Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR

KONSUMSI OKSIGEN PADA IKAN


LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus), IKAN BANDENG
(Chanos chanos) DAN IKAN NILEM (Osteochilus hasselti)

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas laporan akhir praktikum
Mata Kuliah Fisiologi Hewan Air semester ganjil

Disusun oleh :

Maghfira Zahra D. 230110160077


Haifa Chairunnisa 230110160098
Dela Nur’aini K. 230110160144

Kelas :
Perikanan B/Kelompok 5

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2017
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Praktikum Laporan Akhir Praktikum Fisiologi Hewan Air


Konsumsi Oksigen Ikan Lele Sangkuriang (Clarias
gariepinus), Ikan Bandeng (Chanos chanos), dan Ikan
Nilem (Osteochilus hasselti)
Kelas Perikanan – B
Kelompok Nama NPM
1. Maghfira Zahra D. 230110160077
2. Haifa Chairunnisa 230110160098
3. Dela Nur’aini K. 230110160144

Jatinangor, November 2017

Asisten Laboratorium

Amsal Loudikia Tarigan


NPM. 230110150132

Dosen Penanggung Jawab Praktikum


Mata Kuliah Fisiologi Hewan Air

Irfan Zidni, S.Pi.,MP.


NIP. 19901112 201604 3 001

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat melaksanakan sebuah
praktikum dan menyelesaikannya dengan baik hingga menjadi sebuah laporan akhir
praktikum.
Laporan akhir praktikum ini mengenai “Laporan Akhir Praktikum Fisiologi
Hewan Air Konsumsi Oksigen Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus), Ikan
Bandeng (Chanos chanos) dan Ikan Nilem (Osteochilus hasselti)”. Laporan
tersebut kami susun dengan sistematis dan sebaik mungkin berdasarkan pada hasil
praktikum yang sebenarnya.
Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang
sangat berperan penting dalam proses kegiatan praktikum ini. Kami menyadari
sebagai manusia tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu, kami akan menerima
jika ada saran maupun kritik terhadap laporan praktikum yang telah kami susun ini.

Jatinangor, November 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

BAB Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ..................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. vii

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2 Tujuan Praktikum ................................................................ 2
1.3 Kegunaan Praktikum............................................................ 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Ikan Lele .............................................................................. 3
2.1.1 Klasifikasi Lele .................................................................... 3
2.1.2 Habitat.................................................................................. 4
2.2 Ikan Bandeng ....................................................................... 4
2.2.1 Klasifikasi Bandeng ............................................................. 5
2.2.2 Habitat Bandeng .................................................................. 5
2.3 Ikan Nilem ........................................................................... 6
2.3.1 Klasifikasi Nilem ................................................................. 6
2.3.2 Habitat Nilem....................................................................... 6
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Oksigen ...... 7
2.5 Konsumsi Oksigen .............................................................. 7
2.6 Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Oksigen ................ 6
3 BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu ............................................................... 9
3.2 Alat dan Bahan..................................................................... 9
3.2.1 Alat yang Digunakan ........................................................... 9
3.2.2 Bahan yang Digunakan ........................................................ 9
3.4 Prosedur Praktikum..............................................................
3.3 Metode Praktikum ............................................................... 10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Data Kelompok .................................................................... 12
4.2 Data Angkatan ..................................................................... 14

iii
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .......................................................................... 19
5.2 Saran .................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 20
LAMPIRAN ................................................................................... 21

iv
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


1 Alat yang Digunakan dalam Praktikum .......................................... 9
2 Bahan yang Digunakan dalam Praktikum ....................................... 9
3 Data Hasil Kelompok 5 ................................................................... 12

v
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


1 Ikan Lele Sangkuriang .................................................................... 1
2 Ikan Bandeng................................................................................... 4
3 Ikan Nilem ....................................................................................... 5
4 Prosedur Praktikum Ikan Lele ......................................................... 10
5 Prosedur Praktikum Ikan Bandeng .................................................. 11
6 Prosedur Praktikum Ikan Nilem ...................................................... 11
7 Grafik Data Hasil Pengamatan Kelompok 5 ................................... 12
8 Grafik Data Konsumsi Oksigen Ikan Lele, Bandeng, dan Nilem ... 15

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman


1 Alat................................................................................................ 21
2 Bahan ............................................................................................ 22
3 Kegiatan ........................................................................................ 22
4 Data Kelompok ............................................................................. 23
5 Data Angkatan .............................................................................. 23

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas, sehingga jika
ketersediaannya dalam air tidak mencukupi kebutuhan ikan, maka segala aktivitas
dan proses pertumbuhan ikan akan tergangu, bahkan akan mengalami kematian.
Menurut Zonneveld et al. (1991), kebutuhan oksigen mempunyai dua aspek yaitu
kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuan konsumtif yang
bergantung pada keadaan metabolisme ikan (Sutimin 2006).
Konsumsi oksigen menurut Affandi (2002) sebagai indikator respirasi juga
menunjukkan metabolisme energetik. Pengertian dari metabolisme dasar itu sendiri
adalah kuantitas oksigen yang dikonsumsi ketika ikan berada pada kondisi istirahat,
tidak makan, dan dalam lingkungan yang netral. Metabolisme dasar pada ikan lebih
rendah dibandingkan dengan binatang lainnya karena ikan adalah hewan
poikilotermal dan energi untuk menopang tubuhnya sangat sedikit sedangkan
energi yang dibuang lewat ekskresi sangat rendah. Namun, ternyata hewan air
membutuhkan oksigen dengan jumlah yang berbeda-beda tergantung pada jenis,
ukuran, kondisi fisiologis dan variabel lingkungan seperti suhu, kadar oksigen
terlarut, kadar karbondiksida, salinitas, dan lain-lain.
Kebutuhan oksigen antara satu spesies dengan spesies yang lain dipengaruhi
oleh beberapa faktor, seperti ukuran tubuh, aktivitas, musim, serta suhu perairan.
Ikan yang mempunyai aktivitas tinggi (metabolisme tinggi) memerlukan oksigen
lebih banyak. Oksigen yang tersedia di dalam air haruslah mencukupi kebutuhan
oksigen pada ikan tanpa kekurangan (Cholik et al. 1991).
Ikan bandeng mampu menyesuaikan diri terhadap salinitas air (euryhaline)
sehingga dapat hidup di air tawar (salinitas antara 0-5 ppt) maupun air asin (salinitas
> 30). Pada salinitas tinggi (30-50 ppt) pertumbuhan ikan bandeng lebih lambat
yang diakibatkan oleh rendahnya oksigen terlarut dalam air. Rendahnya kadar
oksigen dapat berpengaruh terhadap fungsi biologis dan lambatnya pertumbuhan,
bahkan dapat mengakibatkan kematian (Ahmad T 1998). Ikan nilem merupakan

