Anda di halaman 1dari 11

SISTEM MANAJEMEN MUTU TERPADU

BUDAYA ORGANISASI DAN BUDAYA KUALITAS

DISUSUN OLEH :
FITRI RAHAYU MUKTI (1631410040)

TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI MALANG
2017
.
1. Budaya Organisasi
Keberadaan suatu organisasi atau perusahaan pada umumnya mempunyai tujuan
jangka panjang yang dilandasi untuk menghasilkan nilai-nilai tambah dan manfaat bagi
stakehoulders yang meliputi para pemegang saham, karyawan, mitra kerja, dan
masyarakat pada umumnya.
Dalam upaya memberikan kepastian akan pencapaian tujuan jangka panjang
tersebut, perusahaan memerlukan daya dukung dalam bentuk empat pilar utama, yaitu
sumber daya manusia yang bemutu dan profesional, sistem dan teknologi yang terpadu,
strategi yang tepat, serta logistik yang dibutuhkan. Dalam upaya pemberdayaan karyawan
agar menghasilkan karyawan yang profesional dengan integritas yang tinggi, diperlukan
suatu acuan baku yang diberlakukan dalam perusahaan. Acuan tersebut adalah budaya
organisasi yang secara sistematis menuntun para karyawan untuk meningkatkan
komitmen kerjanya bagi perusahaan. Menurut Moeljono (2005: 52), budaya organisasi
merupakan sistem nilai-nilai yang diyakini semua anggota organisasi yng dipelajari,
ditetapkan serta dikembangkan secara kontinu, berfungsi sebagai sistem perekat dan dapat
dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan.
Budaya organisasi atau perusahaan mengandung beberapa aspek pokok (Bounds,
1994:101) seperti berikut.

1. Budaya merupakan konstruksi sosial unsur-unsur budaya seperti nilai-nilai, keyakinan


dan pemahaman, yang dianut oleh semua anggota kelompok.
2. Budaya memberikan tuntutan bagi para anggotanya dalam memahami suatu kejadian.
3. Budaya berisi kebiasaan atau tradisi.
4. Dalam suatu budaya, pola nilai-nilai, keyakinan, harapan, pemahaman, dan perilaku
timbul dan berkembang sepanjang waktu.
5. Budaya mengarahkan perilaku: kebiasaan atau tradisi merupakan perekat yang
mempersatukan suatu organisasi dan menjamin bahwa para anggotanya berperilaku sesuai
norma.
6. Budaya masing-masing organisasi bersifat unik.

. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan melakukan akulturasi


budaya organisasi, selain akan menghasilkan karyawan yang berkualitas.
Ada beberapa faktor penting yang menentukan perilaku manajemen suatu
perusahaan, yaitu budaya organisasi, struktur, sistem, rencana, kebijakan formal,
kepemimpinan, dan lingkungan perusahaan yang kondusif. Menurut penelitian John P.
Kotter dan James L. Heskett (1992) membuktikan ada empat prinsip utama yang akan
tercapai dengan budaya organisasi yang efektif, yaitu (1) budaya organisasi akan
meningkatkan kinerja ekonomi jangka panjang, (2) akan menjadi suatu faktor dalam
menentukan keberhasilan atau kegagalan perusahaan, (3) akan mengurangi penggunaan
dana dalam jumlah yang besar, dan (4) para karyawan akan makin meningkat profesional
dan keterampilannya. Kesadaran para pemimpin dan karyawan terhadap budaya
organisasi akan mempengaruhi produktivitas perusahaan dan memberikan motivasi yang
kuat untuk mempertahankan, memelihara, dan mengembangkan budaya organisasi
tersebut sehingga merupakan daya dorong yang kuat untuk kemajuan perusahaan..
Menurut Robbins (dalam Molejono, 2005: 13). Terdapat sepuluh karakteristik
yang dipakai sebagai acuan esensial dalam memahami dan mengukur keberadaan budaya.
(1) inisiatif individu, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan, dan kemandirian yang
dimiliki individu. (2) Toleransi risiko, yaitu tingkat pengambilan risiko, inovasi, dan
keberanian individu. (3) Arahan, yaitu kemampuan organisasi dalam menciptakan kreasi
terhadap sasaran dan harapan kinerja. (4) Integrasi, yaitu kemampuan organisasi dalam
melakukan koordinasi yang menjadi satu kesatuan gerak. (5) Dukungan manajemen, yaitu
kemampuan manajemen dalam proses komunikasi, pembimbingan, dan memberikan
dukungan terhadap karyawan. (6) Kontrol, yaitu seberapa besar aturan, arahan, dan
supervisi yang mampu mengontrol perilaku kerja karyawan. (8) Sistem imbalan, yaitu
sejauh mana alokasi imbalan berdasarkan atas kinerja. (9) Toleransi konflik, yaitu
kesempatan karyawan untuk mengungkapkan konflik secara terbuka. (10) Pola
komunikasi, yaitu seberapa jauh komunikasi yang dibangun organisasi membatasi hierarki
secara formal.

