Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

INFARK MIOKARD AKUT (IMA)


A. KONSEP DASAR MEDIS
I. PENGERTIAN
Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot
jantung terganggu. (Suyono, 2005)
Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard yang cepat
disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran darah dan
kebutuhan darah miokard. (Morton, 2012)
Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri
koroner besar atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan myocardial
bervariasi dan bergantung kepada besar daerah yang diperfusi oleh arteri yang
tersumbat. Infark myocardium dapat berakibat nekrosis karena parut atau
fibrosis, dan mendatangkan kematian mendadak. (Barbara, 2006)

II. ETIOLOGI
Menurut Nurarif (2013), penyebab IMA yaitu :
a. Faktor penyebab :
1) Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
a) Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, arteritis.
b) Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosos Aurta, insufisiensi.
c) Faktor darah : Anemia, hipoksemia, polisitemia.
2) Curah jantung yang meningkat :
a) Aktifitas yang berlebihan.
b) Emosi.
c) Makan terlalu banyak.
d) Hypertiroidisme.
3) Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
a) Kerusakan miocard.
b) Hypertropimiocard.
c) Hypertensi diastolic.
b. Faktor predisposisi :
1) Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
a) Usia lebih dari 40 tahun.
b) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause.
c) Hereditas.
d) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
2) Faktor resiko yang dapat diubah :
a) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, diet
tinggi lemak jenuh, aklori.
b) Minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional, agresif,
ambisius, kompetitif), stress psikologis berlebihan.’
III. GAMBAR ANATOMI
IV. PATOFISIOLOGI
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi
hemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard
setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat
penurunan ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan
volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri
naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium
kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke
jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini
bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik di
sekitarnya.
Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi,
khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan
curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard.
Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga
mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard
yang harus berkompensasi masih normal, pemburukan hemodinamik akan
minimal. Sebaliknya bila infark luas dan miokard yang harus berkompensasi
sudah buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik ventrikel
kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi
perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik
yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut
menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi
ventrikel dan timbulnya aritmia.
V. PATHWAY
Aterosklerosis
Trombosis
Konstriksi arteri koronaria

Aarah ke jantung menurun

Oksigen menurun

Jaringan miokard ishkemik

Nekrosa lebih dari 30 menit

Supply dan kebutuhan oksigen ke jantung tidak


seimbang

Supply oksigen ke miokard turun

Metabolisme an aerob Seluler hipoksia

Mk :nyeri
Timbunan asam laktat Intregitas
meningkat membrane sel
Mk:cemas
berubah

fatique
Kontraktilitas MK: Resiko
menurun penurunan
curah jantung
Mk :Intoleransi
aktivitas Cop turun
Kegagalan pompa jantung

Mk: Resiko penurunan Gagal jantung


perfusi jaringan jantung
Mk : Resiko kelebihan
volume cairan
VI. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik IMA menurut Nurarif (2013), yaitu :
a. Lokasi substernal, rerosternal, dan prekordial.
b. Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, terbakar, tertindih benda berat,
ditusuk, diperas, dan diplintir.
c. Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan
atas kiri.
d. Gejala yang menyertai : keringat dingin, mual, muntah, sulit bernafas,
cemas dan lemas.
e. Dispnea
VII. PENATALAKSANAAN
1. Terapi trombolitik
Obat intravena trombolitik mempunyai keuntugan karena dapat
diberikan melalui vena periver.sehingga terapi ini dapat diberikan
seawal mungkindan dikerjakan dimanapun.direkomendasikan
penderita infark miokard akut ≤12 jam yang mempunyai elevasi
segmen ST di berikan IV vibrinolitik jikatanpa kontra
indikasi.sedangakan penderita yang mempunyai riwayat
perdarahan intra kranial,stroke atau perdarahan aktif tidak
diberikan terapi fibrinolitik. Dosis streptokinsedi berikan 1,5juta
IUdi berikan dalam tempo 30-60 menit.
2. Terapi antiplatelet
a. Aspirin
Aspirin mempunyai efek menghambat siklooksigenase platelet
secara ireversibel.proses tersebut mencegah formasi tomboksan A2.
Pemberian aspirin untuk penghambatan agregasi platelet di berikan
dosis awal paling sedikit 160 mg dan di lanjutkan dosis 80- 325 mg
per hari.
b. Tiklopidin
Merupakan derivate tienopiridin yang efektif sebagai pengganti
aspirin untuk pengobatan angina tidak stabil
c. Clopidogrel
d. Clopidogrel mempunyai efek menghambat agregasi platelet melalui
hambatan aktivasi APD pada kompleks glikoproteinIIb/IIa.
3. Antagonis reseptor glikoprotein IIb/IIa
Antagonis glikoproteinIIb/IIa menghambat reseptor yang berinteraksi
dengan protein seperti fibrinogen dan faktor von willebrand.
4. Terapi antitrombin
a. Unfragtioned heparin
b. Low molecular-weight heparins (LMWH)
c. Direct antithrombin
5. Terapi nitrat organic
a. Nitrogliserin
Penggunaan nitroliserin per oral untuk menanggulangi serangan
angina akut cukup efektif. Secara intravena digunakan pada
dekompensasi tertentu setelah infark jantung, jika digoksin dan
diuretia kurang memberikan hasil. Pada penggunaan oral, obat ini
mengalami metabolisme lintas pertama yang sangat tinggi sehingga
hanya sedikit obat yang mencapai sirkulasi absorbsi sublingual dan
oromukosal cepat sekali karena menghindari efek lintas pertama.
Efeknya sesudah 2 menit dan bertahan selama 30 menit. Dosis
sublingual yaitu 0,15-0,6 mg dan dosis oral 6,5-13 mg
b. Isosorbid dinitrat
Kerjanya hampir sama dengan nitrogliserin, tetapi bersifat long-
acting.secara sublingual mulai kerjanya dalam 3 menit dan bertahan
sampai 2 jam.
c. Isosobrid mononitrat
Obat ini digunakan oral sebagai profilaksis untk mengurangi
frekuensi serangan. Kadang-kadang juga digunakan pada
dekompoensasi yang tidak berhasil dengan obat-obat yang biasa di
gunakan. Mulai kerja setelah 15 menit dan bertahan kurang lebih 8
jam, waktu paruhnya 4-5 jam. Dosis yang dapat di gunakan yaitu 20-
30 mg.
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Mansjoer (2005), pemeriksaan penunjang IMA sebagai berikut :
a. EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T Inverted, ST depresi, Q patologis
1. Gambar EKG normal

