Disusun oleh :
Eva Asadah
1177040025
Kelompok 6
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2018
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tujuan
Adapun tujuan praktikum kali ini sebagai berikut:
1. Menganalisis rumus kimia kompleks dari padatan yang didapat dari CuSO4.7H2O
2. Menentukan perbandingan bilangan bulat dari rumus kimia kompleks CuSO4.7H2O
3. Menentukan rendemen dari proses sintesis kompleks “obat anemia” besi askorbat
4. Mengidentifikasi keberadaan besi askorbat dalam vitamin C
5. Mengidentifikasi kompleksasi “logam karat” dalam wadah
B. Dasar Teori
Senyawa-senyawa kompleks telah diketahui - walaupun saat itu belum sepenuhnya
dimengerti - sejak awal ilmu kimia, misalnya Prussian blue dan Tembaga(II) sulfat.
Terobosan penting terjadi saat kimiawan Jerman Alfred Werner, mengusulkan bahwa ion
kobalt(III) memiliki enam ligan dalam struktur geometri oktahedral. Dengan teori ini, para
ilmuwan dapat mengerti perbedaan antara klorida koordinasi dan klorida ionik pada
berbagai isomer-isomer kobalt amina klorida, dan menjelaskan kenapa senyawa ini
memiliki banyak isomer, yang sebelumnya tidak dapat dijelaskan. Werner juga
menggolongkan senyawa kompleks ini kepada beberapa isomer optis, mematahkan teori
bahwa hanya senyawa karbon yang memiliki sifat khiralitas.
Tatanama
Pada dasarnya, dalam menamai sebuah senyawa kompleks:
1. Dalam menamai sebuah ion kompleks, ligan disebutkan sebelum ion logam
2. Nama-nama ligan dituliskan sesuai urutan alfabetis. (awalan yang menunjukkan jumlah
tidak memengaruhi urutan alfabetis)
o Berikan awalan pada ligan-ligan sesuai jumlahnya. Ligan-ligan monodentat
memiliki awalan : di-, tri-, tetra-, penta-, heksa-, dst. sesuai jumlahnya. Ligan-
ligan polidentat diberi awalan bis-, tris-, tetrakis-, dst.
2
o Ligan anion diakhiri dengan huruf 'o', misalnya sulfat menjadi sulfato, dan jika
anion tersebut memiliki akhiran -ida, maka akhiran tersebut dihilangkan misalnya
sianida menjadi siano.
o Ligan netral diberikan nama umumnya, kecuali amina untuk NH3, aqua atau aquo
untuk H2O, karbonil untuk CO, dan nitrosil untuk NO
3. Tuliskan nama ion/atom pusat. Jika ion kompleks tersebut merupakan sebuah anion,
nama atom pusat diakhiri dengan -at, dan menggunakan nama Latinnya. Jika tidak,
maka atom pusat dituliskan dengan nama umumnya dalam bahasa Indonesia. Jika
diperlukan, tulis bilangan oksidasinya dalam angka romawi (atau 0), dalam tanda
kurung.
4. Jika kompleks tersebut merupakan senyawa ion, tuliskan nama kation sebelum nama
anion dipisahkan dengan spasi. Jika kompleks tersebut merupakan ion bermuatan,
tuliskan kata "ion" sebelum nama kompleks tersebut
Contoh:
[NiCl4]2− → ion tetrakloronikelat(II)
[Cd(en)2(CN)2] → disianobis(etilendiamin)kadmium(II)
Senyawa yang tersusun atas satu atom pusat, biasanya logam atau kelompok atom
seperti VO, VO2, dan TiO yang dikelilingi oleh sejumlah anion atau molekul netral disebut
senyawa kompleks. Anion atau molekul netral disebut senyawa kompleks. Anion atau
molekul netral yang memiliki atom pusat atau kelompok atom itu disebut dengan ligan. Jika
ditinjau dari sistem asam-basa lewis, atom pusat atau kelompok atom dalam senyawa
kompleks tersebut bertindak sebagai asam lewis, sedangkan ligannya bertindak sebagai basa
lewis. Ikatan yang terjadi antara ligan dan atom pusat merupakan ikatan kovalen koordinasi.
