Anda di halaman 1dari 31

BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Pengertian Hisprung
Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon.
Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai
persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari
anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi
“kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus
menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-
beda untuk setiap individu.
Hisprung atau megakolon kongenital adalah penyakit bawan kibat tisak
tercapainya pertumbuhan chepalocaudal Sel-sel parasimpatis myantericus
pada segmen usus bagian distl, terbanyak di rektosigmid. Sehingga tidak ad
peristaltic pada usus yang terkena dan menyebabkan fases tidak bias keluar
sehingga terjadi obstruksi, dilatasi kolon bgian proksimal dan hipertropi
dingding ototnya sehingga terbentuk megakolon.
Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon.
Dilihat dari namanya penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon)
yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari
usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan
(ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan
fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar
yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.
Hisprung merupakan keadan tidak ada atau sedikitnya saraf ganglion
parasimpatis pada plasma mianterkus dan kolon distalis, sehingga tidak ada
peristaltic pada area yang terkena, usus mengallami heperteroid dan dilatasi
serta menimbulkan distensi dan obstruksi abdomen
2.2 Macam – macam Hisprung
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe
yaitu :
1. Penyakit Hirschprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70%
dari kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-
laki dibanding anak perempuan.

2. Penyakit Hirschprung segmen panjang


Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau
usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan.
2.3 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala setelah bayi lahir
1. Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)
2. Muntah berwarna hijau
3. Distensi abdomen, konstipasi.
4. Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran tinja /
pengeluaran gas yang banyak.
Gejala pada anak yang lebih besar karena gejala tidak jelas pada waktu lahir.
1. Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir
2. Distensi abdomen bertambah
3. Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling
4. Terganggu tumbang karena sering diare.
5. Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita.
6. Perut besar dan membuncit.
2.4 Etiologi Hisprung
Adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” ambrional yang berimigrasi ke
dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan submukoisa
untuk berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus.
Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus
Auerbach di kolon.
Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah
kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada
kolon.
Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”.
Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi
kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa dinding pleksus.