2. Gambar EKG pada paien IMA

3. Gambar ST elevasi
4. Gambar q patologis

5. Gambar st elevasi
b. Enzim Jantung
CPKMB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung), LDH, AST
(Aspartat aminonittransferase), Troponin I, Troponin T.
c. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misal
hipokalemi, hiperkalemi
d. Sel darah putih
Leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi
e. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
f. Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut
atau kronis
g. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
h. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
i. Foto / Ro dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
j. Ecokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
k. Pemeriksaan pencitraan nuklir
1) Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia
missal lokasi atau luasnya IMA
2) Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
l. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding
regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
m. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya
dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase
AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
n. Digital subtraksion angiografi (PSA)
o. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup
ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan
bekuan darah.
p. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan
sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.
IX. KOMPLIKASI
Perluasan infark dan iskemia pasca infark, aritmia (sinus bradikardi,
supraventrikular, takiaritmia, aritmia ventricular, gangguan konduksi),
disfungsi otot jantung (gagal jantung kiri, hipotensi), infark ventrikel kanan,
defek mekanik, rupture miokard, aneurisma ventrikel kiri, perikarditis, dan
thrombus mural. (Nurarif, 2013)
X. MASALAH KEPERAWATAN

a. Nyeri
b. Penurunan curah jantung.
c. Resiko penurunan perfusi jaringan jantung
d. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler Intoleransi aktifitas
e. Cemas
XI. ASKEP SECARA TEORI
1. Pengkajian
a. Anamnesa
- Identitas pasien
- Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien
- Riwayat kesehatan :
1. Riwayat penyakit saat ini :
Dilakukan dengan mengajukan pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien
2. Riwayat penyakit dahulu
3. Riwayat penyakit keluarga
- Aktifitas dan istirahat
 Pengkajian Primer
a. Airways
1) Sumbatan atau penumpukan secret.
2) Wheezing atau krekles.
3) Kepatenan jalan nafas.
b. Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
3) Ronchi, krekles.
4) Ekspansi dada tidak penuh.
5) Penggunaan otot bantu nafas.
c. Circulation
1) Nadi lemah, tidak teratur.
2) Capillary refill.
3) Takikardi.
4) TD meningkat / menurun.
5) Edema.
6) Gelisah.
7) Akral dingin.
8) Kulit pucat, sianosis.
9) Output urine menurun.
d. Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow Coma
Scale (GCS) dan secara kwantitatif yaitu Compos mentis : Sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya. Apatis : keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. Somnolen : keadaan
kesadaran yang mau tidur saja. Dapat dibangunkan dengan rangsang nyeri,
tetapi jatuh tidur lagi. Delirium : keadaan kacau motorik yang sangat,
memberontak, berteriak-teriak, dan tidak sadar terhadap orang lain, tempat,
dan waktu. Sopor/semi koma : keadaan kesadaran yang menyerupai
koma,reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri. Koma :
keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat dibangunkan
dengan rangsang apapun.
e. Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan
ketidaknyamanan (nyeri) dengan pengkajian PQRST.
 Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
1) Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan pemicu
terjadinya penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum sebelum sakit
terjadi (Pengobatan rutin maupun accidental).
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang dimungkinkan
menjadi penyebab atau pemicu terjadinya sakit sekarang.
4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.
5) Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika pasien
dengan kasus Non Trauma dan Event untuk pasien Trauma.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Aktifitas
Data Subyektif :
a) Kelemahan.
b) Kelelahan.
c) Tidak dapat tidur.
d) Pola hidup menetap.
e) Jadwal olah raga tidak teratur.
Data Obyektif :
a) Takikardi.
b) Dispnea pada istirahat atau aktifitas.
2) Sirkulasi
Data Subyektif : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah
tekanan darah, diabetes mellitus.
Data Obyektif :
a) Tekanan darah : Dapat normal / naik / turun, perubahan postural dicatat
dari tidur sampai duduk atau berdiri.
b) Nadi : Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia).
c) Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain
ventrikel.
3) Eliminasi
normal, bunyi usus menurun.
4) Makanan atau cairan
Data Subyektif : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau
terbakar.
Data Obyektif : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,
perubahan berat badan.
5) Hygiene
Data Subyektif atau Data Obyektif : Kesulitan melakukan tugas
perawatan.
6) Neurosensori
Data Subyektif : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk
atau istrahat).
Data Obyektif : perubahan mental, kelemahan.
7) Nyeri atau ketidaknyamanan
Data Subyektif :
a) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan
dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin
(meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral).
b) Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat
menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
c) Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat
dilihat.
d) Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri
paling buruk yang pernah dialami.
e) Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi,
diabetes mellitus, hipertensi, lansia.
8) Pernafasan:
Data Subyektif :
a) Dispnea tanpa atau dengan kerja.
b) Dispnea nocturnal.
c) Batuk dengan atau tanpa produksi sputum.
d) Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Data Obyektif :
a) Peningkatan frekuensi pernafasan.
b) Nafas sesak / kuat.
c) Pucat, sianosis.
d) Bunyi nafas (bersih, krekles, mengi), sputum.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b/d timbunan asam laktata meningkat
2. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas.
3. Resiko penurunan perfusi jaringan jantung b/d cop turun
4. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler b/d penurunan
perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan
hidrostatik, penurunan protein plasma
5. Intoleransi aktifitas b/d fatique
6. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas
biologis.
3. INTERVENSI
a. Nyeri b/d timbunan asam laktata meningkat
Kriteria Hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri.
2) Nyeri berkurang.
3) Mampu mengenali nyeri.
4) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
5) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi/NIC :
1) Kaji nyeri secara komprehensif (PQRST).
2) Ukur vital sign.
3) Berikan posisi yang nyaman.
4) Ajarkan teknik non farmakologi (relaksasi/nafas dalam).
5) Kolaborasi dalam pemberian analgetik.