Sehingga senyawa kompleks disebut pula senyawa koordinasi. Jumlah muatan kompleks
ditentukan dari penjumlahan muatan ion pusat dan jumlah muatan ligan yang membentuk
kompleks.
Senyawa molekular yang mengandung logam transisi blok d dan ligan yang disebut
senyawa koordinasi. Bilangan koordinasi ditentukan oleh ukuran atom logam pusat, jumlah
elektron d, efek sterik ligan. Dikenal kompleks dengan bilangan koordinasi antara 2 dan 9.
3
Khususnya kompleks bilangan koordinasi 4 sampai 6 adalah yang paling labil secara
elektronik dan secara geometri dan kompleks dengan bilangan koordinasi 4-6 yang paling
banyak dijumpai (Anonim, 2010).
kompleks dengan berbagai bilangan koordinasi dideskripsikan menjadi enam
bagian:
4
menjadi lebih banyak dilingkupi oleh air (proses sulvasi), sehingga pembentukan senyawa
kompleks Cu (II) akan sulit dan berlangsung lambat. Namun apabila kristal berhidrat
tersebut dilarutkan dalam pelarut yang mengikat hidrat , seperti alkohol 96%, maka proses
pembentukan senyawa kompleks Cu (II) akan lebih mudah dan berlangsung cepat.
Ammonia merupakan ligan netral yang penting yang membentuk kompleks dengan ion
logam .
Pembentukan senyawa kompleks tembaga dari ion Cu2+, maka kompleks tembaga yang
terbentuk akan mempunyai bilangan koordinasi enam.
Dimana empat ligan bertetangga dalam bidang segiempat dan dua ligan lainnya
saling tegak lurus pada bidang segi empat itu. Kompleks tersebut membentuk struktur
oktahedral (sp3d2)
Ion Cu2+ termasuk dalam sistem d9, distorsi disini sangat besar, hingga (Cu(NH3)4)2+
berbentuk planar segiempat. Sebenarnya ada dua molekul H2O dalam kompleks tersebut,
tetapi jaraknya dengan ion pusat sangat jauh dibanding dengan tempat NH3 yang
ada. Karena itu kadang-kadang kompleks tersebut ditulis
sebagai : (Cu(NH3)4(OH2)2)2+. Distorsi dari struktur yang simetris akibat tingkatan energi
yang sebagian terisi, dalam hal ini sub tingkatan d, disebut distorsi Jhon-Teller. Struktur
oktahedral low spin juga mengalami distorsi. Sistem d6 low spin, mirip dengan d3 high
spin. Keenam e- mengisi orbital t2g, adanya e- diantara sumbu-sumbu tidak menyebebkan
distorsi (Sukardjo,1985).
