Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

GIZI DAN DIET PADA BATU GINJAL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Gizi dan Diet

Dosen Mata Ajar : dr. Argo

DISUSUN OLEH :

Arini Dwi Putri (16.011) Jihan Rifi M (16.047)

Dedy Purba W (16.017) Revy Arysa B (16.078)

Fajar Sulistiyo (16.030) Rina Elsa R (16.08

Izza Zulfa Y. N. F (16.045)


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pemahaman tentang penatalaksanaan diet secara umum bagi


penderita penyakit ginjal penting untuk diketahui, tak hanya bagi mereka
yang telah menderita gangguan ginjal, namun baik bagi mereka yang
bertekad untuk menurunkan resiko terhadap gangguan ginjal. Fungsi
utama ginjal adalah memelihara keseimbangan homeostatik cairan,
elektrolit, dan bahan-bahan organik dalam tubuh. Hal ini terjadi melalui
proses filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Disamping itu, ginjal mempunyai
fungsi endokrin penting. Saat organ ginjal terganggu, ia tak lagi menjalani
fungsinya dengan baik. Penyakit ginjal menyebabkan terjadinya gangguan
pembuangan kelebihan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Penetapan
terapi nutrisi diklasifikasikan berdasarkan jenis gangguan ginjal yang ada.
Seperti gagal ginjal akut, gagal ginjal kronis, penyakit ginjal tahap akhir
(gagal ginjal terminal), sindroma nefrotik dan batu ginjal. Mengingat
fungsi ginjal telah terganggu, penatalaksanaan diet difokuskan pada
pengaturan dan pengendalian asupan energi, protein, cairan dan elektrolit
natrium, kalium, kalsium dan fosfor. Oleh karena itu didalam makalah ini
akan dibahas mengenai batu ginjal secara mendalam dan komprehensif.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah “Bagaimana
nutrisi sebagai terapi dan diet bagi penderita batu ginjal?”

C. TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui nutrisi sebagai terapi dan diet bagi penderita batu ginjal.
Batu Ginjal | 2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BATU GINJAL


Nefrolitiasis atau batu ginjal merupakan salah satu penyakit ginjal,
dimana ditemukannya batu yang mengandung komponen kristal dan
matriks organik yang merupakan penyebab terbanyak kelainan saluran
kemih1. Lokasi batu ginjal khas dijumpai di kaliks, atau pelvis dan bila
keluar akan terhenti dan menyumbat pada daerah ureter (batu ureter) dan
kandung kemih (batu kandung kemih).
Batu ginjal dapat terbentuk dari kalsium, batu oksalat, kalsium
oksalat, atau kalsium fosfat. Namun yang paling sering terjadi pada batu
ginjal adalah batu kalsium. Penyebab pasti yang membentuk batu ginjal
belum diketahui, oleh karena banyak faktor yang dilibatkannya. Diduga
dua proses yang terlibat dalam batu ginjal yakni supersaturasi dan
nukleasi. Supersaturasi terjadi jika substansi yang menyusun batu terdapat
dalam jumlah besar dalam urin, yaitu ketika volume urin dan kimia urin
yang menekan pembentukan batu menurun. Pada proses nukleasi, natrium
hidrogen urat, asam urat dan kristal hidroksipatit membentuk inti. Ion
kalsium dan oksalat kemudian merekat (adhesi) di inti untuk membentuk
campuran batu. Proses ini dinamakan nukleasi heterogen. Prevalensi
penyakit ini diperkirakan sebesar 7% pada perempuan dewasa dan 13%
pada laki-laki dewasa. Empat dari lima pasien adalah laki-laki, sedangkan
usia puncak adalah dekade ketiga sampai ke empat2.
Penyakit ginjal yang paling sering ditemui di Indonesia adalah
gagal ginjal dan nefrolitiasis. Prevalensi tertinggi penyakit nefrolitiasis
yaitu di daerah DI Yogyakarta (1,2%), diikuti Aceh (0,9%), Jawa Barat,
Jawa Tengah , dan Sulawesi Tengah masing-masing (0,8%)3.
Nefrolitiasis (batu ginjal) merupakan suatu keadaan dimana
terdapat satu atau lebih batu di dalam pelvis atau kaliks dari ginjal. Secara