1
2

salah satu jenis ikan yang sensitif terhadap kandungan oksigen terlarut dalam media
air tempat hidupnya. Sedangkan ikan lele mempunyai organ arborescent yang
merupakan alat pernapasan tambahan dan memungkinkan ikan ini untuk
mengambil oksigen dari udara di luar air. Ikan lele memiliki kemampuan hidup di
dalam lumpur dan air dengan kandungan oksigen rendah. Oleh karena itu perlu
dilakukan pengukuran kadar oksigen yang cukup untuk kebutuhan hidup masing-
masing ikan.

1.2 Tujuan
Tujuan praktikum adalah untuk menganalisis konsumsi oksigen pada
berbagai jenis ikan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.3 Manfaat
Manfaat praktikum adalah memberikan informasi mengenai konsumsi
oksigen pada berbagai jenis ikan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Ikan Lele


Ikan lele merupakan ikan yang hidup di air tawar. Secara alami ikan ini
bersifat nocturnal, yang artinya aktif pada malam hari atau lebih menyukai tempat
yang gelap (Blaxter 1969). Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) mempunyai
bentuk tumbuh memanjang, berkulit licin, berlendir, dan tidak bersisik. Bentuk
kepala menggepek (depress), dengan mulut yang relatif lebar, mempunyai empat
pasang sungut. Lele sangkuriang (Clarias gariepinus) memiliki tiga sirip tunggal
yakni sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur yang memudahkan lele berenang.
Sirip dada dilengkapi dengan sirip yang keras dan runcing yang disebut dengan
patil. Patil ini berguna sebagai senjata dan alat bantu untuk bergerak (Khairuman
dan Amri 2005).
Ikan ini bersifat karnivor, mempunyai bentuk tubuh yang memanjang dan
berkulit licin (Chen 1976). Ikan lele mempunyai organ arborescent yang
merupakan alat pernapasan tambahan dan memungkinkan ikan ini untuk
mengambil oksigen dari udara di luar air. Ikan lele memiliki kemampuan hidup di
dalam lumpur dan air dengan kandungan oksigen rendah. Hal ini disebabkan karena
ikan ini memiliki alat pernapasan tambahan (arborescent) yang terdapat di dalam
ruang udara sebelah atas insang, sehingga ikan lele dapat mengambil oksigen untuk
bernapas langsung dari udara di luar air (Suyanto 2007).

2.1.1 Klasifikasi
Ikan lele dapat di klasifikasikan secara taksonomi (Irianto 2007) sebagai
berikut:
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Ostariophysi
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Species : Clarias gariepinus

3
4

Gambar 1. Ikan Lele Sangkuriang


(Sumber : Kordi dan Ghufron 2010)
2.1.2 Habitat
Perairan tawar merupakan habitat hidup ikan lele. Ikan lele dapat hidup dan
berkembang dengan baik di sungai dengan aliran air yang tidak terlalu deras,
saluran irigasi, kolam dengan sumber air dari air tanah maupun sumur di perairan
dengan kondisi yang buruk, seperti air comberan, perairan yang berlumpur, maupun
di sawah dengan ketinggian air 10-15 cm, asalkan tidak di karbol dan kreolin. Lele
juga dapat hidup di perairan miskin kandungan oksigen terlarutnya, memungkinkan
ikan lele mampu mengambil oksigen langsung dari udara untuk pernapasannya.
Namun, pada dasarnya ikan lele dapat tumbuh optimal di perairan dengan
kandungan oksigen terlarut 4 mg/liter, kandungan CO2 berkisar antara 0-10
mg/liter, pH berkisar antara 6-8 dan temperature ideal berkisar antara 26-29 ̊C, NH3
sebesar 0,05 ppm, NO2 sebesar 0,25 ppm dan NO3 sebesar 250 ppm (Suhestri 2014).

2.2 Ikan Bandeng


Ikan bandeng memiliki nama lain, yaitu dikenal dengan milkfish. Ikan ini
memiliki tubuh langsing dengan sirip ekornya bercabang sehingga mampu
berenang dengan cepat. Ikan bandeng termasuk jenis ikan pemakan plankton, yang
bersifat euryhaline sehingga, dapat hidup di air tawar maupun asin. Ikan bandeng
dikenal oleh masyarakat sebagai ikan yang hidup di air payau atau ikan yang berasal
dari tambak (Kartamiharja 2009).