Senyawa-senyawa kompleks yang memiliki bilangan koordinasi lebih dari satu
berlangsungsecara bertahap dengan penambahan ligan satu per satu. Mula-mula sekali
terbentuk senyawa kompleks 1:1 antara ion logam dengan ligan, kemudian 1:2 , dan
seterusnya. Misalnya pembentukan senyawa kompleks ion tembaga dan ligan NH3 sebagai
berikut :
Namun demikian, perlu dicatat bahwa beberapa zat yang berbeda-beda bisa hadir
secara bersamadalam sistem di atas persentasenya senyaw kompleks tembaga (II) amonia
5
yang berbeda-beda disajikan sebagai fungsi kepekatan ligan bebas (L=NH3). Sedangkan
ligan yang tidak bermuatan selalu berupa ligan beratom banyak sehingga merupakan
molekul, misalnya NH3 dan amina alifatik. Sifat umum semua ligan ditentukan oleh adanya
pasangan elektron bebas
Salah satu dari sifat kompleks tembaga pada umunya adalah berinteraksi dengan medan
magnet, bersifat paramagnetik. Hal ini disebabkan karena atom pusat Cu2+ memiliki e-
tunggal pada orbital 3d, yaitu 3 dxy, dan berakibat pada besarnya pengaruh medan magnet
pada senyawa kompleks tersebut. Senyawa kompleks dapat membentuk cis, trans, atau
facial dan meridional. Senyawa kompleks Cu(NH3)4SO4.H2O dan Cu(SO4)2(NH3)2.6H2O,
kemungkinannya adalah membentuk isomer cis atau trans
6
BAB II
METODOLOGI
Bahan
No Nama Konsentrasi Jumlah
1. CuSO4.5H2O - 10,0006 gram
2. Larutan amonia 10% 100 ml
3. Larutan etanol 95% Secukupnya
7
4. Larutan aseton Secukupnya
5. Akuades - secukupnya
6. Larutan HNO3 1M 100 ml
7. Larutan Pb(CH3COO)2 1M 100 ml
8. Indikator metil jingga - Secukupnya
9. Larutan HCl 0,5 M 250 ml
10. Tablet vitamin C - 4 tablet
11. FeSO4.7H2O - 1,1850 gram
12. Asam sitrat - 25 gram
13. Kertas saring - Secukupnya
14. Kontainer air minum - 1 buah
Kristal
Tambahkan HNO3 6 M
Hasil
Kristal
Tambahkan aquades
Hasil
8
Sintesis kompleks tembaga
CuSO4
Saring
Filtrat
Endapan
Simpan di desikator
Hasil
9
Standarisasi HCl
HCl
Tempatkan di buret
Tambahkan indicator
Hasil
Absorbansi
CuSO4
Lakukan absorbansi
Hasil
Kristal
tambahkan HNO3 1 M
Lakukan absorbansi
Hasil
10
Sintesis kompleks besi askorbat
Tablet vit.C
Campurkan keduanya
Tambahkan aquades
Lakukan sentrifugasi
Saring
Tambahkan 30 ml aseton
Simpan di penangas es
Saring
Hasil
11
Kompleksasi karat logam
Botol
Tambah alkohol
Hasil
b. Prosedur Kerja
1. Eksperimen Konsep Dasar: Sintesis Kompleks Tembaga
a. Prosedur Sintesis
Di timbang sebanyak 10 gram CuSO4. 5H2O, lalu digerus hingga halus.
Kemudian di tempatkan sampel pada labu erlenmeyer berukuran 250 mL.
Setelah itu, ditambahkan dengan 10% larutan amoniak sebanyak 20 Ml, lalu di
aduk dengan stirrer sambil ditutup dengan plastik. Didiamkan ± selama 10
menit. Jika masih didapat padatan pada sampel, kemudian dipanaskan dengan
hotplate pada suhu 60˚C sambil diaduk dengan stirrer. Di tambahkan 1- 5 mL
aquadest untuk membantu proses pelarutan. Jika masih didapatkan padatan pada
sampel, Sampel disaring dalam keadaan hangat. Sampel kemudian didiamkan
± selama 1 menit. Lalu di tambahkan dengan larutan etanol 95%. Setelah itu
sampel didinginkan dalam suhu ruang, Sampel kemudian ditambahkan dengan
12
larutan NH3-Etanol sebanyak 30 mL. Kemudian disaring dan dicuci dengan 10
mL larutan Etanol 95% ± sebanyak 2 kali. Dan 10 mL larutan aseton ± sebanyak
3 kali. Sampel didiamkan di udara terbuka sampai bau gas hilang dan kristal
yang terbentuk tidak basah.
b. Analisis rumus kimia
Sebanyak 1 gram kristal dilarutkan dengan 10 mL larutan HNO3 6 M.
Lalu dititrasi dengan larutan 10 Pb-asetat hingga memberi warna kekeruhan
pada sampel. Jika pada saat 5 mL tidak memberikan kekeruhan yang berlanjut
hentikan titrasi dan dicatat volumenya.