Batu Ginjal | 3
garis besar pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan
ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, dan keturunan,
sedangkan faktor ekstrinsik yaitu kondisi geografis, iklim, kebiasaan
makan, zat yang terkandung dalam urin, pekerjaan, dan sebagainya4.
Faktor risiko nefrolitiasis (batu ginjal) umumnya biasanya karena adanya
riwayat batu di usia muda, riwayat batu pada keluarga, ada penyakit asam
urat, kondisi medis lokal dan sistemik, predisposisi genetik, dan komposisi
urin itu sendiri. Komposisi urin menentukan pembentukan batu
berdasarkan tiga faktor, berlebihnya komponen pembentukan batu, jumlah
komponen penghambat pembentukan batu (seperti sitrat,
glikosaminoglikan) atau pemicu (seperti natrium, urat). Anatomis traktus
anatomis juga turut menentukan kecendrungan pembentukan batu5.

B. JENIS NEFROLITIASIS
Nefrolitiasis berdasarkan komposisinya terbagi menjadi batu
kalsium, batu struvit, batu asam urat, batu sistin, batu xanthine, batu
triamteren, dan batu silikat. Pembentukan batu pada ginjal umumnya
membutuhkan keadaan supersaturasi. Namun pada urin normal, ditemukan
adanya zat inhibitor pembentuk batu. Pada kondisi-kondisi tertentu,
terdapat zat reaktan yang dapat menginduksi pembentukan batu. Adanya
hambatan aliran urin, kelainan bawaan pada pelvikalises, hiperplasia
prostat benigna, striktura, dan buli bulineurogenik diduga ikut berperan
dalam proses pembentukan batu6.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan
organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-kristal
tersebut akan tetap berada pada posisi metastable (tetap terlarut) dalam
urin jika tidak ada keadaan-keadaan yang menyebabkan presipitasi kristal.
Apabila kristal mengalami presipitasi membentuk inti batu, yang
kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan yang lain
sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Kristal akan mengendap pada

Batu Ginjal | 4
epitel saluran kemih dan membentuk batu yang cukup besar untuk
menyumbat saluran kemih sehingga nantinya dapat menimbulkan gejala
klinis. Terdapat beberapa zat yang dikenal mampu menghambat
pembentukan batu. Diantaranya ion magnesium (Mg), sitrat, protein
Tamm Horsfall (THP) atau uromukoid, dan glikosaminoglikan. Ion
magnesium ternyata dapat menghambat batu karena jika berikatan dengan
oksalat, akan membentuk garam oksalat sehingga oksalat yang akan
berikatan dengan kalsium menurun. Demikian pula sitrat jika berikatan
dengan ion kalsium (Ca) untuk membentuk kalsium sitrat, sehingga
jumlah kalsium oksalat akan menurun5,7. Terdapat beberapa jenis variasi
dari batu ginjal, yaitu:
1. Batu Kalsium Batu yang paling sering terjadi pada kasus batu ginjal.
Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat,
atau campuran dari kedua unsur tersebut. Faktor-faktor terbentuknya
batu kalsium adalah5:
a) Hiperkalsiuri
Terbagi menjadi hiperkalsiuri absorbtif, hiperkalsiuri renal, dan
hiperkasiuri resorptif.
1). Hiperkalsiuri absorbtif terjadi karena adanya peningkatan
absorbsi kalsium melalui usus.
2). Hiperkalsiuri renal terjadi akibat adanya gangguan kemampuan
reabsorbsi kalsium melalu tubulus ginjal.
3). Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan
resorpsi kalsium tulang.
b) Hiperoksaluri
Merupakan eksresi oksalat urin yang melebihi 45 gram perhari.
c) Hiperurikosuria Kadar asam urat di dalam urin yang melebihi
850mg/24 jam.
d) Hipositraturia Sitrat yang berfungsi untuk menghalangi ikatan
kalsium dengan oksalat atau fosfat sedikit.

