Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa post partum merupakan tantangan bagi banyak ibu yang baru melahirkan.
Pemulihan dari proses melahirkan membutuhkan perawatan dan pengobatan, mulai dari
perawatan diri sendiri maupun perawatan yang membutuhkan peran tenaga kesehatan.
Peningkatan derajat kesehatan bagi ibu yang baru melahirkan dibutuhkan pendidikan tentang
kesehatan, perawatan dan pengobatan yang adekuat. Anemia pada seorang ibu sering
dijumpai pada masa kehamilan maupun masa post partum. Hal ini terjadi akibat asupan gizi
yang tidak adekuat maupun terjadinya perdarahan pada saat proses melahirkan. Anemia
terjadi jika kadar hemoglobin dalam darah lebih rendah dari kadar normalnya. Anemia yang
parah, kadar hemoglobin dalam darah bisa berkurang dibawah 30%. Anemia post partum
didefinisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 10gr/dl, hal ini merupakan masalah yang
umum dalam bidang obstetric. Meskipun wanita hamil dengan kadar besi yang terjamin,
konsentrasi hemoglobin biasanya berkisar 11-12 g/dl sebelum melahirkan. Hal ini di
perburuk kehilangan darah saat melahirkan dan pada masa nifas. Menurut analisa terbaru,
kehilangan darah pada saat post partum di atas 500 ml masih merupakan masalah meskipun
pada obstetric modern (Huch A. dkk.,1992). Anemia masih merupakan masalah kesehatan di
dunia.
Survey WHO menunjukkan bahwa kelompok prevalensi anemia tinggi adalah ibu
hamil dan usia lanjut (50%) (Ramakrishnan, 2001). Anemia pada wanita post partum
memiliki dampak yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan meningkatkan risiko terjadinya
depresi post partum. Anemia defisiesi besi merupakan penyebab paling sering dari anemia
post partum yang disebabkan oleh intake zat besi yang tidak cukup serta kehilangan darah
selama kehamilan dan persalinan.
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia menyatakan dari 5 juta
kelahiran yang terjadi setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu meninggal
akibat komplikasi kehamilan dan persalinan.Tingginya prevalensi anemia gizi pada
kehamilan melatar belakangi kematian ibu sewaktu hamil, bersalin atau nifas sebagai akibat
komplikasi kehamilan atau komplikasi penangananya. Anemia berat menyebabkan kegagalan
jantung atau kematian pada saat menjelang atau sewaktu bersalin.Perdarahan pada saat atau
sehabis melahirkan yang bagi ibu sehat tidak membahayakan,bagi ibu hamil dengan anemia
akan menimbulkan terjadinya kematian. Angka kematian ibu di Indonesia mencapai 307 per
100.000 kelahiran hidup (SDKI 2002),merupakan angka tertinggi di Negara-negara ASEAN.
Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, eklamsia atau gangguan akibat tekanan darah
tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi dan infeksi. Perdarahan biasanya tidak
bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak. Resiko kematian ibu dapat diperparah oleh
adanya anemia. Data statistik menunjukan bahwa prevalensi anemia gizi di Indonesia masih
cukup tinggi,yaitu 63,5% sedangkan Negara ASEAN lainnya lebihrendah (Depkes RI,2002).
Negara berkembang seperti Indonesia, pemberian suplemen besi dan vitamin pada masa
perawatan post partum di Rumah Sakit masih dianggap sebagai resep wajib yang diberikan
oleh dokter maupun Bidan. Pertimbangan ini mengingat dengan pemberian antibiotik dan
suplemen zat besi akan mampu menekan terjadinya infeksi dan kematian akibat perdarahan
pada saat proses melahirkan. Selain itu diharapkan bahwa selama 3 hari perawatan dengan
pemberian antibiotik dan suplemen zat besi akan dapat mempercepat pemulihan kondisi
pasien pasca partumjuga mengurangi resiko terjadinya perdarahan dan anemia pada masa
nifas.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan anemia pada masa nifas ?
2. Apa penyebab dari anemia pada masa nifas ?
3. Bagaimana tanda dan gejala anemia pada masa nifas ?
4. Bagaimana klasifikasi dari anemia pada masa nifas ?
5. Bagaimana patofisiologi dari anemia pada masa nifas ?
6. Bagaimana penatalaksanaan dari anemia pada masa nifas ?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari anemia pada masa nifas ?
8. Apa saja komplikasi dari anemia pada masa nifas ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan dari anemia pada masa nifas ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari anemia pada masa nifas
2. Untuk mengetahui penyebab dari anemia pada masa nifas
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala anemia pada masa nifas
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari anemia pada masa nifas
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari anemia pada masa nifas
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari anemia pada masa nifas
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari anemia pada masa nifas
8. Untuk mengetahui komplikasi dari anemia pada masa nifas
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari anemia pada masa nifas
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Anemia Pada Masa Nifas