2.2.1 Klasifikasi
Berikut ini adalah klasifikasi ikan bandeng secara taksonomi menurut
Saanin (1968):
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Gonorhynchiformes
5

Famili : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos

Gambar 2. Ikan Bandeng


(Sumber: Asosiasi Perikanan Pole&Line dan Headline Indonesia 2016)

2.2.2 Habitat
Ikan bandeng banyak dikenal sebagai ikan air tawar, habitat asli ikan
bandeng yang sebenarnya di laut, tetapi ikan ini hidup di air tawar dan air payau.
Ikan ini biasanya hidup di perairan littoral. Pada musim kawin. induk ikan bandeng
biasanya hidup berkelompok dan tidak jauh hidup di pantai dengan perairan yang
mempunyai karakteristik perairan jernih, dan pantai berpasir dan berkarang dengan
kedalaman air antara 10-30 meter.

2.3 Ikan Nilem


Ikan nilem (Osteochilus hasselti) adalah salah satu hewan vertebrata atau
ikan yang hidup di air tawar dan bernapas dengan insang. Bentuk badan mirip ikan
mas, tetapi badannya lebih memanjang dan pipih dengan sirip punggung relatif
lebih panjang. Ikan nilem merupakan jenis ikan herbivora yang makanannya terdiri
atas lumut dan tumbuhan pelekat (Radiopoetro 1991). Ikan nilem merupakan salah
satu jenis ikan yang sensitif terhadap kandungan oksigen terlarut dalam media air
tempat hidupnya. Menurut Wrjayanti et al. (1995) bahwa ikan nilem dapat
berkembang dengan baik pada media dengan kandungan oksigen terlarut sebesar
4,0-4,2 ppm hingga 6,0-7,7 ppm.

2.3.1 Klasifikasi
Berikut ini adalah klasifikasi Ikan nilem (Osteochilus hasselti) menurut
Saanin (1968) :
Kingdom : Animalia
6

Phylum : Chordata
Class : Pisces
Ordo : Ostariophysi
Famili : Cyprinidae
Genus : Osteochilus
Spesies : Ostheochilus hasselti

Gambar 3. Ikan Nilem (Ostheochilus hasselti)


(Sumber : Retno 2002)
2.3.2 Habitat
Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan endemik (asli) Indonesia
yang hidup di sungai – sungai dan rawa – rawa. Di habitat tersebut mudah
ditumbuhi pakan alami dari kelompok peryphyton seperti cyanophyceae,
chlorophyceae yang berfungsi sebagai sumber makanan penting bagi invertebrata,
berudu, dan ikan. Ikan nilem hidup di lingkungan air tawar dengan kisaran
kandungan oksigen terlarut yang cukup yaitu 5-8 mg/L (Cholik et al. 2005).

2.4 Oksigen Terlarut


Oksigen terlarut adalah tingkat saturasi udara di air yang dinyatakan dalam
kadar mg per liter air atau part per million (ppm). Oksigen terlarut (Dissolved
Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses
metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk
pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk
oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama
oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan
hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin 2000).
Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan
nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen
terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme (Swingle
1968). Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi
dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan
7

tersebut. Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung sari beberapa faktor,
seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus,
gelombang dan pasang surut.

2.4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Oksigen Terlarut di Perairan


Banyaknya oksigen yang terlarut dalam air bergantung pada: 1. Tekanan
yang terdapat pada air. Semakin besar tekanan gas oksigen terhadap permukaan air,
semakin besar oksigen yang larut dalam air (berbanding lurus); 2. Suhu pada air.
Semakin dingin suhu air, semakin besar oksigen yang larut dalam air (berbanding
terbalik); 3. Jumlah mineral yang larut dalam air. Semakin besar mineral yang
terkandung dalam air, semakin kecil oksigen yang larut dalam air (berbanding
terbalik).
Kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya
suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan,
kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara
bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan
terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin
berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan
oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik.

2.5 Konsumsi Oksigen


Konsumsi oksigen menurut Affandi (2002) sebagai indikator respirasi juga
menunjukkan metabolisme energetik. Pengertian dari metabolisme dasar itu sendiri
adalah kuantitas oksigen yang dikonsumsi ketika ikan berada pada kondisi istirahat,
tidak makan, dan dalam lingkungan yang netral. Metabolisme dasar pada ikan lebih
rendah dibandingkan dengan binatang lainnya karena ikan adalah hewan
poikilotermal dan energi untuk menopang tubuhnya sangat sedikit sedangkan
energi yang dibuang lewat ekskresi sangat rendah. Namun, ternyata hewan air
membutuhkan oksigen dengan jumlah yang berbeda-beda tergantung pada jenis,
ukuran, kondisi fisiologis dan variabel lingkungan seperti suhu, kadar oksigen
terlarut, kadar karbondiksida, salinitas, dan lain-lain.
Menurut Affandi (2002) peranan oksigen dalam kehidupan ikan merupakan
7

zat yang mutlak dibutuhkan oleh tubuh yaitu untuk mengoksidasi zat makanan
(karbohidrat, protein dan lemak) sehingga dapat menghasilkan energi.
Laju konsumsi oksigen adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk
respirasi selama waktu tertentu. Pengukuran laju konsumsi oksigen pada ikan dapat
menggunakan respirometer. Pada dasarnya pengukuran LKO2 dengan
menggunakan respirometer ada dua jenis, yaitu untuk mengukur konsumsi oksigen
pada kondisi air mengalir (sistem dinamis) dan kondisi air tenang (statis).
Konsumsi oksigen adalah banyaknya oksigen yang dikonsumsi (mg, ml)
persatuan berat ikan (g, kg) persatuan waktu (detik, jam) (Moyle dan Cech 1990).
Konsumsi oksigen pada setiap jenis ikan berbeda-beda. Konsumsi oksigen
dipengaruhi oleh beberapa factor seperti temperature, ukuran tubuh dan aktifitas
yang dilakukannya (Djuhanda, 1981).
Kelangsungan hidup ikan sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam
memperoleh oksigen yang cukup dari lingkungannya. Berkurangnya oksigen
terlarut dalam perairan, tentu saja akan mempengaruhi fisiologi respirasi ikan. Dan
hanya ikan yang memiliki sistem respirasi yang sesuai yang dapat bertahan hidup
(Fujaya 2004). Menurut Ville et al. (1998), konsumsi oksigen digunakan untuk
menilai laju metabolisme ikan sebab sebagian besar energi berasal dari
metabolisme aerobik. Menurut Fujaya (2004) oksigen sebagai bahan pernapasan
dibutuhkan oleh sel untuk berbagai metabolisme.

2.5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Oksigen


Menurut Lagler (1977) konsumsi oksigen dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:
a. Intensitas dari metabolisme oksidatif dalam sel
b. Kecepatan pertukaran yang mengkontrol perpindahan air disekitar insang yang
berdifusi melewatinya
c. Faktor internal yaitu kecepatan sirkulasi darah dan volume darah yang dibawa
menuju insang
d. Afinitas oksigen dari haemoglobin.
8

Menurut Zonneveld (1991) dalam Aristiawan (2012) bahwa faktor yang


mempengaruhi konsumsi oksigen pada ikan, yaitu (1) aktifitas ikan dimana ikan
dengan aktifitas tinggi misalnya ikan yang aktif berenang akan mengkonsumsi
oksigen jauh lebih banyak dari pada ikan yang tidak aktif; (2) ukuran ikan dimana
ikan yang ukurannya lebih kecil, kecepatan metabolismenya lebih tinggi daripada
ikan yang ukurannya lebih besar sehingga konsumsi oksigennya lebih banyak; (3)
umur dimana ikan yang masih berumur masih muda akan mengkonsumsi oksigen
lebih banyak daripada ikan yang lebih tua; (4) temperatur dimana ikan yang berada
pada temperatur tinggi laju metabolismenya tinggi sehingga konsumsi oksigennya
lebih banyak.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Kegiatan praktikum fisiologi hewan air konsumsi oksigen pada ikan lele, ikan
bandeng dan ikan nilem dilaksanakan pada pada hari Selasa,24 Oktober 2017, 31
Oktober 2017, dan 7 November 2017 yang bertempat di Laboratorium Akuakultur
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Jatinangor,
Sumedang.

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum konsumsi oksigen adalah
sebagai berikut:
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum konsumsi oksigen adalah sebagai
berikut:
Tabel 1. Alat yang Digunakan dalam Praktikum
No Nama Alat Fungsi
1. Wadah plastik Tempat percobaan
Alat untuk mengukur kandungan
2. DO meter
oksigen terlarut dalam air
3. Jam tangan Penunjuk waktu
4. Timbangan Mengukur bobot ikan
Bahan pelapis/ penutup terbuat dari
5. Cling wrap
plastik

3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum konsumsi oksigen adalah sebagai
berikut:
Tabel 2. Bahan yang Digunakan dalam Praktikum
No Nama Bahan Fungsi
1. Ikan lele Objek pengamatan
2. Ikan bandeng Objek pengamatan
3. Ikan nilem Objek pengamatan
4. Air tawar Media ikan selama pengamatan
5. Air payau Media ikan selama pengamatan

9
10

3.3 Metode Praktikum


Metode yang digunakan dalam praktikum konsumsi oksigen pada ikan lele,
ikan bandeng dan ikan nilem yaitu studi literatur dan observasi.

3.3.1 Observasi
Menurut Kamus Ilmiah Populer (dalam Suardeyasasri 2010), observasi
berarti suatu pengamatan yang teliti dan sistematis, dilakukan secara berulang-
ulang.

3.3.2 Studi Literatur


Studi literatur adalah mencari referensi teori yang relevan dengan kasus atau
permasalahan yang ditemukan. Referensi harus memuat tinjauan pustaka yang bisa
mendukung dari kegiatan praktikum. Referensi ini dapat dicari dari buku, jurnal,
artikel laporan penelitian, dan situs-situs di internet. Output dari studi literatur ini
adalah terkoleksinya referensi yang relevan dengan perumusan masalah (Abidin
2009).

3.4 Prosedur Praktikum


Prosedur yang dilakukan dalam praktikum konsumsi oksigen pada ikan lele,
ikan bandeng dan ikan nilem yaitu:

3.4.1 Konsumsi Oksigen pada Ikan Lele


Prosedur yang dilakukan dalam praktikum konsumsi oksigen pada ikan lele adalah
sebagai berikut:
11

Wadah plastik diisi air penuh

Oksigen terlarutnya diukur dengan menggunakan DO meter

Ikan lele ditimbang

Ikan lele dimasukkan ke wadah plastik tanpa ada air yang memercik

Wadah percobaan ditutup dengan cling wrap, agar tidak ada kontak dengan
udara luar

Wadah percobaan dibiarkan selama 15,30, 45, dan 60 menit

Penutup plastik dibuka, lalu diukur DO akhir menggnakan DO meter. Setelah


itu, ikan dipindahkan ke akuarium semula
Gambar 4. Prosedur Praktikum Ikan Lele

3.4.2 Konsumsi Oksigen pada Ikan Bandeng


Prosedur yang dilakukan dalam praktikum konsumsi oksigen pada ikan
bandeng adalah sebagai berikut:

Wadah plastik diisi air penuh

Oksigen terlarutnya diukur dengan menggunakan DO meter

Ikan lele ditimbang

Ikan bandeng dimasukkan ke wadah plastik tanpa ada air yang memercik

Wadah percobaan ditutup dengan cling wrap, agar tidak ada kontak dengan
udara luar