Batu Ginjal | 5
e) Hipomagnesuria
Magnesium yang bertindak sebagai penghambat timbulnya
batu kalsium kadarnya sedikit dalam tubuh. Penyebab tersering
hipomagnesuria adalah penyakit inflamasi usus yang diikuti dengan
gangguan malabsorbsi.
2. Batu Struvit Batu yang terbentuk akibat adanya infeksi saluran kemih.
3. Batu Asam Urat
Biasanya diderita pada pasien-pasien penyakit gout, penyakit
mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi anti kanker, dan
yang banyak menggunakan obat urikosurik seperti sulfinpirazon,
thiazid, dan salisilat.
4. Batu Jenis Lain
Batu sistin, batu xanthine, batu triamteran, dan batu silikat sangat
jarang dijumpai

C. KELAINAN METABOLIK
1. Gangguan elektrolit dan hormon
Gangguan cairan dan elektrolit jarang terjadi kecuali pada
tahap akhir dari gagal ginjal. Akibat turunnya GFR, peningkatan
aktivitas oleh beberapa nefron menjadi hal yang penting dalam
ekskresi elektrolit. Beberapa hormon juga membantu dalam
pengaturan level elektrolit, akan tetapi hal ini juga dapat menyebabkan
gangguan pada sistem hormon tersebut. Peningkatan sekresi hormon
aldosteron dapat membantu mencegah peningkatan kadar kalium
serum tetapi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan sekresi
hormon paratiroid dapat membantu pencegahan dari peningkatan
kadar phosphate serum akan tetapi daapt berdampak pada renal

Batu Ginjal | 6
osteodystrophy. Ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan
penurunana GFR ketika aktivitas dari hormon tidak adekuat atau
ketika konsumsi air dan elektrolit dibatasi atau berlebihan.

2. Renal osteodystrophy
Merupakan gangguan pada tulang yang disebabkan akibat dari
aktivitas dari hormon paratiroid. Hormon paratiroid akan
menyebabkan keluarnya phosphate ke dalam urine tetapi menyebabkan
pembongkaran kalsium dari dalam tulang. Selain itu hormon ini juga
dapat menyebabkan turunnya kadar kalsium dalam serum, asidosis,
dan gangguan aktifasi vitamin D di dalam ginjal.
3. Sindrom uremia
Uremia timbul pada saat level terakhir dari penyakit gagal
ginjal kronis ketika GFR ginjal sudah dalam kondisi dibawah 15
mL/menit dan BUN melebihi dari 60 mg/dl. Beberapa gangguan,
gejala dan komplikasi yang berkembang akibat kondisi ini disebut
dengan sindroma uremia. Uremia dapat menyebabkan disfungsi mental
dan perubahan pada neuromuskuler seperti kram pada otot, kelemahan
pada otot lengan dan nyeri. Komplikasi lainnya akibat dari uremia
adalah:
a. Gangguan sintesis atau pembentukan hormon. Gangguan ini
meliputi gangguan pembentukan hormon pengaktif vitamin D dan
erythropoietin yang berfungsi pada pembentukan sel darah merah.
Akibatnya akan terjadi anemia dan osteoporosis akibat hilangnya
kalsium dari tulang.
b. Gangguan degradasi hormon. Gangguan pada perkembangan
hormon dapat berakibat pada pertumbuhan, reproduksi,
keseimbangan cairan, pengaturan kadar glukosa darah dan
metabolisme zat gizi. · Abnormalitas pendarahan. Turunnya fungsi
platelet dan faktor pembekuan dapat menyebabkan pembekuan

Batu Ginjal | 7
darah akibat luka yang lama yang dapat berkontribusi pada anemia
dan pendarahan pada saluran cerna.
c. Peningkatan resiko penyakit kardiovaskuler. Faktor resiko ini
antara lain hipertensi, peningkatan kadar insulin (resistensi insulin)
dan kadar lipid darah yang tidak normal.
d. Penurunan fungsi imunitas tubuh. Pasien dengan uremia memiliki
imunitas yang rendah dan sangat berpotensi untuk terjadinya
infeksi yang lebih sering menyebabkan kematian pada pasien.
4. Protein Energi Malnutrisi
Pasien dengan gagal ginjal kronis biasanya akan berkembang
PEM dan wasting. Beberapa studi memperkirakan bahwa pasien
dengan gagal ginjal akan memiliki asupan energi dan protein yang
tidak cukup bahkan pada saat awal berkembangnya penyakit.
Anoreksia merupakan salah satu faktor penyebab dari rendahnya
konsumsi makanan dan dapat berakibat pada gangguan hormonal.
Faktor penyebab lainnya adalah nausea dan vomiting, pembatasan diet,
uremia dan pengobatan. Kehilangan zat gizi dapat memberikan
kontribusi pada malnutrisi dan disebabkan akibat dari vomiting, diare,
pendarahan gastrointestinal, concurrent catabolic illness dan dialisis.
Tidak seperti pada gagal ginjal akut yang penurunan fungsi ginjal
terjadi secara cepat atau tiba-tiba, pada gagal ginjal kronis
dikarakteristik dengan penurunan fungsi ginjal secara bertahap dan
irreversible. Pada penderita gagal ginjal kronis, penderita tidak
menunjukkan gejal-gejala yang tampak seperti pada pasien dengan
gagal ginjal akut. Gejala ini baru timbul setelah ginjal mengalami
penurunan fungsinya sebesar 75%. Oleh karena itu, pengkajian klinik
sangat bergantung pada pemeriksaan penunjang, meski anamnesis
yang teliti sangat membantu dalam upaya menegakkan diagnosis yang
tepat. Sebagian besar individu dengan stadium dini penyakit gagal
ginjal kronik tak terdiagnosis. Deteksi dini kerusakan ginjal sangat