b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas.


Kriteria Hasil :
1) Tekanan darah dalam batas normal.
2) CVP dalam batas normal.
3) Nadi perifer kuat dan simetris.
4) Tidak ada oedem perifer dan asites.
5) Denyut jantung dan AGD dalam batas normal.
6) Bunyi jantung abnormal tidak ada.
7) Nyeri dada tidak ada.
Intervensi/NIC :
1) Pertahankan tirah baring selama fase akut.
2) Kaji dan laporkan adanya tanda-tanda penurunan COP, TD.
3) Monitor haluaran urin.
4) Kaji dan pantau TTV tiap jam.
5) Kaji dan pantau EKG tiap hari.
6) Berikan oksigen sesuai kebutuhan
7) Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi.
8) Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis.
9) Berikan makanan sesuai diitnya.
10) Hindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxan).

c. Resiko penurunan perfusi jaringan jantung b/d cop turun


Kriteria Hasil :
1) Tekanan systole dan diastole dalam rentang normal
2) Bunyi jantung abnormal tidak ada
3) Nyeri dada tidak ada
4) Kelelahan yang ekstrim tidak ada
Intervensi/NIC :
1) Avaluasi adanya nyeri dada
2) Monitor status kardiovaskular
3) Monitor status pernafasan
4) Monitor balance cairan
5) Monitor adanya perubahan teknan darah
6) Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan

d. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan


penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air,
peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma..
Kriteria Hasil :
1) Terbebas dari oedem.
2) Terbebas dari distensi vena jugularis.
Intervensi/NIC :
1) Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat
konsentrasi, hitung keseimbangan cairan.
2) Observasi adanya oedema dependen.
3) Timbang BB tiap hari.
4) Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam
toleransi kardiovaskuler.
5) Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuetik.
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik
jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung,
tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan
umum.
Kriteria Hasil :
1) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri.
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi/NIC :
1) Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan
sesudah aktifitas.
2) Tingkatkan istirahat (di tempat tidur).
3) Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori
yang tidak berat.
4) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh
bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat
selam 1 jam setelah makan.
5) Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran
terhadap aktifitas atau memerlukan pelaporan pada dokter.

f. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas


biologis.
Kriteria Hasil :
1) Klien tampak rileks.
2) Klien dapat beristirahat.
3) Vital sign dalam batas normal.
Intervensi/NIC :
1) Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas.
2) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
3) Ajarkan tehnik relaksasi.
4) Minimalkan rangsang yang membuat stress.
5) Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan
peralatan.
6) Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang
dengan suasana tenang.
7) Berikan support mental.
8) Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi.
Daftar pustaka
Nurarif, 2013. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1. Media
Aesculapius.jakarta
Nurarif, amin huda, 2015, aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan
diagnose medis dan NANDA nic-noc , mediaction, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai