Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap tahun para ahli kimia di seluruh dunia mensintesis ribuan jenis
senyawa baru. Dahulu zat kimia diberi nama sesuai dengan nama penemunya,
nama tempat, nama zat asal, sifat zat, dan lain-lain. Dengan semakin
bertambahnya jumlah zat yang ditemukan baik alami ataupun buatan, maka perlu
adanya tata nama yang dapat memudahkan penyebutan nama suatu zat. IUPAC
(International Union Pure and Applied Chemistry) merupakan badan
internasional yang membuat tata nama zat kimia yang ada di dunia ini. Akan
tetapi, untuk kepentingan tertentu nama zat yang sudah lazim (nama trivial) sering
digunakan karena telah diketahui khalayak. Contohnya nama asam cuka lebih
dikenal dibanding asam asetat atau asam etanoat. Tatanama senyawa kimia ini
berkaitan dengan adanya stoikiometri.
Stoikiometri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata stoicheion yang
berarti unsur dan metron yang berarti mengukur. Stoikiometri membahas tentang
hubungan massa antarunsur dalam suatu senyawa (stoikiometri senyawa) dan
antarzat dalam suatu reaksi (stoikiometri reaksi).
Pengukuran massa dalam reaksi kimia dimulai oleh Antoine Laurent
Lavoisier (1743 – 1794) yang menemukan bahwa pada reaksi kimia tidak terjadi
perubahan massa (hukum kekekalan massa). Selanjutnya Joseph Louis Proust
(1754 – 1826) menemukan bahwa unsur-unsur membentuk senyawa dalam
perbandingan tertentu (hukum perbandingan tetap). Selanjutnya dalam rangka
menyusun teori atomnya, John Dalton menemukan hukum dasar kimia yang
ketiga, yang disebut hukum kelipatan perbandingan. Ketiga hukum tersebut
merupakan dasar dari teori kimia yang pertama, yaitu teori atom yang
dikemukakan oleh John Dalton sekitar tahun 1803. Menurut Dalton, setiap materi
terdiri atas atom, unsur terdiri atas atom sejenis, sedangkan senyawa terdiri dari
atom-atom yang berbeda dalam perbandingan tertentu. Namun demikian, Dalton
belum dapat menentukan perbandingan atom-atom dalam senyawa (rumus kimia
zat). Penetapan rumus kimia zat dapat dilakukan berkat penemuan Gay Lussac
dan Avogadro. Setelah rumus kimia senyawa dapat ditentukan, maka
perbandingan massa antaratom (Ar) maupun antarmolekul (Mr) dapat ditentukan.
Pengetahuan tentang massa atom relatif dan rumus kimia senyawa merupakan
dasar dari perhitungan kimia.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, kita bisa menentukan rumusan masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini, yaitu :
1. Bagaimana cara penulisan reaksi kimia ?
2. Apa – apa saja hukum dasar kimia ?
3. Bagaimana persamaan reaksi dan mol ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan karya ilmiah ini, yaitu :
1. Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti mata kuliah Kimia.
2. Menambah wawasan tentang stoikiometri.
3. Mengetahui lebih mendalam tentang stoikiometri yang kita temukan dalam
kehidupan.

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dalam penulisan karya ilmiah ini, yaitu :
1. Sebagai pedoman untuk menambah pengetahuan dalam membuat suatu
karya ilmiah.
2. Sebagai referensi bagi penulis dalam pembuatan makalah berikutnya.
3. Sebagai bahan bacaan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tata Nama Senyawa


Di dalam semesta ini terdapat berjuta-juta senyawa, sehinga Komisi Tata
Nama IUPAC (International Union for Pure and Applied Chemistry), suatu badan
di bawah UNESCO menyusun suatu aturan. Tata nama senyawa yang digunakan
secara seragam di seluruh dunia.
Nama ilmiah suatu unsur mempunyai asal-usul yang bermacam-macam.
Ada yang didasarkan pada warna unsur seperti klorin (chloros = hijau), atau pada
salah satu sifat dari unsur yang bersangkutan seperti fosfor (phosphorus
=bercahaya) atau nama seorang ilmuwan yang sangat berjasa seperti einsteinium
(untuk albert einstein). Untuk mencegah timbulnya perdebatan mengenai nama
dan lambang unsur-unsur baru, Persatuan Kimia Murni dan Kimia Terapan
(International Union Of Pure and Applied Chemistry = IUPAC) menetapkan
aturan penamaan dan pemberian lambang untuk unsur-unsur temuan baru sebagai
berikut.
1) Nama berakhir dengan ium, baik untuk unsur logam maupun nonlogam.
2) Nama itu didasarkan pada nomor atom unsur, yaitu rangkaian akar kata
yang menyatakan nomor atomnya.
0 = nil 4 = quad 7 = sept
1 = un 5 = pent 8 = okt
2 = bi 6 = hex 9 = enn
3 = tri
3) Lambang unsur (tanda atom) terdiri atas tiga huruf yakni rangkaian huruf
awal dari akar yang menyatakan nomor atom unsur tersebut.
Contoh:
a. Unsur nomor atom 107
1 0 7
un nil sept + ium
Nama : Unnilseptium Lambang : Uns
b. Unsur nomor atom 105
1 0 5
un nil pent + ium
Nama : Unnilpentium Lambang : Unp
Namun, aturan penamaan IUPAC jarang digunakan. Setiap senyawa perlu
mempunyai nama spesifik. Seperti halnya penamaan unsur, pada mulanya
penamaan senyawa didasarkan pada berbagai hal, seperti nama tempat, nama
orang, atau sifat tertentu dari senyawa yang bersangkutan.
Sebagai contoh:
a. Garam glauber, yaitu natrium sulfat (Na2SO4) yang ditemukan oleh J. R.
Glauber.
b. Salmiak atau amonium klorida (NH4Cl), yaitu suatu garam yang awal
mulanya diperoleh dari kotoran sapi di dekat kuil untuk dewa Jupiter
Amon di Mesir.
c. Soda pencuci, yaitu natrium karbonat (Na2CO3) yang digunakan untuk
melunakkan air (membersihkan air dari ion Ca2+ dan ion Mg2+).
d. Garam NaHCO3 (natrium bikarbonat) digunakan untuk pengembang
dalam pembuatan kue.
Untuk memudahkan penamaan, senyawa dikelompokkan menjadi 2 yaitu
senyawa organik dan senyawa anorganik. Senyawa anorganik dibagi dua yaitu
senyawa biner dan senyawa poliatomik. Senyawa biner adalah senyawa yang
mengandung dua jenis unsur, sedangkan senyawa poliatomik terdiri atas lebih dari
2 jenis unsur.

B. Tatanama Senyawa Anorganik


Senyawa anorganik terdiri dari senyawa biner dari logam dan non logam,
senyawa biner dari non logam dan non logam, senyawa yang mengandung
poliatom senyawa asam, basa dan garam.
a. Senyawa Biner dari Logam dan Nonlogam (Senyawa Ion)
Senyawa biner dari logam dan non-logam umumnya merupakan
senyawa ion. Logam membentuk ion positif (kation) dan non-logam
membentuk ion negatif (anion). Di bawah ini nama beberapa kation logam dan
anion non-logam (monoatom) yang perlu dikuasai agar tidak mengalami
kesukaran dalam penulisan rumus kimia dan nama senyawa.
Kation dari logam Anion dari logam

Kation Nama Anion Nama

Li+ Litium H– Hidrida


Na+ Natrium N3– Nitrida
K+ Kalium O2– Oksida
Mg2+ Magnesium P3– Fosfida
Ca2+ Kalsium S2– Sulfida
Ba2+ Barium Se2– Selenida
Al3+ Aluminium F– Fluorida
Sn2+ Timah (II) Cl- Klorida
Sn4+ Timah (IV) Br– Bromida
Pb2+ Timbal (II) I- Iodida
Pb4+ Timbal (IV) Si4– Silisida
Cu+ Tembaga (I) As3– Arsenida
Cu2+ Tembaga (II) Te2– Telurida
Ag+ Perak (I)
Au+ Emas (I)
Au3+ Emas (II)
Zn2+ Zink (seng)
Cr3+ Kromium
Fe2+ Besi (II)
Fe3+ Besi (III)
Ni2+ Nikel
Pt2+ Platina (II)
Pt4+ Platina (IV)
Berikut ini nama senyawa biner logam dan non-logam:
1) Penamaan dimulai dari nama kation logam diikuti nama anion dari logam.
Contoh:
Rumus Kimia Kation logam Anion logam Nama Senyawa
NaCl Na+ Cl– Natrium klorida
MgF2 Mg2+ F– Magnesium fluorida
2) Senyawa yang terbentuk haruslah bermuatan netral.
3) Untuk logam yang dapat membentuk beberapa kation dengan muatan
berbeda, maka muatan kationnya dinyatakan dengan angka Romawi.
Contoh:
Cu2O dan CuO. Atom Cu dapat membentuk kation Cu+ dan Cu2+.
Karena oksida (O2-) mempunyai muatan -2, maka:
a. kation tembaga pada Cu2O haruslah Cu+ agar menetralkan muatan O2-.
Jadi, nama Cu2O adalah tembaga (I) oksida.
b. kation tembaga pada CuO karena kation tembaga hanya ada satu buah
maka untuk menetralkan muatan O2- haruslah Cu2+.
c. Senyawa Biner dari NonLogam dan NonLogam (Senyawa Kovalen)
Senyawa biner dari dua non-logam umumnya adalah senyawa molekul.
Tata nama senyawanya yaitu sebagai berikut:
1) Penamaan senyawa mengikuti urutan berikut:
Bi – Si – As – C – P – N – H – S – I – Br – Cl – O – F
Contoh:
HCl (Nama H lalu nama Cl)
NH3 (Nama N lalu nama H)
2) Penamaan dimulai dari nama non-logam pertama diikuti nama non-
logam kedua yang diberi akhiran –ida
Contoh:
HCl dinamakan hidrogen klorida
3) Jika dua jenis non-logam dapat membentuk lebih dari satu jenis
senyawa, maka digunakan awalan Yunani sesuai angka indeks dalam
rumus kimianya
1 = mono 6 = heksa
2 = di 7 = hepta
3 = tri 8 = okta
4 = tetra 9 = nona
5 = penta 10 = deka
Contoh:
a. CO karbon monoksida
b. CO2 karbon dioksida
c. PCl3 fosforus triklorida
d. P4O10 tetrafosforus dekaoksida
d. Senyawa yang mengandung poliatom
Ion-ion yang telah dibahas di atas merupakan ion-ion monoatom.
Masing-masing ion terdiri atas atom tunggal. Ada pula ion-ion poliatom, yaitu
dua atau lebih atom-atom terikat bersama-sama dalam satu ion yang dapat
berupa kation poliatom dan anion poliatom. Di bawah ini beberapa ion
poliatom dan namanya.
Rumus Nama Ion Anion dari logam
NH4+ amonium NH4Cl
OH– hidroksida NaOH
CN– sianida NaCN
NO2– nitrit NaNO2
NO3- nitrat NaNO3
ClO– klorit KClO
ClO2– hipoklorit KClO2
ClO3– klorat KClO3
ClO4– perklorat KClO4
BrO3– bromat KBrO3
IO3– iodat KIO3
MnO4– permanganat KMnO4
MnO42– manganat K2MnO4
CO32– karbonat Na2CO3
SO32– sulfit Na2SO3
SO42– sulfat Na2SO4
S2O32– tiosulfat Na2S2O3
CrO42– kromat K2CrO4
Cr2O72– dikromat K2Cr2O7
PO3– fosfit Na3PO3
PO43– fosfat Na3PO4
Tata nama senyawa ion yang mengandung poliatom yaitu sebagai berikut:
1) Untuk senyawa yang terdiri atas kation logam dan anion poliatom,
maka penamaan dimulai dari nama kation logam diikuti nama anion
poliatom.
Contoh:
• NaOH dari Na+ dan OH_nama senyawanya Natrium hidroksida;
• KMnO4 dari K+ dan MnO4-nama senyawanya Kalium
permanganat;
• PbSO4 dari Pb2+ dan SO42- nama senyawanya Timbal (II) sulfat.
2) Untuk senyawa yang terdiri atas kation poliatom dan anion monoatom
atau poliatom, penamaan dimulai dari nama kation poliatom diikuti
nama anion monoatom atau poliatom.
Contoh:
• NH4Cl : ammonium klorida
• NH4CN : ammonium sianida
• (NH4)2SO4 : ammonium sulfat
e. Senyawa asam, basa, dan garam
1) Senyawa asam
Asam adalah zat kimia yang di dalam air dapat melepaskan ion H+.
Misalnya adalah HCl; jika dilarutkan ke dalam air, maka akan terurai
menjadi ion H+ dan ion Cl–. Tata nama senyawa asam adalah sebagai
berikut:
a) Untuk senyawa asam biner (terdiri atas dua jenis unsur), penamaan
dimulai dari kata ‘asam’ diikuti nama sisa asamnya, yaitu anion
non-logam.
Contoh:
 HF : asam fluoride
 H2S : asam sulfida
b) Untuk senyawa asam yang terdiri dari 3 jenis unsur, penamaan
dimulai dari kata ‘asam’ diikuti nama sisa asamnya, yaitu anion
poliatom.
Contoh:
• HCN : asam sianida
• H2SO4 : asam sulfat
• HCH3COO : asam asetat
2) Basa
Basa adalah zat yang di dalam air dapat menghasilkan ion OH-.
Pada umumnya, basa adalah senyawa ion yang terdiri dari kation logam
dan anion OH-. Tata nama basa adalah nama kationnya diikuti kata
hidroksida.
Contoh:
• NaOH : natrium hidroksida
• Ca(OH)2 : kalsium hidroksida
• Al (OH)3 : alumunium hidroksida
3) Garam
Garam adalah senyawa ion yang terdiri atas kation basa dan anion
sisa asam. Rumus garam diperoleh dengan memberi angka indeks pada
kation dan anionnya, sehingga jumlah muatan positif sama dengan jumlah
muatan negatif. Nama garam adalah rangkaian nama kation yang diikuti
oleh nama anion.

Kation Anion Rumus Garam Nama Garam

Na+ NO3– NaNO3 natrium nitrat


Ca2+ NO3– Ca(NO3)2 kalsium nitrat
Al3+ SO4–2 Al2(SO4)3 alumunium sulfat

C. Tatanama Senyawa Organik


Tata nama senyawa organik lebih kompleks daripada tata nama senyawa
anorganik. Hal ini disebabkan sebagian besar senyawa organik tidak dapat
ditentukan dari rumus kimianya saja, akan tetapi harus dari rumus strukturnya.
Jumlah senyawa organik lebih banyak dibandingkan senyawa anorganik. Di sini
akan dibahas tata nama untuk senyawa organik sederhana.
a. Senyawa organik paling sederhana hanya mengandung atom C dan H.
Nama senyawa dimulai dengan awalan sesuai jumlah atom C dan diberi
akhiran –ana.
Contoh :
Rumus Kimia Jumlah Atom C Awalan Nama Senyawa
CH4 1 Met- Metana
C2H6 2 Et- Etana
C3H8 3 Prop- Propana
b. Senyawa organik penting lainnya ialah benzen (C6H6). Penamaan senyawa
jika atom H diganti dengan atom/gugus lainnya yaitu sebagai berikut:
Rumus Kimia Jumlah Atom C Nama Lazim
C6H6 Benzena -
C6H5OH Hidroksibenzena Fenol
C6H5Cl Klorobenzena -
C6H5NH2 Aminobenzena Anilin
C6H5NO3 Nitrobenzena -
C6H5COO Asam karboksilat benzena Asam Benzoat

1. Persamaan Reaksi
Persamaan reaksi menggambarkan reaksi kimia, yang terdiri atas
rumus kimia zat-zat pereaksi dan zat-zat hasil reaksi disertai koefisien dan fasa
masing-masing.
a. Menulis Persamaan Reaksi
Reaksi kimia mengubah zat-zat asal (pereaksi) menjadi zat baru
(produk). Sebagaimana telah dikemukakan oleh John Dalton, jenis dan
jumlah atom yang terlibat dalam reaksi tidak berubah, tetapi ikatan kimia
di antaranya berubah. Ikatan kimia dalam pereaksi diputuskan dan
terbentuk ikatan baru dalam produknya. Atom-atom ditata ulang
membentuk produk reaksi. Perubahan yang terjadi dapat dipaparkan
dengan menggunakan rumus kimia zat-zat yang terlibat dalam reaksi. Cara
pemaparan ini kita sebut dengan persamaan reaksi.
Hal-hal yang digambarkan dalam persamaan reaksi adalah rumus
kimia zat-zat pereaksi (reaktan) di sebelah kiri anak panah dan zat-zat hasil
reaksi (produk) di sebelah kanan anak panah. Anak panah dibaca yang
artinya “membentuk” atau “bereaksi menjadi”. Wujud atau keadaan zat-zat
pereaksi dan hasil reaksi ada empat macam, yaitu gas (g), cairan (liquid
atau l), zat padat (solid atau s) dan larutan (aqueous atau aq). Bilangan
yang mendahului rumus kimia zat-zat dalam persamaan reaksi disebut
koefisien reaksi. Koefisien reaksi diberikan untuk menyetarakan atom-
atom sebelum dan sesudah reaksi. Selain untuk menyetarakan persamaan
reaksi, koefisien reaksi menyatakan perbandingan paling sederhana dari
partikel zat yang terlibat dalam reaksi. Misalnya, reaksi antara gas
hidrogen dengan gas oksigen membentuk air sebagai berikut.
Pereaksi / Reaktan Produksi
2 H2 (g) + O2 (g)  2 H2O (l)

Koefisien H2 = 2 Koefisien O2 = 1 Koefisien H2O = 2
Berdasarkan persamaan reaksi di atas, berarti 2 molekul hidrogen
bereaksi dengan 1 molekul oksigen membentuk 2 molekul H2O. Oleh
karena itu sebaiknya dihindari koefisien pecahan karena dapat memberi
pengertian seolaholah partikel materi (atom atau molekul) dapat dipecah.
Penulisan persamaan reaksi dapat dilakukan dalam dua langkah sebagai
berikut:
1) Menuliskan rumus kimia zat-zat pereaksi dan produk, lengkap
dengan keterangan tentang wujudnya.
2) Penyetaraan, yaitu memberi koefisien yang sesuai, sehingga
jumlah atom ruas kiri sama dengan jumlah atom ruas kanan.
Contoh :
Tuliskan dan setarakan persamaan reaksi antara logam aluminium
yang bereaksi dengan larutan asam sulfat membentuk larutan aluminium
sulfat dan gas hidrogen!
Jawab :
Langkah 1 : Menuliskan persamaan reaksi.
Al(s) + H2SO4(aq)  Al2(SO4)3(aq) + H2(g) (belum setara)

Jumlah atom di kiri Jumlah atom di kanan
Al = 1 Al = 2
` H=2 H=2
S=1 S=3
O=4 O = 12
Langkah 2 : Meletakkan koefisien 2 di depan Al, sehingga jumlah atom Al
di ruas kiri menjadi 1 × 2 = 2 buah Al (setara dengan jumlah Al di ruas
kanan).
Langkah 3 :Meletakkan koefisien 3 di depan H2SO4 , sehingga di ruas kiri
jumlah atom H menjadi 6, atom S menjadi 3, dan jumlah atom O menjadi
12.
Langkah 4 : Jumlah atom S dan O ruas kiri sudah sama dengan ruas kanan,
sedangkan atom H ruas kanan belum setara dengan ruas kiri.
Langkah 5 : Meletakkan koefisien 3 di depan H2, sehingga jumlah atom H
ruas kanan menjadi 6, setara dengan ruas kiri.
Persamaan reaksi menjadi setara:
2 Al(s) + 3 H2SO4(aq)  Al2(SO4)3(aq) + 3 H2(g)
2. Penyetaraan Persamaan Reaksi
Banyak reaksi dapat disetarakan dengan jalan mencoba/menebak, akan
tetapi sebagai permulaan dapat mengikuti langkah berikut.
1) Pilihlah satu rumus kimia yang paling rumit, tetapkan koefisiennya
sama dengan 1.
2) Zat-zat yang lain tetapkan koefisien sementara dengan huruf.
3) Setarakan dahulu unsur yang terkait langsung dengan zat yang tadi
diberi koefisien 1.
4) Setarakan unsur lainnya. Biasanya akan membantu jika atom O
disetarakan paling akhir.
Contoh :
Tuliskan dan setarakan persamaan reaksi antara gas metana (CH4)
dengan gas oksigen membentuk gas karbon dioksida dan uap air.
Jawab :
Langkah 1 : Menuliskan rumus kimia dan persamaan reaksi.
CH4(g) + O2(g)  CO2(g) + H2O (l)
Langkah 2 : Penyetaraan.
a. Tetapkan koefisien CH4 = 1, sedangkan koefisien lain dimisalkan
dengan huruf.
1CH4(g) + a O2(g) b CO2(g) + c H2O (l)
b. Setarakan jumlah atom C dan H.
Jumlah Atom di Jumlah Atom di
=
Ruas Kiri Ruas Kanan
C=1 C=b b=1
H=4 H= 2c 2c = 4, maka c = 2
c. Kita substitusikan persamaan b dan c sehingga menjadi
1CH4(g) + a O2(g) 1 CO2(g) + 2 H2O (l)
d. Kita setarakan jumlah atom O
Jumlah Atom di Jumlah Atom di
=
Ruas Kiri Ruas Kanan
O = 2a O=2+2=4 2a = 4 , maka a = 2

e. Persamaan reaksi setara berikutnya adalah


1CH4(g) + 2 O2(g) 1 CO2(g) + 2 H2O (l)
Untuk selanjutnya koefisien 1 tidak pernah ditulis sehingga menjadi
:CH4(g) + 2 O2(g)  CO2(g) + 2 H2O (l)

E. Hukum-Hukum Dasar Kimia


1. Hukum Kekekalan Massa (Hukum Lavoisier)
Apabila kita membakar kayu, maka hasil pembakaran hanya tersisa
abu yang massanya lebih ringan dari kayu. Hal ini bukan berarti ada massa
yang hilang. Akan tetapi, pada proses ini kayu bereaksi dengan gas oksigen
menghasilkan abu, gas karbon dioksida, dan uap air. Jika massa gas karbon
dioksida dan uap air yang menguap diperhitungkan, maka hasilnya akan sama.
Kayu + gas oksigen  abu + gas karbondioksida + uap air
Massa (kayu + gas oksigen) = massa (abu + gas karbondioksida + uap air)
Antoine Lavoisier (1743–1794) seorang pelopor yang percaya
pentingnya membuat pengamatan kuantitatif dalam eksperimen, mencoba
memanaskan 530 gram logam merkuri dalam wadah terhubung udara dalam
silinder ukur pada sistem tertutup. Ternyata volume udara dalam silinder
berkurang 1/5 bagian. Logam merkuri berubah menjadi merkuri oksida
sebanyak 572,4 gram. Besarnya kenaikkan massa merkuri sebesar 42,4 gram
adalah sama dengan 1/5 bagian udara yang hilang yaitu oksigen.
Logam merkuri + gas oksigen  merkuri oksida
530 gram 42,4 gram 572,4 gram
Berdasarkan percobaan di atas Lavoisier merumuskan Hukum
Kekekalan Massa yang berbunyi: Dalam reaksi kimia, massa zat-zat sebelum
dan sesudah reaksi adalah sama.

2. Hukum Perbandingan Tetap (Hukum Proust)


Tahun 1799 Joseph Proust melakukan percobaan dengan mereaksikan
hidrogen dan oksigen. Ternyata hidrogen dan oksigen selalu bereaksi
membentuk air dengan perbandingan massa yang tetap yaitu 1 : 8.
Massa H (gram) Massa O (gram) Massa H2O Sisa H atau O
(gram) (gram)
1 8 9 0
2 8 9 1 gram hidrogen
1 9 9 1 gram oksigen
2 16 18 0
Berdasarkan hasil percobaan yang diperolehnya, dia menyimpulkan
bahwa: Perbandingan massa unsur-unsur dalam suatu senyawa adalah tetap.
3. Hukum Kelipatan Perbandingan (Hukum Dalton)
Dua unsur dapat membentuk lebih dari satu macam senyawa.
Misalnya unsur karbon dengan oksigen dapat membentuk karbon monoksida
dan karbon dioksida. John Dalton (1766–1844) mengamati adanya suatu
keteraturan perbandingan massa unsur-unsur dalam suatu senyawa.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan Dalton diperoleh data sebagai
berikut:
Massa hasil Massa hasil Massa senyawa
Jenis Senyawa Nitrogen Oksigen terbentuk
(gram) (gram) (gram)
Nitrogen monoksida 0,875 1,00 1,875
Nitrogen dioksida 1,75 1,00 2,75
Perbandingan nitrogen dalam senyawa nitrogen dioksida dan
nitrogen monoksida:
1,75 / 0,875 = 2 / 1
Berdasarkan hasil percobaan tersebut, Dalton menyimpulkan bahwa:
Jika dua jenis unsur bergabung membentuk lebih dari satu macam
senyawa maka perbandingan massa unsur dalam senyawa-senyawa
tersebut merupakan bilangan bulat sederhana.

4. Hukum Perbandingan Volume (Hukum Gay-Lussac)


Di awal tahun 1781 Joseph Priestley (1733–1804) menemukan
hidrogen dapat bereaksi dengan oksigen membentuk air, kemudian Henry
Cavendish (1731–1810) menemukan volume hidrogen dan oksigen yang
bereaksi membentuk uap air mempunyai perbandingan 2 : 1. Dilanjutkan
William Nicholson dan Anthony Carlise berhasil menguraikan air menjadi gas
hidrogen dan oksigen melalui proses elektrolisis. Ternyata perbandingan
volume hidrogen dan oksigen yang terbentuk 2 : 1. Pada tahun 1808 Joseph
Louis Gay-Lussac (1778–1850) berhasil mengukur volume uap air yang
terbentuk, sehingga diperoleh perbandingan volume hidrogen : oksigen : uap
air = 2 : 1 : 2.
Gas Hidrogen + Gas Oksigen  Uap Air
2 H2 (g) + O2 (g)  2 H2O (g)

Perbandingan tersebut berupa bilangan bulat sederhana. Berdasarkan


hasil percobaan ini, Gay-Lussac menyimpulkan bahwa:
Pada suhu dan tekanan yang sama, volume gas-gas yang bereaksi dan
volume gas-gas hasil reaksi berbanding sebagai bilangan bulat sederhana.
F. Perhitungan Kimia
Pada awal abad ke-19, banyak penelitian dilakukan terhadap sifat gas.
Salah seorang peneliti sifat gas yaitu ahli kimia berkebangsaan Prancis yang
bernama Joseph Louis Gay Lussac (1778 – 1850). Pada tahun 1808, ia
melakukan serangkaian percobaan untuk mengukur volume gas-gas yang
bereaksi. Disimpulkannya bahwa pada temperatur dan tekanan sama,
perbandingan volume gas-gas yang bereaksi dan volume gas hasil reaksi
merupakan perbandingan bilangan bulat dan sederhana. Temuan Gay Lussac
ini dikenal sebagai hukum perbandingan volume. Tetapi kemudian timbul
pertanyaan. Mengapa pada tekanan dan temperatur yang sama perbandingan
volume gas yang bereaksi dan hasil reaksi merupakan perbandingan bilangan
bulat dan sederhana?
1. Penentuan Volume Gas Pereaksi dan Hasil Reaksi
Pertanyaan yang timbul setelah Gay Lussac mengemukakan hukum
perbandingan volume dapat dipecahkan oleh seorang ahli fisika Italia yang
bernama Amadeo Avogadro pada tahun 1811.\
Menurut Avogadro:
”Gas-gas yang volumenya sama, jika diukur pada suhu dan tekanan yang
sama, akan memiliki jumlah molekul yang sama pula”.
Oleh karena perbandingan volume gas hidrogen, gas oksigen, dan uap
air pada reaksi pembentukan uap air = 2 : 1 : 2 maka perbandingan jumlah
molekul hidrogen, oksigen, dan uap air juga 2 : 1 : 2. Jumlah atom tiap unsur
tidak berkurang atau bertambah dalam reaksi kimia. Oleh karena itu, molekul
gas hidrogen dan molekul gas oksigen harus merupakan molekul dwiatom,
sedangkan molekul uap air harus merupakan molekul triatom.
Perbandingan volume gas dalam suatu reaksi sesuai dengan koefisien
reaksi gas-gas tersebut. Hal ini berarti bahwa, jika volume salah satu gas
diketahui, volume gas yang lain dapat ditentukan dengan cara
membandingkan koefisien reaksinya.
Contoh :
Pada reaksi pembentukan air
2 H2 (g) + O2 (g)  2 H2O (g)
Jika volume gas H2 yang diukur pada suhu 25°C dan tekanan 1 atm
sebanyak 10 L volume gas O2 dan H2O pada tekanan dan suhu yang sama
dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut.
Volume H2 : Volume O2 = Koefisien H2 : Koefisien O2
Volume O2 = x Volume H2
Volume O2 = x 10 L = 5 L
Volume H2O = x 10 L = 10 L

2. MassaAtom Relatif dan Massa Molekul Realtif


Setelah ditemukan peralatan yang sangat peka di awal abad XX, para
ahli kimia melakukan percobaan tentang massa satu atom. Sebagai contoh,
dilakukan percobaan untuk mengukur.
1. Massa satu atom H = 1,66 x 10–24 g
2. Massa satu atom O = 2,70 x 10–23 g
3. Massa satu atom C = 1,99 x 10–23 g
Dari data di atas dapat dilihat bahwa massa satu atom sangat kecil.
Para ahli sepakat menggunakan besaran Satuan Massa Atom (sma) atau
Atomic Massa Unit (amu) atau biasa disebut juga satuan Dalton. Pada materi
struktur atom, Anda telah mempelajari juga bahwa atom sangatlah kecil, oleh
karena itu tidak mungkin menimbang atom dengan menggunakan neraca.
a. Massa Atom Relatif (Ar)
Para ahli menggunakan isotop karbon C–12 sebagai standar dengan
massa atom relatif sebesar 12. Massa atom relatif menyatakan
perbandingan massa rata-rata satu atom suatu unsur terhadap 1/12 massa
atom C–12. Atau dapat dituliskan:
1 satuan massa atom (amu) = 1/12 massa 1 atom C–12
Contoh:
Massa atom rata-rata oksigen 1,33 kali lebih besar dari pada massa
atom C –12.
Maka: Ar O = 1,33x Ar C–12
= 1,33x 12
= 15,96
Para ahli membandingkan massa atom yang berbeda-beda,
menggunakan skala massa atom relatif dengan lambang ”Ar”.
12
Para ahli memutuskan untuk menggunakan C–12 atau isotop C
karena mempunyai kestabilan inti yang inert dibanding atom lainnya.
Isotop atom C–12 mempunyai massa atom 12 sma. Satu sma sama dengan
1,6605655x 10–24 g. Dengan digunakannya isotop 12C sebagai standar
maka dapat ditentukan massa atom unsur yang lain. Massa atom relatif
suatu unsur (Ar) adalah bilangan yang menyatakan perbandingan massa
satu atom unsur tersebut dengan 1/12 massa satu atom C–12.
Ar X =
Contoh Soal :
Jika diketahui massa 1 atom oksigen 2,70 x 10–23 g, berapakah Ar atom O
jika massa atom C 1,99 x 10–23 g?
Jawab :
Ar O =
Ar O =
Ar O = 16,283
Besarnya harga Ar juga ditentukan oleh harga rata-rata isotop
tersebut. Sebagai contoh, di alam terdapat 35Cl dan 37Cl dengan
perbandingan 75% dan 25% maka Ar Cl dapat dihitung dengan cara:
Ar Cl = (75% x 35) + (25% x 37) = 35,5
Ar merupakan angka perbandingan sehingga tidak memiliki satuan.
Ar dapat dilihat pada Tabel Periodik Unsur (TPU) dan selalu dicantumkan
dalam satuan soal apabila diperlukan.
b. Massa Molekul Relatif (Mr)
Molekul merupakan gabungan dari beberapa unsur dengan
perbandingan tertentu. Unsur-unsur yang sama bergabung membentuk
molekul unsur, sedangkan unsur-unsur yang berbeda membentuk molekul
senyawa. Massa molekul unsur atau senyawa dinyatakan oleh massa molekul
(Mr). Massa molekul relatif adalah perbandingan massa molekul unsur atau
senyawa terhadap 1/12 dikali massa atom C–12. Secara matematis dapat
dinyatakan:
Mr (unsur) =
Mr (senyawa) =
Massa molekul dapat dihitung dengan menjumlahkan Ar dari atom-
atom pembentuk molekul tersebut.
Mr = r atom penyusun
Contoh Soal :
Diketahui massa atom relatif (Ar) beberapa unsur sebagai berikut.
Ca = 40
O = 16
H=1
Tentukan massa molekul relatif (Mr) senyawa Ca(OH)2!
Jawab:
Satu molekul Ca(OH)2 mengandung 1 atom Ca, 2 atom O, dan 2 atom H.
Mr Ca(OH)2 = Ar Ca + (2 Ar O) + (2 Ar H)
= 40 + (2 x 16) + (2 x 1) = 40 + 32 + 2 = 74
3. Konsep Mol dan Tetapan Avogadro
Apabila Anda mereaksikan satu atom karbon (C) dengan satu
molekul oksigen (O2) maka akan terbentuk satu molekul CO2. Tetapi
sebenarnya yang Anda reaksikan bukan satu atom karbon dengan satu
molekul oksigen, melainkan sejumlah besar atom karbon dan sejumlah besar
molekul oksigen. Oleh karena jumlah atom atau jumlah molekul yang
bereaksi begitu besarnya maka untuk menyatakannya, para ahli kimia
menggunakan ”mol” sebagai satuan jumlah partikel (molekul, atom, atau
ion).
Satu mol didefinisikan sebagai jumlah zat yang mengandung partikel
zat itu sebanyak atom yang terdapat dalam 12,000 g atom karbon –12. Jadi,
dalam satu mol suatu zat terdapat 6,022 x 1023 partikel. Nilai 6,022 x 1023
partikel per mol disebut sebagai tetapan Avogadro, dengan lambang L atau
N.
Dalam kehidupan sehari-hari, mol dapat dianalogikan sebagai
”lusin”. Jika lusin menyatakan jumlah 12 buah, mol menyatakan jumlah
6,022 x 1023 partikel zat.
Kata partikel pada NaCl, H2O, dan N2 dapat dinyatakan dengan ion
dan molekul, sedangkan pada unsur seperti Zn, C, dan Al dapat dinyatakan
dengan atom.
Nama Rumus Jumlah Jenis Jumlah Partikel
Senyawa Partikel
Seng Zn 1 mol Atom 1 x (6,022 x 1023) atom
Aluminium Al 1 mol Atom 1 x (6,022 x 1023) atom
Natrium NaCl 1 mol Ion 1 x (6,022 x 1023) molekul
Klorida H2O 1 mol Molekul 1 x (6,022 x 1023) molekul
Air
Rumus kimia suatu senyawa menunjukkan perbandingan jumlah
atom yang ada dalam senyawa tersebut.
Jumlah H2SO4 Jumlah Atom H Jumlah Atom S Jumlah Atom O
1 2 1 4
1 mol 2 mol 1 mol 4 mol
1 x (6,022x1023) 2 x (6,022 x 1023) 1 x (6,022 x 1023) 4 x (6,022 x 1023)

