Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Timor Leste merupakan suatu bangsa yang merdeka yang berdaulat, seperti
yang kita ketahui jika melihat potensi dan situasi yang ada bahwa bangsa Timor
Leste mempunyai sumber daya alam seperti Minyak yang digunakan sebagai
sumber keuangan negaranya.Timor Timur dahulunya merupakan daerah jajahan
Portugis yang pada masa itu disebut dengan Timor Portugis.
Keadaan di Timor Portugis berubah setelah terjadinya Revolusi Bunga pada
tanggal 25 April 1974. Isu dekolonisasi melahirkan politik dekolonisasi, terutama
di Propinsi Timor Portugis. Mula-mula dibubarkanlah partai Acgro Nacional
Popular (ANP), satu-satunya partai yang boleh berdiri di Timor Portugis.
Selanjutnya, rakyat diperbolehkan membentuk partai-partai. Tak lama kemudian,
tepatnya Juni 1974, muncul tiga tawaran dari Lisabon yaitu terus bersatu dengan
Portugis, kemerdekaan atau integrasi dengan Indonesia. Pilihan-pilihan itu telah
menyebabkan makin tajamnya perbedaan dalam tubuh partai-partai yang baru
berdiri.1
Dua hari setelah Fretilin secara sepihak memproklamasikan Republik
Demokrasi Timor, di balibo suatu tempat dekat perbatasan keempat partai politik
yang mewakili mayoritas rakyat Timor Portugis bermufakat dan menghasilkan
Deklarasi Balibo. Deklarasi 30 November 1975 itu adalah pernyataan kesepakatan
mereka atas nama rakyat Timor Timur (sebelumnya Timor Portugis)
memproklamasikan pengintegrasian bekas Timor Portugis ke negara kesatuan RI
sebagai propinsi ke-27, Timor Timur seraya meminta Pemerintah RI untuk
menyempurnakan perumusan dan implementasi deklarasi tersebut bersama-sama
dengan rakyat Timor Timur.2
Kemudian masuknya Timor Leste ke wilayah Indonesia di Tahun 1976 tidak
lepas dari determinan konstelasi politik internasional di masa Perang Dingin. Saat
itu masuknya Indonesia lewat operasi militer ke Timor Leste mendapatkan restu

1
Khairul Jasmi, Melintas Badai Politik Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002, hlm. 21
2
E.M Tomodok. Hari-Hari Akhir Timor Portugis, Pustaka Jaya, Jakarta, 1994, hlm. 307

1
negara-negara Barat-liberalis yang tidak ingin melihat Timor Leste merdeka di
bawah pimpinan Fretilin dan berubah menjadi Cuba of Asia dan mengemukanya
wacana penegakan HAM, dan ini menjadi titik antiklimaks perjuangan Indonesia
untuk memenangkan status kedaulatannya di aras internasional bagi provinsi
termuda itu.Ketika reformasi bergulir tahun 1999 perjuangan kelompok pro-
kemerdekaan Timor Leste mendapatkan momentum terbaiknya untuk
merealisasikan cita-cita mereka, lepas dari kedaulatan Indonesia. Melemahnya
stabilitas dan koordinasi politik nasional seiring kejatuhan Soeharto dan naiknya
sang pengganti (Habibie) yang pada kala itu sudah cukup direpotkan dengan
persoalan kolapsnya perekonomian nasional karena didera krisis moneter
semenjak tahun 1997, serta maraknya tuntutan internasional bagi pemerintah baru
untuk membuka lebar keran demokratisasi di Indonesia, mengantarkan keluarnya
tawaran opsi ke II di awal tahun 1999 bagi penyelesaian masalah Timor Leste.
Hasilnya, dengan sangat “ meyakinkan” kelompok pro-kemerdekaan menang
mutlak dalam jajak pendapat tersebut (78,5%). Maka dengan demikian lahirlah
negara termuda di dunia di penghujung abad 20 : The Democratic Republic of
Timor Leste. 3
Timor-Leste telah menikmati satu dekade kemerdekaan formal. Lembaga
demokrasi negaratelah tumbuh selama periode ini. Tapi, seperti orang Timor yang
berpikir cepat untuk menunjukkan, masih banyak yang tersisaharus
dilakukan. Membangun lembaga negara yang layak dan profesional
membutuhkan waktu. Dan menumbuhkankapasitas sumber daya manusia dalam
lembaga-lembaga itu selalu merupakan tantangan utama bagi negara-negara
baru.Peningkatan kapasitas di Timor-Leste sama-sama mencolok dan memikat.4

3
Syamsul Hadi dkk, Disintegrasi Pasca Orde baru: Negara, Konflik Lokal dan Dinamika
Internasional,Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2007, hlm.184-185
4
The Asia Foundation, Legal History and the Rule of Law in Timor
Leste,https://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=https://law.stanford.edu/wp-
content/uploads/2018/04/Legal-History-and-the-Rule-of-Law-in-Timor-
Leste.pdf&prev=search,diakses pada tanggal 19 September 2018

2
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada uraian permasalahan diatas, maka dapat ditemukan
rumusan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah pembangunan sistem hukum Timor Leste ?
2. Bagaimana ciri khas dari cara berfikir negara timor leste?
3. Bagaimana pranata?
4. Jenis jenis sumber hukum?
5. Ideologi?
C. TUJUAN
Adapun tujuan penelitian yang akan kami ambil dari makalah ini:
1. Untuk mengetahui sejarah sistem hukum di Timor Leste.
2. Untuk mengetahui pengaruh sistem hukum Timor Leste dari era pra
kolonial hingga saat ini.
3. Untuk memberikan manfaat yang diharapkan dapat menjadi landasan
mengambil kebijakan atau keputusan.

3
BAB II
KAJIAN TEORI

1. Teori Trias Politika


Republik Demokratik Timor-Leste adalah negara hukum yang demokratis,
memiliki 4 (empat) lembaga kedaulatan negara, yang menurut ketentuan Pasal 67
Konstitusi RDTL Tahun 2002 bahwa, lembaga-lembaga kedaulatan Negara terdiri
atas: Presiden Republik, Parlemen Nasional, Pemerintah, danPengadilan. Ide
pembentukan lembaga negara ini, berdasarkan teoritrias politika, namun tidak
secara mutlak mengimplementasi ide Monstequiue, karena dalam Konstitusi
Republik Demokratik Timor-Leste, terdapat 4 lembaga tinggi negara, yaitu
Presiden Republik, ParlemenNasional, Pemerintah, dan Pengadilan.
1) Kekuasaan Legislatif (Legislative Powers)
Menuurut ketentuan Pasal 92 Konstitusi RDTL bahwa, Parlemen Nasional
adalah lembaga kedaulatan Republik Demokratis Timor Leste yang mewakili
semua warga negara Timor-Leste dan diberikan wewenang legislatif,
pengawasan dan pengambilan keputusan politik.
2) Kekuasaan Eksekutif (Executive Powers)
Menurut ketentuan Pasal 103 Konstitusi RDTL Tahun 2002 bahwa,
Pemerintah adalah badan kedaulatan yang bertanggung jawab atas
pengarahan dan pelaksanaan kebijakan umum negara dan merupakan badan
pemerintahan umum tertinggi.
Kekuasaan Yudikatif atau kekuasaan Kehakiman (Judicative Powers)
Dalam ketentuan Pasal 118 ayat (1) sampai ayat (3) Konstitusi RDTL Tahun
2002 ditentukan bahwa, Pengadilan adalah badan kedaulatan dengan wewenang
untuk menegakkan keadilan, atas nama rakyat.
2. Teori Kewenangan
Menurut R. Sri Sumantri,5 bahwa kewenangan diperoleh seseorang melalui 2
(dua) cara yaitu dengan atribusi atau dengan pelimpahan wewenang:

5
R. Sri Soemantri M, 1992, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung, , h.
29

4
a) Atribusi, yaitu wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Dalam tinjauan
hukum tata Negara, atribusi ini ditunjukan dalam wewenang yang dimiliki
oleh organ pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya berdasarkan
kewenangan yang dibentuk oleh pembuat undang-undang.
b) Pelimpahan wewenang (delegasi), yakni pelimpahan wewenang adalah
penyerahan sebagian dari wewenang pejabat atasan kepada bawahan tersebut
membantu dalam melaksanakan tugas-tugas kewajibannya untuk bertindak
sendiri. Berdasarkan pemaparan teori kewenangan di atas, berkaitan dengan
kewenangan lembaga negara dalam pembentukan undang-undang menurut
ketentuan Pasal 96 Parlemen Nasional dapat mengijinkan Pemerintah untuk
mengusulkan undang-undang adalah kewenangan atribusi.
3. Teori Perundang-Undangan
Teori perundang-undangan digunakan dalam penelitian dan penulisan
disertasi ini,untuk menjustifikasi terhadap norma-norma dan menjelaskan
mekanisme (Proses) pembentukan peraturan perundang-undanganoleh lembaga
legislatif dan eksekutif berdasarkan Konstitusi RDTL dan hierarki peraturan
perundang-undangan serta, asas-asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang baik.
a. Pengertian Peraturan Perundang-undangan
Dalam konteks pembentukan hukum, yang penting diperhatikan adalah
pengelompokkan hukum, berdasarkan atas bentuk dan sifatnya, yaitu berupa
hukum tertulis dan tidak tertulis.6 Hukum tidak tertulis dalam ketatanegaraan
Timor-Leste diakui keberadaannya dalam Pasal 2 ayat (4) Konstitusi RDTL yang
mengatakan bahwa. “NegaramengakuidanmenghargainormadanadatTimor-
Lesteyangtidakbertentangan denganUUD danundang-undang apapunlainnya,
khususnyaberkaitandenganhukum adat.”Hakikat dan fungsi peraturan perundang-
undangan dalam konsep negara hukum menjadi menarik dan akan selalu menarik
dilakukan pengkajian ketika dihubungkan dengan gagasan pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik.

