Anda di halaman 1dari 7

ANWAR ARIEFFUDIN NUGROHO (13513086)

6. Pengaruh Suhu Terhadap Laju Reaksi

Kecuali dengan menaikkan konsentrasi zat-zat pereaksi, reaksi kimia juga cenderung lebih
cepat pada suhu yang lebih tinggi. Sebagai contoh, kita memasak makanan dengan
menaikkan suhu untuk mempercepat reaksi. Sebaliknya, reaksi pembusukan makanan
diperlambat dengan mendinginkan atau membekukan makanan.

Untuk mencegah keracunan yang akan dialami siswa dalam memahami pengaruh suhu
terhadap laju reaksi, maka siswa harus diberi pemahaman yang cukup mengenai proses
terjadinya suatu reaksi kimia, dengan menerangkan mengenai teori tumbukan di bawah ini.

Teori Tumbukan

Peningkatan suhu akan meningkatkan jumlah tumbukan antara molekul-molekul zat-zat


pereaksi. Menurut teori tumbukan, reaksi berlangsung sebagai hasil tumbukan antar partikel
zat-zat pereaksi. Akan tetapi, tidak setiap tumbukan menghasilkan reaksi, melainkan hanya
tumbukan antar partikel yang memiliki energi minimum tertentu. Tumbukan yang
menghasilkan reaksi disebut tumbukan efektif, sedangkan energi minimum yang diperlukan
untuk menghasilkan tumbukan efektif disebut energi aktivasi = Ea.

Akibat kenaikan suhu, energi kinetik dari molekul-molekul akan bertambah besar, berarti
molekul-molekul akan bergerak dengan kecepatan yang lebih tinggi, sehingga memperbesar
jumlah tumbukan tiap satuan waktu. Jadi, jika suhu reaksi dinaikkan, maka reaksi akan
berjalan lebih cepat.

Pada suhu yang lebih rendah (T1), fraksi molekul yang mencapai energi aktivasi sebesar y1.
Jika suhu dinaikkan (T2) maka energi rata-rata molekul-molekul bertambah besar dan fraksi
molekul yang mencapai energi aktivasi juga bertambah (y2B). Karena itu, reaksi akan
berlangsung lebih cepat. Jika suatu reaksi berlangsung 2 kali lebih cepat bila suhunya
dinaikkan 10 oC, artinya fraksi molekul yang mencapai energi aktivasi menjadi 2 kali lebih
besar dengan kenaikan suhu 10 oC. Seperti reaksi :
Na2S2O3 (aq) + 2HCl(aq) → 2NaCl (aq) + H2O (l) + S(s) + SO2 (aq)

Reaksi antara larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,2 M dengan larutan HCl 2M pada suhu
kamar memiliki kecepatan reaksi sekitar setengah dari kecepatan reaksinya pada saat suhunya
dinaikkan 10oC.

Contoh.

Suatu reaksi berlangsung dua kali lebih cepat setiap kali suhu dinaikkan 10 oC. Jika laju
reaksinya pada suhu 25 oC adalah x M det-1, berapakah laju reaksinya pada 55 oC?

Jawab.

Kenaikan suhu dari 25 oC menjadi 55 oC adalah 30 oC = 3 x 10 oC

Maka laju reaksi menjadi:

= 2 x 2x 2 x x M det -1

= 23 x M det-1

= 8 x M det-1

Untuk jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut:

Suhu : 25 oC 35 oC 45 oC 55 oC

Laju reaksi : x M det-1 2 x M det-1 4 x M det-1 8 x M det-1

(sumber : https://bossfitrach.wordpress.com/2014/09/15/laju-reaksi/)

6. Kinetika Laju Reaksi

Istilah “laju” atau “kecepatan” menunjukkan perubahan sesuatu yang terjadi tiap satuan
waktu. Dalam reaksi kimia terjadi proses perubahan zat-zat pereaksi menjadi produk. Jadi
pada saat reaksi berlangsung, jumlah zat pereaksi akan berkurang sedangkan jumlah produk
bertambah.
Laju reaksi didefnisikan sebagai perubahan konsentrasi zat pereaksi atau produk per satuan
waktu. Laju reaksi juga biasa dinyatakan sebagai laju pengurangan konsentrasi molar salah
satu pereaksi atau laju pertambahan konsentrasi molar salah satu produk dalam satuan waktu.
Laju reaksi dirumuskan sebagai persamaan 7.1 berikut:

Reaksi: R —————> P

v = atau v =

dengan

R = pereaksi (reaktan)

P = hasil reaksi (produk)

v = laju reaksi

t = waktu reaksi

Δ[R] = perubahan konsentrasi pereaksi

Δ[P] = perubahan konsentrasi produk

= laju pengurangan konsentrasi salah satu pereaksi dalam satu satuan waktu

= laju penambahan konsentrasi salah satu produk dalam satu satuan waktu

Berdasarkan definisi di atas, maka laju reaksi mempunyai satuan (konsentrasi) (waktu)-1.
Konsentrasi biasanya dinyatakan dalam molar, sedangkan satuan waktu dapat digunakan
detik atau menit bagi reaksi yang berlangsung relatif cepat, dan jam bagi reaksi yang lambat.

Ada dua pengertian laju reaksi, yaitu laju rata-rata dan laju seketika. Laju reaksi rata-rata
menyatakan perubahan konsentrasi yang terjadi pada selang waktu tertentu. Laju reaksi
seketika menyatakan perubahan konsentrasi pada suatu waktu tertentu.

Untuk mencegah kesukaran yang dihadapi siswa dalam menentukan laju reaksi dan
menghindari adanya miskonsepsi tentang 2 pengertian laju reaksi, berilah contoh dan
bandingkan kedua pengertian tersebut dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya untuk reaksi:
2N2O5 (g) → 4 NO2 (g) + O2 (g)

Kinetika kimia merupakan salah satu bidang dalam kimia yang mempelajari tentang
kecepatan dan laju terjadinya reaksi kimia. Kata “kinetik” bermaksud perubahan atau
perubahan. Salah satu hal penting yang perlu di pelajari dalam kinetika kimia ini adalah laju
reaksi. Laju reaksi ialah perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap waktu(M/s).

Contoh soal:

1. Bila pada suhu tertentu, laju penguraian N2O5 menjadi NO2 dan O2 adalah 2,5 x 10-
6 mol/L.s, maka laju pembentukan NO2 adalah ....

Pembahasan :
• Reaksi yang terjadi :
2N2O5 → 4 NO2 + O2
• Perbandingan laju reaksi tiap zat = perbandingan koefisien
VN2O5 : VNO2 = 2 : 4
VNO2 = x 2,5 x 10-6
= 5,0 x 10-6 mol/L.s

( sumber : https://chemicalholiccybre.wordpress.com/chemistry/kimia-fisik/kinetika-
kimia/)

7. Proses perpindahan massa


perpindahan massa ialah proses dimana terjadi transfer massa yaitu konvoi
partikel dari medium satu ke medium lain baik terjadi secara alami maupun sebab
adanya gaya pendorong dari luar.
Proses – proses pada perpindahan massa ini sering terjadi pada proses kimia,
buat memurnikan suatu zat, seperti kasus di atas. Kasus nan lain ialah kristalisasi
(pemurnian dengan cara penguapan solvent), sentrifugasi (pemisahan berdasarkan
densitas), adsorpsi (pemisahan berdasarkan hubungan ion terhadap adsorben), dan
pengeringan (penghilangan solvent dari zat nan akan dimurnikan).
8. Faktor-faktor pertimbangan tersebut, diantaranya berupa:
(1) Kepadatan penduduk. Faktor ini dapat menjadi indikator akan tersedia atau
tidaknya lahan yang cukup untuk membangun sistem pengolahan setempat
(individual). Biasanya, jika kepadatan penduduk lebih dari 300 jiwa/ha, maka sistem
setempat sudah tidak sesuai lagi untuk diterapkan. Seperti halnya untuk kondisi Kota
Bandung, sistem setempat ini sudah tidak tepat lagi diterapkan.
(2) Penyediaan air bersih. Faktor ini sangat penting diperhatikan, karena kondisi
tersedia atau tidaknya air bersih di suatu daerah akan menentukan dari kelancaran
operasi sistem pengoahan air limbah. Yang mana, untuk sistem pembungan terpusat
itu memerlukan penyediaan air bersih yang relatif lebih terjamin dibandingkan dengan
sistem pembungan setempat. Hal ini dikarenakan sistem terpusat memerlukan proses
penggelontoran yang baik dan terjamin.
(3) Keadaan tanah. Faktor keadaan tanah yang tidak dapat meresapkan air tidak
mungkin diterapkan untuk sistem pembungan setempat, karena sistem ini memerlukan
areal peresapan. Dan kondisi tanah seperti itu, sistem peresapannya dapat dipastikan
tidak dapat berjalan dengan baik.
(4) Keadaan air tanah. Kondisi air tanah yang dangkal tidak cocok untuk diterapkan
pada sistem pembungan air limbah setempat. Hal ini dikarenakan kondisi tersebut
menyebabkan sistem peresapan tidak akan berjalan dengan baik. Selain itu, effluent
dari sistem pembungan setempat ini akan mencemari air tanah dangkal, terutama jika
air tanah tersebut dipergunakan sebagai sumber air minum.
(5) Keadaan tofografi (penampang tanah). Faktor kemiringan tanah ini akan
mempengaruhi pemilihan teknologi pengolahan air limbah. Kondisi tanah yang
memiliki kemiringan kurang dari 2 persen akan menyulitkan dalam penerapan sistem
pembungan terpusat. Hal ini didasarkan penanaman pipa pada bagian hilir akan dalam
sekali. Atau jika terpaksa, maka akan dilakukan dengan sistem pemompaan. Dan ini
berarti memerlukan investasi dana yang tidak kecil.
(6) Kemampuan membangun. Faktor ini jelas-jelas berkait dengan kemampuan setiap
daerah untuk membangun teknologi yang dipilih. Apabila perencanaan yang tidak
tepat dan cermat, bisa jadi ada kemungkinan teknologi yang telah dipilih tidak dapat
diterapkan karena ketidakmampuan tenaga setempat untuk membangun atau minimal
penerapannya akan mundur waktunya hingga kondisi tenaga (SDM) daerah tersebut
telah cukup mampu untuk membangun.
(7) Kondisi sosial ekonomi masyarakat. Faktor ini lebih tepat dalam menekankan
pada kondisi dan status ekonomi masyarakat setempat. Hal ini tentunya, diperlukan
akan adanya pemberdayaan masyarakat setempat berkait dengan pembebanan biaya
pembangunan dan operasional penyelenggaraan pengolahan air limbah. Karena tidak
mungkin biaya operasional dan pemeliharaan alat-alat pengolahan air limbah terus-
terus ditanggung oleh pemerintah daerah setempat. Lebih-lebih saat ini telah
dilakukan otonomi daerah.

(sumber: http://www.kompasiana.com/ardadinata/dasar-pertimbangan-pengolahan-
air-limbah_551116e38133117341bc603e)

10. Proses pengolahan Bau

1). Secara Fisik

Dengan melakukan pembakaran, dimana gas dapat dikurangi melalui


pembakaran pada suhu yang bervariasi antara 650 – 750 ºC. Untuk mengurangi
kebutuhan suhu yang tinggi ini dapat dikurangi melalui katalisator penyerapan
dan karbon aktif adalah juga bisa diterapkan dengan melewatkan udara ke dalam
hamparan atau lapisan. Gas yang berkontak dengannya akan diserap sehingga
bau akan dapat dikurangi, begitu juga halnya dengan penyerapan melalui pasir
dan tanah. Pemasukan oksigen ke dalam limbah cair adalah salah satu cara yang
bisa diterapkan untuk menjaga proses terjadinya pengolahan secara an-aerob
dapat dihindari sehingga gas yang ditimbulkan karena proses tersebut dapat
dihindari. Penggunaan menara (tower) juga dapat dipergunakan untuk
mengurangi pencemaran yang disebabkan oleh adanya bau melalui proses
pengenceran di udara terbuka karena udara dari cerobong tidak mencapai
langsung ke daerah permukiman, dengan demikian bau yang ada dapat dicegah.

2). Secara Kimiawi

Untuk menghilangkan gas yang berbau dapat juga dilakukan dengan cara
melewatkan gas pada cairan basa seperti kalsium dan sodium hidroksida. Apabila
kadar karbondioksidanya tinggi maka biaya pengolahannya juga menjadi sangat
tinggi,sehingga biaya ini merupakan salah satu penghambat yang besar. Dengan
melakukan oksidasi pada pengolahan air limbah merupakan cara yang baik agar
bau klorin dan ozon dapat dihindari. Adapun bahan yang dipergunakan sebagai
bahan oksidator adalah Hidrogen peroksida. Pengendapan dengan bahan kimia
membuat terjadinya endapan dari Sulfida dengan garam metal khususnya besi.

3). Secara Biologi

Air limbah dilewatkan melalui penyaringan (Trickling filter) atau dimasukan


kedalam tangki lumpur aktif untuk menghilangkan komponen yang berbau.
Penggunaan menara khusus dapat dipergunakan untuk menangkap bau.
Adapun jenis menara itu diisi dengan media plastik yang bervariasi sebagai
tempat tumbuhnya bakteri.

Air limbah dengan kandungan bahan pencemar gas karbondioksida yang agresif
dapat mempercepat proses terjadinya karat pada benda yang terbuat dari besi
serta bahan dari logam lainnya. Selain karbondioksida agresif, juga kadar pH
rendah atau bersifat asam maupun pH tinggi dapat mengakibatkan timbulnya
kerusakan pada benda – benda yang dilaluinya

Anda mungkin juga menyukai