Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Batubara secara umum adalah
batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organic, utamanya
adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur
utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Secara umum, batubara
digunakan untuk tujuan pembakaran. Batubara telah digunakan dalam jangka waktu
yang lama sebagai penghasil tenaga, meskipun usaha-usaha yang lebih besar telah
digunakan untuk memperoleh produk-produk kimia maupun bahan bakar cair
berbahan dasar batubara. Mineral dan unsur kimia dalam batubara memainkan
peranan penting di dalam pemanfaatan batubara. Akan tetapi, keberadaan beberapa
mineral memberikan efek balik yang menguntungkan kea rah pembuatan minyak di
dalam produksi cair dari proses coal liquefaction.
Sebagai usaha menghilangkan dampak buruk keberadaan mineral maka unsur
anorganik dan mineral di dalam batubara perlu dihilangkan menggunakan proses
pencucian atau pembersihan, yang merupakan tahap awal sebelum proses
pembakaran batubara. Dengan cara ini berarti menggunakan sembarang proses untuk
meningkatkan kualitas atau memudahkan untuk mengontrol, memindahkan maupun
menyimpan. Akan tetapi, dalam pengertian yang lebih tepat pengkayaan batubara
berarti membersihkan batubara agar diperoleh bagian/fraksi yang hanya terkonsnetrasi
pada unsur organik saja serta menurunkan kadar mineral maupun unsur inorganik.
Pencucian batubara dilakukan untuk memperbaiki kualitas batubara, agar
batubara tersebut memenuhi syarat penggunaan tertentu atau sesuai dengan
permintaan pasar termasuk di dalamnya pembersihan untuk mengurangi imperities
anorganik. Karaktersitik batubara dan impuritis yang utama ditinjau dari segi pencucian
secara mekanis ialah komposis ukuran yang disebut size consist, perbedan berat jenis
dari material yang dipisahkan, kimi permukaan, friability relative dari batubara dan
impuritisnya serta kekuatan dan kekerasan.
Pencucian batubara sangat penting sebelum dilakukan proses produksi untuk
menghilangkan pengotor-pengotor yang ada pada batubara, sehingga kualitas

1
batubara tidak akan mengalami penurunan. Hal inilah yang menjadi latar belakang
dilakukannya praktikum pengolahan bahan galian tentang pencucian batubara atau
dikenal dengan istilah ‘coal washing”. Sebagai mahasiswa tambang yang akan terjun
langsung ke dunia pertambangan, hal ini sangat diperlukan sehingga dianggap perlu
untuk mengetahui dan menerapkan secara langsung materi yang telah didapatkan di
kelas.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari praktikum pengolahan bahan galian tentang pencucian


batubara adakah sebagai berikut.
1. Bagaimana cara pencampuran dua larutan organik untuk memperoleh densitas
yang akan digunakan?
2. Bagaimana distribusi berat conto yang terapung dan tenggelam dari tiap
sampel batubara dari tiap densitas?
3. Bagaimana berapa batubara yang terpisah antara terapung (batubara bersih)
dan tenggelam (batubara kotor)?

1.3 Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum yang dilakukan adalah:


1. Mengetahui cara pencampuran dua larutan organik untuk memperoleh densitas
yang akan digunakan.
2. Mengetahui distribusi berat yang terapung dan tenggelam dari tiap sampel
batubara dari tiap densitas.
3. Mengetahui berapa batubara yang terpisah antara terapung (batubara bersih)
dan tenggelam (batubara kotor).

1.4 Manfaat Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai media pembelajaran untuk lebih
mengetahui tentang pengolahan bahan galian, khususnya pada pencucian batubara
serta sebagai syarat pada mata kuliah Pengolahan Bahan Galian.