Wadah percobaan dibiarkan selama 15,30, 45, dan 60 menit

Penutup plastik dibuka, lalu diukur DO akhir menggnakan DO meter. Setelah


itu, ikan dipindahkan ke akuarium semula
Gambar 5. Prosedur Praktikum Ikan Bandeng

3.4.2 Konsumsi Oksigen pada Ikan Nilem


Prosedur yang dilakukan dalam praktikum konsumsi oksigen pada ikan nilem
adalah sebagai berikut:
12

Wadah plastik diisi air penuh

Oksigen terlarutnya diukur dengan menggunakan DO meter

Ikan lele ditimbang

Ikan nilem dimasukkan ke wadah plastik tanpa ada air yang memercik

Wadah percobaan ditutup dengan cling wrap, agar tidak ada kontak dengan
udara luar

Wadah percobaan dibiarkan selama 15,30, 45, dan 60 menit

Penutup plastik dibuka, lalu diukur DO akhir menggnakan DO meter. Setelah


itu, ikan dipindahkan ke akuarium semula
Gambar 6. Prosedur Praktikum Ikan Nilem
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Data Kelompok


Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan oleh kelompok 5 didapatkan
data konsumsi oksigen sebagai berikut:

Data Hasil Pengamatan Kelompok 5


6.6
5.5
6
6.3
Dissolved Oxygen (mg/L)

7
6 4
5
4 3.3 3 1.1
2
3
Nilem (18 g, 25,7oC)
2
Bandeng (7 g, 25oC)
1
Lele (25 g, 25,4oC)
0
DO awal DO akhir Konsumsi O2
(mg/L) (mg/L) (mg/L)

Gambar 7. Grafik Data Hasil Pengamatan Kelompok 5

Pada praktikum fisiologi hewan air mengenai konsumsi oksigen pada ikan
digunakan tiga objek ikan yaitu ikan lele, bandeng dan nilem. Ikan lele memiliki
alat pernafasan tambahan sehingga ikan ini lebih dapat bertahan lama di perairan
dimana penggunan arborescent saat insang masih basah. Data hasil konsumsi
oksigen pada ikan lele sebesar 3 mg/L dengan bobot sebesar 25 gram memiliki
konsumsi oksigen 3 mg/L. Ikan lele cenderung berada di bagian pojok wadah. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Aisya et al (2015) bahwa penurunan tingkat konsumsi
oksigen ini menyebabkan kondisi tubuh ikan yang semakin lemah dan kurangnya
energi sehingga aktivitasnya menjadi lambat. Adaptasi ikan terhadap penurunan
oksigen menempatkan dirinya di daerah sudut, karena suhu di daerah tersebut lebih
dingin, sehingga diperkirakan bagian pojok dari wadah tersebut memiliki kadar
oksigen yang lebih besar. Kadar oksigen terlarut mempengaruhi

12
13

metabolisme dalam tubuh ikan lele dimana kadar oksigen terlarut tersebut
dipengaruhi oleh suhu. Menurut Ali (1989) bahwa suhu air kurang dari 24 ˚C dapat
menyebabkan mudahnya ikan lele terserang jamur, sedangkan suhu yang terlalu
tinggi akan menyebabkan ikan stres dan dapat mengalami gangguan pertumbuhan
dan penurunan bobot.
Data hasil konsumsi oksigen pada ikan bandeng sebesar 2 mg/L dengan bobot
sebesar 7 gram. Pada pengamatan kali ini, DO awal ikan bandeng sebesar 6 mg/L
sesuai dengan pernyataan menurut LIPTAN (2000), bahwa konsentrasi oksigen
terlarut yang ideal untuk kehidupan ikan bandeng adalah lebih besar dari 5 mg/L.
Walaupun pada konsentrasi di bawah 5 mg/L masih hidup namun pertumbuhannya
lambat. Ikan bandeng dapat hidup di air tawar walaupun habitat hidupnya di laut.
Data hasil konsumsi oksigen pada ikan nilem sebesar 1,1 mg/L dengan bobot
sebesar 18 gram. Ikan nilem merupakan salah satu jenis ikan yang sensitif terhadap
kandungan oksigen terlarut dalam media air tempat hidupnya. Menurut Wrjayanti
et al. (1995) bahwa ikan nilem dapat berkembang dengan baik pada media dengan
kandungan oksigen terlarut sebesar 4,0-4,2 ppm hingga 6,0-7,7 ppm.
Data hasil konsumsi oksigen antara ikan lele, bandeng dan nilem
menunjukkan bahwa konsumsi oksigen tertinggi terdapat pada ikan lele
dikarenakan bobot dari ikan lele tersebut lebih besar dibandingkan ikan nilem dan
bandeng. Hal ini sesuai dengan pendapat menurut Djawad dkk (2003) bahwa
semakin besar suatu organisme maka mengkonsumsi oksigen semakin besar pula
karena semua anggota tubuhnya bergerak memerlukan energi yang berasal dari
oksigen dan makanan (terjadi metabolisme dalam tubuh). Hasil konsumsi oksigen
ikan lele dipengaruhi juga dengan adanya arborescent dimana arborescent akan
digunakan ketika insang lele tersebut basah. Hasil konsumsi oksigen terkecil pada
ikan nilem, namun ukuran tubuh ikan nilem lebih besar dibandingkan ikan bandeng
yang berarti bahwa konsumsi oksigen. Ikan dipengaruhi oleh ukuran dari ikan itu
sendiri karena tiap ikan memiliki ukuran tubuh yang berbeda, dapat pula
dipengaruhi oleh aktifitas ikan yang berbeda antar jenis ikan, dan suhu pada media
pengamatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan menurut Zonneveld (1991) dalam
Aristiawan (2012) bahwa faktor yang mempengaruhi konsumsi oksigen pada ikan,
14

yaitu (1) aktifitas ikan dimana ikan dengan aktifitas tinggi misalnya ikan yang aktif
berenang akan mengkonsumsi oksigen jauh lebih banyak dari pada ikan yang tidak
aktif; (2) ukuran ikan dimana ikan yang ukurannya lebih kecil, kecepatan
metabolismenya lebih tinggi daripada ikan yang ukurannya lebih besar sehingga
konsumsi oksigennya lebih banyak; (3) umur dimana ikan yang masih berumur
masih muda akan mengkonsumsi oksigen lebih banyak daripada ikan yang lebih
tua; (4) temperatur dimana ikan yang berada pada temperatur tinggi laju
metabolismenya tinggi sehingga konsumsi oksigennya lebih banyak.