2. Fungsi dan Dinamika Budaya Organisasi


Budaya organisasi tidak muncul begitu saja dari sesuatu kehampaan, Menurut
Atmosoeprapto (2001), ada beberapa unsur budaya organisasi, yaitu (1) lingkungan usaha,
akan menentukan apa yang harus dikerjakan untuk mencapai keberhasilan. (2) Nilai-nilai
yang merupakan konsep dasar dan keyakinan suatu organisasi. (3) Keteladanan, yaitu
orang-orang menjadi teladan terhadap karyawannya karena keberhasilannya. (4) Upacara-
upacara, yaitu acara-acara rutin yang diselanggarakan perusahaan dalam memberikan
penghargaan para karyawannya yang berprestasi. (4) Network, jaringan komunikasi
informal di dalam perusahaan yang dapat menjadi sarana penyebaran nilai-nilai budaya
organisasi.

3. Pembentukan Budaya
Dalam upaya pembentukan budaya organisasi dilakukan melalui proses
penyesuaian yang dikenal dengan sosialisasi, yaitu proses adaptasi para karyawan
kepada budaya organisasi. Menurut Robbins (2001:522), proses sosialisasi merupakan
konsep suatu proses yang terdiri atas tiga tahap, yaitu pra kedatangan, pertemuan dan
metamorphosis. Tahap pra kedatangan terjadi sebelum seseorang anggota baru
bergabung dengan suatu organisasi. Tahap pertemuan karyawan baru tersebut melihat
seperti apakah organisasi tersebut sebenarnya dan menghadapi kemungkinan harapan
dan kenyataaan yang berbeda. Dalam tahap metamorphosis, perubahan relative lama
akan terjadi. Karyawan baru tersebut akan menguasai ketrampilan yang diperlukan
untuk melaksanakan pekerjaan, dan berusaha berhasil dalam melakukan perannya dan
penyesuaian nilai serta norma kelompok kerjanya. Proses tiga tahap ini akan
meningkatkan produktivitas kerja, komitmen pada tujuan organisasi dan keputusan
untuk tetap bersama dalam organisasi tersebut.
Budaya asli diturunkan dari filsafat pendiri organisasi. Selanjutnya, budaya ini
akan sangat mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan karyawan.
Tindakan manajemen puncak dewasa ini menentukan perilaku yang dapat diterima.
Bagaimana karyawan harus disosialisasikan, akan tergantung baik pada tingkat sukses
yang dicapai dalam menyesuaikan nilai-nilai karyawan baru dengan nilai-nilai organisasi
dalam proses seleksi maupun pada referensi manajemen puncak mengenai metode-
metode sosialisasi yang digunakan. Gambar berikut meringkaskan bagaimana budaya
suatu organisasi dibangun dan dipertahankan.

4. Kekuatan budaya organisasi


Setiap organisasi memiliki budaya sendiri yang sifatnya spesifik karena setiap
organisasi memiliki kepribadian yang khas. Budaya bisa stabil dan tidak statis. Krisis
kadang-kadang mendorong kelompok untuk mengevaluasi kembali beberapa nilai atau
perangkat praktis. Tantangan bisa mengakibatkan penciptaan cara-cara baru. Keluar
masuknya anggota utama, asimilasi yang cepat oleh karyawan baru, diversifikasi ke
dalam bisnis yang sangat berbeda dan ekspansi geografis, dapat memperlemah atau
mengubah budaya organisasi. Kontinuitas kepemimpinan, keanggotaan kelompok yang
stabil, konsentrasi geografis, ukuran kelompok yang kecil, dan keberhasilan yang berarti
semua berperan pada munculnya budaya yang kuat (Santhe, dalam Moeljono, 2005:22).
Beberapa komponen nilai inti akan cenderung mempengaruhi budaya organisasi
menurut Jusi (2001,5) seperti gambar 15.2
Menurut Jusi, budaya yang kuat didukung sejumlah faktor, yaitu leadership, sense
of direction, climate, positif teamwork, value add system, enabling structure,
appropriate competences, dan developed individual. Di antara faktor pendukung
tersebut, ternyata faktor leadership sangat menonjol dalam arti komitmen, kesungguhan
tekad dari pimpinan puncak, merupakan faktor utama yang sangat mendukung
terlaksananya suatu budaya perusahaan.

Menurut McKinsey & Company (dalam Peters and Waterman, 1986:10) ada tujuh
variabel berpengaruh terhadap kesuksesan suatu orgaisasi yang terangkum dalam 7-S
McKinsey, seperti gambar 15.3, yaitu sistem, struktur dan strategi, style, sistem, staff,
skill dan shared values (budaya organisasi yang merupakan software of organizations.
Untuk membangun suatu budaya organisasi baru diperlukan sosialisasi budaya
kepada karyawan yang dapat dilakukan dengan beberapa cara yang dinilai berhasil,
yaitu(1) cerita; menjelaskan berdirinya organisasi, pelanggaran peraturan, relasi terhadap
kesalahan masa lalu dan mengatasi masalah organisasi. (2) Ritual; memperkuat nilai-
nilai utama organisasi, tujuan apakah paling penting dan orang-orang mana yang penting
serta mana yang dapat dikorbankan. (3) Lambang materi; mengantarkan kepada
karyawan siapa yang penting, sejauh mana egalitarianism yang diinginkan eksekutif dan
jenis perilaku yang dimunculkan. (4) Bahasa; suatu cara untuk mengidentifikasi anggota
suatu budaya dalam hal memahami budaya organisasi secara lebih tepat.

B. Budaya Kualitas dan Rekayasa Ulang Budaya

Budaya kualitas adalah sistem nilai organisasi yang menghasilkan suatu lingkungan
yang kondusif bagi pembentukan dan perbaikan kualitas secara terus-menerus (Goetsch
dan Davis, 1997:122).. Karakteristik umum organisasi yang memiliki budaya kualitas
adalah sebagai berikut.

1. Perilaku sesuai dengan slogan.


2. Masukan dari pelanggan secara aktif dimintadan digunakan untuk meningkatkan
kualitas secara terus-menerus.
3. Para karyawan dilibatkan dan diberdayakan.
4. Pekerjaan dilakukan dalam suatu tim.
5. Manajer tingkat eksekutif diikutsertakan dan dilibatkan; tanggung jawab kualitas
tidak didelegasikan.
6. Sumber daya yang memadai disediakan dimanapun dan kapanpun dibutuhkan untuk
menjamin perbaikan kualitas secara terus-menerus.
7. Pendidikan dan pelatihan diadakan agar karyawan pada semua tingkat memiliki
pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas secara
terus-menerus.
8. Sistem penghargaan dan promosi didasarkan pada kontribusi terhadap perbaikan
kualitas secara terus menerus
9. Rekan kerja dipandang sebagai pelanggan internal
10. Pemasok diperlakukan sebagai mitra kerja.

Beberapa hal yang perlu di pahami dalam melakukan perubahan budaya adalah sebagai
berikut :

a. Pahamilah sejarah terciptanya budaya yang sudah ada


Budaya organisasi tidak muncul dengan sendiri,tetapi di susun oleh menejemen lama
untuk mengatasi berbagai masalah. Budaya tersebut dapat menghambat daya saing
perusahaan.
b. Jangan memusuhi system yang sudah ada ,tetapi perbaikilah
Memusuhi sistem terjadi apabila perubahan di lakukan tanpa memahami sistem yang
sudah ada dan tanpa memahami apa yang perlu di ubah .
c. Bersiaplah untuk mendengarkan dan mengamati
Dimana kita harus mencoba mendengar apa yang di katakan dan mengamati apa yang
tidak di katakan.
d. Libatkanlah setiap orang yang di pengaruhi oleh perubahan
Dalam hal ini kita memberikan mereka kesempatan untuk mengungkapkan persoalan
dan kekhawatirannya.

. Langkah langkah untuk mengubah budaya organisasi tradisional menjadi budaya


kualitas.

1. Mengidentifikasi Perubahan- perubahan yang Dibutuhkan


Untuk mengetahui suatu organasisasi memiiki budaya kualitas, maka perlu dilakukan
penilaian organisasi bersangkutan telah memiliki karakteristik karakteristik budaya
sebagai berikut:
a. Komunikasi yang terbuka
b. Kemitraan internal yang saling mendukung
c. Pendekatan kerja sama tim dalam proses
d. Obsesi terhadap perbaikan
e. Pemberdayaan karyawan secara luas
f. Menginginkan masukan dan umpan balik dari pelanggan
2. Menuliskan Perubahan- perubahan yang Direncanakan
Perbaikan ini membutuhkan perubahan dalam status quo.
3. Mengembangkan Suatu Rencana,Melakukan Perubahan
Rencana untuk melakukan perubahan di kembangkan berdasarkan mode : siapa Apa
Kapan Di mana Bagaimana .masing masing elemen ini merupakan bagain penting dari
rencana.
4. Memahami Proses Transisi Emosional
Dimana harus memahami fase fase transisi emosional yang di lewati seseorang bila
menghadapi perubahan. Transisi emosional terdiri dari tujuh fase yaitu : goncangan,
penolakan,realisasi,penerimaan,pembangunan kembali,pemahaman, dan penyembuhan.
5. Mengidentifikasi Orang Kunci dan Menjadikan Mereka Pendukung Perubahan
Orang kunci adalah orang yang dapat mempermudah pelaksanaan perubahan dan dapat
menghambat pelaksanaan. Orang kunci harus diidentifikasi , di libatkan dan di beri
kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan permasalahanya.
6. Menerapkan Pendekatan Emosional dan intelektual
Orang cenderung bereaksi terhadap perubahan lebih banyak berdasarkan tingkat
emosional daripada tingkat intelektual.Para pendukung perubahan perlu menerapkan
strategi komunikasi yang rutin dan terbuka .
7. Menerapkan Strategi Kemesraan
Kemesraan merupakan tahap dimana suatu hubungan berjalan secara lamban tetapi
kearah yang di harapkan.
8. Memberikan Dukungan
Strategi ini meliputi dukungan material,normal dan emosional yang di butuhkan orang
dalam menjalin perubahan .

Ada enam tahapan dalam proses rekayasa ulang budaya meliputi :


a. Menjual konsep budaya yang memerlukan keterampilan
b. Menentukan sasaran atau cakupan pekerjaan yang akan di prbaiki.
c. Merumuskan budaya perusahaan
d. Ekstraksi elemen budaya positif dan negative
e. Analisa kesenjangan
f. Pelaksanaan internalisasi budaya perusahaan