2
BAB II
TINJAUAAN PUSTAKA

2.1 Pengantar Pembentukan Batubara

2.1.1 Pembentukan Gambut dan Batubara


Proses pembentukan batubara dari tumbuhan melalui dua tahap yaitu tahap
pembentukan gambut (peat) dari tumbuhan disebut proses peatification dan tahap
pembentukan batubara dari gambut disebut proses coalification. Berikut adalah
tahapan-tahapannya (Sudarsono, 2005):
A. Pembentukan Gambut
Tumbuhan yang tumbang atau mati dipermukaan tanah pada umumnya akan
mengalami proses pengendapan dan penghancuran yang sempurna sehingga
setelah beberapa waktu kemudian tidak terlihat lagi bentuk asalnya. Proses
pengendapan dan penghancuran tersebut pada dasarnya merupakan proses
oksidasi yang disebabkan oleh adanya oksigen dan aktivitas bakteri atau jasad
renik lainnya. Jika tumbuhan tumbang di suatu rawa, yang dicirikan dengan
kandungan oksigen yang sangat rendah sehingga tidak memungkinkan bakteri
aerob (bakteri yang memerlukan oksigen) untuk hidup, maka sisa tumbuhan
tersebut tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran yang
sempurna sehingga tidak akan terjadi proses oksidasi yang sempurna. Pada
kondisi tersebut hanya bakteri-bakteri anaerob saja yang berfungsi melakukan
proses dekomposisi yang kemudian membentuk gambut (peat). Daerah yang
ideal untuk pembentukan gambut misalnya delta sungai, danau dangkal, dan
rawa-rawa. Tahap pembentukan gambut ini sering juga disebut sebagai proses
biokimia. Gambut biasanya masih mengandung lengas (moisture) yang tinggi,
bisa lebih dari 50%.
B. Pembentukan Batubara
Proses pembentukan gambut akan berhenti misalnya karena penurunan cepat
dasar cekungan. Jika lapisan gambut yang telah terbentuk kemudian ditutupi
oleh lapisan sedimen, maka tidak ada lagi bakteri anaerob atau oksigen yang
mengoksidasi, maka lapisan gambut akan mengalami tekanan dari lapisan
sedimen. Tekanan terhadap lapisan gambut akan meningkat dengan

3
bertambahnya tebal lapisan sedimen. Tekanan yang bertambah besar akan
mengakibatkan peningkatan suhu. Disamping itu suhu juga akan meningkat
dengan bertambahnya kedalaman. Selain karena adanya lapisan sedimen,
kenaikan suhu dan tekanan dapat juga disebabkan oleh aktivitas magma,
proses pembentukan gunung, serta aktivitas-aktivitas tektonik lainnya.
Peningkatan tekanan dan suhu pada lapisaan gambut akan mengkonversi
gambut menjadi batubara di mana terjadi proses pengurangan kandungan
lengas, pelepasan gas-gas (CO2, H2O, CO, CH4), peningkatan kepadatan dan
kekerasan serta peningkatan nilai kalor. Faktor tekanan (P) dan suhu (T) serta
faktor waktu (t) merupakan faktor-faktor yang menentukan kualitas batubara.
Tahap pembentukan batubara ini sering disebut juga sebagai proses
termodinamika.
1.1.2 Teori Pembentukan Batubara
Terdapat dua teori tentang akumulasi gambut baik mengenai ketebalannya
maupun mengenai penyebarannya, yang kemudian memungkinkan terjadinya lapisan
batubara yang ditemukan dan ditambang saat ini, yaitu (Sudarsono, 2005):
1. Teori Insitu yang menyatakan bahwa lapisan gambut terbentuk dari tumbuhan
yang tumbang di tempat tumbuhnya.
2. Teori Drift yang menyatakan bahwa lapisan gambut yang terbentuk berasal
dari bagian-bagian tumbuhan yang terbawa oleh aliran air (sungai) dan
terendapkan di daerah hilir (delta).
Laju akumulasi gambut sangat tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor tumbuhan: jenis, laju pertumbuhan, laju pembusukan.
b. Faktor tempat tumbuh: kondisi, kesuburan.
c. Faktor cuaca.

2.2 Batubara di Indonesia

Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan


Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan
Kalimantan), pada umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat
dikelompokkan sebagai batu bara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira
45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun
yang lalu menurut Skala waktu geologi.