Sebanyak 1 gram kristal dilarutkan dengan 10 mL aquadest, kemudian
ditambahkan dengan indikator metil jingga. Lalu dititrasi dengan larutan mL
HCl 0, 5 M yang telah di standarisasi. Kemudian di titrasi hingga larutan sampel
berubah warna menjadi merah jingga.Lalu di hitung mol NH3 yang diperoleh.
Di buat larutan standar dari 0, 1 gram sampai 0, 6 gram CuSO4. 5H2O yang
dilarutkan dengan larutan 10 mL HNO3 1 M. kemudian dilakukan absorbansi
dengan kurva baku panjang gelombang maksimal 645 nm. Setelah itu, di catat
hasilnya dan di tentukan konsentarasinya dalam mol yang dikalikan 2. Jika
garam kompleks memiliki rumus (Cux [NH3]y[SO4]z), nilai perbandingan
bilangan bulat yang paling mendekati ditentukan. Setelah itu, dicatat hasilnya.
2. Sintesis Kompleks “obat anemia” besi-askorbat
Sebanyak 4 tablet vitamin c di gerus hingga halus lalu ditimbang. Kemudian
dilarutakan garam FeSO4.7H2O sebanyak 1, 1 gram dengan aquadest 10 mL.
Setelah itu, ditambahkan dengan vitamin c halus yang telah diketahui massanya.
Lalu diaduk sampel hingga homogen. Kemudian sampel di pipet sebanyak 14
mL untuk di sentrifuge. Setelah itu sampel di saring. Kemudian fitratnya
ditempatkan pada penangas Es sambil ditambahkan dengan aseton. Lalu sampel
disaring. Setelah itu sampel ditempatkan pada desikator ± selama 10 menit.
Ssetelah itu, ditimbang dan dicatat hasilnya.
3. Kompleksasi “karat logam” dalam aplikasi sederhana
Disiapkan wadah air yang ketika dibersihkan dengan diterjen dan air tanpa
disikat tidak dapat bersih sempurna (masih terdapat warna kuning). Kemudian
dibuat larutan 250 mL larutan asam sitrat dalam gelas beaker dengan 25 gram
asam sitrat dan 10 mL larutan etanol 95%. Setelah itu dipipet ± sebanyak 5 mL
larutan lalu ditempatkan pada tabung reaksi dan diberi label asam sitrat asli.
13
Kemudian dimasukan sisa larutan tersebut pada wadah air yang telah disiapkan.
Lalu dilakukan pengocokan yang keras selama 5 menit. Kemudian ditungkan
kedalam gelas beaker semula larutan yang telah dilakukan pengocokan. Lalu
dibandingkan dengan larutan asli asam sitrat pada tabung reaksi. Dicatat
hasilnya. Diulangi langkah diatas dengan mengganti larutan etanol 95% dengan
10 mL Aquades. Dicatat hasilnya. Kemudian dilakukan absorbansi dengan
kurva baku panjang gelombang 380-800 nm. Dicatat hasilnya.
