Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

PADA LANSIA

A. Pengertian Lansia
Menua adalah proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang
frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya
kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian (Setiati, 2009)

1. Batasan Umur Lansia


Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) 45 - 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) antara 60 - 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara 75 - 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun

2. Beberapa Masalah Khusus Pada Lanjut Usia


a. Gangguan fisik
Orang lanjut usia sering menyatakan kekhawatirannya terhadap ketidak
mampuan fisiknya, tetapi jarang tentang rasa takutnya terhadap kematian. Ada yang
dengan tenang menyiapkan diri dan mengatur hal-hal duniawi (warisan, makam dan
sebagainya) dalam menghadapi hal yang tidak dapat dielakkan tersebut. Kadang-
kadang memang timbul depresi atau penyangkalan dan kompensasi (yang
berlebihan) terhadap hal mati (Maramis, 2009).

b. Kehilangan dalam bidang sosial ekonomi


Kehilangan keluarga atau teman karib, kedudukan sosial, uang, pekerjaan
(pensiun), atau mungkin rumah tinggal, semua ini dapat menimbulkan reaksi yang
merugikan. Perasaan aman dalam hal social dan ekonomi serta pengaruhnya
terhadap semangat hidup, rupanya lebih kuat dari pada keadaan badani dalam
melawan depresi (Maramis, 2009).
c. Seks pada usia lanjut
Orang usia lanjut dapat saja mempunyai kehidupan seks yang aktif sampai umur
80-an. Libido dan nafsu seksual penting juga pada usia lanjut, tetapi sering hal ini
mengakibatkan rasa malu dan bingung pada mereka sendiri dan anak-anak mereka
yang menganggap seks pada usia lanjut sebagai tabu atau tidak wajar. Orang yang
pada masa muda mempunyai kehidupan seksual yang sehat dan aktif, pada usia
lanjut masih juga demikian, biarpun sudah berkurang, jika saat muda sudah lemah,
pada usia lanjut akan habis sama sekali (Maramis, 2009).

d. Gangguan psikiatri
Yang sering terdapat pada usia lanjut adalah, sindrom otak organik dan psikosis
involusi. Skizofrenia, psikosis bipolar dan ketergantungan obat bila ada, mungkin
terjadi sejak masa muda. Hampir semua gangguan jiwa pada masa muda dapat
bertahan sampai atau timbul lagi pada masa usia lanjut. Neurosis sering berupa
neurosis cemas dan depresi. Gangguan psikosomatis dapat juga berlangsung sampai
masa tua, tetapi beberapa menjadi lebih baik atau hilang dengan sendirinya.
Diabetes, hipertensi dan glaukoma dapat menjadi lebih parah karena depresi.
Insomnia, anorexia dan konstipasi sering timbul dan tidak jarang gejala gejala ini
berhubungan dengan depresi. Depresi pada masa usia lanjut sering disebabkan
karena aterosklerosis otak, tetapi juga tidak jarang psikogenik atau kedua-duanya
(Maramis, 2009).

3. Karakteristik Penyakit Lansia di Indonesia


1. Penyakit persendian dan tulang. Misalnya: rematik, osteoporosis, osteoartritis.
2. Penyakit kardiovaskular. Misalnya: penyakit jantung koroner, hipertensi,
kolesterolemia, angina, cardiac attack, stroke, trigliserida tinggi, anemia.
3. Penyakit pencernaan, yaitu gastritis dan ulkus peptikum. Penyakit urogenital,
seperti infeksi saluran kemih (ISK), gagal ginjal akut atau kronis, benign prostat
hiperplasia.
4. Penyakit metabolik atau endokrin. Misalnya: diabetes mellitus, obesitas.
5. Penyakit pernafasan, seperti asma dan tuberkulosis paru
6. Penyakit keganasan, seperti kanker.
7. Penyakit lainnya, seperti dimensia, alziemer, depresi, Parkinson
(Haryono, 2013).

B. Konsep Teori Hipertensi


1. Definisi
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi. Batas
tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan normal atau
tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik. Bedasarkan JNC (Joint
National Comitee) VII, seorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik 140
mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih (Chobaniam, 2003).
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut
usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik
90 mmHg (Sheps, 2005).