Revitalisasi Budaya Organisasi

Dalam penilaian sebagi pembelajar budaya organisasi dapat dilihat dari permasalahan
yang dihadapi Indonesia, yaitu pembangunan harus diletakkan di tingkat organisasi,
dibanding tingkat personal. Namun karena Indonesia merupakan nasion, Indonesia secara
umum mengalam disorientasi kultural. Kondisi ini dipersulit dengan budaya dari berbagai
negara, kelompok, suku, agama, bahkan individu yang tidak mempunyai nilai yang
konstruktif. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan revitalisasi budaya organisasi
dengan mempertimbangkan faktor eksternal.
1. Strategi Revitalisasi, dilakukan revitalisasi pada budaya organisasi di Indonesia
meliputi berikut ini.
- Memetakan tantangan organisasi di Indonesia
- Merumuskan nilai budaya yang bersifat generik
- Membangun nila-nilai budaya

Budaya Perusahaan yang Unggul

Seperti yang pernah dilakukan BUMN mengenai melakukan pengelolaan


perusahaan tunduk pada semua peraturan yang berlaku terhadap BUMN dan tetap
berpegang pada penerapan pada prinsip-prinsip Good Governace yaitu, transparansi,
kemandirian, akuntabilitas, pertanggung jawaban, dan keadilan. Good governace sendiri
ialah proses pengambilan keputusan dan proes implementasinya yang baik. Ini tidak
hanya melibatkan pemerintah, melainkan pelaku pasar dan masyarakat. Good governace
memiliki delapan karakteristik yaitu:
- Partisipasi
- Aturan hukum
- Transparansi
- Keresponsifan
- Berorientasi konsesus
- Kesadaran dan keinklusifan yang mengandaikan seluruh elemen masyarakat terlbiat
- Keefektifan dan keefisienan
- Pertanggung jawaban

Tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance =GCG) membantu
perusahaan dari kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan, dan telah terbukti dapat
meningkatkan kinerja sekitar 30% di atas tingkat pengembalian yang normal (rate of
return)..
Untuk menciptakan budaya perusahaan yang unggul (good corporate culture)
harus memiliki tiga unsur utama, yaitu budaya yang baik, kuat, dan dapat dilaksanakan.
 Budaya yang baik
Budaya yang baik adalah budaya yang sesuai dan dikembangkan dari nilai-nilai
yang ada dalam diri para anggotanya.
 Budaya yang kuat
Budaya perusahaan harus mampu bekerja dalam perusahaan sendiri. Menurut
Moeljono (2005: 97), budaya perusahaan adalah sistem nilai-nilai yang diyakini
anggota perusahaan dan yang dipelajari, diterapkan serta dikembangkan secara
kontinu, berfungsi sebagai sistem perekat dan dapat dijadikan acuan berperilaku
dalam perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan.
 Budaya dapat diterapkan
Asip Hadipranata (dalam Moeljono, 2005: 9) mengembangkan konsep tahapan
implementasi nilai budaya pada teknologi yang dikembangkan oleh GOCD, yaitu
(1) seluruh anggota organisasi merasa ada nilai di antara mereka yang di share
secara bersama-sama, (2) seluruh anggota organisasi mempercayai nilai-nilai yang
mereka rasakan, (3) seluruh anggota organisasi yakin nilai-nilai yang dipercaya
mengandung kebenaran dan bermanfaat bila dilaksanakan, dan (4) seluruh anggota
organisasi berniat untuk melaksanakan nilai budaya perusahaan.
Penolakan Terhadap Perubahan Budaya
Umumnya, setiap perubahan ada yang menolak atau menentang dalam setiap
organisasi. Penolakan terhadap perubahan merupakan perilaku organisasi normal. Dalam
hal ini, suatu organisasi mirip organisasi biologis. Dari perspektif budaya organisasi,
makhluk asingnya adalah perubahan, dan organismenya adlah organisasi yang akan
berubah. Perbaikan terus-menerus mengandung makna perubahan terus-menerus. Untuk
menjamin perbaikan terus-menerus, organisasi harus dapat mempermudah perubahan
terus-menerus.
Untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan perlu diterapkan langkah-langkah
yang dapat mempermudah perubahan. Langkah-langkah ini dijelaskan sebagai berikut.