14
BAB III
HASIL PENGAMATAN
A. Hasil Pengamatan
1. Sintesis Kompleks Tembaga
Keadaan awal CuSO4 : kristal berwarna biru
Massa : 10,0070 gram
CuSO4+ NH3 = Larutan berwarna biru tidak larut
Distirrer : larutan belum larut semua
Panaskan+ aquadest= larutan biru dan sedikit endapan
Saring : padatannya berwarna biru dan filtratnya berwarna biru tua
(+) etanol 96% = tidak ada perubahan
(+) NH3 = larutan biru keunguan
Saring: padatan biru dan filtratnya ungu kebiruan
Dicuci dengan etanol terdapat kristal pada kertas saring dan ditambah aseton
menjadi padatan kristal
Padatan dioven pada suhu 550C selama 30 menit = padatan kristal biru tua
15
Distandarisasi : 0,1000 gram → biru—
16
B. Pembahasan
Prinsip percobaan pembuatan Tembaga (II) Amonium Sulfat Berhidrat adalah
didasarkan pada pembuatan senyawa kompleks dengan prinsip rekristalisasi dimana suatu
kristal CuSO4.5H2O dilarutkan dalam aquadest panas lalu didinginkan agar mencapai
derajat jenuh lalu dikeringkan dan terbentuk kristal Tembaga (II) Amonium Sulfat
Berhidrat. pertama Kompleks cupri aluminium sulfat dan tetraamintembaga(II)sulfat
monohidrat. Percobaan yang pertama adalah pembuatan garam rangkap kupriammonium
sulfat. Ammonium sulfat ditimbang 10 gram dan CuSO4 ditimbang 10 gram. Ammonium
sulfat dan CuSO4 selanjutnya dilarutkan dalam 16 ml aquades sehingga menghasilkan
larutan yang berwarna biru terang dan dipanaskan sampai semua benar-benar larut. Dan
didiamkan, kemudian terbentuk kristal. Namun karena pemanasan yang terlalu lama,
sehingga terjadi penggumpalan. Perbandingan berat kedua zat dimaksudkan agar kedua zat
yang bereaksi jumlahnya setara sehingga tepat saling bereaksi. H2O panas agar kelarutan
zat bertambah. Ligan NH3 dari (NH4)2SO4 mendesak ligan air dari CuSO4.5H2O sehingga
warna larutan menjadi biru. Setelah itu larutan didinginkan bertujuan untuk menurunkan
suhu sehingga kelarutan berkurang dan terbentuk endapan. Endapan yang diperoleh dan
disaring untuk memisahkan filtrat dari endapan. Kemudian endapan dan kertas saring yang
telah diketahui beratnya, dikeringkan di dalam oven untuk menguapkan sisa filtrat, sehingga
gr Tembaga (II) Amonium Sulfat Berhidrat yang berwarna biru muda, strukturnya halus dan
tidak higroskopis. Tembaga (II) Amonium Sulfat Berhidrat, ligan yang mengikat pada atom
pusat H2O. Bilangan koordinasi untuk ion tembaga dalam [Cu(NH3)4]2+adalah 4. Kristal
CuCl2.6H2O dan kristal CuSO4.5H2O adalah kristal yang berhidrat atau mengikat air,
sehingga jika dilarutkan dalam pelarut air akan menyebabkan kristal Cu2+ berhidrat
menjadi lebih banyak dilingkupi oleh air (proses sulvasi), sehingga pembentukan senyawa
kompleks Cu (II) akan sulit dan berlangsung lambat. Namun apabila kristal berhidrat
tersebut dilarutkan dalam pelarut yang mengikat hidrat seperti alkohol 95%, maka proses
pembentukan senyawa kompleks Cu (II) akan lebih mudah dan berlangsung cepat
Pada percobaan kedua yaitu sintesis kompleks besi-askorbat yang digunakan sebagai
obat Anemia, Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia, atau lebih tepat disebut
sebagai Anemia. Defisiensi Besi (ADB) yang dicirikan oleh sel darah merah dengan
konsentrasi hemoglobin rendah. RDA (Reference Dose Allowance) untuk besi adalah 8 mg
per hari untuk laki- laki dan perempuan sampai usia 51 tahun, sementara untuk wanita umur
19-50 tahun adalah 18 mg/ hari. Kebutuhan zat besi untuk wanita dalam usia produktif relatif
17
besar karena wanita kehilangan darah setiap bulan pada saat menstruasi dan
kehamilan/kelahiran
Anemia defisiensi zat besi adalah kondisi seseorang yang tidak memiliki zat besi
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan sel darah karena
kurangnya zat besi. Defisiensi zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau penggunaan
