hadits yang telah dijadikan dasar
telah mempengaruhi secara mendalam cara ketidaksetaraan gender dalam Islam, dan
pandang Islam liberal di Indonesia, dengan menurutnya hadits-hadits yang selalu
menganalisis bentuk-bentuk patriarkhi dipakai untuk melegitimasikan
dalam penafsiran keagamaan, yang telah ketidaksetaraan gender ini masuk dalam
dipelihara dan dilegitimasikan selama kategori hadits yang lemah (dho’if), karena
berabad-abad, maka penafsiran teks itu kita harus menolaknya.
tradisional yang meletakkan perempuan
dalam ketidaksetaraan perlu dicurigai, B.4. Pengaruh Islam Liberal Terhadap
selanjutnya dibongkar untuk membangun Pemikiran Politik Islam Indonesia
masa depan relasi gender yang lebih adil. Berdasarkan pemikiran Islam liberal
Pemikir Sudan, Mahmud yaitu menentang ide negara Islam (sekuler),
Muhammad Thaha memberikan kerangka pluralisme, demokrasi dan kesetaraan
hermeneutika yang lebih liberal, dengan gender sebagaimana diuraikan di atas
memasukkan unsur pembedaan atas ayat- maka menurut penulis pengaruhnya
ayat Makkiyah dan Madaniyah. Ayat-ayat terhadap pemikiran politik Islam Indonesia
yang turunnya di Mekah bersifat puitis, adalah mendapat perlawanan dari kaum
profetis, egalitarian dan bersifat visionary, fundamentalis yang mana pemikiran
telah memberikan basis visi etis yang harus fundamentalis menginginkan negara Islam.
menjadi dasar pembacaan atas ayat-ayat Dengan berlakunya negara Islam, berarti
yang turun di Madinah, yang lebih banyak semua tata aturan berpedoman pada Al
bersifat pengaturan kehidupan sosial. Qur’an dan Hadits, tanpa adanya
Dengan pendekatan ini sangat membantu interpretasi terhadap teks, konteks, dan
para pemikir islam liberal dalam membaca realitas.
ayat-ayat Al Qur’an secara jelas perihal Pada setiap periode kenaikan atau
kesetaraan gender (Rachman, 2011: 170- menguatnya dengan deras gagasan-
178). gagasan dari para pemikir Islam liberal
Model hermeneutis Islam liberal ini, senantiasa pula diikuti oleh perlawanan dari
berangkat dari suatu keyakinan bahwa visi pemikiran-pemikiran kaum fundamentalis.
dasar Al Qur’an adalah keadilan. Seluruh Pada tingkatan intelektual masih sebatas

Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, Vol 2, No. 2, Maret 2016


31
perang pemikiran, tidak demikian halnya Madjid pada tahun 1970-an, tidak sedikit
pada dataran umat kebanyakan. Di Mesir Ali pula tulisan—baik dalam bentuk opini atau
Abdul Raziq yang dianggap sebagai tokoh pun buku—yang menyerang apa yang
Islam Liberal terkemuka pada zamannya disampaikannya. Pada tingkatan umat
dipecat dari anggota Ulama Al Azhar Fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama
(Husaini, 2002). Di Indonesia pada awal Indonesia (MUI), tanggal 29 Juli 2005,
tahun 1970-an, Cak Nur—Nurcholish Nomor. 7/Munas VII/MUI/II/2005 tentang
Madjid—sebagai lokomotif gerakan pluralisme, liberalisme dan sekularisme,
pembaharuan Islam Neo-Modernis di ditindak lanjuti dengan pernyataan yang
Indonesia, dalam segi pemikiran mengkafirkan dan menghalalkan
mendapatkan perlawanan yang luar biasa pembunuhan atas Ulil Abshar Abdalla.
dari Daud Rasyidi dan tokoh-tokoh lainnya
yang tidak sejalan. Pada dataran umat C. PENUTUP
kebanyakan Cak Nur mendapat perlawanan Pemikiran Islam liberal yaitu
yang kadang-kadang mengarah kepada menentang ide negara Islam (sekuler),
tindakan fisik, seperti pelemparan oleh pluralisme, demokrasi dan kesetaraan
seorang jamaah kepada Cak Nur setelah gender sebagaimana diuraikan di atas
selesai memberikan ceramah agama. maka menurut penulis pengaruhnya
Keadaan yang serupa pun dialami oleh Ulil terhadap pemikiran politik Islam Indonesia
Abshar Abdalla yang mencoba atau sedikit adalah mendapat perlawanan dari kaum
banyak memiliki kemiripan apa yang fundamentalis yang mana pemikiran
dilakukan dan dialami oleh Nurcholish fundamentalis menginginkan negara Islam.

DAFTAR PUSTAKA
AF, Ahmad Gaus,”Islam Progresif: Wacana Pasca Arus Utama Peta Pemikiran dan Gerakan
Islam di Indonesia”, Jurnal Tashwirul Afkar Edisi 22 Tahun 2007.
Assyaukanie, Luthfi. 2002. Wajah Liberal Islam di Indonesia. Jakarta: Jaringan Islam Liberal.
Azra, Azyumardi. 2000. Islam Substantif. Bandung: Mizan.
Binder, Leonard. 2001. Islam Liberal Kritik Terhadap Ideologi-ideologi Pembangunan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Black, Antony. 2006. Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini. Jakarta:
Serambi Ilmu Semesta.
Effendy, Bachtiar. 1998. Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam
di Islam di Indonesia. Jakarta: Paramadina.
Hidayat, Komaruddin. 1995. Agama Masa Depan: Perspektif Filsafat Perenial. Jakarta:
Paramadina.
Hourani, Albert. 1983. Pemikiran Liberal di Dunia Arab. Bandung: Mizan Pustaka.
Husaini, Adian. 2002. Islam Liberal Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan, dan Jawabannya.
Jakarta: Gema Insani.
Karim, Rusli. 1999. Negara dan Peminggiran Islam Politik. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Kurzman, Charles (editor) 2003, Wacana Islam Liberal Pemikiran Islam Kontemporer tentang
Isu-isu Global. Jakarta: Paramadina.
Kusmana,”Wacana HAM Perempuan: Survei Awal Terhadap Metodologi Pemikir Islam
Kontemporer,” Journal of Islamic Sciences Indo-Islamika, Vol.4, No.2, Tahun 2007.
Madjid Nurcholish. 2003. Indonesia Kita. Jakarta: Gramedia dan Universitas Paramadina.
Madjid, Nurcholish. 1999. Islam Kemoderan dan Keindonesiaan. Bandung: Mizan.
Mernissi, Fatima dan Riffat Hasan. 1995. Setara Dihadapan Alloh, Relasi Laki-laki dan
Perempuan Dalam Tradisi Islam Pasca Patriarkhi. Yogyakarta: Yayasan Prakarsa.
Qodir, Zuly. 2010. Islam Liberal Varian-varian Liberalisme di Indonesia 1991 – 2002.
Yogyakarta: LKiS.
Rachman, Budhy Munawar. 2011. Islam dan Liberalisme. Jakarta: Friedrich Naumann
Stiftung.
Rumadi. 2008. Post Tradisionalisme Islam: Wacana Intelektual dalam Komunitas NU. Cirebon:
Fahmina Institute.

Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, Vol 2, No. 2, Maret 2016


32

Anda mungkin juga menyukai