2. Etiologi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar
yaitu : ( Lany Gunawan, 2001 ).
1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya.
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain.

a. Hipertensi essensial
Hipertensi essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar
patologis yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi essensial. Penyebab
hipertensi meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetic mempengaruhi
kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah
terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk
faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas dan lain-
lain (Nafrialdi, 2009). Pada sebagian besar pasien, kenaikan berat badan yang
berlebihan dan gaya hidup tampaknya memiliki peran yang utama dalam
menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan yang
berlebih dan penelitian pada berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat
badan yang berlebih (obesitas) memberikan risiko 65-70 % untuk terkena hipertensi
primer (Guyton, 2008).

b. Hipertensi sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder dari penyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada
kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit
renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik
secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat
hipertensi dengan menaikkan tekanan darah (Oparil, 2003).

3. Klasifikasi Tekanan Darah


Klasifikasi tekanan darah oleh JNC VII untuk pasien dewasa berdasarkan rata-rata
pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua atau lebih kunjungan klinis (Tabel 1).
Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal tekanan darah
sistolik (TDS) <120 mmHg dan tekana darah diastolik (TDD) <80 mmHg. Prehipertensi
tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi mengidentifikasikan pasien-pasien yang
tekanan darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan
datang. Ada dua tingkat (stage) hipertensi, dan semua pasien pada kategori ini harus
diterapi obat (JNC VII, 2003).
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula
spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan
merangsang serabut saraf pascaganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norpinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresikan kortisol dan steroid
lainnya yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal dapat menyebabkan pelepasan
renin. Renin merangsang pembentukkan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal sehingga menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Brunner, 2002).

5. Manifestasi klinis
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang
tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat,
penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat ditemukan edema pupil (edema
pada diskus optikus). Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian
belakang, kaku kuduk, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas,
sesak nafas, berkeringat dan pusing (Price, 2005).
Gejala-gejala penyakit yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi maupun
pada seseorang dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah,
jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat marah, telinga
berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di malam hari. Gejala akibat
komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai meliputi gangguan penglihatan, saraf,
jantung, fungsi ginjal dan gangguan serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan
pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan
kesadaran hingga koma (Cahyono, 2008).

6. Komplikasi
Adapun komplikasi yg bisa berlangsung pada penyakit hipertensi menurut TIM
POKJA RS Harapan Kita (2003 : 64) & Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) yakni
diantaranya :
1. Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, dan transient
ischemic attack
2. Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut (IMA).
3. Penyakit ginjal seperti gagal ginjal.
4. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.

7. Faktor-Faktor Resiko
1. Faktor – faktor resiko yang tidak dapat di ubah
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah yang antara lain usia, jenis kelamin dan
genetik.
2. Faktor – faktor resiko yang dapat di ubah
Faktor risiko penyakit jantung koroner yang diakibatkan perilaku tidak
sehat dari penderita hipertensi antara lain merokok, diet rendah serat, kurang
aktifitas gerak, berat badan berlebihan/kegemukan, komsumsi alkohol,
hiperlipidemia atau hiperkolestrolemia, stress dan komsumsi garam berlebih
sangat berhubungan erat dengan hipertensi (Depkes, 2006).
8. Pemeriksaan Penunjang
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
2. Pemeriksaan retina
3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan
jantung
4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
6. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan
fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
7. Foto dada dan CT scan

9. Penatalaksaan Medis
1. Terapi Nonfarmakologi
Pengobatan non obat (non farmakologis) Pengobatan non farmakologis
kadang-kadang bisa mengontrol tekanan darah maka pengobatan farmakologis
jadi tak digunakan atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada kondisi di
mana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis akan
dimanfaatkan sebagai pelengkap utk mendapati efek pengobatan yg tambah baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya yakni :
a. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
b. Mengurangi asupan garam ke dalam badan
c. Olahraga teratur minimal 3 kali seminggu selama 30 – 1 jam untuk
menghindari berat badan berlebih.

2. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi adalah terapi yang diberikan kepada pasien dengan
cara pemberian obat seperti :
a. Diuretik
Obat-obatan type diuretik bekerja secara mengeluarkan cairan tubuh
(melalui kencing) maka volume cairan ditubuh menyusut yg
mengakibatkan daya pompa jantung jadi lebih ringan. Sample obatannya
merupakan Hidroklorotiazid.

b. Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dgn menghambat gerakan saraf simpatis
(saraf yg bekerja pada disaat kita beraktivitas ). Contoh obatnya adalah :
Metildopa, Klonidin & Reserpin.