unsur tersebut melewati kecepatan asimilasinya. Penurunan cadangan zat besi selain pada
kasus anemia, diantaranya dijumpai pada bayi dan remaja yang merupakanmasa terbanyak
penggunaan zat besi untuk pertumbuhan. Bayi yang lahir dari perempuan dengan defisiensi
besi jarang sekali mengalami anemia tetapi memang memiliki cadangan zat besi yang
rendah. ASI merupakan sumber zat besi yang signifikan bagi bayi Kebanyakan obat tidak
diambil sebagai bahan kimia murni tetapi diformulasikan dalam bentuk sediaan farmasi
seperti tablet dikompresi,berkelanjutan merilis produk, solusi dan suntikan. Properti
fisikokimia obat merupakan faktor penting yang bisa mengganggu bioavailabilitas dan
bentuk sediaan akhir. Bentuk padat suatu senyawa mempengaruhi keseimbangan sifat solid
termasuk ukuran partikel, densitas, aliran, keterbasahan, luas permukaan, kelarutan dan
higroskopisitas. Ini juga memiliki dampak pada manufakturabilitas dan kinerja klinis
produk obat. Keterbasahan, luas permukaan, kelarutan dapat mempengaruhi dampak
potensial terhadap produk obat. Garam besi Asam askorbat (II) ditunjukkan pada gambar
berikut:
Sifat Vitamin C: Vitamin C sukar larut dalam chloroform, eter, dan benzene. Dengan
logam membentuk garam. Sifat asam ditentukan oleh ionisasi enolgroup pada atom C nomor
18
pada pH rendah v itamin C lebih stabil daripada pH tinggi(bersifat stabil terhadap asam,
tidak stabil terhadap basa). Vitamin C mudah teroksidasi, lebih-lebih bila terdapat
katalisator Fe, Cu, enzim askorbat oksidase, sinar, temperatur y ang tinggi. Larutan encer v
itamin C pada pH kurang dari 7 ,5 masih stabil apabila tidak ada katalisator seperti diatas.
Oksidasi v itamin C akan terbentuk asam dehidroaskorbat .Vitamin C dapat berbentuk asam
L-askorbat dan asam L-dehidroaskorbat. Keduanya mempunyai keaktifan sebagai v itamin
C. asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversible menjadi asam L-
dehidroaskorbat. Asam L-dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami
perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulonat y ang tidak memiliki keaktifan
vitamin C lagi. Sebagian besar besi yang diserap di bagian atas dari usus kecil yang
duodenum dan bagian atas jejunum. Sel mukosa mengandung pembawa besi intraseluler.
Beberapa zat besi dipasok ke mitokondria oleh operator, namun sisanya dibagi antara
apoferritin dalam sel mukosa dan transferrin, yang merupakan besi pengangkutan
polipeptida dalam plasma. Apoferritin, yang juga ditemukan dibanyak jaringan lain
menggabungkan dengan besi untuk membentuk Feritin. Asam askorbat memainkan peran
penting dalam gerakan besi plasma untuk depot penyimpanan di jaringan. Ada juga bukti
bahwa asam askorbat meningkatkan pemanfaatan besi, dengan aksinya mengurangi dan
mungkin memiliki efek langsung pada eritropoiesis.
Penelitian oleh Istiharoh (2005) menunjukkan pentingnya suplementasi zat besi dan
vitamin C pada remaja putri usia SMA. Keduanya perlu diteliti karena adanya fakta bahwa
absorbsi zat besi dapat ditingkatkan apabila terdapat kadar vitamin C yang cukup. Hasil
penelitian menunjukan bahwa 80,49% remaja putri tergolong anemia dan 19,51% tergolong
normal, sebelum mengkonsumsi suplemen tablet besi dan suplemen vitamin C. Setelah
mengkonsumsi suplemen tablet besi dan suplemen vitamin C, hanya 26,83% yang tergolong
anemia, dan 73,17% tergolong normal. Pemberian suplemen tablet besi dan suplemen
vitamin C secara bersamaan berpengaruh secara signifikan terhadap kadar hemoglobin pada
remaja putri. Penggunaan suplemen zat besi bekerja secara sinergis dengan asupan vitamin
C (asam askorbat) dalam mengatasi anemia defisisensi besi. Oleh karena itu produksi
suplemen dengan mensintesis senyawa baru dari ion Fe dengan asam askorbat menjadi
Fe(II) atau Fe(III) askorbat merupakan upaya yang prospektif untuk membentuk suplemen
baru anti anemia.