4.2 Data Angkatan


Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan menghasilkan data angkatan
dalam bentuk grafik mengenai konsumsi oksigen ikan. Ikan yang digunakan adalah
ikan lele, bandeng, dan nilem. Berikut adalah grafik rata-rata konsumsi oksigen
ketiga ikan tersebut yaitu sebagai berikut.

(a)
1.8 1.62
Konsumsi Oksigen (mg/L)

1.6
1.4
1.2
1 0.91
0.74
0.8
0.6 0.52
0.4
0.2
0
Perikanan A (30) Perikanan B (60) Perikanan C (45) Kelautan (15)

Waktu pengamatan (menit)


15

(b)
1.4
1.2 1.2
1.2 1.1
Konsumsi Oksigen (mg/L)

1.0
1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0
Perikanan A (50) Perikanan B (30) Perikanan C (60) Kelautan (40 Menit)
Waktu Pengamatan (menit)

(c)
2.0 1.8
1.8
Konsumsi Oksigen (mg/l)

1.6
1.4
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
0.6
0.4
0.2 0.0
0.0
Perikanan A (30) Perikanan B (20) Perikanan C (50) Kelautan (xx)
Waktu Pengamatan (menit)

Gambar 8. Grafik Konsumsi Oksigen pada Ikan (a) Lele, (b) Bandeng, dan (c)
Nilem

Berdasarkan grafik didapatkan rata-rata konsumsi oksigen pada ikan lele


tertinggi pada kelas B dikarenakan waktu pengamatan yang dilakukan pada pagi
hari (suhu rendah) sehingga kadar oksigen terlarut diperairan tinggi dan waktu
pengamatan (60 menit) yang lebih lama daripada kelas lainnya. Rata-rata konsumsi
oksigen terendah pada kelas kelautan dikarenakan waktu pengamatan yang
dilakukan pada siang hari (suhu tinggi) sehingga kadar oksigen terlarut diperairan
rendah dan waktu pengamatan yang tercepat daripada kelas lainnya (15 menit). Hal
16

ini sesuai dengan pernyataan Wetzel (2001) bahwa oksigen dalam perairan
mempunyai hubungan berbanding terbalik dan non linier dengan suhu dan
kelarutan oksigen meningkat sesuai dengan penurunan suhu.
Rata-rata konsumsi oksigen pada ikan bandeng tertinggi pada kelas A (50
menit) karena praktikum dilakukan pada pagi hari (suhu rendah) sehingga kadar
oksigen terlarut tinggi dan terendah pada kelas C (60 menit) dikarenakan kelas C
melakukan pengamatan pada siang hari (suhu tinggi) sehingga kadar oksigen
terlarut rendah.
Rata-rata konsumsi oksigen pada ikan nilem tertinggi pada kelas C yang
melakukan praktikum pada siang hari (suhu tinggi), hal ini terjadi dikarenakan
lamanya waktu pengamatan (50 menit) yang lebih tinggi dibandingkan kelas
lainnya, dan rata-rata konsumsi oksigen terendah pada kelas B (20 menit) yang
melakukan praktikum pada pagi hari (suhu rendah), hal ini terjadi dikarenakan
lamanya waktu pengamatan yang lebih cepat dibandingkan kelas lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa perhitungan konsumsi oksigen ikan diperairan juga
dipengaruhi oleh lamanya waktu pengamatan. Semakin lama waktu dalam
pengamatan, maka ikan akan mengkonsumsi oksigen lebih banyak di media
pengamatan sehingga nilai konsumsi oksigen menjadi tinggi dan berkurangnya DO
di media pengamatan yang dapat menyebabkan kematian ikan jika DO di perairan
tersebut habis dikarenakan penutupan media menggunakan cling wrap dan oksigen
terlarut tersebut digunakan oleh ikan itu sendiri.
Grafik data angkatan menunjukan konsumsi oksigen ikan lele, bandeng, dan
nilem berbeda-beda. Perbedaan jenis ikan tersebut mempengaruhi konsumsi
oksigen dikarenakan setiap jenis ikan memiliki ukuran dan aktifitas tubuh yang
berbeda. Menurut Djawad dkk (2003), bahwa semakin besar suatu organisme maka
mengkonsumsi oksigen semakin besar pula karena semua anggota tubuhnya
bergerak memerlukan energi yang berasal dari oksigen dan makanan (terjadi
metabolisme dalam tubuh). Selain itu konsumsi oksigen dipengaruhi oleh suhu
perairan. Grafik angkatan menunjukkan bahwa suhu perairan antar kelas yang
melakukan praktikum berbeda menyebabkan kadar DO yang berbeda sehingga
mempengaruhi kehidupan ikan. Menurut pernyataan Haetami dan Sukaya (2005)
17

bahwa suhu air mempengaruhi proses fisiologis ikan meliputi pernafasan,


reproduksi dan metabolisme. Suhu air meningkat (sampai batas tertentu), maka laju
metabolisme juga akan meningkat yang pada gilirannya meningkatkan konsumsi
dan pertumbuhan ikan. Selama praktikum kali ini tercatat perubahan suhu air pada
kelas yang melakukan praktikum di pagi hari dan siang hari yang cukup besar
berkisar antara 7-8 oC, kondisi ini menyebabkan ikan-ikan yang terganggu
pertumbuhannya mengalami stress dan mati. Suhu perairan dapat menaikkan atau
menurunkan kadar oksigen terlarut diperairan. Ketika suhu di perairan tinggi maka
terjadi penguapan di perairan dan menyebabkan kadar oksigen terlarut di perairan
rendah, saat kadar oksigen terlarut rendah namun jenis ikan di perairan tersebut
merupakan jenis ikan yang aktif bergerak dan berukuran kecil maka ikan tersebut
akan kekurangan oksigen untuk metabolisme tubuhnya karena ikan kecil memiliki
kebutuhan oksigen yang tinggi namun dalam konsumsi oksigennya rendah sehingga
ikan tersebut akan mati. Berbeda halnya dengan ikan berukuran besar di perairan
yang memiliki kadar DO rendah, ikan tersebut masih dapat hidup karena kebutuhan
oksigennya rendah namun konsumsi oksigennya tinggi.
Menurut Salmin (2005), ukuran ikan mempengaruhi jumlah konsumsi
oksigen karena ikan yang berukuran kecil cenderung memiliki aktivitas
metabolisme yang lebih kecil di seluruh tubuhnya sehingga kebutuhan akan oksigen
banyak namun konsumsi oksigen kecil. Menurut Fujaya (2004) bahwa
berkurangnya oksigen terlarut dalam perairan, tentu saja akan mempengaruhi
fisiologi respirasi ikan, dan hanya ikan yang memiliki sistem respirasi yang sesuai
dapat bertahan hidup.
Konsumsi oksigen dipengaruhi beberapa faktor yaitu aktifitas ikan, ukuran
ikan, dan suhu perairan. Menurut Zonneveld (1991) bahwa faktor yang
mempengaruhi konsumsi oksigen pada ikan, yaitu :
1. Aktifitas ikan dimana ikan dengan aktifitas tinggi misalnya ikan yang aktif
berenang akan mengkonsumsi oksigen jauh lebih banyak dari pada ikan yang tidak
aktif bergerak.
18

2. Ukuran ikan dimana ikan yang ukurannya lebih kecil, kecepatan metabolismenya
lebih tinggi daripada ikan yang ukurannya lebih besar sehingga konsumsi oksigen
lebih banyak.
3. Umur dimana ikan yang masih berumur masih muda akan mengkonsumsi
oksigen lebih banyak daripada ikan yang lebih tua.
4. Temperatur dimana ikan yang berada pada temperatur tinggi laju
metabolismenya tinggi sehingga konsumsi oksigennya lebih banyak.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Praktikum kali ini adalah mengetahui konsumsi oksigen pada ikan lele, ikan
bandeng dan ikan nilem. Hasil yang didapatkan pada kelompok 5 menunjukkan
bahwa konsumsi oksigen tertinggi terdapat pada ikan lele daripada konsumsi
oksigen pada ikan bandeng dan ikan nilem. Berdasarkan grafik data angkatan 2016
yang menunjukan rata-rata konsumsi oksigen pada ikan lele tertinggi pada kelas B
yaitu 1,62 mg/L dalam waktu 60 menit, rata-rata konsumsi oksigen pada ikan
bandeng tertinggi pada kelas A yaitu 1,2 mg/L dalam waktu 50 menit, rata-rata
konsumsi oksigen pada ikan nilem tertinggi pada kelas C yaitu 1,8 mg/L dalam
waktu 50 menit.
Perbedaan jenis ikan tersebut mempengaruhi konsumsi oksigen
dikarenakan setiap jenis ikan memiliki ukuran dan aktifitas tubuh yang berbeda dan
pengaruh suhu perairan dimana ikan yang berada pada temperatur tinggi laju
metabolismenya tinggi sehingga konsumsi oksigennya lebih banyak. Konsumsi
oksigen dipengaruhi beberapa faktor yaitu aktifitas ikan, ukuran ikan, dan suhu
perairan.

b. Saran
Sebaiknya praktikan pada saat sebelum praktikum berlangsung juga
praktikan harus paham materi dan prosedur pada praktikum tersebut untuk dapat
menjalani praktikum dengan baik dan meminimalisir kesalahan pada saat
praktikum.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, T. 1998. Budidaya Bandeng Secara Intensif. PT. Penebar Swadaya:


Jakarta.
Primanigtyas, Aisya W., Hastuti, Sri., Subandiyono .2015. Performa Produksi Ikan
Lele (Clarias Gariepinus) Yang Dipelihara Dalam Sistem Budidaya
Berbeda. Journal of Aquaculture Management and Technology Volume 4
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Semarang.

Ali AB, Izham M, Kamalden, Abas A. 1989. Preliminary Study on Catfish (Clarias
macrocephalus) Fry Transported in Plastic. Bag. Pertanika Vol 1. IPB.
Bogor.

Asosiasi Perikanan Pole&Line dan Headline Indonesia. 2016. Ikan Bandeng (internet).
http://www.ap2hi.org/?knowledge-sharing=ikan-bandeng
http://www.ap2hi.org/?knowledge-sharing=ikan-bandeng. Diakses pada tanggal
12 November 2017 pukul 20.00.

Djawad MI. 2003. Kondisi Histologi Insang Dan Organ. PT. Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta.