Batu Ginjal | 8
penting untuk dapat memberikan pengobatan segera, sebelum terjadi
kerusakan dan komplikasi lebih lanjut.
Pengkajian klinik menentukan jenis penyakit ginjal, adanya
penyakit penyerta, derajat penurunan fungsi ginjal, komplikasi akibat
penurunan fungsi ginjal, faktor resiko untuk penyakit kardiovaskuler.
Pengelolaan meliputi terapi penyakit ginjal, pengobatan penyakit
penyerta, penghambatan penurunan fungsi ginjal, pencegahan dan
pengobatan penyakit kardiovaskular, pencegahan dan pengobatan
komplikasi akibat penurunan fungsi ginjal, serta terapi pengganti ginjal
dengan dialisis atau transplantasi jika timbul gejala dan tanda uremia.

D. KEBUTUHAN NUTRISI PASIEN BATU GINJAL


1. Kebutuhan Energi
Menurut National Kidney Foundation's, kebutuhan kalori pada pasien
dalam kondisi metabolik yang seimbang adalah 30-35 kalori/Kg..
Sehingga kalori ini perlu diperhatikan. Berdasarkan National Kidney
Foundation dan data NHANES II apabila berat pasien <95%>115%,
maka berat badan perkiraan (berdasarkan perhitungan rumus)
digunakan dalam menentukan energi. Rumus untuk mengetahui berat
badan perkiraan adalah sebagai berikut: berat badan ideal+[(aktual
edema-free weight-ideal weight)x0,25].
2. Kebutuhan Protein
Konsumsi nitrogen per kilogram bahan makanan adalah 0,6 gram apabila
kebutuhan kalori terpenuhi dan protein yang dikonsumsi harus berasal
dari protein dengan nilai biologis yang tinggi. Kebutuhan protein pada
pasien adalah sekitar 0,6- 0,8 gram per kilogram berat badan tubuh bila
fungsi ginjal sudah menurun. Sedangkan apabila fungsi ginjal sudah
membaik maka kebutuhan protein adalah 1,2-1,3 gram per kilogram berat
badan. Sebuah studi menunjukkan konsumsi protein sebesar 2-2,5 gram

Batu Ginjal | 9
per kilogram berat badan per hari dapat memperbaiki keseimbangan
Nitrogen
3. Kebutuhan Vitamin
Pasien dapat kehilangan vitamin larut air seperti thiamine, asam folate,
pyridoxine dan asam askorbat (vitamin C). Vitamin E sangat dibutuhkan
sebagai antioxidant sehingga mencegah asidosis pada pasien. Konsumsi
vitamin E sebesar 300-800 IU dapat mencegah oksidasi pada sel. Akan
tetapi, hal ini masih menjadi sesuatu yang controversial. Vitamin D
merupakan vitamin yang mengalami defisiensi karena salah satu fungsi
ginjal adalah untuk aktivasi dari vitamin D. Selain itu, meningkatnya
level PTH (Pituitary Hormon) akan menyebabkan vitamin D menurun.
Pasien dengan penurunan fungsi ginjal kronis (GFR 20-60 mL/min) yang
disertai dengan meningkatnya level PTH harus dilakukan pengecekan
vitamin D dalam bentuk 25-Hidroksi kolekalsiferol atau 25-OH vitamin
D. Pasien dengan kadar 25-OH vitamin D <75> Berikut adalah
rekomendasi intake vitamin pada pasien dengan hemodialisis: Tabel 3.
Rekomendasi intake vitamin pasien hemodialisis Vitamin Rekomendasi
Thiamin Riboflavin Niacin Asam pantotenat Piridoksin Sianokobalamin
Biotin Asam askorbat Asam folat Zink 1,1-1,2 mg/hari 1,1-1,3 mg/hari
14-16 mg/hari 5 mg/hari 10 mg/hari 2,4 mg/hari 30 mcg/hari 75-90
mg/hari 1 mg/hari 15 mg/hari
4. Kebutuhan Mineral
a. Kalsium adalah mineral yang sangat penting untuk pembentukan
tulang yang kuat. Namun makanan yang mengandung kadar kalium
yang baik biasanya juga mengandung kadar fosfat yang tinggi.
Untuk itu cara terbaik untuk mencegah hilangnya kalsium adalah
dengan membatasi asupan makanan yang mengandung fosfat yang
tinggi. Untuk menjaga keseimbangan kadar kalsium dan fosfat
biasanya penderita diminta mengkonsumsi obat pengikat fosfat
(phosphate binder) dan bijaksana dalam mengkonsumsi makanan.

Batu Ginjal | 10
Pemasukan kalsium sebanyak 1000 mg/hari diperlukan untuk
mencegah atau menunda kemajuan dari osteodistrofi ginjal atau
demineralisasi tulang, akibat dari asidosis kronis dan gangguan
metabolisme vitamin D. Karena pemasukan susu biasanya dibatasi
hanya 1 mangkuk sehari untuk mengurangi pemasukan protein dan
fosfat, maka diperlukan suplemen tambahan kalsium. Suplemen
kalsium tidak boleh diberikan bila kadar fosfat serum tidak
terkontrol, karena bahaya terjadinya presipitasi kalsium dalam ginjal.
b. Fosfat Seperti juga ureum, ginjal yang rusak tidak lagi mampu untuk
membuang fosfat dari darah yang menyebabkan tingginya kadar
fosfat dalam darah. Kadar fosfat yang tinggi dapat menyebabkan
tubuh kehilangan kalsium dari tulang. Efeknya adalah tulang
menjadi sangat lemah dan mudah patah. Untuk mengontrol kadar
fosfat dalam darah, penderita seyogyanya mengkonsumsi makanan
yang mengandung kadar fosfat yang rendah. Fosfat terdapat di
sebagian besar makanan namun pada beberapa jenis makanan
berikut ini terkandung kadar fosfat yang tinggi yaitu :
 Produk susu seperti susu, keju, pudding, yogurt,dan ice cream ·
Kacang kacangan, selai kacang
 Minuman seperti bir, cola maupun jenis soft drink lainnya
Progresivitas dari insufisiensi ginjal tampak lebih lambat dengan
diet yang mengandung fosfat kurang dari 600 mg/hari.
Dengan mengurangi jenis makanan yang disebutkan diatas cukup
untuk membatasi protein yang masuk, dan memungkinkan
tercapainya kadar pemasukan yang diinginkan. Antasida aluminium
hidroksida diberikan secara oral bila diperlukan untuk mengikat
fosfat makanan dan mencegah absorpsinya. Aluminium hidroksida
ini dapat ditambahkan dalam adonan kue supaya dapat lebh mudah
diterima oleh pasien. Namun, kecenderungan saat ini adalah lebih
banyak menurunkan kadar fosfat dari makanan dan minuman
Batu Ginjal | 11
daripada penggunaan zat pengikat secara rutin. Penggunaan
aluminium hidroksida yang menahun dapat mengakibatkan
keracunan aluminium dengan gejala ataksia, demensia, dan
memperburuk osteodistrofi tulang.
c. Kalium merupakan salah satu mineral yang penting bagi tubuh kita
terutama untuk membantu otot dan jantung bekerja dengan baik.
Kalium dengan kadar yang cukup tinggi banyak ditemukan pada
sebagian besar makanan seperti :
 Beberapa buah dan sayuran : pisang, alpukat, melon, jeruk,
kentang
5. Susu dan Yoghurt Makanan yang banyak mengandung protein yang
tinggi seperti daging sapi, daging babi,dan ikan. Terlalu banyak
kalium atau terlalu sedikit akan berbahaya bagi tubuh.