6
I Nyoman Suyatna, 2011, Disertasi, Asas-asas umum pemerintahan yang baik dalam
pembentukan peraturan daerah: Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya Malang, h. 152-153

5
b. Undang-Undang
Undang-undang dibedakan menjadi dua, yaitu undang-undang dalam arti
materiil dan undang-undang dalam arti formil,7 yang merupakan terjemahan
secara harfiah dari “wet in formele zin” dan “wet materiёle zin” yang dikenal di
Belanda. Undang-undang dalam arti materiil merupakan keputusan atau ketetapan
penguasa yang dilihat dari isinya disebut undang-undang dan mengikat setiap
orang secara umum. Undang-undang dalam arti formil ialah keputusan penguasa
yang disebut dengan undang-undang dilihat dari cara pembentukannya.8
c. Peraturan Perundang-Undangan Negara RDTL
Peraturan perundang-undangan merupakan salah satu pedoman dalam
proses pembangunan suatu Negara yang berdasarkan hukum, Negara Timor-
Leste merupakan negara hukum yang demokratik, yang memperoleh
kemerdekaan sepenuhnya pada Tahun 2009, dari Perserikatan Bangsa-
Bangsa, melalui misinya, Unitet Nation Transition of East Timor (UNTAET).
d. Pembentukan Undang-Undang
Pembentukan undang-undang merupakan rencana atau plan dalam
membentuk hukum. Hukum pada hakekatnya adalah produk penilaian akal-budi
yang berakar dalam hati nurani manusia tentang keadilan berkenaan dengan
perilaku manusia dan situasi kehidupan manusia.
e. Landasan Pembentukan Undang-Undang
Setiap peraturan perundang-undangan dapat dikatakan baik (good
legislation), sah menurut hukum (legal validity) dan berlaku efektif karena dapat
diterima masyarakat secara wajar dan berlaku untuk waktu yang panjang,
sehingga harus didasarkan pada landasan peraturan perundang-undangan.
Landasan filosofis, yaitu dasar filsafat atau pandangan atau ide yang menjadi
dasar cita-cita sewaktu menuangkan hasrat dan kebijaksanaan (pemerintahan)
kedalam suatu rencana atau draft peraturan negara; Landasan yuridis, ialah
ketentuan hukum yang menjadi dasar hukum (rechtsground) bagi pembuatan
suatu peraturan; Landasan politis, ialah garis kebijakan politik yang menjadi dasar

7
L.J. van Apeldoorn, 1978, Pengantar Ilmu Hukum: Pradnya Paramita, Jakarta, h. 92
8
Ibid.

6
selanjutnya bagi kebijakan-kebijakan dan pengarahan ketatalaksanaan
pemerintahan negara. Suatu peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai
landasan sosiologis apabila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan keyakinan
umum atau kesadaran masyarakat.
f. Asas-asas Pembentukan Undang-Undang
Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang digunakan
dalam Disertasi ini, sangat penting karena asas-asas pembentukan undang-undang
merupakan dasar atau pedoman dalam pembentukan undang-undang, oleh karena
itu, asas-asas pembentukan undang-undang, digunakan untuk menjustifikasi
terhadap kewenangan lembaga negara dalam pembentukan undang-undang, yang
dibentuk oleh lembaga legislatif dan eksekutif dalam Negara Timor-Leste. Asas-
asas tersebut merupakan dasar atau pedoman yang dijadikan tumpuan berpikir,
berpendapat dan bertindak, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku dan
mengikat secara terbatas. Maksud secara terbatas disini bahwa, badan atau pejabat
berwenang dalam berpikir, berpendapat dan bertindak, harus sesuai dengan asas-
asas yang ditetapkan, tidak boleh bertindak diluar asas-asas, dan materi muatan
yang ditetapkan, oleh karena Asas-asas pembentukan peraturan perundang-
undangan merupakan suatu pedoman atau suatu rambu-rambu dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.
4. Teori Sistem Pemerintahan
Teori sistem pemerintahan digunakan dalam disertasi ini, untuk mengetahui
hubungan antara lembaga eksekutif dengan legislatif sebagai kelanjutan eksplorasi
dari konsep pembagian atau pemisahaan kekuasaan.
a. Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem PemerintahanParlementermerupakan sebuah sistem pemerintahan di
mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan.
Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Parlementer adalah:9
a) Kepala negara bisa raja/ratu/presiden. Namun, tidak bertanggung jawab atas
segala kebijakan yang diambil oleh kabinet.

9
Idup Suhadi dan Desi Fernanda, 2001, “Dasar-dasar Kepemerintahan yang baik”, Jakarta,
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, h.4

7
b) Kepala negara hanya sebagai simbol negara karena yang menjadi kepala
pemerintahan adalah perdana menteri.
c) Parlemen mempunyai kekuasaan sebagai badan perwakilan dan lembaga
legislatif. Anggota parlemen dipilih oleh rakyat melalui pemilu.
d) Eksekutif (kabinet) bertanggung jawab kepada legislatif. Jika parlemen
mengeluarkan mosi tidak percaya kepada menteri, maka kabinet harus
mngembalikan mandat kepada kepala negara.
e) Dalam sistem dua partai, yang ditunjuk sebagai pembentuk kabinet sekaligus
perdana menteri adalah ketua parpol pemenang pemilu.
f) Dalam sistem banyak partai, formatur kabinet harus membentuk kabinet
secara koalisi, karena kabinet harus mendapat dukungan kepercayaan dari
Parlemen.
g) Kepala negara bisa menjatuhkan Parlemen Nasional. Selanjutnya kabinet
harus membentuk Parlemen baru melalui pemilu.
b. Sistem Pemerintahan Presidensil
Sistem pemerintahan presidensiil, merupakan suatu pemerintahan di mana
kedudukan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat,
dengan kata lain kekuasaan eksekutif berada di luar pengawasan (langsung)
Parlemen. Ciri-ciri sistem pemerintahan presidensiil, yaitu:10
a) Presiden adalah kepala eksekutif yang memimpin kabinetnya yang semua
diangkat olehnya dan bertanggung jawab olehnya.
b) Presiden tidak dipilih oleh badan legislatif, tetapi dipilh oleh sejumlah pemili.
c) Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan legislatif dan tidak dapat
dijatuhkan oleh badan legislatif.
d) Sebagai imbangannya, presiden tidak dapat membubarkan badan legislatif.
e) Sistem pemerintahan quasi dan referendum.
c. Sistem Pemerintahan semi-Presidensil
Sistem Pemerintahan campuran (mixed system atau hybrid system) adalah
sistem Pemerintahan yang berupaya mencarikan titik temu antar Sistem
pemerintahan Presidensial dan Sistem Pemerintahan Parlementer. Fungsi ganda

10
Ibid. h.5

8
Presiden sebagaimana dalam Sistem Pemerintahan Presidensial, Presiden tetap
dipertahankan. Namun sebagai kepala Pemerintahan, Presiden berbagi kekuasaan
dengan perdana menteri yang menimbulkan dual executive system.
d. Sistem Pemerintahan Negara Republik Demokratik Timor-Leste
Dalam pembukaan Konstitusi RDTL paragraf ke 3 (tiga), menyatakan bahwa,
“perlumembangunsuatubudayademokratisdankelembagaan yang sesuaiuntuksuatu
Negara Hukum, di manapenghormatanbagi UUD danbagilembaga-lembaga yang
terpilihsecarademokratis, merupakanlandasan yang tidakdapatdipertanyakan.
Denganmenafsirkanperasaanmendalam, cita-citadankepercayaanpadaTuhan dari
rakyat Timor Leste.
Ciri-ciri sistem Pemerintahan berdasarkan ketentuan Konstitusi Timor-Leste,
maka dapat disimpulkan bahwa Negara Timor-Leste menganut sistem
pemerintahannya adalah sistem pemerintahan Parlementer. Hal demikian dapat
ditelusuri berdasarkan pengaturan ketentuan kewenangan lembaga Negara dalam
Konstitusi RDTL sebagai berikut:
1) Menurut ketentuan Pasal 74 ayat (1) bahwa, “Presiden Republik adalah
kepalaNegara dan lambing dan penjamin kemerdekaan nasional dan persatuan
Negara serta tata kerja lancer lembaga-lembaga demokratis.
2) Menurut ketentuan Pasal 92 menjelaskan bahwa, “Parlemen Nasional adalah
lembaga kedaulatan Republik Demokratis Timor-Leste yang mewakili semua
warga Negara Timor-Leste dan diberikan wewenang legislatif, pengawasan
dan pengambilan keputusan politik.”
3) Pasal 103, “Pemerintah adalah badan kedaulatan yang bertanggungjawab atas
pengarahan dan pelaksanaan kebijakan umum Negara dan merupakan badan
Pemerintahan Umum tertinggi” dan Pasal 104 ayat (1) bahwa, Pemerintah
terdiri atas Perdana Menteri, para Menteri dan para Sekretaris Negara.”
Selanjutnya kewenangan Pemerintah sebagai mana diatur dalam Pasal 115
Konstitusi RDTL.
4) Pasal 118 lembaga yudisial, ayat (1) menjelaskan bahwa “Pengadilan adalah
badan kedaulatan dengan wewenang untuk menegakkan keadilan, atas nama
rakyat.”