Anemia adalah penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen akibat penurunan

produksi sel darah merah dan atau penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Anemia

sering didefinisikan sebagai penurunan kadar hemoglobin dalam darah sampai dibawah

rentang normal (Fraser, 2009).

Anemia dalam nifas adalah kondisi kadar Hb ibu berada di bawah batas normal terjadi

pada masa nifas (Prawirohardjo, 2014). Kadar Hb


11

ibu nifas normal adalah 11 gr% (Manuaba, 2010). Ibu nifas yang mengalami anemia

memiliki kadar Hb kurang dari 11 gr% (Bothamley, 2011).

Anemia pada wanita masa nifas (pasca persalinan) umum terjadi, sekitar 10% dan 22%
terjadi pada wanita post partum dari keluarga miskin (Departemen Gizi dan Kesehatan
Masyarakat, 2008). Pengaruh anemia pada masa nifas adalah terjadinya subvolusi uteri yang
dapat menimbulkan perdarahan post partum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran
ASI berkurang dan mudah terjadi infeksi mamae (Prawirohardjo, 2005). Faktor - faktor yang
mempengaruhi anemia pada masa nifas adalah persalinan dengan perdarahan, ibu hamil
dengan anemia, nutrisi yang kurang, penyakit virus dan bakteri (Prawirohardjo, 2005).
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam
tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup, yang ditandai dengan
gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum (Serum Iron = SI) dan
jenuh transferin menurun, kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity/TIBC)
meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta ditempat yang lain sangat kurang
atau tidak ada sama sekali.
Derajat Anemia menurut Manuaba (2010), hasil pemeriksaan Hb dapat digolongkan sebagai
berikut :
1) Hb 11 gr% : tidak anemia
2) Hb 9-10 gr% : anemia ringan
3) Hb 7-8 gr% : anemia sedang
4) Hb <7 gr% : anemia berat

2.2 Penyebab Anemia Pada Masa Nifas


Kebanyakan anemia dalam masa nifas disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan
akut bahkan tidak jarang keduannya saling berinteraksi (Safuddin, 2002). Menurut Mochtar
(1998) penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut:
1. Kurang gizi (malnutrisi)
2. Kurang zat besi dalam diit
3. Malabsorpsi
4. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
5. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah.
6. Pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma.
7. Kurangnya zat besi dalam makanan.
8. Kebutuhan zat besi meningkat.
9. Gangguan pencernaan dan absorbsi.

2.3 Tanda dan Gejala Anemia Pada Masa Nifas


1. Ibu mengeluh cepat lelah
2. Sering pusing
3. Mata berkunang-kunang
4. Malaise
5. Lidah luka
6. Nafsu makan turun (anoreksia)
7. Konsentrasi hilang
8. Nafas pendek (pada anemia parah)
9. Pengeluaran ASI berkurang
10. Terjadi infeksi payudara

2.4 Klasifikasi Anemia Pada Masa Nifas


Anemia dapat di klasifikasikan yaitu :
1) Anemia Zat Besi (kejadian 62,30%)
Anemia dalam kehamilan maupun pada saat masa nifas yang paling sering ialah anemia
akibat kekurangan zat besi. Kekurangan ini disebabkan karena kurang masuknya unsur zat
besi dalam makanan, gangguan reabsorbsi, dan penggunaan terlalu banyaknya zat besi.