c. Betabloker Prosedur kerja anti-hipertensi


obat ini ialah lewat penurunan daya pompa jantung. Type
betabloker tak dianjurkan kepada penderita yg sudah didapati mengidap
kesukaran pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obatnya yakni :
Metoprolol, Propranolol & Atenolol. Terhadap penderita diabetes
melitus mesti hati-hati, dikarenakan akan menutupi gejala hipoglikemia
(keadaan di mana kadar gula dalam darah turun jadi teramat rendah yg
dapat berakibat bahaya bagi penderitanya). Kepada ortu terdapat gejala
bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) maka pemberian obat
mesti hati-hati.

d. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja cepat terhadap pembuluh darah dengan
relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yg termasuk juga dalam
golongan ini yakni : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yg mungkin saja
bakal terjadi dari pemberian obat ini merupakan : sakit kepala & pusing.

e. Penghambat ensim konversi Angiotensin


Trick kerja obat golongan ini merupakan menghambat pembentukan zat
Angiotensin II (zat yg bisa menyebabkan peningkatan tekanan darah).
Contoh obat yg termasuk juga golongan ini yaitu Kaptopril. Efek
samping yg bisa jadi timbul ialah : batuk kering, pusing, sakit kepala &
lemas.
f. Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung secara menghambat
kontraksi jantung (kontraktilitas). Yg termasuk juga golongan obat ini
yakni : Nifedipin, Diltiasem & Verapamil. Efek samping yg bisa jadi
timbul merupakan : sembelit, pusing, sakit kepala & muntah.

g. Penghambat Reseptor Angiotensin II


Kiat kerja obat ini yaitu dgn menghalangi penempelan zat Angiotensin II
kepada reseptornya yg mengakibatkan ringannya daya pompa
jantung.Obat-obatan yg termasuk juga dalam golongan ini yaitu
Valsartan (Diovan). Efek samping yg bisa saja timbul adalah : sakit
kepala, pusing, lemas & mual. Dgn pengobatan & kontrol yg rutin, pula
menghindari perihal dampak terjadinya hipertensi, sehingga angka
kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.
Sebelum pemberian obat hipertensi ini harus dilakukan kolaborasi terlebih dahulu
terhadap dokter.
C. Asuhan Keperawatan Hipertensi
1. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner,
penyakit serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit,
suhu dingin
c. Integritas Ego
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, factor
stress multipel
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian,
tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela,
peningkatan pola bicara
d. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
e. Makanan / Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
lemak dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
f. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala,
berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan
retinal optik
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital
berat, nyeri abdomen
h. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea
nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas
tambahan, sianosis
i. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi psotural
j. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,
DM , penyakit ginjal Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormone

2. Diagnoasa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi
ventricular.

Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak


terjadi iskemia miokard

Intervensi keperawatan :
a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang
tepat
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
e. Catat edema umum
f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi
h. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
i. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher
j. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
k. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
l. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
m. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi

Hasil yang diharapkan :


1. Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
2. Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
3. Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil

2. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler


serebral

Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat

Intervensi keperawatan :
a. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
b. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
c. Batasi aktivitas
d. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
e. Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan
f. Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es,
posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi

Hasil yang diharapkan :


1. Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak
nyaman
3. Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung
berhubungan dengan gangguan sirkulasi

Tujuan : sirkulasi tubuh tidak terganggu

Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur
b. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan
pemantau tekanan arteri jika tersedia
c. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan
d. Amati adanya hipotensi mendadak
e. Ukur masukan dan pengeluaran
f. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan
g. Ambulasi sesuai kemampuan; hibdari kelelahan

Hasil yang diharapkan :

1. Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti


ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada
keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
2. pengeluaran urin 30 ml/ menit

4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi


tentang proses penyakit dan perawatan diri

Tujuan ; Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi

Intervensi
a. Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur
b. Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress
c. Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan
dan efek samping atau efek toksik
d. Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa
pemeriksaan dokter
e. Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan
dokter : sakit kepala, pusing, pingsan, mual dan muntah.
f. Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil
g. Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat
h. Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai pesanan
i. Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat,
jumlah yang diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung
kafein, teh serta alcohol
j. Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan

Hasil yang diharapkan :

1. Pasien mengungkapkan pengetahuan dan ketrampilan


penatalaksanaan perawatan dini
2. Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai pesanan
3. Implementasi
Dilakukan tindakan menurut intervensi yang dibuat.

4. Evaluasi
Hasil dari rencana tindakan dan tindakan yang dilakukan.
Daftar Pustaka

Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC,
2000

Gunawan, Lany. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit Kanisius,


2001

Sobel, Barry J, et all. Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi, Jakarta,
Penerbit Hipokrates, 1999

Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC,
2002

Anda mungkin juga menyukai