9
Berdasarkan system pemerintahan di atas maka, disimpulkan bahwa system
pemerintahan Timor-Leste adalah system Pemerintahan Parlementer.
e. Konsep Negara Hukum
Berdasarkan Konstitusi Negara Republik Demokratik Timor-Leste, dalam
penyelenggaraan tugas dan fungsi kekuasaan negara (functions of state power)
harus mengikuti prinsip asas pemisahan kekuasaan dan independensi dalam
pelaksanaan fungsinya serta saling ketergantungan antar satu lembaga terhadap
lembaga yang lainnya, sebagaimana diatur pada Pasal 69 Konstitusi RDTL Tahun
2002.
Berpijak pada Konstitusi RDTL maka, dalam konsep Negara Hukum Timor-
Leste juga memiliki tujuan dan cita-cita Negara sebagaimana pula telah diatur
dalam ketentuan Pasal 6 Konstitusi RDTL tentang tujuan-tujuan negara
“Objectivo do Estado”. Olehkarenaitu, konsep Negara Hukum Timor-Leste adalah
Negara hukum Mix of Law (campuran konsep hukum rechts staat dan konsep the
rule of law), dapat disimak dari unsur-unsur Negara hukum yang dilandaskan
pada landasan filosofis, sosiologis dan yuridis, sebagai berikut:
1) Unsur filosofis “penghormatan atas martabat manusia” artinya, bahwa Negara
menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma -norma yang telah dianut oleh
masyarakat sebagai warisan leluhur yang melekat pada setiap warga Negara,
sebagaimana pada ketentuan Pasal 2 ayat (4) menjelaskan bahwa, “Negara
akan mengakui dan menghargai norma dan adat Timor-Leste yang tidak
bertentangan dengan konstitusi dan undang-undang apapun lainnya yang
khususnya berkaitan dengan hokum adat.
2) Unsur sosiologis keinginan rakyat dalam arti bahwa, proses penyelenggaraan
pemerintahan dengan tujuan untuk mengsejahterakan keinginan rakyat,
sebagaimana ketentuan Pasal 6 ayat (1) tujuan-tujuan Negara pada bagian
huruf (b) menjelaskan bahwa, “Untuk menjamin dan memajukan hak-hak dan
kebebasan-kebebasan asasi warga Negara serta kehormatan bagi asas-asas
Negara demokratis yang berdasarkan kekuatan hukum;
3) Unsur Yuridis, memuat “kedaulatan hukum” dalam arti bahwa, Negara Timor-
Leste merupakan Negara yang berdasarkan kekuatan hukum (supremasi

10
Hukum). Oleh karena itu, setiap tindakan penyelenggaraan pemerintahan
Negara harus berdasarkan hukum (prinsip asas legalitas). Dengan demikian,
prinsip check and balance dapat terjamin dengan baik.

11
BAB III

PEMBAHASAN

A. SEJARAH PEMBANGUNAN SISTEM HUKUM TIMOR LESTE


I. Era Pra Kolonial dan Era Kolonial Portugis
Sebelum kedatangan Portugis, Timor Leste dikendalikan oleh beberapa
kerajaan kecil yang diperintah oleh raja lokal atau yang disebut sebagai liurais.
Perekonomian pulau didominasi masyarakat yang bertani, para liurai adalah
otoritas pada masa keadilan, hal-hal seperti itu sering diselesaikan oleh keluarga
rakyat yang terlibat dimana para liurai tidak berkewajiban untuk melakukan
negosiasi dan rekonsiliasi. Dominan sistem peradilan saat itu adalah pembalasan.
Kejahatan sering terjadi dihukum dengan denda seperti uang atau barang. 11
Aspek penting lain dari masa keadilan tradisional Timor adalah gagasan
tentang tanggung jawab bersama. Daripada perselisihan antara pelaku individu
dan korban, kejahatan sering menjadi kontroversi antara keluarga mereka yang
terlibat. Keluarga penjahat akan melakukan pembayaran kepada keluarga korban.
Pada saat yang sama, rekonsiliasi juga memiliki peranan penting dan perselisihan
antar kerajaan sering dimaafkan. Salah satu mekanisme peradilan tradisional yang
signifikan adala Ritus Nahe Biti yang artinya peregangan tikar. Nahe Biti
melibatkan pelaku dan korban yang duduk di atas tikar bersama. Pemimpin
tradisional, terutama Lian Nain (pendongeng) menengahi untuk mempromosikan
penyelesaian. Tetua adat berperan penting dalam negosiasi, karena perjanjian
yang dibuat melalui proses. Secara tradisional, Nahe Biti memiliki 2 fungsi,
memulihkan perdamaian ke komunitas dan memperbaiki hubungan antara dunia
spiritual dan dunia sekuler yang mana biasanya terganggu oleh perselisihan
komunitas.
Bahwa, fokusnya adalah sistem hukum formal dan informal yang terdiri dari
mekanisme-mekanisme adat ini berupa keadilan sebagaimana diatur oleh suco
atau liurai dan upacara-upacara tradisional seperti nahe biti. Sistem hukum formal

11
Ibid

12
terdiri dari hukum tertulis Timor-Leste dan sistem pengadilan yang didirikan oleh
pemerintah nasional.
Mengetahui bahwa aspek-aspek rekonsiliasi dan retributif dari sistem
peradilan tradisional Timor telah berhasil melalui sistem peradilan formal dan
informal. Misalnya, kejahatan tertentu hanya dapat dituntut jika korban
mengajukan keluhan. Terkadang, konsultasi antara korban dan pelaku dalam
sistem peradilan formal dapat mengarah pada penyelesaian sengketa tanpa
mengajukan tuntutan pidana. Pada Agustus 2011, tuduhan penganiayaan ringan
dijatuhkan setelah korban memaafkan terdakwa dan meminta agar dia tidak
pernah mengulangi tindakan seperti itu. Sistem peradilan masyarakat juga
merangkul kedua aspek keadilan tradisional. Mekanisme peradilan adat seperti
nahe biti sering memulihkan perdamaian komunitas dan memberi pengampunan.
Kemudian Pemerintahan penjajah Portugis di Timor Portugues (nama Timor
Leste pada masa penjajahan Portugis) yang selama 450 Tahun ini telah membuat
Undang-Undang tentang Pertanahan yang disebut dengan Carta de Lei Nomiru.
Yang berdasarkan Carta de Lei Nomiru tersebut ditentukan: 12
1. Hak-hak atas tanah yang dimaksud ini memberi wewenang untuk
mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air
serta ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang
langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batasbatas
menurut Undang-Undang ini dan peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
2. Semua tanah yang tidak bersertipikat dari pemerintah Portugis akan menjadi
milik pemerintah dan akan menjadi milik pemerintahan penjajah di Timor
Leste.
3. Hak milik orang asing di Timor Leste yang tidak mengikuti prosedur hak
milik berdasarkan hukum ini akan menjadi milik pemerintah Penjajah
Portugis di Timor Leste.
4. Tanah adat dapat dianggap sebagai tanah yang tidak mempunyai pemiliknya
akan menjadi tanah milik pemerintah Portugis.

12
Djaja Sugiarto, Kebijakan Pemerintah Timor Leste Terhadap Hak Kepemilikan atas Tanah,
https://anzdoc.com/bab-ii-tinjauan-pustaka-a-kebijakan-pemerintah-timor-leste-t.html , diakses
pada tanggal 20 september 2018

13
Berdasarkan ketentuan dasar hukum Carta de Lei penjajah bangsa Portugis di
Timor Leste adalah untuk mendaftarkan semua tanah yang ada di Timor Leste
baik tanah milik pribadi maupun tanah adat sehingga dengan ketentuan hukum ini
memaksa semua rakyat dan ketua adat di Timor Leste untuk dapat mendaftarkan
tanah milik mereka supaya hak kepemilikannya atas tanah dan pada akhirnya
diberikan sertifikat sebagai alat bukti kepemilikan. 13

Sistem pendaftaran tanah yang diterapkan oleh bangsa penjajah Portugis di


Timor Leste lebih cenderung ke sistem pendaftaran negatif dari pada sistem
pendaftaran positif karena tanah yang terdaftar pada masa itu lebih sedikit dari
pada tanah yang belum terdaftar, dengan sistem pendaftaran negatif tanah yang
sudah terdaftar dan mempunyai sertipikat masih dapat digugat di pengadilan
karena sertipikat bukan merupakan alat bukti yang kuat tetapi bukan mutlak,
perkembangan sejarah di Timor Leste pada masa penjajahan Portugis belum
terdapat tanah yang sudah terdaftar dan dikeluarkan sertifikat yang digugat di
pengadilan.

Pada masa kolonialisme Portugis ini terfokus pada perdagagangan, karena


banyak hukum Portugis yang signifikan yang berhubungan dengan ekonomi.
Hukum Pidana Portugis mengurangi frekuensi hukuman mati. Banyak
peninggalan dari sistem hukum Portugis yang mempengaruhi hukum Timor.
Hukum ditulis dalam bahasa Portugis, dan Timor Leste mempunyai civil law
system dimana undang-undang dikodifikasi secara tertulis ( bukan sistem hukum
umum sepeeti yang ada di Inggris dan Amerika) meskipun demikian perubahan
kolonialisme Portugis tidak banyak mengubah mekanisme hukum tradisional di
Timor Leste terutama di pedalaman negara.

Sistem Hukum Di Dunia Menurut Sudikno Mertukusumo sistem hukum


merupakan tatanan atau kesatuan yang utuh yang tediri dari bagian-bagian atau
unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain yaitu kaidah atau pernyataan
tentang apa yang seharusnya, sehingga sistem hukum merupakan sistem normatif.

13
Jurnal Fundasaun Mahein, www.fundasaunmahein.com , diakses pada tanggal 20 September
2018

14
Dengan kata kata lain sistem hukum adalah suatu kumpulan unsur-unsur yang
ada dalam interaksi satu sama lain yang merupakan satu kesatuan yang
terorganisasi dan kerjasama ke arah tujuan kesatuan. Dapat disimpulkan Sistem
hukum adalah kesatuan utuh dari tatanan-tatanan yang terdiri dari bagian-bagian
atau unsur-unsur yang satu sama lain saling berhubungan dan berkaitan secara
erat. Pada dasarnya banyak sistem hukum yang dianut oleh berbagai negara-
negara didunia, namun dalam sejarah dan perkembangannya ada 4 (empat) macam
sistem hukum yang sangat mempengaruhi sistem hukum yang diberlakukan di
bergagai negara tersebut. Adapun sistem hukum yang dimaksud adalah sebagai
berikut : Sistem Hukum Eropa Kontinental Sistem ini berkembang di negara-
negara Eropa (istilah lain Civil Law = Hukum Romawi). Dikatakan hukum
Romawi karena sistem hukum ini berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di
kekaisaran Romawi pada masa Pemerintahan Kaisar Yustinianus abad ke-5 (527-
565 M). Kodifikasi hukum itu merupakan kumpulan dari berbagai kaidah hukum
yang ada sebelum masa Yustinianus yang disebut Corpus Juris Civilis (hukum yg
terkodifikasi). Corpus Juris Civilis dijadikan prinsip dasar dalam perumusan dan
kodifikasi hukum di negara-negara Eropa daratan seperti Jerman, Belanda,
Prancis, Italia, Amerika Latin, Asia (termasuk Indonesia pada masa penjajahan
Belanda).

II. SISTEM HUKUM YANG BERLAKU DI TIMUR LESTE


Sistem Hukum Anglo Saxon Mula-mula berkembang di negara Inggris, dan
dikenal dengan istilah Common Law atau Unwriten Law (hukum tidak tertulis).
Sistem hukum ini dianut di negara-negara anggota persemakmuran Inggris, seperti
Australia, Kanada, Amerika Serikat Sistem Hukum Adat Berkembang
dilingkungan kehidupan sosial di Indonesia, Cina, India, Jepang, dan negara lain.
Di Indonesia asal mula istilah hukum adat adalah dari istilah”Adatrecht” yang
dikemukakan oleh Snouck Hugronje. Begitupula halnya dengan Hukum Timor
Leste didasarkan pada hukum Indonesia yaitu Sistem Hukum Campuran (Mixed
Law System) , seperti yang ditentukan oleh PBB. Sementara hukum awalnya
diterbitkan hanya dalam bahasa Inggris, pemerintah mulai memberlakukan hukum

15
sepenuhnya dalam bahasa Portugis pada tahun 2002. Untuk alasan ini, hukum
Timor Leste sekarang ditulis dalam bahasa Inggris, Portugis, dan Indonesia.
Hukum Timor Leste diberlakukan oleh Polisi Nasional yang didirikan pada
tahun 2002. Salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah hukum Timor Leste
adalah pembentukan Panel Khusus Pengadilan Distrik Dili, yang mencoba untuk
menangani kejahatan seperti pembunuhan, pemerkosaan, dan penyiksaan yang
terjadi pada tahun 1999. Panel ini bekerja dari tahun 2000 hingga tahun 2006.
Sejarah perkembangan hukum di Timor Leste juga tidak terlepas dari
pemberlakuan hukum dari negara suksesor atau negara kolonial, yang mana
negara Timor Leste dalam masa peralihan atau transisi di bawah pemerintahan
administratif PBB UNTAET, masih tetap mengakui segala segala pemberlakuan
hukum peninggalan negara penjajah seperti dalam Regulasi UNTAET No.
25/1999 menjelaskan bahwa hukum yang pernah berlaku masih tetap berlaku
sepnjang tidak bertentangan dengan konstitusi dan prinsip-prinsip standar hukum
Internasional, demikian juga dalam Konstitusi Timor Leste, pasal (165)
menyatakan bahwa “Hukum yang pernah berlaku di Timor Leste masih tetap
berlaku sebelum ada perubahan dan tidak bertentangan dengan Konstitusi Timor
Leste dan prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan”Dengan demikian hal-hal
dimaksud menjadi dasar fundamental bahwa pemberlakuan dan di akuinya hukum
negara kolonial (Sistem hukum Eropa Continental/Civil Law), masih tetap di
implementasikan meskipun dalam sistem hukum ketatanegaraan berbeda, diamana
Pemerintah Timor Leste menganut sistem pemerintahan Semi Presidensial yang
mengalami jalan tengah dari Parlamenter dan Presidensial (Koasi) sedangkan bila
dibandingkan dengan pemerintah Indonesia yang menganut sistem pemerintahan
Presidensial.
Cara Penerapan Sistem Hukum Di Timur Leste Seringkali orang beranggapan
yang disebut pengadilan itu adalah gedung pengadilan (bangunannya). Ada juga
yang mengatakan bahwa pengadilan adalah hakim. Sesungguhnya pengadilan
adalah keseluruhan aspek yang terkait dalam sistem peradilan, yaitu semua pihak
yang terlibat dan gedung pengadilan itu sendiri. Sebelum berbicara lebih banyak
tentang sistem yudisial di Timor Lorosae, akan diuraikan sedikit tentang hukum

16
yang berlaku masa transisi sekarang. Pasal 3.1. Regulasi UNTAET No. 1/1999
menyebutkan bahwa sampai saatnya digantikan oleh peraturan UNTAET atau
peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga Timor Lorosae yang didirikan
secara demokratis, hukum-hukum yang telah berlaku di Timor Lorosae sebelum
tanggal 25 Oktober 1999 akan tetap berlaku sejauh hukum itu tidak bertentangan
dengan standar internasional hak asasi manusia atau pelaksanaan mandat yang
diberikan kepada UNTAET berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor
1272 (1999) atau dengan peraturan-peraturan yang dikeluarkan UNTAET.Hal ini
berarti bahwa hukum Indonesia masih berlaku, sebelum ada peraturan baru (dari
UNTAET dari negara merdeka Timor Lorosae nanti) dan sepanjang tidak
bertentangan dengan standar internasional hak asasi manusia. Banyak penduduk
Timor Lorosae yang tidak mengetahui bahwa hukum Indonesia masih berlaku di
sini. Karena negara merdeka Timor Lorosae belum terbentuk, kebanyakan orang
menyangka bahwa di Timor Lorosae belum ada hukum.
UNTAET harus mempergiat penyebaran informasi mengenai hal ini agar
masyarakat tidak bingung terus. Standar-standar Internasional yang berlaku di
Timor Lorosae, menurut pasal 2 Regulasi 1/1999 adalah: Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia tertanggal 10 Desember 1948, Konvensi Internasional tentang Hak
Sipil dan Politik tertanggal 16 Desember 1966 termasuk prosedur-prosedurnya,
Konvensi Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya tertanggal 16
Desember 1966, Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Ras
tertanggal 21 Desember 1965, Konvensi tentang Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan tertanggal 17 Desember 1979, Konvensi Melawan
Penyiksaan dan Segala Perlakuan atau Hukuman yang Kejam, Tidak
Berperikemanusiaan dan Menghina tertanggal 17 Desember 1989, dan Konvensi
Internasional tentang Hak Anak.
Dengan demikian, undang-undang yang dinilai tidak sesuai dengan standar
hak asasi dinyatakan tidak berlaku di Timor Lorosae. Undang-undang (UU)
Indonesia yang dinyatakan tidak berlaku adalah UU tentang Organisasi Sosial,
UU tentang Keamanan Nasional, UU tentang Pertahanan dan Keamanan
Nasional, UU tentang Mobilisasi dan Demobilisasi, dan UU Anti Subversi.

17
Pembuat regulasi tersebut berkeinginan bahwa dalam pelaksanaan hukum standar
internasional hak asasi manusia dijadikan patokan. CIRI-CIRI SPESIFIK
SISTEM HUKUM TIMUR LESTE Mengenai sistem peradilan, pada zaman
Indonesia kita mengenal dua macam sistem peradilan, yaitu peradilan umum dan
peradilan khusus. Peradilan umum meliputi: Pengadilan Negeri (PN), yaitu
pengadilan tingkat pertama yang terletak di tingkat kabupaten/kotamadya.
Pengadilan Tinggi (PT), pengadilan tingkat kedua yang terletak di tingkat
propinsi. Mahkamah Agung yang merupakan pengadilan tingkat terakhir yang
terletak di ibukota negara, Jakarta Peradilan khusus meliputi: Peradilan agama
(pengadilan untuk masalah perkawinan dan pewarisan bagi orangorang yang
beraga-ma Islam) Peradilan militer bagi anggota militer Peradilan Tata Usaha
Negara (PTNU) merupakan pengadilan yang melihat putusan-
putusan/kebijakankebijakan dari pejabat negara.Walaupun ada dua sistem
peradilan, Mahkamah Agung adalah pengadilan tingkat terakhir bagi peradilan
umum dan peradilan khusus. Sistem peradilan di Timor Lorosae sekarang hanya
peradilan umum. Regulasi UNTAET No. 11/20-00 pasal 4 menyebutkan bahwa
Badan Peradilan di Timor Lorosae terdiri atas Pengadilan Distrik dan Pengadilan
Banding. Pengadilan Distrik adalah pengadilan tingkat pertama yang dengan
wewenang mengadili semua perkara, baik perkara pidana maupun perkara perdata
di wilayah yurisdiksinya. Di seluruh Timor Lorosae ada empat pengadilin distrik,
yaitu: Pengadilan Distrik Baucau beryurisdiksi atas Distrik Baucau, Lautem,
Viqueque, dan Manatuto Pengadilan Distrik Suai dengan yurisdiksi atas Distrik
Covalima, Bobonaro, Ainaro, dan Manufahi. Pengadilan Distrik Oe-Cusse dengan
yurisdiksi atas Distrik Oe-Cusse. Pengadilan Distrik Dili dengan yurisdiksi atas
Distrik Dili, Liquiça, Ermera, dan Aileu.
Pengadilan Distrik Dili juga punya wewenang khusus mengadili apa yang
disebut “kejahatan berat” (serious crime). Yang tergolong “kejahatan berat”
adalah: genosida, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan,
pembunuhan, kejahatan seksual/perkosaan dan penyiksaan, yang terjadi pada awal
Januari 1999 sampai dengan 25 Oktober 1999. Untuk mengadili “kejahatan berat”
ini dibentuk panel hakim kejahatan berat, yang terdiri dari satu orang Timor

18
Lorosae dan dua orang pakar internasional. Pengadilan Banding adalah
pengadilan tingkat terakhir yang berkedudukan di Dili. Pengadilan Banding
berwenang memeriksa kasus naik banding atas keputusan Pengadilan Distrik serta
hal lain sebagaimana ditetapkan dalam regulasi UNTAET lainnya. Dalam institusi
pengadilan, baik pengadilan distrik maupun pengadilan banding, selain ada hakim
ada pula panitera dan juru sita dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
Panitera tugasnya antara lain menerima berkas perkara yang masuk ke pengadilan,
mengarsipkan, menyimpan barang bukti serta menjamin keamannya, juga
membuat notulen selama proses pengadilan. Sementara juru sita bertugas
menjalankan keputusan pengadilan tentang penyitaan barang bukti.
Secara garis besar, dalam proses sebuah kasus pidana, pihak-pihak yang
terlibat antara lain: Polisi, Jaksa. Tersangka/terdakwa (dengan pengacaranya)
Hakim investigasi Hakim panel (zaman Indonesia: majelis hakim) Sebagai contoh
kalau terjadi suatu kasus pidana dan tersangkanya tertangkap tangan, maka polisi
bisa secara langsung melakukan penangkapan untuk kemudian menyerahkan
kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU). JPU selanjutnya mengajukan permohonan
kepada hakim investigasi guna mengeluarkan surat perintah penangkapan. Jika
JPU menilai bahwa kasus tersebut perlu dilanjutkan, dalam arti cukup bukti, JPU
bisa mengajukan permohonan kepada hakim investigasi untuk mengeluarkan surat
perintah penahanan. Tetapi dalam kasus pidana yang berdasarkan pengaduan atau
laporan, polisi sebelum melakukan penangkapan tersangka harus meminta surat
perintah penangkapan dari hakim investigasi. Jika semua proses sudah dilalui dan
bukti sudah lengkap, JPU bisa mengajukan surat dakwaan kepada pengadilan
yang berkompetensi guna mengadili kasus tersebut. Selama proses, dari tahap
investigasi sampai sidang pengadilan tersangka atau terdakwa berhak untuk
didampingi oleh penasehat hukum atau pengacara.
Namun tidak ditutup kemungkinan tersangka atau terdakwa membela dirinya
sendiri tanpa pengacara. Sedangkan dalam hukum acara perdata, selain perkara
gugatan (ada sengketa yang perlu diselesaikan dan diputus oleh hakim) ada juga
perkara-perkara yang disebut permohonan yang diajukan oleh seorang pemohon
atau lebih secara bersama-sama. Jadi dalam permohonan tidak ada sengketa, tetapi

19
ada pihak pemohon yang menghadap ke pengadilan untuk mendapat suatu
penetapan. Di sini hakim hanya memberi jasa-jasanya sebagai seorang tenaga Tata
Usaha Negara. Sebagai contoh seluruh ahli waris seseorang yang sudah
meninggal secara bersama-sama menghadap ke pengadilan untuk mendapat suatu
penetapan perihal bagian masing-masing dari warisan almarhum berdasarkan
ketentuan undang-undang.
Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Timor Lorosae, anggota ANMEFTIL
(Asosiasaun Nasional Makaer Fukun Timor Lorosae, Persatuan Nasional Sarjana
Hukum Timor Lorosae)
Warga Negara Indonesia Yang Melanggar Hukum Di Timur Leste Karena
indonesia belum mempunyai perjanjian ekstradisi maka WNI di selesaikan
berdasarkan hukum yang berlaku di timur leste, namun Misalnya Timor Leste
menangkap warganegara Indonesia dalam kasus hukum, misalkan yang terlibat
dalam penyelundupan narkoba ke negeri itu, pihak berwenang di Timor Leste
kemudian membangun komunikasi dengan pihak berwenang di Indonesia
mengenai masalah ini. Dan perlu kita ketahui bahwa sistem hukum Timor Leste
adalah yang paling lemah dalam menangkal kasus penyelundupan seperti ini.
"Mereka (penyelundup) tahu bahwa timur leste tidak memiliki hukuman mati,
bahkan hukuman seumur hidup. Tidak Seperti pada negara Singapura, Malaysia
dan Indonesia. Namun, walau memiliki sistem hukum yang "baik hati" bukan
berarti Timor Leste harus mengubah sistem hukumnya. Yang harus dilakukan
Timor Leste adalah memperketat penjagaan di pintu-pintu masuk ke negara timur
leste. Kedutaan Besar Republik Indonesia senantiasa mengupayakan bantuan
hukum warga negara Indonesia yang ditangkap di Timor Leste karena dituduh
menyelundupkan narkotika. "Misalnya ditangkap karena mendatangkan obat-
obatan terlarang yaitu narkotika.
Dia mengatakan narkotika yang disita oleh polisi setempat berjumlah enam
kilogram. Kedutaan Besar Republik Indonesia melakukan koordinasi dengan
aparat terkait, termasuk Kepolisian Nasional Timor Leste yang juga membawahi
bidang imigrasi serta atase kepolisian. Kasus ini, menurut Prima, merupakan yang
terbesar di Timor Leste sehingga mendapat perhatian dari para pejabat negara

20
termasuk Perdana Menteri Xanana Gusmao. Timor Leste dan Indonesia tidak
memiliki perjanjian ekstradisi. "Tidak ada perjanjian ekstradisi antara Indonesia
dan Timor Leste tapi kalau penanggulangan pencegahan obat-obat terlarang sudah
ada MoU yang ditandatangani kepolisian Timor Leste dan Kepala BNN RI.
Ekstradisi adalah sebuah proses formal di mana seorang tersangka kriminal
ditahan oleh suatu pemerintah diserahkan kepada pemerintahan lain untuk
menjalani persidangan atau, tersangka tersebut sudah disidang dan ditemukan
bersalah, menjalani hukumnya. Untuk mengembangkan kerjasama yang effektif
dalam penegakan hukum dan pelaksanaan peradilan, perlu diadakan kerjasama
dengan negara tetangga, agar orang orang yang dicari atau yang telah dipidana
dan melarikan diri ke luar negeri tidak dapat meloloskan diri dari hukuman yang
seharusnya diterima. Kerjasama yang effektif itu hanya dapat dilakukan dengan
perjanjian ekstradisi dengan negara yang bersangkutan. Mengingat bahwa sampai
sekarang Pemerintah Republik Indonesia belum pernah mengadakan perjanjian
ekstradisi dengan negara timur leste, maka hal tersebut sangat menghambat
pelaksanaan peradilan (administration of justice) yang baik. Dalam hal kejahatan
itu ada hubungannya dengan ekonomi dan keuangan maka hal tersebut juga
mempunyai pengaruh terhadap pembangunan nasional.
Bahwa Hukum Timor Leste didasarkan pada hukum Indonesia yaitu Sistem
Hukum Campuran (Mixed Law System) , seperti yang ditentukan oleh PBB.
Sementara hukum awalnya diterbitkan hanya dalam bahasa Inggris, pemerintah
mulai memberlakukan hukum sepenuhnya dalam bahasa Portugis pada tahun
2002. Untuk alasan ini, hukum Timor Leste sekarang ditulis dalam bahasa Inggris,
Portugis, dan Indonesia. Hukum Timor Leste diberlakukan oleh Polisi Nasional
yang didirikan pada tahun 2002. Salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah
hukum Timor Leste adalah pembentukan Panel Khusus Pengadilan Distrik Dili,
yang mencoba untuk menangani kejahatan seperti pembunuhan, pemerkosaan,
dan penyiksaan yang terjadi pada tahun 1999. Panel ini bekerja dari tahun 2000
hingga tahun 2006.

21
B. CIRI KHAS DARI CARA BERFIKIR NEGARA TIMOR LESTE
1. The Indonesian Annexation ( bergabungnya dengan Indonesia)
Dua perkembangan besar di Portugal dan Timor Leste selama pertengaham
1970an yaitu kemerdekaan Timor Leste. Pertama, “Revolusi Bunga Anyelir” di
Portugal dibawa kekuasaan pemerintah yang menyukai demokrasi dan
dekolonisasi. Kedua, kudeta di Timor Leste mengarah ke perang sipil. Kemudian,
pada tanggal 28 November 1975, Front Revolusioner untuk seorang Independen
Timor Timur (Frente Revolucionaria de Timor Leste Indepente, Fretilin)
menyatakan Republik Demokratik Timor Leste menjadi bangsa yang merdeka.
Tetapi kemerdekaan.Terjadinya Negara Konstitusi Republik Indonesia telah
melalui perjalanan politik yang panjang. Bangsa Indonesia harus menghadapi
Kolonial Belanda selama lebih kurang 350 tahun, dan bala tentara Jepang selama
lebih kurang 3,5 tahun untuk mewujudkan Proklamasi Kemerdekaan yang
akhirnya terwujud pada tanggal 17 Agustus 1945. Kondisi Sosiologis Kondisi
bangsa Indonesia yang pernah mengalami penjajahan, sangat merasakan
penderitaan dan keterbelakangan dalam berbagai bidang kehidupan. Masyarakat
Indonesia yang multibangsa, agama, ras dan antar golongan telah dipersatukan
dalam kesatuan politik dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Kondisi
Kultural/Budaya Negara Kesatuan Republik Indonesia dibangun atas dasar sendi-
sendi multicultural, berbeda-beda suku, agama, ras dan antar golongan. Semangat
menjenjeng tinggi persatuan dan kesatuan, serta rela berkorban untuk kepentingan
bangsa dan negara telah tertanam di dada setiap warga negara .14
Kondisi Psiko-Sosial atau kejiwaan Masyarakat Bangsa sebelum menjadikan
Pancasila sebagai dasar negara selalu dapat dipecah belah oleh bangsa lain. Hal ini
menyebabkan negara pernah mengalami penjajahan dari Kolonial Belanda
maupun Jepang Pedoman Filsafat Pancasila dalam sistem politik Indonesia, telah
dijadikan sebagai dasar dan motivasi dalam segala sikap, tingkah laku dan
perbuatan dalam hidup. Paham atau Ideologi yang diterapkan Ideologi Indonesia
yang berdasarkan Pancasila (Sumber dari segala sumber hukum) Pedoman

14
file:///C:/Users/user/Downloads/Documents/PENGANTAR_HUKUMTIMORLESTE.pdf
diakses tanggal 19 Oktober 2018

22
Konstitusi dan Hukum Tiap-tiap Negara memeliki hukumnya sendiri, begitu pula
dengan Timor-Leste. Namun mengigat Negara ini baru saja mengalami masa
kemerdekaannya maka, tidak mungkin untuk menghasilkan hukumnya sendiri
dalam waktu yang sangat singkat ini. Untuk menghindari kekosongan atau
kevakuman hukum maka, berdasarkan asas konkordansia, aturan hukum yang
pernah berlaku sebelumnya tetap dipakai sepanjang tidak bertentangan dengan
Konstitusi RDTL dan prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya. Di bawah ini
dipaparkan beberapa dasar hukum tetap diberlakukannya aturan-aturan sebelum
kemerdekaan RDTL.
2. Ciri Khas Dari Cara Berfikir Negara Timor Leste
Dalam konsep Negara Hukum “rechtsstaat” itu, diidealkan bahwa yang harus
dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum dan ini
sesuai dengankonstitusi RDTL pada pasal 1 ayat (1) dan pasal 2 ayat (1) dan (2).
Hal ini sebagai salah satukonsep dari Supremacy of law. Yang menjunjung tinggi
kedaulatan sebagai satu-satunyakekuasaan yang tertinggi sesuai dengan adagium
hukum dari terminologi yang dikenaldengan istilah “Salus Publica Suprema Lex
Isto” yang mengartikan bahwa kepentinganrakyat merupakan hukum yang
tertinggi.Jadi, konsepsi Negara Hukum atau yang sebelumnya hanya tertera dalam
penjelasan yang telah dirumuskan dalam pasal tersebut sebagai konsep dari
Negara Hukum Timor Leste ataudisebut sebagai Falsafah negara yaitu “Estado de
Direito Demokratiko”. Berpijak padaKonstitusi RDTL maka, dalam konsep
Negara Hukum Timor Leste juga memiliki tujuan dancita-cita Negara
sebagaimana pula telah dituliskan dalam pasal 6 Konstitusi RDTL tentangtujuan-
tujuan negara “Objectivo do Estado”
Gagasan Negara Hukum itu dibangun dengan mengembangkan perangkat
hukum itu sendirisebagai suatu sistem yang fungsional dan berkeadilan,
dikembangkan dengan menata suprastruktur dan infra struktur kelembagaan
politik, ekonomi dan social yang tertib dan teratur,serta dibina dengan
membangun budaya dan kesadaran hukum yang rasional dan impersonaldalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Paham Negara hukum tidak
dapatdipisahkan dari pahan kerakyatan sebab pada akhirnya, hukum yang

23
mengatur dan membatasikekuasaan Negara atau pemerintah diartikan sebagai
hukum yang dibuat atas dasar atau asas-asas kekuasaan atau kedaulatan rakyat.
Dengan demikian eratnya paham Negara hukum dankerakyatan sehingga ada
sebuah sebutan Negara hukum yang demokratis atau democratisherechtstaat.
Menurut Yohanes Usfunan mengemukakan lima unsur Hukum Pemerintahan
berkonstitusiyaitu:
a. Asas Legalitas; Negara tuduk pada Konstitusi dan Hukum
b. Hak asasi Manusia; RDTL adalah Negara yang Demokratis, Berdaulat,
Merdeka danbersatu berdasarkan hukum, keinginan rakyat dan kehormatan
atas martabat Manusia.Berdasarkan pasal 2 ayat 2 Konstitusi RDTL.
c. Pengawasan hukum; Pemerintah melaksanakan fungsinya berdasarkan
ketentuan-ketentuan umum, bukan yang dibuat sewenang-wenang yang
mengesampingkankonvensi dan konstitusi.
d. Pembagian kekuasaan-wewenang; Pemerintah berkonsstitusi berarti
pemerintahanyang dilaksanakan atas kehendak rakyat.
e. Demokrasi; Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan bangsa dan
Negara.
Menurut para ahli hukum bahwa negara hukum pada hakikatnya adalah
negara yang menolakmelepaskan kekuasaan tanpa kendali. Dengan kata lain,
Negara yang menyelenggaranyaberdasarkan hukum yang adil dan
demokratis.Berkaitan dengan konsep Nomocrasi yang bersal dari kata nomos dan
cratos perkataannomokrasi dapat dibandingkan dengan demos dan cratos dalam
demokrasi atau kekuasaansepenuhnya ditanggan rakyat yang dibayangkan sebagai
faktor penentu dalampenyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum oleh
karena itu istilah nomokrasierat dengan kedaulatan Negara hukum Timor
Leste.Dengan demikian kata nomokrasi dapat seiring dengan prinsip Negara
hukum yangdikembangkan oleh Frederich Julius Stahl, hal ini dapat dikaitkan
dengan prisip rechtstaatpada wilayah Eropa kontinental Civil law yang mencakup
empat elemen penting, yaitu:

1. Perlindungan hak asasi manusia.


2. Pembagian atau pemisahan kekuasaan.

24
3. Pemerintah berdasarkan undang-undang
4. Peradilan tata usaha negara.
Sedangkan pada wilayah Anglosakson Command law, muncul pula konsep
Negara hukum(rule of law) dari A.V. Dicey, dengan unsur-unsur sebagai
berikut:
a) Supermasi aturan-aturan hukum (supermacy of law)
b) Kedudukan sama dalam hadapi hukum (equality before the law)
c) Terjaminnya hak asasi manusia oleh undang-undang dasar serta
keputusan-keputusanpengadilan.Republik Demokratis Timor-Leste
adalah Negara hukum rechtstaat untuk mengatur,mengikat, membatasi
kekuasaan pemerintah dan menentukan kedudukan lembaga
kedaulatanNegara yang berdemokrasi serta masyarakat sebagai sarana
pengontrol dalam sistempemerintahan. Pembatasan badan-badan
kedaualatan yang divaliditas dan legitimasikan olehKonstitusi RDTL
agar menjaga tidak terjadinya perselisihan atau konflik dan tidak
bolehturut ikut campur melakukan intervensi terhadap kegiatan organ
lain dengan demikianindenpendensi masing-masing cabang kekuasaan
dapat terjamin dengan sebaik baiknya.Sesuai dengan hukum besi
kekuasaan, setiap kekuasaan pasti memiliki kecenderungan
untukberkembang menjadi sewenang-wenang, seperti dikemukakan oleh
Lord Acton: “Power tendsto corrupt, and absolute power corrupts
absolutely”. Oleh karena itu, kekuasaan harusdibatasi dengan cara
memisah-misahkan kekuasaan kedalam cabang-cabang yang
bersifatchecks and balances dalam yang sederajat dan kedudukan saling
mengimbangi danmemgendalikan satu sama lain, adanya pembatasan
kekuasaan Negara dan organ-organNegara dengan cara menerapkan
prisip pembagian kekuasaan dengan begitu kekuasaan tidaktersentralisasi
dan terkonsentrasi dalam satu organ atau satu tangan yang
kemungkinanterjadinya tindakan kesewenang-wenangan.
Menurut Jhon Locke dalam karyannya Two Treaties of Government,
kekuasaan Negaradibedakan atas tiga macam, yaitu.

25
1. Membuat Undang-undang (Legislative Power)
2. Melaksakan Undang-Undang (Executive power)
3. Kekuasaan untuk melakukan hubungan diplomatik dengan negara lain
(Federativepower).
Namun dalam Republik Demokratis Timor-Leste adalah suatu
kedaulatan Negara yangdibagikan menjadi empat bagian atau sering
disebut dengan lembaga-lembaga kedaulatanNegara sebagaimana
yang telah dikodifikasikan dalam pasal 67 Konstitusi RDTL
tentangbadan-badan kedaulatan Negara “Orgaun soberania nian” yang
terdiri dari, Presiden,Parlamen Nasional, Pemerintah dan Pengadilan.
Dan dalam setiap badan-badan kedaulatanNegara masing-masing
menjalangkan tugas dan fungsinya sesuai dengan kewenangan yang
telah didefinisikan oleh konstitusi RDTL antara lain:
“Pasal 74 President Republik adalah kepala negara dan lambang
penjamin kemerdekaannasional dan persatuan negara serta tata kerja
lancar lembaga-lembaga demokratis. PresidentRepublik adalah
panglima tertinggi angkatan bersenjata. Dengan demikian maka
lembagakedaulatan Kepresidenan merupakan suatu lembaga yang
sangat penting dalam negaraTimor-leste oleh sebab itu dilihat dalam
pasal perpasal memberikan peluang kepada lembagakedaulatan
kepresidenan untuk mengambil keputusan atau menjalankan tugasnya
danwewenagnya sesuai dengan Konstitusi RDTL.”
Berdasarkan pada Pasal 92 Parlamen Nasional adalah lembaga
kedaulatan RepublikDemokratis Timor Leste yang mewakili semua
warga negara Timor Leste dan diberikanwewenang legislatif,
penyusunan Undang-undang, pengawasan dan pemgambilan keputusan
politik serta melakukan pengontrolan terhadap lembaga-lembaga
kedaulatan lainnya seperti,Presiden, pemerintah dan Pengadilan
sehingga Pemerintahan Negara disebut Check andBalance.
Selanjutnya pada Pasal 103 yang memberikan defenisi tentang
pengertian, Pemerintahmerukan lembaga kedaualatan Negara yang

26
bertujuan untuk menjalankan Undang-Undangserta bertanggungjawab
atas pengarahan dan pelaksanaan kebijakan umum Negara
danmerupakan badan pemerintahan umum tertinggi. Untuk
mengimplementasikan program-program kerja dari suatu pemerintahan
maka pemerintah tentu mempunyai program-programyang esensial
untuk memajukan masyarakat dan negara dalam berbagai segi.
Sehubungan dengan defenisi dari pemerintah maka, dalam pasal
118 tentang Pengadilan,merupakan suatu lembaga kedaualatan Negara
bertujuan untuk menafsirkan Undang-Undangserta dengan wewenang
untuk menegakan keadilan atas nama rakyat. Dalam
menjalankanfungsi-fungsinya, pengadilan berhak memperoleh bantuan
dari dari aparat pemerintahlainnya. Putusan pengadilan bersifat
mengikat dan berada diatas putusan pihak berwenangapapun lainnya.
Degan demiakian secara rinci dan jelas Negara RDTL adalah sebuah
Negara
hukum yang berdemokrasi “democratishe rechtstaat” berdasarkan
Konstitusi RDTL 2002.
C. SUMBER HUKUM TIMOR LESTE
Timor leste merupakan negara yang baru merdeka, oleh karena itu tidak
mungkin untuk menghasilkan hukumnya sendiri dalam waktu yang sangat singkat
ini. Suatu negara tidak mungkin bisa berdiri jika tidak memiliki sumber aturannya
sendiri maka, berdasarkan asas konkordansia, aturan hukum yang pernah berlaku
sebelumnya tetap dipakai sepanjang tidak bertentangan dengan Konstitusi RDTL
dan prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya. Di bawah ini dipaparkan
beberapa dasar hukum tetap diberlakukannya aturan-aturan sebelum kemerdekaan
RDTL. Resolusi dewan Keamanan PBB No. 1272/1999 Kesepakatan 5 Mei 1999
di Amerika Serikat antara PBB, Pemerintahan Indonesia dan Pemerintahan
Portugal yang akhirnya diputuskan untuk memberikan kesepakatan kepada rakyat
Timor Lorosae untuk menentukan masa depan negaranya sendiri hal ini
merupakan suatu tongkat bersejarah yang amat penting bagi berdirinya Negara
Timor Lorosae.

27
Berdasarkan kesepakatan tersebut di atas maka, keluarlah Resolusi DK PBB
No. 1236 (1999) tertanggal 7 Mei 1999, Resolusi DK PBB No. 1346 (1999)
tertanggal 11 Juni 1999 dan Resolusi DK PBB No. 1362 (1999) tertanggal 27
Agustus 1999 yang memberikan mandat kepada PBB melalui pembentukan
UNAMET guna menyiapkan dan menyelenggarakan Referendum bagi rakyat
Timor Lorosae untuk menentukan nasibnya sendiri (Otonomi khusus tetap
dibawah kekuasaan RI atau berdiri sendiri sebagai sebuah Negara merdeka).
Menyusul referendum 30 Agustus 1999 yang dimenangkan oleh pihak yang
menghendaki kemerdekaan bagi Negara Timor Lorosae, PBB mengeluarkan
resolusi berikutnya yaitu Resolusi DK PBB No. 1264 (1999) tertanggal 15
September 1999 bagi pendaratan pasukan multinasional PBB di Timor Lorosae
pada tanggal 20 September 1999. Guna mengamankan situasi kebumi hanggusan
di territorial Timor- Leste, yang dilakukan oleh Pro Jakarta terhadap Pro
Kemerdekaan, setelah penderatan pasukan PBB di Timor Lorosae, PBB melalui
Dewan keamanan kembali mengeluarkan sebuah resolusi, yaitu resolusi DK PBB
No.1272 (199) 25 oktober 1999 yang secara yuridis mendirikan UNTAET.
Dengan demikian, mulai saat itu, secara resmi pemerintahan di Timor
Lorosae diambil alih oleh PBB untuk menyiapkan Timor Lorosae menuju
kemerdekaan penuh. Tujuan utama Resolusi DK PBB No. 1272 (1999) adalah
untuk membentuk pemerintahan Transisi PBB di Timor Lorosae (UNTAET)
dengan kewenangan mutlak membuat peraturan perundang-undangan,
menyelenggarakan pemerintahan dan menyelenggarakan adminidtrasi peradilan.
Berdasarkan ketiga kewenangan di atas maka, UNTAET memeliki tugas untuk :
Menjamin keamanan serta menegakan hukum dan ketertiban (law and order)
diseluruh wilayah Timor Lorosae; Membangun kembali sistem administrasi yang
efektif; Memberikan pelayanaan sosial serta membangun kembali pelayanan sipil
dan sosial; Melakukan koordinasi dengan humanitarian assistance, melakukan
rehabilitasi dan asistensi pembangunan; Mensuport capacity building dalam
pemerintahan, dan; Memberikan asistensi untuk membangun kondisi
pembangunan yang berkesinambungan. Regulasi UNTAET No. 1/1999 Regulasi
UNTAET No. 1/1999 mengatur tentang pembentukan pemerintahan transisi PBB

28
di Timor Lorosae. Menyusul Resolusi DK PBB No. 1272 (1999) maka, sekjen
PBB Kofi Anan menunjuk Dr. Serjio Vieira de Mello sebagai wakilnya untuk
memimpin misi PBB di Timor Lorosae. Setibanya Serjio Vieira de Mello Timor
Lorosae langkah pertama yang dilakukannya adalah membuat sebuah Regulasi
yang dapat dipakai sebagai dasar hukum bagi diselenggarakannya pemerintahan
transisi di Timor-Lorosae, maka dikeluarkan Regulasi UNTAET No. 1/1999
sebagaimana disebut diatas. Pasal 3 Regulasi UNTAET No. 1/1999 mengatakan
bahwa sampai saatnya digantikan oleh peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh
lembaga-lembaga Timor Leste yang diberikan secara democratis, hukum-hukum
yang pernah diterapkan di Timor Leste sebelum tanggal 25 Oktober1999 akan
diterapkan tetap di Timor Leste, sejauh hukumhukum tersebut tidak bertentangan
dengan standar-standar internasional sebagaimana disebut dalam pasal 2 Reg.
UNTAET 1/1999. dengan demikian maka, secara yuridis formal, hukum yang
berlaku di Timor Lorosae pada masa transisi PBB adalah hukum Indonesia
sepanjang tidak bertentangan dengan HAM dan instrumen-instrumen hukum
internasional lainnya. Konstitusi Negara RDTl Dalam rangka mempersiapkan
kemerdekaan bagi Timor Lorosae, perlu disusun sebuah Konstitusi sebagai hukum
dasar bagi Timor Lorosae yang merdeka. Oleh sebab itu, berdasarkan Regulasi
UNTAET No. 2/2001, telah dilangsungkan untuk pertama kalinya pemilihan
umum bagi pembentukan majelis Konstituante guna menyusun konstitusi Negara
baru Timor-Leste. Pada saat penyusunan konstitusi, Majelis konstituante yang
bertugas menyusun Konstitusi RDTL telah mengantisipasi keadaan “kekosongan
hukum” dengan mencantumkan sebuah pasal peralihan dalam Konstitusi yang
mengatakan bahwa semua hukum dan Regulasi-regulasi yang berlaku di Timor
Lorosae yang tidak bertentangan dengan konstitusi dan prinsip-prinsip yang
terkandung di dalamnya tetap berlaku di Negara RDTL sepanjang belum dicabut
atau diganti dengan undang-undang yang baru (pasal 165 Konstitusi RDTL).
UU No.2/Tahun 2002 Setelah kemerdekaan RDTL, Parlamen Nasional
mengeluarkan UU No. 2/2002 di mana dalam pasal 1 dikatakan bahwa semua
hukum yang berlaku sampai dengan tanggal 19 Mei 2002 tetap dianggap berlaku
sepanjang belum diganti dengan UU yang baru.