2) Anemia aplastik
Anemia jenis ini disebabkan oleh tidak berfungsinya sumsum tulang. Hal ini dapat
terjadi pada pasien yang terpapar radiasi sel gamma akibat ledakan bom atom, atau pada
seorang yang mendapatkan terapi radiasi sinar x secara berlebihan, zat kimia tertentu pada
industri, dan bahkan obat-obatan tertentu.
3) Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblast terjadi akibat kurangnya asupan dari asam folat, vitamin B12, dan
faktor intrinsik lain dalam pembentukan sel darah merah. Berkuranganya salah satu faktor
tersebut akan mengakibatkan terlambatnya eritropoesis (proses pembentukan sel darah
merah) yang menyebabkan sel darah merah yang terbentuk menjadi terlalu besar dan
berbentuk aneh yang disebut dengan megaloblas. Sel darah merah tersebut memiliki
membrane tipis dan rapuh sehingga mudah pecah. Hal ini dapat terjadi pada seorang yang
menderita atropi mukosa lambung, tak memiliki lambung (akibat gastrektomi), atau
kekurangan asupan.
4) Anemia Hemolitik
Berbagai kelainan pada sel darah merah yang kebanyakan di dapatkan secara herediter.
Sel darah merah yang terbentuk bersifat sangat rapuh, sehingga mudah pecah saat melewati
kapiler, terutama limpa. Walaupun sel yang terbentuk dalam jumlah yang normal, bahkan
dalam jumlah yang lebih banyak, namun karena mudah hancur sehingga masa hidup sel darah
merah ini sangat singkat dan tak dapat diimbangi oleh pembentukannya.

2.5 Patofisiologi Dari Anemia Pada Masa Nifas


Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, makanan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui.
Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis. Lisis sel darah merah terjadi
dalam sel fagositik atau dalam sistem retikulo endotelial, terutama dalam hati dan limpa.
Sebagai hasil sampingan dari proses tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit akan
memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi,
maka hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi
kapasitas hemoglobin plasma, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke
dalam urine.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin
(Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke
seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang.
Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting salah satunya adalah otak.

2.6 Penatalaksanaan Dari Anemia Pada Masa Nifas


Penatalaksanaan pada ibu nifas yang mengalami Anemia antara lain :
1. Sebaiknya petugas kesehatan memberikan pendidikan kesehatan tentang pemenuhan
kebutuhan asupan zat besi ( sayur bayam, kacang-kacangan, hati, daging merah, dll )
dan kebutuhan istirahat ( Robson,2011 ).
2. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian :
a. Pemberian terapi preparat Fe : Fero gluconat atau Na- Fero bisitrat secara oral
untuk mengembalikan simpanan zat besi ibu ( Manuaba,2007 ). Pemberian
preparat Fe 60 mg/hari dapat meningkatkan kadar Hb sebanyak 1 gr% per
bulan ( Saiffuddin,2009 ).
b. Jika ada indikasi perdarahan pasca persalinan dengan syok, kehilangan darah
saat operasi dan kadar Hb ibu nifas kurang dari 9,0 gr%, maka transfuse darah
dengan pack cell dapat diberikan ( Prawirohardjo, 2014 dan Fraser, 2009 ).

2.7 Pemeriksaan Penunjang Dari Anemia Pada Masa Nifas

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Tes penyaring, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap kasus anemia. Dengan
ini pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya anemia dan bentuk morfologi anemia
tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen berikut ini :
kadar hemoglobin, indeks eritrosit, ( MCV, MCV, dan MCHC), asupan darah tepi.
b. Pemeriksaa darah seri anemia : hitung leukosit, trombosit, laju endap darah (LED),
dan hitung retikulosit.
c. Pemeriksaan sumsum tulang : pemeriksaan ini memberiksan informasi mengenai
keadaan system hematopoiesis.

2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis : faal ginjal, faal endokrin, asam urat, faal hati,
biakan kuman.

3. Radiologi : torak, bone survey, USG, atau linfangiografi.

4. pemeriksaan sitogenetik.

5. pemeriksaan biologi molekuler ( PCR = polymerase chain raction, FISH = fluorescence in


situ hybridization ).

2.8 Komplikasi Dari Anemia Pada Masa Nifas


Anemia yang stidak dapat teratasi dapat menyebabkan beberapa penyakit kompilasi
seperti :

a. Terjadi subinvolusi uteri yang menyebabkan perdarahan (atonia uteri) Infeksi


puerperium
b. Berkurangnya pengeluaran ASI
c. Retensio Placenta
d. Perlukaan sukar sembuh
e. Mudah terjadi febris puerpuralis

2.9 Asuhan Keperawatan Dari Anemia Pada Masa Nifas

A. PENGKAJIAN

a) Identitas

Identitas yang perlu dikaji meliputi nama lengkap, umur, suku bangsa, agama,

pendidikan, dan pekerjaan pasien beserta suami dan alamat tempat tinggal. Pada kasus

ibu nifas dengan anemia, identitas yang perlu dikaji lebih lanjut antara lain:

(1) Umur
Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun berisiko

mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia

(Asrina, 2014).
15

(2) Pekerjaan

Menurut Ani (2013) , pekerjaan yang menggunakan

banyak tenaga fisik dapat meningkatkan risiko anemia

defisiensi besi.

b) Keluhan Utama

Ibu nifas dengan anemia biasanya mengeluh merasa

lemah, pucat, cepat lelah dan nafsu makan kurang (Manuaba,

2007 dan Saifuddin, 2009).

c) Riwayat menstruasi

Menurut Manuaba (2010), gangguan menstruasi meliputi

banyaknya ganti pembalut perhari, lamanya menstruasi,

keteraturan siklus menstruasi merupakan faktor terjadinya

anemia karena mempengaruhi pembentukan darah.

d) Riwayat perkawinan

Wanita yang menikah dan hamil pada usia muda dari segi

biologis, perkembangan alat biologisnya belum optimal. Secara

sosial ekonomi belum siap mandiri dan secara medis sering

mendapatkan gangguan kesehatan, mudah mengalami abortus,

perdarahan yang akan mengarah pada terjadinya anemia

(Asrina, 2014).
16

e) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas lalu

Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan

melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan

menjadi makin anemis (Manuaba, 2010).

f) Riwayat Penyakit

(1) Riwayat penyakit sekarang, seorang wanita yang sedang

mengalami gangguan pencernaan seperti mual/muntah dan

diare berpotensi besar kehilangan banyak Fe yang

menyebabkan terjadinya anemia defisiensi besi (Manuaba,

2007).

(2) Riwayat kesehatan dahulu, keluhan cepat lelah, sering

pusing, mata berkunang – kunang saat hamil muda

berpotensi mengalami anemia pada masa nifas (Manuaba,

2010).

(3) Riwayat kesehatan keluarga, Anemia dapat diwariskan

secara genetik. Gangguan herediter dapat mempersingkat


masa pakai sel darah merah dan menyebabkan anemia

(Proverawati, 2011).

g) Data Psikososial

Mempertimbangkan lingkungan sosial, keluarga klien,

suami dan teman untuk mendukung ibu selama masa pemulihan

(Robson, 2011).
17

h) Pola Kebiasaan sehari-hari

Hal ini penting bagi bidan untuk ditanyakan kepada klien

karena ada kemungkinan klien berpantang makanan yang justru

sangat mendukung pemulihan fisiknya misalnya daging, ikan,

atau telur (Ani, 2013).

2) Data Objektif

Data objektif yang bisa digunakan dalam mendukung data

dasar dalam kasus ibu nifas dengan anemia antara lain :

a) Pemeriksaan Umum

(1) Pemeriksaan Tanda – Tanda Vital (TTV)

Pada ibu nifas dengan anemia, tekanan darah cenderung

normal (Saifuddin, 2009).

(2) Keadaan Umum


Memeriksa keadaan umum untuk mengetahui keadaan ibu

nifas secara umum (Marmi, 2012). Ibu nifas dengan

anemia terlihat lemah dan pucat (Saifuddin, 2009).

(3) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada ibu nifas :

(a) Mata

Konjungtiva pada ibu nifas dengan anemia terlihat

pucat (Saifuddin, 2009)


18

(b) Mulut

Pada beberapa ibu nifas yang mengalami anemia

defisiensi besi terjadi peradangan pada sudut mulut

(Handayani, 2008)

(c) Payudara

Bentuk simetris atau tidak, putting susu menonjol atau

tidak, melihat pengeluaran kolostrum (Sofian, 2011)

(d) Kandug kemih

Untuk mengetahui apakah kandung kemih kosong atau

tidak, apabila teraba penuh sarankan ibu untuk buang

air kecil (Marmi,2012)

(e) Extremitas atas dan bawah

Untuk memeriksa kondisi reflek patella pada lutut

kanan dan lutut kiri, serta tanda hofman (Sofian, 2011)

b) Pemeriksaan Khusus
1) Abdomen

Untuk mengetahui bagaimana Tinggi Fundus Uteri

(TFU), bagaimana kontraksi uterus, konsistensi uterus,

posisi uterus (Marmi, 2012).

2) Pengeluaran lochea
1
9

Untuk mengetahui warna, jumlah, bau,

konsistensi lochea pada umumnya ada

kelainan atau tidak (Sofian, 2011). Rata –

rata jumlah total secret lochea adalah sekitar

8 – 9 ons (240 – 270 mL), apabila melebihi

jumlah normal perlu dilakukan pemeriksaan

lebih lanjut untuk mengetahui apakah Ibu

mengalami anemia atau tidak (Varney,

2007).

3) Perineum

Untuk mengetahui apakah pada perineum

ada bekas jahitan atau tidak, bersih atau

tidak (Marmi, 2012).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas berhuhubungan dengan penurunan transfer
darah ke paru.
.

1
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang kurang, anoreksia.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen, proses metabolism yang terganggu.

C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang, anoreksia.

Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi


Kriteria hasil :

a. menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai


laboratorium normal.
b. tidak mengalami tanda mal nutrisi.
c. Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
atau mempertahankan berat badan yang sesuai.
Intervensi :
1. Kaji riwayat nutrisi
Rasional : mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.
2. Observasi dan catat masukkan makanan pasien.
Rasional : mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi
makanan.
3. Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi
nutrisi.
4. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara
waktu makan.
Rasional : menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan
mencegah distensi gaster.
5. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan gejala lain yang
berhubungan.

2
Rasional : gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada
organ.
6. Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
Rasional : membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan
individual.
aktivitas

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


dan kebutuhan oksigen, proses metabolism yang terganggu.

Tujuan : intoleransi aktivitas dapat teratasi


Kriteria hasil :
a. melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-
hari)
b. pasien dapat beraktivitas dengan mandiri tanpa bantuan orang lain

Intervensi :
1. Kaji kemampuan ADL pasien.
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
2. Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot.
Rasional : menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12
mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
3. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk
membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
4. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising,
pertahankan tirah baring bila di indikasikan.
Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh
dan menurunkan regangan jantung dan paru.
5. Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi
kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya
(tanpa memaksakan diri).
Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan

3
memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan
rasa terkontrol.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin.


Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
a. mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
b. meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema,
dan demam.
Intervensi :
1. Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien.
Rasional : mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien
dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.
2. Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka.
Rasional : menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
3. Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.
Rasional : menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
4. Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas
dalam.
Rasional : meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu
memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
5. Tingkatkan masukkan cairan adekuat.
Rasional : membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah
pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh misalnya pernapasan dan ginjal.
6. Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa
demam.
Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.
7. Amati eritema/cairan luka.Ø
Rasional : indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada
bila granulosit tertekan.
8. Kolaborasi daengan dokter dalam pemberian antibiotic sistemik
Rasional : mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi
atau untuk pengobatan proses infeksi local.

4
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Anemia adalah penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen akibat


penurunan produksi sel darah merah dan atau penurunan kadar hemoglobin dalam
darah. Anemia pada wanita masa nifas (pasca persalinan) umum terjadi, sekitar
10% dan 22% terjadi pada wanita post partum dari keluarga miskin (Departemen
Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008). Pengaruh anemia pada masa nifas adalah
terjadinya subvolusi uteri yang dapat menimbulkan perdarahan post partum,
memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang dan mudah terjadi
infeksi mamae (Prawirohardjo, 2005). Faktor - faktor yang mempengaruhi anemia
pada masa nifas adalah persalinan dengan perdarahan, ibu hamil dengan anemia,
nutrisi yang kurang, penyakit virus dan bakteri. Pentalaksaan pada ibu nifas
mengalami anemia dapat meningkatkan asupan makanan yang mengandung zat
besi dan jika sudah mengalami anemia berat dapat melakukan tranfusi darah.
3.2 Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung
jawabkan. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi
kesempurnaan penulisan makalah di kemudian hari.

5
DAFTAR PUSTAKA

Anonym.2012.Postural Drainage.(26 Desember 2017).


s1keperawatan.umm.ac.id/files/skill%20lab%20skenario%202.pdf

anonym.2014.Pemenuhan Kebutuhan Oksigen.(27 Desember 2017.


http://staff.ui.ac.id/system/files/users/afifah/material/pemenuhankebutuhanoksigen
.pdf

Cahyono.2011.Fisioterapi Dada dan Postural Drainage.(26 Desember 2017).


https://nursing-academy.blogspot.co.id/2011/09/fisioterapi-dada-dan-postural-
drainase.html

Anda mungkin juga menyukai