2.5 Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya
kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa
kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian
proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan
atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya
evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga
mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya
akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal
sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke
segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan
terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi
obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar
2.6 Manifestasi Klinis
a. Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.
b. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja
seperti pita.
c. Obstruksi usus dalam periode neonatal.
d. Nyeri abdomen dan distensi.
e. Gangguan pertumbuhan.
1) Obstruk total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan
evaluai mekonium.
2) Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang
membaik secara spontan maupun dengan edema.
3) Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan
yang diikuti dengan obstruksi usus akut.
4) Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan
demam. Diare berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.
5) Gejala hanya konstipasi ringan.
f. Masa Neonatal :
1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.
2. Muntah berisi empedu.
3. Enggan minum.
4. Distensi abdomen
g. Masa bayi dan anak-anak :
1. Konstipasi
2. Diare berulang
3. Tinja seperti pita, berbau busuk
4. Distensi abdomen
5. Gagal tumbuh
2.7 Komplikasi
1. Gawat pernapasan (akut)
2. Enterokolitis (akut)
3. Striktura ani (pasca bedah)
4. Inkontinensia (jangka panjang)
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
1. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat
penghisap and mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
2. Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan
dibawah narkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.
3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada
penyakit ini klhas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.
5. Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
6. Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
7. Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.
8. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan
eksterna
2.9 Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di
usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan
motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a. Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik
untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan
terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b. Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat
berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan
setelah operasi pertama.
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti
Swenson, Duhamel, Boley & Soave.
a. Prosedur Swenson
Orvar swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula memperkenalkan
operasi tarik terobos (pull-through) sebagai tindakan bedah definitif pada
penyakit Hirschsprung. Pada dasarnya, operasi yang dilakukan adalah
rektosigmoidektomi dengan preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan
2-3 cm rektum distal dari linea dentata, sebenarnya adalah meninggalkan
daerah aganglionik, sehingga dalam pengamatan pasca operasi masih
sering dijumpai spasme rektum yang ditinggalkan. Oleh sebab itu
Swenson memperbaiki metode operasinya (tahun 1964) dengan
melakukan spinkterektomi posterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm
rektum bagian anterior dan 0,5-1 cm rektum posterior.
Prosedur Swenson dimulai dengan approach ke intra abdomen, melakukan
biopsi eksisi otot rektum, diseksi rektum ke bawah hingga dasar pelvik
dengan cara diseksi serapat mungkin ke dinding rektum, kemudian bagian
distal rektum diprolapskan melewati saluran anal ke dunia luar sehingga
saluran anal menjadi terbalik, selanjutnya menarik terobos bagian kolon
proksimal (yang tentunya telah direseksi bagian kolon yang aganglionik)
keluar melalui saluran anal. Dilakukan pemotongan rektum distal pada 2
cm dari anal verge untuk bagian anterior dan 0,5-1 cm pada bagian
posterior, selanjunya dilakukan anastomose end to end dengan kolon
proksimal yang telah ditarik terobos tadi. Anastomose dilakukan dengan 2
lapis jahitan, mukosa dan sero-muskuler. Setelah anastomose selesai, usus
dikembalikan ke kavum pelvik / abdomen. Selanjutnya dilakukan
reperitonealisasi, dan kavum abdomen ditutup (Kartono,1993; Swenson
dkk,1990).
b. Prosedur Duhamel
Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi
kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip dasar prosedur ini
adalah menarik kolon proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui
bagian posterior rektum yang aganglionik, menyatukan dinding posterior
rektum yang aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang
ganglionik sehingga membentuk rongga baru dengan anastomose end to
side Fonkalsrud dkk,1997).
Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sering
terjadi stenosis, inkontinensia dan pembentukan fekaloma di dalam
puntung rektum yang ditinggalkan apabila terlalu panjang. Oleh sebab itu
dilakukan beberapa modifikasi
c. prosedur Duhamel, diantaranya :
- Modifikasi Grob (1959) : Anastomose dengan pemasangan 2 buah
klem melalui sayatan endoanal setinggi 1,5-2,5 cm, untuk mencegah
inkontinensia;
- Modifikasi Talbert dan Ravitch: Modifikasi berupa pemakaian stapler
untuk melakukan anastomose side to side yang panjang;
- Modifikasi Ikeda: Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan
anastomose, yang terjadi setelah 6-8 hari kemudian;
- Modifikasi Adang: Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik transanal
dibiarkan prolaps sementara. Anastomose dikerjakan secara tidak
langsung, yakni pada hari ke-7-14 pasca bedah dengan memotong
kolon yang prolaps dan pemasangan 2 buah klem; kedua klem dilepas
5 hari berikutnya. Pemasangan klem disini lebih dititik beratkan pada
fungsi hemostasis
d. Prosedur Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein tahun 1959
untuk tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi. Namun oleh
Soave tahun 1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah definitif
Hirschsprung.
Tujuan utama dari prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum
yang aganglionik, kemudian menarik terobos kolon proksimal yang
ganglionik masuk kedalam lumen rektum yang telah dikupas tersebut.
e. Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana dilakukan
anastomose end to end antara usus aganglionik dengan rektum pada level
otot levator ani (2-3 cm diatas anal verge), menggunakan jahitan 1 lapis
yang dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi, sangat
penting melakukan businasi secara rutin guna mencegah stenosis

Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan
terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa
aganglionik telah diubah.
2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya
bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan
utama antara lain :
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital
pada anak secara dini
b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan
)
d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana
pulang.
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis
anak – anak dengan malnutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan
sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan
pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet
rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan
nutrisi parenteral total ( NPT )
3. Pengobatan
Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyumbatan usus, segera
dilakukan kolostomi sementara. Kolostomi adalah pembuatan lubang pada
dinding perut yang disambungkan dengan ujung usus besar. Pengangkatan
bagian usus yang terkena dan penyambungan kembali usus besar biasanya
dilakukan pada saat anak berusia 6 bulan atau lebih. Jika terjadi perforasi
(perlubangan usus) atau enterokolitis, diberikan antibiotik.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

3.1 Pengkajian
Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama,
alamat, tanggal pengkajian, pemberi informasi.
Antara lain :
1. Anamnesis
Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, dan diagnosis medis.Masalah yang dirasakan klien
yang sangat mengganggu pada saat dilakukan pengkajian, pada klien
Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen, kembung, muntah.
a. Keluhan utama Klien
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat
dilakukan pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB,
distensi abdomen, kembung, muntah.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam
setelah lahir, distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal.
Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan
bagaimana upaya klien mengatasi masalah tersebut.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat
kehamilan, persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.
d. Riwayat Nutrisi meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak.
e. Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada
perasaan rendah diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang
menderita Hirschsprung.
g. Riwayat social
Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam
mempertahankan hubungan dengan orang lain.
h. Riwayat tumbuh kembang
Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.
i. Riwayat kebiasaan sehari-hari
Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.
3.2 Pemeriksaan fisik
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Pre operasi
a. Gangguan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan spastis usus
dan tidak adanya daya dorong.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang inadekuat.
c. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
d. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
2. Post operasi
a. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan
b. Nyeri b/d insisi pembedahan
c. Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan
perawatan kolostomi.
3.4 Intervensi Keperawatan
Pre operasi
No Dx Tujuan Intrvensie
1. Konstipasi BAB lancar, dengan kriteria : 1. Bowel management
berhubungan dengan 1. Faeses lunak 2. Catat BAB terakhir
mekanik : megakollon 2. Anak tidak kesakitan 3. Monitor tanda
saat BAB. konstipasi
3. Tindakan operasi 4. Anjurkan keluarga
colostomi untuk mencatat warna,
jumlah, frekuensi BAB.
5. Berikan supositoria jika
perlu.
6. Bowel irrigation
7. Jelaskan tujuan dari
irigasi rektum.
8. Check order terapi.
9. Jelaskan prosedur pada
orangtua pasien.
10. Berikan posisi yang
sesuai.
11. Cek suhu cairan sesuai
suhu tubuh.
12. Berikan jelly sebelum
rektal dimasukkan.
13. Monitor effect dari
irigasi.
14. Persiapan preoperatif
15. Jelaskan persiapan
yang harus dilakukan.
16. lakukan pemeriksaan
laboratorium: darah
rutin, elektrolit, AGD.
17. transfusi darah bila
perlu.
2. Cemas berhubungan Cemas keluarga pasien 1. Anxiety reduction,
dengan perubahan tertangani dengan kriteria: jelaskan semua prosedur
dalam status kesehatan 1. Ibu terlihat lebih tenang yang akan dilakukan.
anak 2. Ibu dapat bertoleransi 2. kaji pemahaman
dengan keadaan anak. orangtua terhadap
kondisi anak, tindakan
yang akan dilakukan
pada anak.
3. anjurkan orang tua
untuk berada dekat
dengan anak.
4. bantu pasien
mengungkapkan
ketegangan dan
kecemasan.
3. Defisit pengetahuan Orang tua tahu mengenai 1. teaching: proses
berhubungan dengan perawatan anak dengan penyakit
tidak mengenal dengan kriteria: 2. Kaji pengetahuan
sumber informasi 1. Mampu menjelaskan pasien tentang
penyakit, prosedur penyakit.
operasi 3. Jelaskan tentang
2. mampu menyebutkan penyakit, prosedur
tindakan keperawatan tindakan dan cara
yang harus dilakukan. perawatan bersama
3. Mampu menyebutkan dengan dokter.
cara perawatan. 4. Informasikan jadwal
rencana operasi: waktu,
tanggal, dan tempat
operasi, lama operasi.
5. Jelaskan kegiatan
praoperasi : anestesi,
diet, pemeriksaan lab,
pemasangan infus,
tempat tunggu
keluarga.
6. Jelaskan medikasi yang
diberikan sebelum
operasi: tujuan, efek
samping.
7. health education:
jelaskan tindakan
keperawatan yang akan
dilakukan.
8. Jelaskan mengenai
penyakit,prosedur
tindakandancara
perawatan dengan
dokter.
9. Lakukan diskusi
dengan keluarga pasien
dengan penyakit yang
sama.
10. Jelaskan cara
perawatan post
operatif.
4. Ketidakseimbangan Status nutrisi baik, dengan 1. Kaji nafsu makan,
nutrisi kurang dari kriteria: lakukanpemeriksaan
kebutuhan tubuh 1. Diet seimbang, intake abdomen,adanya
berhubungan dengan adekuat. distensi, hipoperistaltik.
penurunan absorbsi 2. BB normal. 2. Ukur intake dan
usus. 3. Nilai lab darah normal: output, berikan per oral
HB, Albumin, GDR. / cairan intravenasesuai
program (hidrasi adalah
masalah yang paling
penting selama masa
anak-anak).
3. Sajikan makanan
favorit anak, dan
berikan sedikit tapi
sering.
4. Atur anak pada posisi
yang nyaman (fowler)
5. Timbang BB tiap hari
pada skala yang sama.

5. Gangguan koping Meknisme koping keluarga 1. Kenalkan keluarga


keluarga berhubungan efektif, dengan kriteria: untuk mengenal
dengan krisis 1. Keluarga menunjukkan staf/perawat yang
situasional, ancaman bisa menyesuaikan merawat
fungsi peran, dengan lingkungan 2. Gambarkan kegiatan
perubahan lingkungan. rumah sakit. rutin di RS yang
2. Anggota keluarga aktif mempengaruhi anak.
bertanya. 3. Anjurkan keluarga
untuk menyesuaikan
dengan lingkungan
yang baru dan asing.
4. Informasikan tentang
area di luar unit yang
mungkinmereka
perlukan.
5. Ciptakan kondisi yang
mendukunguntuk
bertanya,
mengungkapkan
kekecewaan dan
perasaannya.
6. Hadirkan keluarga
terdekat dengan
pasien.
7. Jaga privasi, awasi
tanda-tanda ketegangan
keluarga.
6. Kekurangan volume Status hidrasi: 1. manajemen cairan
cairan b.d kehilangan Kriteria: 2. timbang berat badan
volume caian secara 1. menunjukkan urine tiap hari
aktif output normal 3. kelola catatan intake
2. menunjukkan TD, nadi dan output
dan suhu badan 4. monitor status hidrasi
3. turgor kulit, kelembaban (membran mukosa,
mukosa dbn. nadi adekuat,
4. Mampu menjelaskan ortostatik TD)
yang dapat dilakukan 5. monitor hasil
untuk mengatasi laboratorium yang
kehilangan cairan menunjukkan retensi
cairan
6. monitor keadaan
hemodinamik
7. monitor vital sign
8. monitor tanda-tanda
kelebihan atau
kekurangan volume
cairan
9. administrasi tera Intra
vena
10. monitor status nutrisi
11. berikan cairan dan
intake oral.
12. monitor cairan
kaji jumlah dan jenis
intake cairan dan
kebiasaan eliminasi
kaji faktor resiko
terjadinya
ketidakseimbangan
cairan monitor intake
dan output monitor
serum, dan elektrolit
jaga keakurtan
pencatatan intake dan
output administrasi
pemberian cairan
13. managemen
hipovolemi
14. monitor status cairan
termasuk intake dan
output
15. jaga kepatenan terpi
intra vena
16. monitor kehilangan
cairan
17. monitor hasil
laboratorium hitung
kebutuhan cairan
administrasi pemberian
cairan
hipotonik/isotonik
- observasi indikasi dehidrasi
- kelola pemberian intake
oral
- monitor tanda dan gejala
over hidration
Post Operasi
No Dx Tujuan dan Kriteria hasil Intervesi
1. Nyeri akut
Level nyeri berkurang dengan1. Management nyeri
berhubungan dengan kriteria : - Kaji nyeri meliputi
agen injuri fisik - anak tidak rewel karakteristik, lokasi, durasi,
- ekspresi wajah dan sikap frekuensi, kualitas, dan
tubuh rileks faktor presipitasi.
- tanda vital dbn - Observasi ketidaknyamanan
non verbal
- Berikan posisi yang nyaman
- Anjurkan ortu untuk
memberikan pelukan agar
anak merasa nyaman dan
tenang.
- Tingkatkan istirahat
2 Teaching
- Jelaskan pada ortu tentang
proses terjadinya nyeri
- Pertahankan imobilisasi
bagian yang sakit
- Evaluasi keluhan nyeri atau
ketidaknyamanan
- Perhatikan lokasi nyeri.
3. Administrasi analgetik
- Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
- Cek program medis tentang
jenis obat, dosis dan
frekuensi pemberian
- Ikuti 5 benar sebelum
memberikan obat
- Cek riwayat alergi
- Monitor tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian obat
- Dokumentasikan pemberian
obat

2. Resiko infeksi
Resiko infeksi terkontrol dengan1. Infektion control
berhubungan dengan kriteria : - Terapkan kewaspadaan
prosedur invasif - bebas dari tanda-tanda universal cuci tangan
infeksi sebelum dan sesudah
- tanda vital dalam batas melakukan tindakan
normal keperawatan.
- hasil lab dbn - Gunakan sarung tangan
setiap melakukan tindakan.
- Berikan personal hygiene
yang baik.
2. Proteksi infeksi
- monitor tanda-tanda infeksi
lokal maupun sistemik.
- Monitor hasil lab: wbc,
granulosit dan hasi lab yang
lain.
- Batasi pengunjung
- Inspeksi kondisi luka insisi
operasi.
3. Ostomy care
- bantu dan ajarkan keluarga
pasien untuk melakukan
perawatan kolostomi
- Monitor insisi stoma.
- Pantau dan dampinggi
keluarga saat merawat
kolostomi
- Irigasi stoma sesuai
indikasi.
- Monitor produk stoma
- Ganti kantong kolostomi
setiap kotor.
4. Medikasi terapi
- Beri antibiotik sesuai
program
- Tingkatkan nutrisi
- Monitor keefektifan terapi.
5. Health education
o Ajarkan pada orang tua
tentang tanda-tanda infeksi.
o Ajarkan cara mencegah
infeksi.
o Ajarkan cara perawatan
colostomi
3. Kekurangan volume
Status hidrasi: manajemen cairan
cairan b.d kehilangan
Kriteria: timbang berat badan tiap hari
volume caian secara
- menunjukkan urine outputkelola catatan intake dan
aktif normal output
- menunjukkan TD, nadi danmonitor status hidrasi
suhu dbn (membran mukosa, nadi
- turgor kulit, kelembaban adekuat, ortostatik TD)
mukosa dbn. monitor hasil laboratorium
- Mampu menjelaskan yang yang menunjukkan retensi
dapat dilakukan untuk cairan
mengatasi kehilangan cairan monitor keadaan
hemodinamik
monitor vital sign
monitor tanda-tanda kelebihan
atau kekurangan volume
cairan
administrasi terapi Intra vena
monitor status nutrisi
berikan cairan dan intake
oral.

5. monitor cairan
- kaji jumlah dan jenis
intake cairan dan kebiasaan
eliminasi
- kaji faktor resiko terjadinya
ketidakseimbangan cairan
- monitor intake dan output
- monitor serum, dan
elektrolit
- jaga keakurtan pencatatan
intake dan output
- administrasi pemberian
cairan
6. managemen hipovolemi
- monitor status cairan
termasuk intake dan output
- jaga kepatenan terpi intra
vena
- monitor kehilangan cairan
- monitor hasil laboratorium
- hitung kebutuhan cairan
- administrasi pemberian
cairan hipotonik/isotonik
- observasi indikasi dehidrasi
- kelola pemberian intake
oral
- monitor tanda dan gejala
over hidration

3.5 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien
terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi,
pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah
kesehatan yang muncul dikemudian hari.

Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai


dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif
(intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan
dalam melakukan tindakan.

Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien,


faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi
3.6 Evaluasi
Pre operasi Hirschsprung
1. Pola eliminasi berfungsi normal
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
3. Kebutuhan cairan dapat terpenuhi
4. Nyeri pada abdomen teratasi
Post operasi Hirschsprung
1. Integritas kulit lebih baik
2. Nyeri berkurang atau hilang
3. Pengetahuan meningkat tentang perawatan pembedahan terutama
pembedahan kolon
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus
Seorang anak M (Perempuan) berusia 1 bulan dibawa ibunya ke rumah sakit
pada tanggal 2 Juni 2018 dikarenakan perutnya kembung dan tidak bisa
BAB. Setelah mendapatkan pelayanan dari rumah sakit, ibumengatakan,
anaknya baru bisa BAB jika diberi obat lewat dubur, anaknya sudah tidak
muntah dan sudah bisa BAB, jadi sudah sembuh, mestinya boleh pulang, ibu
bingung karena dokter umum membolehkan pulang dan rawat jalan tapi
dokter spesialis anak belum boleh karena sekalian mau di operasi.
4.1 Pengkajian
1. Biodata
Data bayi
Nama : By. M
Jenis kelamin : perempuan
Tanggal Lahir : 8 Mei 2018
Tanggal MRS : 2 juni 2018
BB/PB : 2900 g/ 54cm
Dx medis : hirsprung
Pengkajian : 9 Juni
Data Ibu
Nama : Ny. K
Pekerjaan : Tidak kerja
Pendidikan : SLTA
Alamat : Kedinding Tenagh SBY
Nama ayah : Tn T
Pekerjaan : PT PAL
Pendidikan : SLTA
2. Keluhan utama
Tidak bisa BAB sehingga perut anak besar sehingga tidak mau makan dan
minum
3. Riwayat penyakit sekarang
Kembung, pasien muntah setelah minum susu, muntah berupa susu yang
diminum, muntah sejak 3 hari yang lalu.
4. Riwayat penyakit sebelumnya
Lahir spontan ditolong dokter, langsung boleh pulang, tidak ada kelainan.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada saudara yang sakit seperti ananknya
4.2 Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 90/60mm/hg
Denyut nadi : 114/menit
Suhu tubuh : 36,5
RR : 40/menit
4.3 Pemeriksaan penunjang
1. Radiologi :
Torax foto (2-6-18):
a. Cor : besar & bentuk kesan normal
b. Pulmo : tidak tampak infiltrat, sinus phrenicocostalis D.S tajam
c. Thymus : positif
Kesimpulan : foto torax tidak tampak kelainan
Baby gram (2-6-18):
a. Dilatasi dan peningkatan gas usus halus dan usus besar
BOF (2-6-18)
a. Dilatasi dan peningkatan gas usus halus dan usus besar (menyokong
gambaran Hirsprung Disease
Colon in loop (5-6-18):
a. Tampak pelebaran rectosigmoid
b. Tampak area aganglionik di rectum dengan jarak ± 1,5 cm dari anal
dengan daerah hipoganglionik diatasnya.
c. Tampak bagian sigmoid lebih besar dari rectum.
Kesimpulan : Sesuai gambaran Hirschprung Diseases
2. Laboratorium :
a. Tanggal 2-6-18 :
Glukosa : 80 mg/dl ( 70 -110) WBC 7 × 103 /uL (4,7-11,3)

SC : 0.5 mg/dl ( 0.6-1,1 ) HGB 10,8 g/dl (11,4-15,1)

BUN : 4 mg/dl ( 5 - 23 ) RBC 3,33 × 106 /uL (4 -5)

Albumin : 4,1 g/dl ( 3,8 -5,4) HCT 33,7 % (38 - 42)

K : 3,87 mmol/L ( 3,6 - 5,5) PLT 327 × 103 (142 - 424)

Na : 137,8 mmol/L (13 -155 )

Ca : 10 mg/dl (8,1 - 10,4)

b. Tanggal 9-6-2018
CRP : negative (<6 mg/dl)
Glukosa : 80 mg/dl
4.4 Analisis Data
No DATA ETIOLOGI MASALAH
1 S: Ibu mengatakan Aganglionisis parasimpatikus Konstipasi
1. Anaknya baru bisa BAB ↓
jika diberi obat lwat dubur. Mesenterikus
2. BAB 1-2×/hr, konsisitensi ↓
lembek, berwarna kuning. Daya dorong lemah
O: ↓
1. Tampak distensi abdomen.\ Feses tidak bisa keluar
2 2. Lingkar abdomen 39 cm. ↓
3. Bising usus 10×/mnt Konstipasi

Konstipasi PK:
S: Ibu mengatakan ↓ Enterokolitis
1. Jika tidak bisa BAB, perut Pertumbuhan bakteri dalam kolon
anaknya membesar meningkat
sehingga malas minum ↓
ASI/PASI. Enterokolitis
O:
3 1. Tidak ada ada (muntah,
iritabel, peningkatan nyeri
tekan abdomen)
2. Tampak distensi abdomen.
3. Lingkar abdomen 39 cm.
4. Suhu aksila 36,5°C
5. WBC 7×10 /uL
6. CRP < 6
S: ibu mengatakan Kurang pengetahuan tentang Cemas orang
1. kondisi anaknya sudah penyakit dan terapu yang tua
tidak muntah dan sudah diprogramkan (Ibu)
bisa BAB, jadi sudah
sembuh, mestinya boleh
pulang.
2. saya bingung karena dokter
satu membolehkan pulang
dan rawat jalan tapi dokter
satunya belum boleh
karena sekalian mau
dioperasi.
O:
1. Wajah tampak kusut
2. Kurang perhatian (rambut
dan baju acak-acakan
3. Interaksi dengan Ibu-Ibu
lain kurang.
4. Afek datar
5. Emosi rendah
6. Tidak ada diaforesis
7. T = 130/80
8. N = 80×/mnt
9. RR = 20 ×/mnt