19
H2C6H6O6 + Fe(OH)2 → Fe(C6H6O6)2 + 2 H2O
Pada percobaan ketiga, dilakukan pengkomplekan besi sitrat dari karat pada botol,
langkah pertama adalah mencuci botol dengan detergen yang berfungsi untuk
menghilangkan pengotor yang menempel pada botol dan untuk membuktikan bahwa yang
menempel pada botol adalah logam atau pengotor. Logam tidak dapat larut dalam detergen,
sehingga ketika botol dibersihkan akan menyisakan logam yang masih menempel. Logam
kemudian dilarutkan dalam air. Hasilnya ketika dihitung nilai absorbansinya adalah negatif
sehingga percobaan tidak dilanjutkan. Hasil negatif dapat disebabkan karena pengunaan
botol yang sama sehingga masih ada pengaruh dari etanol yang menyebabkan pengukuran
menjadi tidak akurat.
20
BAB IV
PNUTUP
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari percobaan kali ini sebagai berikut :
1. Dari hasil percobaan di dapat umus kimia kompleks dari padatan yang didapat dari
CuSO4.7H2O adalah [Cu(NH3)6]( SO42-)3
2. Dari hasil percobaan di dapat perbandingan bilangan bulat dari rumus kimia kompleks
CuSO4.7H2O adalah 1 : 6 : 3
3. Hasil rendemen proses sintesis kompleks “obat anemia” besi askorbat sebesar 18,163 %
pada teoritis dan 35,24 % pada percobaan
4. Massa besi askorbat yang terdapat pada sampel vitamin C sebesar 0,6188 gram
5. Kompleksasi “logam karat” dalam wadah didapatkan hasil yang sedikis, karena pelarutan
menggunakan air tidak maksimal
21
DAFTAR PUSTAKA
Svehla, G. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro. Jakarta: PT. Kalman
Media Pustaka
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara. Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. Pasir Kwarsa.
http://www.tekmira.esdm.go.id/data/pasirkwarsa diakses pada 20 oktober 2018 20.00
WIB.
22
LAMPIRAN
A. Pembuatan Larutan
23
0,540
0,659
0,6000 gram Biru +++ 654 nm 0,659 0,65867
0,658
24
3.Asam Sitrat + alcohol 4.Asam Sitrat + alcohol (dalam botol)
λ (nm) Absorbansi λ (nm) Absorbansi
400 0,026 400 0,036
401 0,013 401 0,023
402 -0,003 402 0,012
403 -0,013 403 0,004
404 -0,009 404 -0,001
405 -0,017 405 -0,009
0.6
0.4
y = 1.0535x + 0.0193
0.2 R² = 0.9993
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8
Konsentrasi (Mol)
25
mol Cu dari grafik
Y = mx+c
Y = 1,0535x + 0,0193
0,674 = = 1,0535x + 0,0193
1,0535x = 0,674 - 0,0193
1,0535x = 0,6547
X = 0,6214
H. Standarisasi
Standarisasi HCl dengan boraks
Pembacaan Titrasi ke -
1 2
Awal 0 0
Akhir 11,8 11,8
Penggunaan 11,8 11,8
Rata rata 11,8
26
K. % rendemen
𝑀𝑟 [Cu(NH3)6]( SO42−)𝟑
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 = 𝑋 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑀𝑟 𝐶𝑢𝑆𝑂4. %𝐻2𝑂
453,5 𝑔/𝑚𝑜𝑙
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 = 𝑋 10,0000 𝑔𝑟𝑎𝑚
249,68 𝑔/𝑚𝑜𝑙
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 = 𝑚𝑜𝑙 𝐹𝑒 𝑥 𝑀𝑟
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙
% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 𝑋 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,6188 𝑔𝑟𝑎𝑚
% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 𝑋 100%
1,756 𝑔𝑟𝑎𝑚
% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 35,24 %
27
LAMPIRAN FOTO
3. Karat Logam
28