29
UU No. 10/Tahun 2003 Tentang Interpretasi terhadap UU No.2/Tahun 2002
tertanggal 7 Agustus 2002 kembali menegaskan bahwa hukum dipakai, sepanjang
belum diganti, adalah hukum Indonesia yang berlaku secara de facto di Timor
Leste selama 24 tahun. Lembaga-lembaga kedaulatan Negara Negara Timor-
Leste merupakan Negara yang berasaskan pada Negara Hukum yang menganut
asas pemisahan kekuasaan berdasarkan pasal 69 Konstitusi Republik Demokratik
Timor-Leste, asas pembagian kekuasaan inipun didasarkan pada teorinya
Montesque, kedaulatan suatu Negara harus dibagikan ke beberapa bagian atau
lembaga kedaulatan lain, yaitu; Pertama; Lembaga Legislatif; mempunyai
wewenang untuk membuat peraturan perundang-undangan tentang hal-hal yang
mendasar dan mengambil kebijakan politik dalam negeri maupun luar negeri
berdasarkan kedaulatan negara, sesuai dengan wewenang Atribusi (Wewenang
asli) hal ini di atur dalam pasal 95 Konstitusi Republik Demokratik Timor-Leste,
dan kemudian Parlamen nasional mendelegasikan wewenang Legislasi kepadab
pemerintah untuk membuat undang-undang yang mengatur tentang kejahatan-
kejahatan dan menentukan sanksi serta tata cara pelaksanaannya, Yang di atur
dalam pasal 96 Konstitusi RDTL Kedua; Lembaga Excekutif; mempunyai
wewenang untuk mengimplementasi peraturan perundang-undangan yang di buat
oleh lembaga legislative ( Parlamen nasional) hal ini di atur dalam pasal 115
Konstitusi RDTL. Ketiga; Lembaga yudikatif; merupakan suatu Lembaga yang
independen untuk mempertahankan peraturan perundang-undangan, berdasarkan
pasal 126 konstitusi RDTL. Perlu di telusuri bahwa dalam pasal 69 Konstitusi
RDTL tentang asas pemisahan kekuasaan dengan teorinya Montesque tentang
pembagian kekuasaan dalam suatu Negara ke dalam tiga Lembaga Kedaulatan
Negara, namun Negara Timor-Leste asas pembagian kekuasaan yang di atur
dalam pasal 69 terdapat empat (4) lembaga kedaulatan Negara, yang terdiri dari;
Presiden Republik sebagai kepala Negara memiliki lembaganya tersendiri,
Parlamen Nasional sebagai lembaga Legislatif, Pemerintah sebagai lembaga
Excekutif dan Pengadilan sebagai Lembaga Yudikatif. Ke empat (4) lembaga ini
mempunyai wewenang masing-masing dan menjalankan peran dan fungsinya
tidak boleh terjadi campur tangan antara satu lembaga dengan lembaga yang lain.

30
Menurut Konstitusi RDTL, Timor Lorosae memeliki empat lembaga Negara yang
masing-masing bersifat berdaulat: Presiden Republik RDTL Parlamen Nasional
(Legislatif)
Pemerintah (Eksekutif), dan Lembaga Peradilan (Independen) Menurut pasal
74 Konstitusi dikatakan bahwa Presiden adalah Kepala Negara, simbol untuk
menjamin kemerdekaan nasional, persatuan nasional dan berfungsinya
institusiinstitusi Negara secara democratis. Di samping itu, Presiden adalah juga
Panlima Tertinggi Angkatan Bersenjata RDTL. Presiden yang dipilih secara
langsung oleh rakyat melalui suatu pemilihan umum yang lansung, umum, bebas
dan rahasia dan secara individu/pribadi untuk jangka waktu 5 tahun memeliki
tugas, wewenang, hak dan kewajiban sebagaimana digariskan dalam Konstitusi
Negara (harap mencari sendiri pasal-pasal yang terkait dengan lembaga
kepresidenan di konstitusi).
Lembaga tinggi lainnya adalah Parlamen Nasional yang merupakan organ
berdaulat yang mewakili seluruh rakyat Timor Lorosae dengan kompetensia
membuat peraturan perundang-undangan (fungsi legislatif) sekaligus sebagai
badan pemeriksa (fungsi fiskalisasi) serta badan yang berwenang mengambil
keputusan politik menyangkut kepentingan bangsa dan Negara. Sebagai akibat
dianutnya sistem pemerintahan semi-presidensial oleh RDTL maka, tugas-tugas
eksekutif berada ditangan Perdana Menteri sebagai Kepala Pemerintahan. Dalam
menjalankan roda pemerintahan, Perdana Menteri dibantu oleh para Menteri.
Perdana Menteri diangkat dan dilantik oleh Prediden selaku Kepala Negara atas
usul dari partai pemenang pemilu atau koalisi partai. Sebagai sebuah Negara yang
berbentuk Republik dan berdasarkan pada hukum, Pengadilan RDTL ditetapkan
sebagai lembaga yudikatif yang bersifat independen, imparsial dan bebas dari
pangaruh pihak luar (termasuk Presiden, Parlamen dan Pemerintah).
Hubungan Antara Lembaga Tinggi Neggara Hubungan antara lembaga tinggi
Negara yang satu dengan yang lainnya serta mekanisme cara bergeraknya telah
diatur di dalam Konstitusi RDTL, khususnya di ayatayat yang ada ditiap-tiap
pasal yang bersangkutan. Pembahasan secara khusus tentang hal ini akan dibahas
dalam mata kuliah HTN pada semester berikutnyaa.

31
4. IDEOLOGI TIMUR LESTE

Timor Leste mendeklarasikan ideologi mereka sebagai ideologi


Demokrasi mungkin karena kemerdekaan Timor Leste di bantu oleh Ausralia
dan Amerika sebagai kampiun Demokrasi, ideologi demokrasi ini yang
menjadi panutan mereka untuk membentuk pemerintahan dan konstitusinya
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara
sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas
negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar
demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik
negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis
lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg
sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga
negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi
dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.15
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga
pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan
kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang
menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan
rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan
kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh
masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi
masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses
pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan. Pemilihan
umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan
presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum
tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh
sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum.
Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih
(mempunyai hak pilih).16
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya
kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung,
tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-
anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai
negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung
presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun
perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering
dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian
masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem
pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa

15
Asep, https://asepeasttimor.wordpress.com/ideologi/ diakses pada tanggal 20 Nopember
2018

16
ibid

32
pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada
masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. 17
Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga
yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak
memliki catatan criminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).Kepala
Negara Republik Timor Timur adalah seorang presiden, yang dipilih secara
langsung dengan dengan masa bakti selama 5 tahun. Meskipun fungsinya
hanya seremonial saja, ia juga memiliki hak veto undang-undang. Perdana
Menteri dipilih dari pemilihan multi partai dan diangkat/ditunjuk dari partai
mayoritas sebuah koalisi mayoritas. Sebagai kepala pemerintahan, Perdana
Menteri mengepalai Dewan Menteri atau Kabinet.18

17
ibid
18
ibid

33
BAB IV
PENUTUP
A. SIMPULAN
B. SARAN

34
DAFTAR PUSTAKA

E.M Tomodok. 1994. Hari-Hari Akhir Timor Portugis. Pustaka Jaya. Jakarta.

Idup Suhadi dan Desi Fernanda. 2001. Dasar-dasar Kepemerintahan yang baik.
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. Jakarta.

I Nyoman Suyatna. 2011. Disertasi. Asas-asas umum pemerintahan yang baik


dalam pembentukan peraturan daerah: Program Studi Doktor Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.

Khairul Jasmi. 2002.Melintas Badai Politik Indonesia. Pustaka Sinar Harapan.


Jakarta.

L.J. van Apeldoorn. 1978. Pengantar Ilmu Hukum: Pradnya Paramita. Jakarta.

R. Sri Soemantri M. 1992. Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia,


Alumni. Bandung.

Syamsul Hadi dkk. 2007.Disintegrasi Pasca Orde baru: Negara, Konflik Lokal
dan Dinamika Internasional. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

https://anzdoc.com/bab-ii-tinjauan-pustaka-a-kebijakan-pemerintah-timor-leste-
t.diakses pada tanggal 20 september 2018.

www.fundasaunmahein.com , diakses pada tanggal 20 September 2018.

file:///C:/Users/user/Downloads/Documents/PENGANTAR_HUKUMTIMORLE
STE. diakses tanggal 19 Oktober 2018.

https://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=https://law.stanford.edu/w
p-content/uploads/2018/04/Legal-History-and-the-Rule-of-Law-in-Timor-
Leste.pdf&prev=search,diakses pada tanggal 19 September 2018.

Asep, https://asepeasttimor.wordpress.com/ideologi/ diakses pada tanggal 20


Nopember 2018

35

Anda mungkin juga menyukai