1. Mengadopsi Paradigma Baru yang Mendukung Perubahan


Paradigma tradisional para pendukung perubahan adalah sebagai berikut.
a. Pendukung perubahan terlalu berfokus hanya pada hasil dan manfaat yang diharapkan.
b. Pendukung perubahan sering kali tidak menyadari bagaimana para penentang potensial
mempersepsikan perubahan yang diusulkan.
c. Pendukung perubahan sering kali tidak sabar terhadap perhatian atau keprihatinan para
penentang.
2. Memahami Persoalan Para Penentang Potensial
Memiliki sikap empati atau menempatkan diri pada sisi pandang dan posisi para
penentang. Ada beberapa alasan yang mendasari penolakan terhadap perubahan yaitu
sebagai berikut.
a. Keterkejutan dan kekhawatiran akan sesuatu yang tidak diketahui. Bila perubahan yang
inovatif atau secara radikal berbeda diperkenalkan tanpa pemberitahuan sebelumnya,
maka karyawan yang dipengaruhi perubahan tersebut khawatir akan implikasinya.
b. Iklim ketidakpercayaan atau kecurigaan.
c. Takut gagal. Perubahan pekerjaan yang bersifat intimidasi dapat menyebabkan para
karyawan meragukan kemampuan mereka sendiri. Hal ini dapat mengakibatkan
hilangnya kepercayaan diri serta terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan
pribadi karyawan.
d. Kehilangan status dan atau keamanan pekerjaan.
e. Pekerjaan yang lebih banyak. Kadangkala perubahan berarti semakin banyak
pekerjaan, paling tidak pada permulaannya. Hal ini karena orang harus mempelajari
informasi lebih banyak atau meningkatkan ketraMpilan baru sebelum mengadakan
perubahan..
f. Tekanan rekan kerja. Seseorang yang tidak secara langsung dipengaruhi untuk
melindungi kepentingan-kepentingan teman atau rekan kerjanya.
g. Gangguan terhadap tradisi budaya dan atau hubungan kelompok.
h. Konflik kepribadian. Kepribadian dari agen perubahan dapat mempengaruhi penolakan
terhadap perubahan
i. Kurangnya arah dan atau waktu yang tidak tepat.
3. Melaksanakan Strategi Mengembangkan Perubahan
Untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan. Juran merekomendasikan strategi
strategi berikut mudah diterapkan.
a. Libatkan para penolak potensial.
b. Hindarilah kejutan kejutan.
c. Mulailah secara perlahan pertama kali. Untuk mendapatkan dukungan dari para
penolak potensial, organisasi perlu memberikan waktu kepada mereka untuk
mengevaluasi usulan perubahan, mengungkapkan permasalahanya,
mempertimbangkan manfaatnya,dan mencari cara untuk mengatasi masalah masalah
yang di hadapi.
d. Mulailah dari yang kecil dan bersikplah luwes. Dengan bersikap luwes perubahan akan
dapat lebih di terima oleh para pendukung.
e. Ciptakan lingkungan yang positif.
f. Masukanlah perubahan tersebut. Perubahan akan dapat di terima dengan lebih mudah
bila dimasukkan dalam budaya organisasi yang sudah ada.
g. Berikan quid pro qua. Strategi mengandung pengertian bahwa bila memerlukan sesuatu
berikanlah pula sesuatu.
h. Berikan tanggapan dengan cepat dan positif.
i. Berjalan dengan pemimpin pemimpin yang di akui. Dalam setiap organisasi ada orang
yang dianggap sebagai pemimpin. Pemimpin bisa orang yang memiliki kedudukan
tertentu dan bisa juga pemimpin informal. Dukungan dari pemimpin snagat penting
karena karyawan menjadikan mereka sebagai panutan .
j. Hargai dan hormati setiap orang.
k. Bersikaplah konstruktif. Perubahan tidak dilakukan semata matanya untuk berubah,
tetapi dilakukan untuk perbaikan secara terus menerus.

Anda mungkin juga menyukai