Anda di halaman 1dari 2

Pada gambar dapat diamati perbedaan kualitas kekeruhan lensa antara kelompok DM

dengaaan.....
DM+aquades. Tampak bahwa pada kelompok Diabetes Mellitus+curcumin (DM+Curcumin)
kekeruhan lensa yang
terjadi hanya pada bagian kecil dari keseluruhan lensa, sementara pada kelompok Diabetes
Mellitus+aquades
(DM+aquades) tampak kekeruhan yang merata pada seluruh bagian lensa. Kekeruhan lensa
inilah yang
menandakan tingkat keparahan dari katarak diabetikum pada model tikus diabetik.

atas menjelaskan curcumin memiliki aktifitas antioksidan lebih kuat dari pada
metformin. Dengan
nilai p<0.05 tepatnya nilai p=0.008 sehingga ada perbedaan yang bermakna antara
kelompok DM+curcumin dan
kelompok DM+metformin

pada kelompik kontrol atau kelompok I dimana pada kelompok ini rattus tidak
diberikan perlakuan juga tida diinjeksi STZ jika dilihat secara makrsokopis tidak
didapatkan adanya kekeruhan pada lensa mata
kemudian dilakukan tes konfirmasi dengan mengggunakan slit lamp mikrosop dan
oftalmoskop didapatkan hasil bahwa reflex fundus positif dapat terlihat

pada kelompok II dimana rattus norvegicus diinjekis STZ kemudian dilakukan


perlakuan pemebrian aquaest selama setelah dilakukan pemeriksaan slit lamp
mikroskop, dan oftalmoskop didapatkan adanya kekeruhan pada lensa mata
jika diidentifikasi lebih lanjut, pada Rattus pada kelompok II mengalami katarak
derajat IV dimana tanda katarak derajat IV yaitu kekeruhan lensa terjadi secara total.
Kekeruhan lensa ini merupakan efek dari karbonilasi protein lensa.

pada kelompok II dimana rattus norvegicus diinjekis STZ secara intraperitoneal


kemudian dilakukan perlakuan pemberian aquaest dan pada hari yang telah
ditetapkan dinilai derajat kekeruhan lensa nya dan didapatkan pada kelompok II
terdapat kekeruhan pada lensa mata jika dilihat secara makrsokopis kemudian
dilakukan tes konfirmasi dengan mengggunakan slit lamp mikrosop dan oftalmoskop
didapatkan hasil bahwa reflex fundus sudah susah untuk dinilai

jadi kami menyimpulkan pada Rattus pada kelompok II mengalami katarak derajat IV
dimana tanda katarak derajat IV yaitu kekeruhan lensa terjadi secara total dan reflex
fundus yang sulit untuk dinilai

pada kelompok III dimana rattus norvegicus diinjekis STZ kemudian diberikan
perlakuan vitamin C 0.5 mg/kgbb didapatkan sedikit keruh dengan warna agak
keputihan pada lensa mata jika dilihat secara makrsokopis kemudian dilakukan tes
konfirmasi dengan mengggunakan slit lamp mikrosop dan oftalmoskop didapatkan
reflexfundus masih dapat dinilai
jadi kami menyimpulkan pada Rattus pada kelompok III mengalami katarak derajat II
dimana tanda katarak derajat II yaitu terlihat sedikit kekeruhan lensa terjadi secara
total dan reflex fundus yang sulit untuk dinilai

Berdasarkan hasil diatas, dilakukakan analisis uji statistik data (uji Kruskall Wallis) dan
didapat hasil yang bermakna, kemudian dilakukan uji pemeriksaan kadar karbonil pada
masing-masing kelompok. Dari hasil uji karbonil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
pada kelompok kontrol didapatkan rata-rata kadar karbonil 0,424, pada kelompok 2 kadar
karbonil 1,403, kelompok 3 dengan rata-rata kadar karbonil 0,597 dan kelompok 4 dengan
rata-rata kadar karbonil 0,530.
Hal ini dapat ditarik kesimpulan pada kelompok 4 yang diberikan STZ dan ekstrak
kejibeling memiliki kadar karbonil yang lebih rendah dibandingkan kelompok 2 dan
kelompok 3 sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa ketika Rattus norvegicus diinduksi
dengan streptozin secara pelan-pelan akan merusak sel B pankreas jika sel B pankreas rusak,
maka hormon insulin sudah tidak dapat lagi diproduksi hal ini menyebabkan kadar glukosa
meningkat, seperti pada keadaan hiperglikemik dan pada saat ini jalur sorbitol akan lebih
aktif dari pada jalur glikolisis sehingga glukosa akan diubah menjadi sorbitol dengan bantuan
enzim aldosa reduktase dan dimetabolisme menjadi fruktosa oleh enzim poliol
dehidrogenase. Enzim ini memiliki afinitas yang rendah, artinya sorbitol akan terakumulasi
sebelum dapat dimetabolisme, sehingga menyebabkan retensi sorbitol di lensa. Selanjutnya
sorbitol dan fruktosa menyebabkan tekanan osmotik meningkat dan akan menarik air
sehingga lensa akan menggembung, sitoskeletal mengalami kerusakan, dan lensa menjadi
keruh sehingga mengakibatkan katarak pada orang dengan diabetes mellitus.

Dan disinilah peran dari kejibeling yang peran sebagai “trapping carbonyl” Pada daun
Keji Beling ini berisi senyawa seperti katekin, alkaloid, kafein,dan tanin, yang juga
memberikan kontribusi lebih lanjut untuk aktivitas total antioksidan. Katekin merupakan
salah satu golongan flavonoid

Berdasarkan penelitian, pemberian antioksidan dapat menangkap radikal bebas,


mengurangi stress oksidatif, dan menurunkan ekspresi TNF-α. Senyawa fitokimia seperti
flavonoid ternyata mampu mengurangi komplikasi diabetes melalui pengurangan stress
oksidatif, ROS dan TNF-α

Dari hasil penelitian diketahui bahwa ekstrak kejibeling mampu mencegah terjadinya katarak
komplikata pada diabetes melitus pada dosis 125mg/100kgbb. Kemampuan ekstrak kejibeling
dalam mencegah dan mengobati katarak kemungkinan karena kandungan flavonoid yg
mempunyai efek sebagai antioksidan kuat yang melindungi
mata dari radikal bebas (Bond, 2011), dan bekerja lgsg pada ROS

Anda mungkin juga menyukai