4
Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar
khatulistiwa yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah
gambut yang terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang
tahun. Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana mineral-
mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan membentuk
lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal secara lokal. Hal
ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya, endapan batu bara
Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur endapan batu
bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip dengan
daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatera dan
sebagian besar Kalimantan. Adapun jenis-jenis endapan batubara, yaitu (Esterle,
2004):
1. Endapan Batubara Eosen
Endapan ini terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai sekitar
Tersier Bawah atau Paleogen pada cekungan-cekungan sedimen di Sumatera
dan Kalimantan. Ekstensi berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan
Sunda, dari sebelah barat Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga
Sumatera. Dari batuan sedimen yang pernah ditemukan dapat diketahui bahwa
pengendapan berlangsung mulai terjadi pada Eosen Tengah. Pemekaran Tersier
Bawah yang terjadi pada Paparan Sunda ini ditafsirkan berada pada tatanan
busur dalam, yang disebabkan terutama oleh gerak penunjaman Lempeng
Indo-Australia. Lingkungan pengendapan mula-mula pada saat Paleogen itu
non-marin, terutama fluviatil, kipas aluvial dan endapan danau yang dangkal. Di
Kalimantan bagian tenggara, pengendapan batu bara terjadi sekitar Eosen
Tengah - Atas namun di Sumatera umurnya lebih muda, yakni Eosen Atas
hingga Oligosen Bawah. Di Sumatera bagian tengah, endapan fluvial yang
terjadi pada fase awal kemudian ditutupi oleh endapan danau (non-marin).
Berbeda dengan yang terjadi di Kalimantan bagian tenggara dimana endapan
fluvial kemudian ditutupi oleh lapisan batu bara yang terjadi pada dataran
pantai yang kemudian ditutupi di atasnya secara transgresif oleh sedimen marin
berumur Eosen Atas. Endapan batubara Eosen yang telah umum dikenal terjadi
pada cekungan berikut: Pasir dan Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur),
Barito (Kalimantan Selatan), Kutai Atas (Kalimantan Tengah dan Timur), Melawi

5
dan Ketungau (Kalimantan Barat), Tarakan (Kalimantan Timur), Ombilin
(Sumatera Barat) dan Sumatera Tengah (Riau).
2. Endapan Batubara Miosen
Pada Miosen Awal, pemekaran regional Tersier Bawah - Tengah pada Paparan
Sunda telah berakhir. Pada Kala Oligosen hingga Awal Miosen ini terjadi
transgresi marin pada kawasan yang luas dimana terendapkan sedimen marin
klastik yang tebal dan perselingan sekuen batugamping. Pengangkatan dan
kompresi adalah kenampakan yang umum pada tektonik Neogen di Kalimantan
maupun Sumatera. Endapan batu bara Miosen yang ekonomis terutama
terdapat di Cekungan Kutai bagian bawah (Kalimantan Timur), Cekungan Barito
(Kalimantan Selatan) dan Cekungan Sumatera bagian selatan. Batu bara Miosen
juga secara ekonomis ditambang di Cekungan Bengkulu. Batubara ini umumnya
terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan dataran pantai yang mirip dengan
daerah pembentukan gambut saat ini di Sumatera bagian timur. Ciri utama
lainnya adalah kadar abu dan belerang yang rendah. Namun kebanyakan
sumberdaya batu bara Miosen ini tergolong sub-bituminus atau lignit sehingga
kurang ekonomis kecuali jika sangat tebal (PT Adaro) atau lokasi geografisnya
menguntungkan.

2.3 Kelas dan Jenis Batubara

Kelas dan Jenis Batubara berdasarkan proses pembentukannya yang dikontrol


oleh tekanan, panas, dan waktu, umumnya batubara dibagi kedalam lima kelas yaitu
(Buana, 2011):
1. Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86%-98% unsur karbon (C) dengan kadar
air kurang dari 8%. Bituminus mengandung 68-86% Unsur karbon (c) dan
berkadar air 8-10% dari beratnya.
2. Subbituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air sehingga menjadi
sumber panas yang kurang efisien dibanding dengan bituminus.
3. Lignit atau batubara cokelat adalah batubara yang sangat lunak yang
mengandung air 35 – 75% dari beratnya.
4. Gambut adalah batubara yang berpori dan memiliki kadar air diatas 75% serta
nilai kalori yang paling rendah.