E. DIET
Tujuan Diet
1. Memberikan makanan secukupnya tanpa memberatkan fungsi ginjal.
2. Menurunkan kadar ureum darah.
3. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
4. Memperbaiki dan mempertahankan status gizi optimal dan
mempercepat penyembuhan.
SYARAT DIET
1. Energi cukup untuk mencegah katabolisme, yaitu 25 – 35 kkal/kg
BB.
2. Protein disesuaikan dengan katabolisme protein, yaitu 0,6 – 1,5
g/kgBB. Pada katabolik ringan kebutuhan protein 0,6 – 1 g/kgBB,
katabolik sedang 0,8 – 1,2 g/kgBB, dan katabolik berat 1 – 1,5
g/kgBB.

Batu Ginjal | 12
3. Lemak sedang, yaitu 20 – 30 % dari kebutuhan energi total, atau
antara 0,5 – 1,5 g/kgBB. Untuk katabolisme berat dianjurkan 0,8 –
1,5 g/kgBB.
4. Karbohidrat sebanyak sisa kebutuhan energi setelah dikurangi
jumlah energi yang diperoleh dari protein dan lemak. Apabila
terdapat hipertrigliseridemia, batasi penggunaan karbohidrat
sederhana atau gula murni.
5. Natrium dan kalium batasi bila ada anuria.
6. Cairan, sebagai pengganti cairan yang keluar melalui muntah,
diare, dan urin + 500 ml.
7. Bila kemampuan untuk makan rendah, makanan diberikan dalam
bentuk formula enteral atau parenteral. Bila diperlukan, tambahan
suplemen asam folat, vitamin B6, C, A dan K.

F. PENATALAKSANAAN NEFROLITIASIS
Penderita nefrolitiasis sering mendapatkan keluhan rasa nyeri pada
pinggang ke arah bawah dan depan. Nyeri dapat bersifat kolik atau non
kolik. Nyeri dapat menetap dan terasa sangat hebat. Mual dan muntah
sering hadir, namun demam jarang di jumpai pada penderita. Dapat juga
muncul adanya bruto atau mikrohematuria5. Selain dari keluhan khas yang
didapatkan pada penderita nefrolitiasis, ada beberapa hal yang harus
dievaluasi untuk menegakkan diagnosis, yaitu5:
1. Evaluasi skrining yang terdiri dari sejarah rinci medis dan makanan,
kimia darah, dan urin pada pasien.
2. Foto Rontgen Abdomen yang digunakan untuk melihat adanya
kemungkinan batu radio-opak.
3. Pielografi Intra Vena yang bertujuan melihat keadaan anatomi dan
fungsi ginjal. Pemeriksaan ini dapat terlihat batu yang bersifat
radiolusen.
4. Ultrasonografi (USG) dapat melihat semua jenis batu.

Batu Ginjal | 13
5. CT Urografi tanpa kontras adalah standar baku untuk melihat adanya
batu di traktus urinarius5.
Tujuan utama tatalaksana pada pasien nefrolitiasis adalah mengatasi nyeri,
menghilangkan batu yang sudah ada, dan mencegah terjadinya pembentukan
batu yang berulang.
1. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Alat ini ditemukan pertama kali pada tahun 1980 oleh Caussy. Bekerja
dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan di luar tubuh
untuk menghancurkan batu di dalam tubuh. Batu akan dipecah menjadi
bagian-bagian yang kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran
kemih 11 ESWL dianggap sebagai pengobatan cukup berhasil untuk batu
ginjal berukuran menengah dan untuk batu ginjal berukuran lebih dari 20-
30mm pada pasien yang lebih memilih ESWL, asalkan mereka menerima
perawatan berpotensi lebih.
2. PCNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy)
Merupakan salah satu tindakan endourologi untuk mengeluarkan batu yang
berada di saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi ke dalam
kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah
terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil. Asosiasi Eropa Pedoman
Urologi tentang urol ithiasis merekomendasikan PNL sebagai pengobatan
utama untuk batu ginjal berukuran >20mm, sementara ESWL lebih disukai
sebagai lini kedua pengobatan karena ESWL sering membutuhkan
beberapa perawatan, dan memiliki risiko obstruksi ureter, serta kebutuhan
adanya prosedur tambahan. Ini adalah alasan utama untuk
merekomendasikan bahwa PNL adalah baris pertama untuk mengobati
pasien nefrolitias12.
3. Bedah terbuka
Untuk pelayanan kesehatan yang belum memiliki fasilitas PNL dan
ESWL, tindakan yang dapat dilakukan melalui bedah terbuka.

Batu Ginjal | 14
Pembedahan terbuka itu antara lain pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk
mengambil batu pada saluran ginjal.
4. Terapi Konservatif atau Terapi Ekspulsif Medikamentosa (TEM)
Terapi dengan mengunakan medikamentosa ini ditujukan pada kasus
dengan batu yang ukurannya masih kurang dari 5 mm, dapat juga
diberikan pada pasien yang belum memiliki indikasi pengeluaran batu
secara aktif. Terapi konservatif terdiri dari peningkatan asupan minum dan
pemberian diuretik; pemberian nifedipin atau agen alfablocker, seperti
tamsulosin; manajemen rasa nyeri pasien, khusunya pada kolik, dapat
dilakukan dengan pemberian simpatolitik, atau antiprostaglandin,
analgesik; pemantauan berkala setiap 1- 14 hari sekali selama 6 minggu
untuk menilai posisi batu dan derajat hidronefrosis6. Komplikasi pada
nefrolitiasis dibedakan menjadi:
a. Komplikasi Akut Kematian
Kehilangan fungsi ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan
invensi sekunder yang tidak direncanakan.
b. Komplikasi Jangka Panjang
Striktura, obstruksi, hidronefrotis, berlanjut dangan atau tanpa
pionefrosis, dan berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang
terkena.

Batu Ginjal | 15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nefrolitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapat satu atau lebih batu di
dalam pelvis atau kaliks dari ginjal. Batu-batu ini berdasarkan komposisinya
dibagi menjadi batu kalsium, batu struvit, batu asam urat, batu sistin, batu
xanthine, batu triamteren, dan batu silikat. Batu-batu ini terbentuk akibat
banyak faktor, seperti adanya hambatan aliran urin, kelainan bawaan pada
pelvikalises, hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli bulineurogenik.
Penyakit ini memiliki gejala yang cukup khas dengan adanya rasa nyeri di
daerah pinggang ke bawah. Nyeri bersifat kolik atau non kolik. Nyeri dapat
menetap dan terasa sangat hebat. Mual dan muntah sering hadir, namun
demam jarang dijumpai pada penderita. Dapat juga muncul adanya bruto atau
mikrohematuria. Penatalaksanakan kasus ini dapat dilakukan dengan metode
ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy), PCNL (Percutaneus Nephro
Litholapaxy), bedah terbuka dan terapi konservatif atau terapi ekspulsif
medikamentosa (TEM). Batu kalsium merupakan kejadian yang paling
banyak terjadi.

B. Saran
Seseorang yang mengidap penyakit batu ginjal perlu memperhatikan
asupan nutrisi yang disesuiakan dengan kondisi serta gejala yang timbul pada
pasien sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.

Batu Ginjal | 16
DAFTAR PUSTAKA

1. Hanley JM, Saigal CS, Scales CD, Smith AC. Prevalences of kidney stone in
the United States. Journal European Association of Urology. 2012;
62(1):160-5. Tersedia dari: http://journal.unnes.ac.id/index.php/kem
2. HTAI. Penggunaan extracorporeal shockwave lithotripsy pada batu saluran
kemih. Jakarta: Health Technology Assasement Indonesia; 2005.
3. Depkes. Laporan riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2013.
4. Krisna DNP. Faktor risiko kejadian penyakit batu ginjal di wilayah kerja
Puskesmas Margasari kabupaten Tegal tahun 2010 [skripsi]. Semarang:
Universitas Negeri Semarang; 2011.
5. Basuki B. Dasar-dasar urologi.Malang: Sagung seto; 2015.hlm.93-100.
6. 6. Hasiana L, Chaidir A. Batu saluran kemih. Dalam: Chris T, Frans L, Sonia
H, Eka A, Editor. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi keempat jilid I.Jakarta:
Media Aesculapius; 2014.hlm. 277-280.
7. 7. Mochammad S. Batu saluran kemih. Dalam: Aru W, Bambang S,Idrus A,
Marcellus S, Siti S, editors. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi kelima jilid II.
Jakarta: Interna Publishing; 2014. hlm. 1025-1027.
8. 8. Martha.E.B.T. Angka kejadian batu ginjal di RSUP Prof Dr.R.D. Kandou
Manado periode januari 2010-desember 2012. Eclinic [internet]. 2014

Batu Ginjal | 17

Anda mungkin juga menyukai