4.5 Diagnosa dan Intervensi


No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Konstipasi Tujuan: konstipasi dapat teratasi dala
1. Berikan microlac 1. Untuk mangetahui
berhubungan 4 rectal tiap hari kondisi usus
dengan 24 jam 2. Berikan ASI melalui feses
aganglionisis Kriteria hasil: 3. Observasi bising
parasimpatis area1) BAB teratur 3-4 ×/hr usus, distensi
rektum 2) Konsisitensi lembek abdomen, lingkar
3) Distensi abdomen berkurang abdomen
4) Lingkar abdomen berkurang a. Observasi
frekuensi dan
karakteristik
feses tiap BAB
b. Membantu
memperlancar
defekasi
c. Untuk
melunakkan
feses denagn
menambah
intake cairan
d. Mengetahui
peristaltic usus
2 Enterokolitis Tujuan: tidak terjadi enterokolitis 1. Berikan ASI 1. Melunakkan
berhubungan selama perawatan. 2. Observasi suhu feses
dengan Kriteria Hasil: axila, hindari 2. Menghindari
stagnasi dan 1. BAB teratur 3-4x/hari mengukur suhu terjadinya
akumulasi 2. Distensi abdomen berkurang lewat rectal infeksi baru
feses dalam 3. Lingkar abdomen berkurang 3. Jelaskan gejala dan 3. Menambah
kolon. 4. Tidak diare tanda enterokolitis pengetahuan
5. Suhu axila 36,5-37,5o C 4. Berikan antibiotic keluarga
6. WBC 5-10 x 10/uL sesuai stadium
enterokolitis yang
diberikan tidak
lewat oral (Klaus:
1998)
5. Berikan NaHCO3
jika terjadi asidosis
6. Berikan nutrisi
setelah pasien
stabil, dengan
memberikan
makanan secara IV
7. Lakukan
pembedahan jika
ada indikasi

3 Ansietas (ibu) Tujuan: Ansietas (ibu) berkurang


berhubungan dalam 24 jam 1. Mengetahui
dengan kurang Kriteria Hasil: perkembangan
pengetahuan 1. Ibu mangungkapkan suatu anak
tentang pemahaman yang baik 2. Mengurangi
penyakit dan tentang proses penyakit kecemasan
terapi yang anaknya 3. Mengurangi
diprogramkan 2. Ibu memahami terapi yang resiko
diprogramkan tim dokter terjadinya
a. Jelaskan pada ibu tentang infeksi
penyakit yang diderita
anaknya.
b. Berikan ibu jadwal
pemeriksaan diagnostic
c. Berikan informasi tentang
rencana operasi
d. Berikan penjelasan pada
ibu tentang perawatan
setelah operasi
e. Meningkatkan
pengetahuan ibu
4.6 Implemtasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien
terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi,
pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah
kesehatan yang muncul dikemudian hari.

Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai


dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif
(intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan
dalam melakukan tindakan.

Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien,


faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi.

4.7 Evaluasi
Tahap terakhir dalam proses keperawatan adalah evaluasi, dimana dalam
melakukan evaluasi atau menilai efektifitas intervensi keperawatan dalam
kaitannya dengan perilaku individu berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya. Penilaian berhasil tidaknya suatu intervesi dan implementasi
berdasarkan dari respon perilaku individu, respon perilaku ini didapat dari
hasil observasi, pengukuran dan wawancara yang dilakuakn perawat setelah
selesai melakukan implementasi. Untuk dapat menilai secara valid apakah
tujuan yang telah ditetapkan sudah tercapai atau tidak, perawat harus
memiliki kemampuan yang benar mengenai cara melakukan observasi,
pengukuran dan melakukan wawancara.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Sowden, 2012, Keperawatan Pediatric Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai