Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
FAKTOR KIMIA
Kelompok 6
(Kelas A)
1. Ahmad Tajuddin Ramdhani (R0016001)
2. Dian Wahyu Indrawati (R0016021)
3. Fransiska Ellisa Fardani (R0016043)
4. Khamnani Akbarul Fikri (R0016053)
5. Raditya Mukti R. (R0016081)
6. Rika Wulandari (R0016087)
7. Riyan Anggara (R0016089)
8. Anjawani Prahandini (R0016089)
1
PENGESAHAN
Kelompok VI
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diantara gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja, debu merupakan
salah satu sumber gangguan yang tidak dapat diabaikan. Dalam kondisi
tertentu, debu merupakan bahaya yang dapat menyebabkan pengaruh
kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi vital paru, bahkan
dapat menimbulkan keracunan umum. Debu juga dapat menyebabkan
kerusakan paru dan fibrosis bila terinhalasi selama bekerja terus menerus.
Bila alveoli mengeras akibatnya mengurangi elastisitas dalam menampung
volume udara sehingga kemampuan mengikat oksigen menurun.
Debu merupakan partikel-partikel zat yang disebabkan oleh kekuatan
alami atau mekanis seperti pengolahan, pengepakan yang cepat, peledakan,
dan lain-lain dari bahan-bahan, baik organik, maupun anorganik, misalnya
batu, kayu, bijih, logam, arang batu, butir-butir zat, dan sebagainya.
Diantara gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja, debu merupakan
salah satu sumber gangguan yang tidak dapat diabaikan. Dalam kondisi
tertentu, debu merupakan bahaya yang menyebabkan pengurangan
kenyamanan kerja, gangguan pengelihatan, gangguan fungsi faal paru,
bahkan dapat menimbulkan keracunan umum (Depkes, 2003).
Menurut International Labor Organization (ILO), setiap hari terjadi 1,1
juta kematian yang disebabkan karena penyakit atau kecelakaan akibat
hubungan pekerjaan. Dari data ILO tahun 1999, penyakit saluran pernapasaan
merupakan salah satu penyebab kematian yang angkanya mencapai 21%. Di
USA penyakit paru akibat kerja merupakan penyakit akibat kerja nomer satu
yang dikaitkan dengan frekuensi, tingkat keparahan dan kemampuan
pencegahannya. Biasanya disebabkan oleh paparan, iritasi atau bahan toksik
yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan akut maupun kronis. Pada
tahun 2002 tercatat 294.500 kasus baru. Sedangkan di Indonesia penyakit atau
4
gangguan paru akibat kerja disebabkan oleh debu dan angka ini diperkirakan
cukup banyak (Widjasesana, 2010).
Untuk mengetahui kadar debu di tempat kerja, maka penting bagi
mahasiswa untuk melakukan uji coba (praktikum) pengukuran kadar debu.
Oleh karena itu harus dilakukan pengukuran kadar debu di lingkungan kita,
dan kami memilih mengukur kadar debu di lobby gedung F fakultas
kedokteran UNS. Untuk mengetahui tingkat kadar debu yang dihasilkan
dalam ruangan tersebut, dan dilakukan analisis dari hasil pengukurannya.
B. Tujuan
1. Untuk mengukur kadar debu total di udara yang bertempat di lobby
Gedung F lantai 1 Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
2. Menegetahui prosedur pengukuran kadar debu total di udara dengan
menggunakan HVS (High Volume Sampler).
3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi banyaknya debu di lobby
gedung F.
C. Manfaat
1. Bagi praktikan
a. Dapat mengukur kadar debu total di udara yang bertempat di
Lobby Gedung F lantai 1 Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret.
b. Dapat mengetahui prosedur pengukuran kadar debu total di udara
dengan mengggunakan HVS (High Volume Sampler).
c. Dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi banyaknya debu di
Lobby Gedung F lantai 1 Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret.
2. Bagi Prodi D3 Hiperkes dan KK
a. Dapat menciptakan mahasiswa D3 Hiperkes dan Keselamatan
Kerja yang berkompeten serta memiliki etos kerja yang baik.
5
b. Dapat menambah referensi dan kepustakaan untuk prodi D3
Hiperkes dan Keselamatan Kerja.
c. Dapat memberikan akreditasi bagi D3 Hiperkes dan Keselamatan
Kerja.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Definisi Debu
Debu adalah zat kimia padat, yang disebabkan oleh kekuatan-
kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan,penghancuran,
pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan, dan lain-lain dari
benda, baik organik maupun anorganik (Suma’mur, 2009). Menurut
Departemen Kesehatan RI (2003) debu ialah partikel-partikel kecil
yang dihasilkan oleh proses mekanis. Jadi, pada dasarnya pengertian
debu adalah partikel yang berukuran kecil sebagai hasil dari proses
alami maupun mekanik.
Pengukuran kadar debu total dilakukan dengan teknik gravimetri.
Pengambilan sampel (sampling) dilakukan pada zona pernapasan
pekerja (breathing zone). Media sampling yang digunakan adalah filter
yang bersifat hidrofobik dengan ukuran pori 0,5µm (misalnya PVC,
fiberglass). Berat debu yang ter-sampling dibagi dengan volume udara
saat pengambilan contoh dinyatakan sebagai kadar debu total di udara
tempat kerja.
2. Sifat-Sifat Debu
Menurut Departemen Kesehatan RI yang dikutip oleh Sitepu
(2002), partikel-partikel debu di udara mempunyai sifat:
a. Sifat penggumpalan
Oleh karena permukaan debu selalu basah, sehingga dapat
menempel satu sama lain dan dapat menggumpal. Turbulensi
udara meningkatkan pembentukan penggumpalan debu.
Kelembaban di bawah saturasi, kecil pengaruhnya terhadap
penggumpalan debu. Kelembaban yang melebihi tingkat
huminitas di atas titik saturasi mempermudah penggumpalan.
7
b. Sifat pengendapan
Sifat pengendapan adalah sifat debu yang cenderung selalu
mengendap karena gaya gravitasi bumi. Namun karena kecilnya
ukuran debu, kadang-kadang debu ini relatif tetap berada di
udara.
c. Sifat permukaan basah
Sifat permukaan debu akan cenderung selalu basah, dilapisi oleh
lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini penting dalam pengendalian
debu dalam tempat kerja.
d. Sifat listrik statis
Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel
lain yang berlawanan. Dengan demikian, partikel dalam larutan
debu mempercepat terjadinya proses penggumpalan.
e. Sifat optis
Debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat
memancarkan sinar yang dapat terlihat dalam kamar gelap.
Partikel debu yang berdiameter lebih besar dari 10 mikron
dihasilkan dari proses-proses mekanis seperti erosi angin,
penghancuran dan penyemprotan, dan pelindasan benda-benda
oleh kendaraan atau pejalan kaki. Partikel yang berdiameter
antara 1-10 mikron biasanya termasuk tanah dan produk-produk
pembakaran dari industri lokal. Partikel yang mempunyai
diameter 0,1-1 mikron terutama merupakan produk pembakaran
dan aerosol fotokimia (Fardiaz, 1992).
3. Sumber Debu
Debu yang terdapat di dalam udara terbagi dua, yaitu deposite
particulate matter adalah partikel debu yang hanya berada sementara di
udara, partikel inisegera mengendap karena ada daya tarik bumi.
Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara
dan tidak mudah mengendap (Yunus, 1997). Sumber-sumber debu
8
dapat berasal dari udara, tanah, aktivitas mesin maupun akibat aktivitas
manusia yang tertiup angin.
4. Jenis Debu
Jenis debu terkait dengan daya larut dan sifat kimianya. Adanya
perbedaan daya larut dan sifat kimiawi ini, maka kemampuan
mengendapnya di paru juga akan berbeda pula. Demikian juga tingkat
kerusakan yang ditimbulkannya juga akan berbeda pula. Suma’mur
(2009) mengelompokkan partikel debu menjadi dua yaitu debu organik
dan anorganik.
5. Penyakit Akibat Debu
Polutan partikel masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui
sistem pernapasan, oleh karena itu pengaruh yang merugikan terutama
terjadi pada sistem pernapasan. Faktor lain yang paling berpengaruh
terhadap sistem pernapasan terutama adalah ukuran partikel, karena
ukuran partikel yang menentukan seberapa jauh penetrasi partikel ke
dalam pernapasan. Debu-debu yang berukuran 5-10 mikron akan
ditahan oleh jalan pernafasan bagian atas, sedangkan yang berukuran 3-
5 mikron ditahan oleh bagian tengah jalan pernapasan (Yunus,
1997).American Lung Association membagi penyakit paru akibat kerja
mejadi dua kelompok besar: pneumokoniosis disebabkan karena debu
yang masuk ke dalam paru serta penyakit hipersensitivitas seperti asma
yang disebabkan karena reaksi yang berlebihan terhadap polutan di
udara (Suma’mur, 2009).
Menurut Suma’mur (1996), debu yang dapat menimbulkan ganggguan
kesehatan bergantung dari :
a. Solubility
Jika bahan-bahan kimia penyusun debu mudah larut dalam air,
maka bahan- bahan itu akan larut dan langsung masuk ke
pembuluh darah kapiler alveoli. Apabila bahan-bahan tersebut
tidak mudah larut, tetapi ukurannya kecil, maka partikel-partikel
itu dapat memasuki dinding alveoli, lalu ke saluran limpa atau ke
9
ruang peri bronchial menuju ke luar bronchial oleh rambut-
rambut getar dikembalikan ke atas.
b. Komposisi Kimia Debu
1) Inert dust adalah golongan debu ini tidak menyebabkan
kerusakan atau reaksi fibrosis pada paru. Efeknya sangat
sedikit atau tidak ada sama sekali pada penghirupan normal.
2) Poliferal dust adalah golongan debu ini di dalam paru akan
membentuk jaringan parut atau fibrosis. Fibrosis ini akan
membuat pengerasan pada jaringan alveolisehingga
mengganggu fungsi paru. Debu golongan ini menyebabkan
fibrocytic pneumoconiosis, contohnya: debu silika,
asbestosis, kapas, berilium dan sebagainya.
3) Bukan termasuk inert dust dan poliferatif dust adalah
kelompok debu yang tidak tahan di dalam paru, namun
dapat menimbulkan efek iritasi yaitu debu yang bersifat
asam atau asam kuat.
c. Konsentrasi Debu
Semakin tinggi konsentrasi debu di udara tempat kerja, maka
semakin besar kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan.
d. Ukuran Partikel Debu
Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit
pada saluran pernapasan.
1) Ukuran debu 5 – 10 mikron, akan tertahan oleh silia pada
saluran pernapasan bagian atas.
2) Ukuran debu 3 – 5 mikron, akan tertahan oleh saluran
pernapasan bagian tengah.
3) Ukuran debu 1 – 3 mikron, sampai dipermukaan alveoli.
4) Ukuran debu 0,5 – 1 mikron, hinggap dipermukaan alveoli,
selaput lendir sehingga menyebabkan fibrosis paru.
5) Ukuran debu 0,1 – 0,5 mikron, melayang dipermukaan
alveoli.
10
B. Perundang-undangan
1. Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.
13/MEN/X/2011 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja.
2. SNI 19-0232-2005 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) zat kimia di
udara tempat kerja.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 66 tahun 2014 tentang
kesehatan Lingkungan.
11
BAB III
HASIL
12
13
Bagian-bagian Alat dan Fungsi
a. High Volume Sampler (HVS) : alat untuk mengambil sampel SPM
(Suspended Particel Matter)
1) Holder: Bagian atas HVS digunakan untuk membawa HVS
2) Tombol on/off: Untuk mematikan dan menghidupkan HVS
3) Flow meter : Mengetahui kecepatan udara
4) Filter holder: Menyangga Filter agar tetap tegak
5) Flow adjustment: Untuk mengatur kecepatan aliran udara
6) Filter: Menahan kertas filter agar tidak jebol
7) Kertas Filter: menampung sample debu lingkungan
b. Kertas saring: untuk memisahkan partikel suspensi dengan cairan,
atau untuk memisahkan antara zat terlarut dengan zat padat
desikator yang berguna untuk mengeringkan padatan.
c. Pinset: untuk mengambil kertas saring dengan cara menjepit.
d. Kaset holder: sebagai media pembawa kertas saring dari tempat
pengukuran ke laboratorium.
e. Tripod: untuk meletakkan/penyangga HVS dengan ketinggian
tertentu.
f. Desikator: tempat menyimpan sampel yang harus bebas air.
1) Penutup desikator
2) Wadah untuk zat
3) Silika gel
g. Timbangan Analitik: untuk mengukur partikel suspensi yang
terdapat pada kertas saring.
1) Piringan timbang
2) Tombol on/off
3) Penutup
2. Cara Kerja
1) Persiapan
a. Filter yang diperlukan disiapkan dalam desikator selama 24
jam agar mendapatkan kondisi stabil.
14
b. Filter kosong ditimbang sampai diperoleh berat konstan,
minimal tiga kali penimbangan sehingga diketahui berat filter
sebelum pengambilan contoh. Catat berat filter blanko dan
filter contoh masing-masing dengan berat B1 (mg) dan W1
(mg). Masing-masing filter tersebut diletakkan dalam holder
setelah diberi nomor (kode).
2) Pengambilan Contoh
a. HVS diletakkan pada titik pengukuran (didekat tenaga kerja
terpapar debu) dengan menggunakan tripod kira-kira setinggi
zona pernapasan tenaga kerja.
b. Pompa penghisap udara dihidupkan dan dilakukan
pengambilan contoh dengan kecepatan laju aliran udara
(flowrate) 10 liter/menit.
c. Lama pengambilan contoh dapat dilakukan selama beberapa
menit hingga satu jam (tergantung pada kebutuhan, tujuan, dan
kondisi di lokasi pengukuran).
d. Pengambilan contoh dilakukan minimal tiga kali dalam
delapan jam kerja, yaitu pada awal, pertengahan, dan akhir
shift kerja.
e. Filter dipindahkan dengan menggunakan pinset ke kaset filter
dan dimasukkan ke dalam desikator selama 24 jam.
3) Penimbangan
a. Filter blanko sebagai pembanding dan filter contoh ditimbang
dengan menggunakan timbangan analitik yang sama sehingga
diperoleh berat filter dan blanko filter contoh masing-masing
B2 (mg) dan W2 (mg).
b. Catat hasil penimbangan berat filter blanko dan filter contoh
sebelum pengukuran dan sesudah pengukuran.
3. Prosedur Pengukuran
Pengukuran diawali dengan proses penimbangan 2 filter yang sudah
disiapkan dalam desikator selama 24 jam. Setelah ditimbang, kemudian
15
filter dimasukkan ke alat HVS sebagai filter contoh dan filter yang
ditaruh diluar alat sebagai filter blanko. Pengukuran debu dilakukan di
lobby lantai 1 gedung F Fakultas Kedokteran UNS pukul 14.00 WIB
pada situasi banyak mahasiswa yang berlalu lalang. Pengukuran
dilakukan selama 15 menit, setelah itu kedua filter ditimbang kembali
untuk dicatat hasil perubahan beratnya dan dianalisis tingkat
keamannya sesuai perundangan yang berlaku.
Perhitungan :
(𝑊2 − 𝑊1) − (𝐵2 − 𝐵1)
𝐶=
𝑉
(510,8 𝑚𝑔 − 508,9 𝑚𝑔) − (507,7 𝑚𝑔 − 511 𝑚𝑔)
𝐶=
9,75 𝑚³
1,9 𝑚𝑔 − (−3,3 𝑚𝑔)
𝐶=
9,75 𝑚³
𝐶 = 0,533 𝑚𝑔/𝑚³
16
17
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisis Hasil
Nilai Ambang Batas (NAB) debu di udara tempat kerja sesuai Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 tahun
2011 tentang Nilai Batas (NAB) Faktor Fisika dan Kimia di tempat kerja
untuk partikel inhalable adalah 10 mg/m3. Hasil pengukuran debu lingkungan
yang dilakukan di lobby gedung F (lantai 1) diperoleh kadar debu total adalah
0,533 mg/m3. Secara hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa tempat
pengukuran di lobby gedung F (Lantai 1) tidak melebihi Nilai Ambang Batas
(NAB).
18
C. Analisis Hasil Debu pada Filter Contoh
Pengukuran dengan alat High Volume Sampler (HVS) yang dilakukan selama
15 menit dapat menangkap debu pada filter contoh sebesar 510,8 mg. Pada
saat pengukuran awal dihasilkan data berat filter contoh adalah 508,9 mg.
Setelah kegiatan pengukuran berat debu filter bertambah 1,9 mg. Hasil yang
didapatkan sesuai dengan yang diharapkan praktikan, karena debu sebelum
pengukuran lebih rendah daripada debu setelah pengukuran. Karena
pertambahan kadar debu cukup besar, hal ini dapat disimpulkan bahwa kadar
partikel debu yang ada di lobby Gedung F FK UNS cukup besar.
19
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pengukuran yang telah kami lakukan menunjukkan nilai
0,533mg/m3 itu berarti kadar debu di area tersebut melebihi NAB sehingga
dapat memungkinkan terjadinya gangguan kesehatan. Namun hal ini terjadi
karena kesalahan di filter blangko dalam pengukuran yang kami lakukan
diantaranya disebabkan oleh temperatur udara dan kelembaban udara serta
tempat pengukuran yang berbeda dan juga saat mengeluarkan filter
kerapatannya berkurang.
B. Saran
Dari praktikum tersebut dapat diberikan saran bahwa dalam melakukan
pengukuran debu harus dilakukan secara hati-hati dan konsentrasi agar tidak
terjadi kesalahan dalam pengukuran dan kami sarankan untuk memakai
masker apabila berada diluar lingkungan yang terpapar banyak debu.
20
DAFTAR PUSTAKA
Yunus, Faisal. 2006. Dampak Debu Industri pada Paru Pekerja dan
Pengendaliannya.
21
LAMPIRAN