6
Gambar 2.1 Kelas dan Jenis Batubara (Buana, 2011).

2.4 Pencucian Batubara

Pencucian batubara ialah usaha yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas


batubara, agar batubara tersebut memenuhi syarat penggunaan tertentu atau sesuai
dengan permintaan pasar. Karakteristik batubara dan impurities yang utama ditinjau
dari segi pencucian batubara secara mekanis ialah komposisi ukuran yang disebut size
consist, perbedaan berat jenis dari material yang dipisahkan, kimia permukaan,
friability relatif dari batubara dan impuritiesnya serta kekuatan dan kekerasan
(Nukman, 2009).
Pencucian batubara ialah usaha yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas
batubara, agar batubara tersebut memenuhi syarat penggunaan tertentu. Pencucian
batubara sangat diperlukan karena adanya persyaratan batubara yang diminta oleh
konsumen terutama kadar abu yang ada kaitannya dengan kandungan kalori (calorific
value) dan persyaratan yang diminta adalah persyaratan mengenai sifat fisik, sifat
kimia dan persyaratan ukuran batubaranya. Operasi dasar dari coal washing plant
antara lain size reduction, sizing, de-watering and thickening, handling stockpiling,
blending, coal sampling, and loading to harge.
Dalam industri pertambangan pengolahan bahan galian adalah suatu cara
meningkatkan kualitas bahan galian dengan menghilangkan material pengotornya
dengan memanfaatkan adanya perbedaan sifat-sifat fisik mineral berharga dengan
mineral yang tidak berharga yang ada dalam bahan galian tersebut atau untuk
memenuhi persyaratan ukuran. Coal washing merupakan pengolahan bahan galian
untuk batubara yang menggunakan perbedaan berat jenis antara batubara dengan
pengotornya (Sudarsono, 2005).
1. Operasi Kominusi untuk Preparasi Batubara

7
Operasi pengecilan ukuran pada pabrik pencucian batubara bertujuan untuk
menyesuaikan ukuran partikel batubara dengan ukuran yang dapat diterima
oleh operasi pencucian sehingga ukuran partikel batubara sesuai dengan
permintaan pasar. Operasi pengecilan ukuran harus dilakukan secara bertahap,
karena tidak mungkin atau sampai saat ini belum ada alat yang dapat
memperkecil ukuran batuan yang semula berukuran 50cm menjadi langsung
berukuran 1cm dalam satu kali peremukan. Apabila material yang datang dari
tambang berukuran 50cm, maka pada tahap pertama harus dilakukan
pengecilan ukuran menjadi misalnya 10 cm, kemudian pada tahap kedua
dilakukan pengecilan ukuran menjadi 2cm. Mengingat sifat batubara yang
relatif lunak tetapi liat, maka tahap pertama dan kedua ini biasanya dilakukan
dengan menggunakan suatu peremuk roll (roll crusher). Dalam melaksanakan
tahap kominusi, pengecilan ukuran harus dilakukan sampai pada ukuran yang
diperlukan saja, tanpa harus memperkecil sehingga menjadi terlalu halus,
karena akan menambah biaya tahap kominusi yang umumnya relatif mahal
(Anggayana, 2002).
2. Operasi Pengayak Pada Pencucian Batubara
Batubara kotor yang diumpankan ke pabrik pencucian terdiri dari berbagai
ukuran. Operasi alat pencucian akan sangat baik apabila selang ukuran partikel
terbesar dan terkecil relatif pendek, karenanya sebelum dilakukan pencucian,
harus dilakukan operasi pengayakan agar partikel dapat dikelompokkan
berdasarkan ukurannya. Kegiatan pengelompokan partikel ke dalam ukuran
yang berbeda-beda merupakan salah satu kegiatan penting yang dilakukan di
dalam pabrik pencucian. Kegitan pengelompokan ke dalam kelompok-kelompok
ukuran dilakukan baik sebelum, selama atau sesudah operasi pemisahan
menjadi batubara bersih dan pengotor. Pengelompokan batubara kasar
dilakukan di dalam suatu media (air) (Sudarsono, 2005).

8
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan selama kegiatan praktikum berlangsung ialah
sebagai berikut:
1. Gelas Beaker
Gelas Beaker digunakan sebagai wadah atau penampung dan tempat
mencampur antara larutan PCE dan wash bensin.

Gambar 3.1 Gelas Beaker.

2. Saringan
Saringan digunakan untuk menyaring sampel agar terpisah dari larutan.

Gambar 3.2 Saringan.

9
3. Timbangan digital
Timbangan digital digunakan untuk menimbang sampel batunbara.

Gambar 3.3 Timbangan Digital.

4. Ayakan
Ayakan dalam praktikum ini digunakan untuk memisahkan ukuran batubara
sehingga oversize dan undersize batubara dapat digunakan.

Gambar 3.4 Ayakan.

5. Batang Pengaduk
Batang Pengaduk digunakan untuk mencampur cairan antara larutan PCE dan
wash bensin.

Gambar 3.5 Batang Pengaduk.

10
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada saat praktikum pengolahan bahan galian
berlangsung ialah sebagai berikut:
1. Kantong sampel
Kantong sampel digunakan untuk menyimpan sampel praktikum.

Gambar 3.6 Kantong Sampel.

2. Larutan PCE
Larutan PCE (Perchloroethylene) digunakan sebagai pelarut batubara.

Gambar 3.7 Larutan PCE.

3. Larutan Wash bensin


Larutan wash bensin digunakan sebagai pelarut batubara.

Gambar 3.8 Larutan Wash Bensin.

11
4. Batubara
Batubara pada praktikum kali ini digunakan sebagai sampel.

Gambar 3.9 Batubara.

3.2 Prosedur Percobaan

Prosedur percobaan dari kegiatan praktikum ini ialah sebagai berikut:


1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Batubara dengan ukuran besar kemudian dimasukkan ke roll crusher agar
mendapatkan sampel yang berukuran lebih kecil.
3. Selanjutnya sampel batubara diayak. Proses akhir dari pengayakan akan
menghasilkan dua produk berupa batubara yang lolos ayakan (undersize) dan
Batubara yang tertahan (oversize) dengan berat masing-masing 100 gram.
4. Sampel batubara yang telah diayak kemudian dimasukkan ke dalam kantong
sampel dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisis lebih lanjut.
5. Sampel batubara oversize 100 gram dimasukkan ke dalam campuran larutan
PCE dan wash bensin dengan densitas 1,4.
6. Produk yang tenggelam pada densitas 1,4 kemudian disaring dan dipindahkan
ke campuran larutan PCE dan wash bensin densitas 1,5.
7. Produk yang tenggelam pada densitas 1,5 kemudian disaring dan dipindahkan
ke campuran larutan PCE dan wash bensin densitas 1,6.
8. produk yang mengapung dan tenggelam pada larutan selanjutnya dipisahkan
menggunakan saringan.
9. Ulangi langkah 5 – 9 untuk sampel batubara undersize.
10. Keringkan batubara yang mengapung maupun tenggelam dan timbang lalu
masukkan ke dalam kantong sampel.

12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pencucian Batubara

Hasil dari praktikum uji endap apung yang dilakukan menghasilkan tabel berat
sampel hasil pencucian batubara dan perbandingan densitas dengan berat yang
dihasilkan. Hasil percobaan proses uji endap apung ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Hasil Percobaan Produk Oversize


Densitas Berat Hasil Pencucian (Float) (gr)

1,4 91,16

1,5 2,1863

1,6 0,2177

Sink 1,6 0,2556

Tabel 4.2 Hasil Percobaan Produk Undersize


Densitas Berat Hasil Pencucian (Float) (gr)

1,4 93,08

1,5 1,9248

1,6 0,3359

Sink 1,6 0,6111

4.2 Pengolahan Data

Dari tabel hasil pencucian batu bara di atas, dihasilkan grafik sebagai berikut:

13
Grafik Berat Hasil Pencucian
Batubara Produk Oversize
100
80
Berat (gr)
60
40 Series1
20
0
1 1,5
2 1,6
3 Sink
4 1,6
Densitas

Gambar 4.1 Grafik Berat Hasil Pencucian Batubara Produk Oversize.

Grafik Berat Hasil Pencucian


Batubara Produk Undersize
100
80
Berat (gr)

60
40
Series1
20
0
1 2 3 4
1,4 1,5 1,6
Densitas
Gambar 4.2 Grafik Berat Hasil Pencucian Batubara Produk Undersize.

Grafik Berat Hasil Pencucian


Batubara Produk Oversize dan
Undersize
100
Berat (gr)

80
60
40 oversize
20
undersize
0
1
1,4 2
1,5 3
1,6 Sink
4 1,6

Densitas
Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Produk Oversize dan Undersize.

14

Anda mungkin juga menyukai