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan (Dasar Pengembangan Teknologi Ikan). Penerbit


Rineka Cipta: Jakarta.
Moyle, P.B. and J.J. Cech. 1982. Fishis an Introduction to Ichtyology. Prertice Hall,
Inc

Nur, Asma., Muchlisin, Zainal A., Hasri, Iwan.,2016. Pertumbuhan Dan


Kelangsungan Hidup Benih Ikan Peres (Osteochilus Vittatus) Pada Ransum
Harian Yang Berbeda. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan
Unsyiah Volume 1. Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah
Kuala Darussalam. Banda Aceh.

Ridwan, Affandi, EzranetI, Riri, Nirmala, dan Kukuh. 2009. Kondisi fisiologis ikan
bandeng (Chanos chanos Forskal) yang dipelihara pada media yang
terpapar merkuri dengan tingkat salinitas berbeda. Jurnal Sumberdaya
Perikanan. FPIK IPB. Bogor.

Stickney, R. R. 1979. Principles of Warmwater Aquaculture. John wiley and Sons,


Inc.,New York.

Wetzel RG. 2001. Limnology: lake and river ecosystems 3rd ed. San Diego:
Academic Press.

20
21

Wijayanti G.E. 1995. Studi Pendahuluan Untuk Peningkatan Mutu Benih Ikan
Nilem (Osteochilus hasselti C.V.) Melalui Seleksi Induk Dan Penetasan
Dalam Akuarium. Laporan Penelitian. Fakultas Biologi Unsoed.

Zonneveld, N., E.A. Huisman, and J.H. Boon. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan.
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
LAMPIRAN
LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat yang digunakan

DO meter Timbangan

Toples Cling wrap

Karet Gelang

21
22

Lampiran 2. Bahan yang digunakan

Ikan Bandeng Ikan nilem

Ikan lele

Lampiran 3. Kegiatan Praktikum

Ikan Lele ditimbang Ikan nilem ditimbang

Pengukuran DO DO awal ikan nilem


23

DO akhir ikan nilem DO awal ikan bandeng

DO akhir ikan lele


Lampiran 4. Data Hasil Kelompok 5
Data Hasil Pengamatan Kelompok 5
Jenis Ikan Bobot Suhu (oC) DO awal DO akhir Konsumsi
Ikan (g) (mg/L) (mg/L) O2 (mg/L)
Lele 25 25,4 6,3 3,3 3
Bandeng 7 25 6 4 2
Nilem 18 25,7 6,6 5,5 1,1

Lampiran 5. Data Angkatan


Data Hasil Pengamatan Kelas A
Konsumsi
Bobot Ikan DO awal DO akhir
Kelompok Oksigen
(gram) (mg/l) (mg/l)
(mg/l)
1 68 6,5 5,4 1,1
2 30 6,2 5,5 0,7
3 53 6,1 5,1 1
4 36 6 3,8 2,2
5 53 6,7 4,3 2,4
6 66 6,5 3,9 2,6
7 45 6,7 3,9 2,8
8 26 6 3,8 2,2
9 30 6,8 5,4 1,4
24

10 39 6,8 5,4 1,4


11 34 6,8 5,6 1,2
12 50 6,8 5,5 1,3
13 47 6,8 5,1 1,7
14 36 6,8 5,4 1,4
15 44 6,8 5,5 1,3
16 47 6,8 5 1,8
17 33 6 5 1
18 34 6 5,6 0,4
19 38 6 5,5 0,5
20 10 6 5,5 0,5
21 38 6 5,4 0,6
22 27 6 5,7 0,3
23 34 6 4,7 1,3
Rata-Rata 1,4

Tabel Data Hasil Pengamatan Kelas B


Konsumsi
Bobot Ikan DO akhir Oksigen
Kelompok (gram) DO awal (mg/l) (mg/l) (mg/l)
1 27 7,5 7 0,5
2 38 7,1 5,9 1,2
3 28 6,4 6,2 0,2
4 33 6,4 6 0,4
5 18 6,6 5,5 1,1
6 25 7,1 6,3 0,8
7 19 7,6 6,5 1,1
8 35 6,5 6,1 0,4
9 54 5,5 5,1 0,4
10 34 5,5 5,2 0,3
11 43 5,5 4,9 0,6
12 27 5,5 5,4 0,1
13 48 5,5 5,1 0,4
14 22 5,5 5,4 0,1
15 23 5,5 5,2 0,3
16 37 6,1 5,4 0,7
17 20,45 6,2 5,7 0,5
18 53 6,4 5,3 1,1
25

Konsumsi
Bobot Ikan DO akhir Oksigen
Kelompok (gram) DO awal (mg/l) (mg/l) (mg/l)
19 31,25 6,2 5,6 0,6
20 11,73 6,4 5,9 0,5
21 27 5,9 5,7 0,2
22 26,19 6,9 5,8 1,1
Rata – Rata 0,6

Data Hasil Pengamatan Kelas C


Konsumsi
Bobot Ikan DO akhir
Kelompok DO awal (mg/l) Oksigen
(gram) (mg/l)
(mg/l)
1 11 6,4 6,2 0,2
2 26 6,4 5,4 1
3 45 6,4 5,5 0,9
4 21 6,4 5,8 0,6
5 25 6,9 5,3 1,6
6 27 6,5 5,3 1,2
7 18 6,7 5,6 1,1
8 43 5,6 5,1 0,5
9 26 5,7 5,3 0,4
10 27 5,7 5 0,7
11 44 5,8 4,7 1,1
12 47 5,6 4,8 0,8
13 49 5,7 4,9 0,8
14 31 5,7 5,5 0,2
15 45 6,7 1,9 4,8
16 27 6,3 3 3,3
17 21 6,3 1,1 5,2
18 42 6,4 2 4,4
19 12 6,2 2,8 3,4
20 21 6,3 2 4,3
Rata-Rata 1,8

Anda mungkin juga menyukai