1 mol zat mengandung 6,022 x1023 partikel


Contoh Soal :
1. Pada satu molekul air (H2O) terdapat 6,022 x 1023 molekul H2O.
Ada berapa atom dalam 1 mol air tersebut?
Jawab:
Satu molekul air (H2O) tersusun oleh 2 atom H dan 1 atom O.
Jadi 1 molekul air tersusun oleh 3 atom.
1 mol H2O mengandung 6,022 x 1023 molekul atau
3 x 6,022 x 1023atom = 1,806 x 1024 atom
2. Tentukan jumlah atom yang terdapat dalam 0,5 mol belerang!
Jawab:
0,5 mol belerang = 0,5 mol x N
= 0,5 mol x 6,02 x 1023 atom belerang
= 3,01x 1023 atom belerang
3. Dalam 5 mol asam sulfat (H2SO4), tentukan jumlah atom H, S, dan O!
Jawab:
Jumlah molekul = 5 mol x N
= 5 mol x 6,02x 1023
= 3,01x 1024 molekul
Jumlah atom H = 2 x 6,02x 1023 atom = 12,04 x 1023 atom
Jumlah atom S = 1 x 6,02x 1023 atom = 6,02 x 1023 atom
Jumlah atom O = 4 x 6,02x 1023 atom = 24,08 x 1023 atom
Dari contoh di atas, dapat disimpulkan mengenai hubungan jumlah
mol (n) dengan jumlah partikel, yang secara matematik dapat dinyatakan
sebagai berikut.
Jumlah partikel = n x N
Di mana:
n = jumlah mol
N = bilangan Avogadro
a) Massa Molar (Mr)
Massa satu mol zat dinamakan massa molar (lambang Mr).
Besarnya massa molar zat adalah massa atom relatif atau massa molekul
relatif zat yang dinyatakan dalam satuan gram per mol.
Massa molar = Mr atau Ar zat (g/mol)
Perhatikan contoh pada tabel berikut !
Nama Zat Rumus Ar dan Mr Massa Molar
Besi Fe Ar = 56 56 g/mol
Air H2O Mr = 18 18 g/mol
Garam Dapur NaCl Mr = 53,5 53,5 g/mol
Karbon C Ar = 12 12 g/mol
Massa suatu zat merupakan perkalian massa molarnya (g/mol)
dengan mol zat tersebut (n). Jadi hubungan mol suatu zat dengan
massanya dapat dinyatakan sebagai berikut :
Secara matematis, dapat dinyatakan sebagai berikut.
Massa molar =massa/mol
Massa = mol x Mr/Ar (massa molar)
Contoh Soal :
Diketahui 6 g urea (CO(NH2)2) jika Ar : H = 1, C = 12, N = 14, O = 16,
tentukan:
a. Mol urea
b. Jumlah partikel
Jawab:
Mr urea = 12 + 16 + (16 􀁵 2) = 60
a. Mol urea = = = 0,1 mol
b. Jumlah partikel = n x N
= 0,1x 6,02 x 1023 molekul
= 0,602 x 1023 molekul
= 6,02x 1024 molekul
c. Volume Molar (Vm)
Volume satu mol zat dalam wujud gas dinamakan volume molar, yang
dilambangkan dengan Vm.
Berapakah volume molar gas? Bagaimana menghitung volume
sejumlah tertentu gas pada suhu dan tekanan tertentu? Avogadro dalam
percobaannya mendapat kesimpulan bahwa 1 L gas oksigen pada suhu 0° C
dan tekanan 1 atm mempunyai massa 1,4286 g, atau dapat dinyatakan bahwa
pada tekanan 1 atm:
1 L gas O2= mol
1 L gas O2= mol
1 mol gas O2= liter
Maka, berdasarkan hukum Avogadro dapat disimpulkan:
1 mol gas O2 = 22,4 L
Sesuai dengan hukum Avogadro yang menyatakan bahwa pada suhu
dan tekanan yang sama, volume gas yang sama mengandung jumlah molekul
yang sama atau banyaknya mol dari tiap-tiap gas volumenya sama.
Berdasarkan hukum tersebut berlaku volume 1 mol setiap gas dalam keadaan
standar (suhu 0° C dan tekanan 1 atm) sebagai berikut.
Volume gas dalam keadaan standar = 22,4 L
d. Volume gas pada keadaan tidak standar
Perhitungan volume gas tidak dalam keadaan standar (non-STP)
digunakan dua pendekatan sebagai berikut.
1) Persamaan Gas Ideal
Dengan mengandaikan gas yang akan diukur bersifat ideal,
persamaan yang menghubungkan jumlah mol (n) gas, tekanan, suhu, dan
volume yaitu:
Hukum gas ideal : P . V = n .R . T
P = tekanan (satuan atmosfir, atm)
V = volume (satuan liter, L)
n = jumlah mol gas (satuan mol)
R = tetapan gas (0,08205 L atm/mol K)
T = suhu mutlak (°C + 273,15 K)
P.V = n.R.T  V=
Jika, n = 1 mol
R = 0,08205 L atm/mol K
P = 1 atm
T = 273 K
V = = 22,4 L
Contoh Soal :
Tentukan volume dari 4,4 g gas CO2 yang diukur pada tekanan 2 atm dan
suhu 27° C! (Ar : C = 12, O = 16)
Jawab :
Mol CO2= = = 0,1 mol
Volume CO2= = = 1,21 L
2) Dengan konversi gas pada suhu dan tekanan yang sama
Menurut hukum Avogadro, perbandingan gas-gas yang jumlah molnya
sama memiliki volume sama. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai
berikut.
=
Di mana:
n1 = mol gas 1 V1 = volume gas 1
n2 = mol gas 2 V2 = volume gas 2
e. Molaritas (M)
Banyaknya zat yang terdapat dalam suatu larutan dapat diketahui
dengan menggunakan konsentrasi larutan yang dinyatakan dalam molaritas
(M). Molaritas menyatakan banyaknya mol zat dalam 1 L larutan. Secara
matematis dinyatakan sebagai berikut.
M= x
Di mana:
M = molaritas (satuan M)
massa = dalam satuan g
Mr = massa molar (satuan g/mol)
V = volume (satuan mL)
4. Rumus Molekul dan Kadar Unsur Dalam Senyawa
Perbandingan massa dan kadar unsur dalam suatu senyawa dapat
ditentukan dari rumus molekulnya.
Kadar unsur = x 100%
a. Penentuan Rumus Empiris dan Rumus Molekul
Rumus kimia menunjukkan jenis atom unsur dan jumlah relatif
masing-masing unsur yang terdapat dalam zat. Banyaknya unsur yang terdapat
dalam zat ditunjukkan dengan angka indeks.
Rumus kimia dapat berupa rumus empiris dan rumus molekul. ”Rumus
empiris, rumus yang menyatakan perbandingan terkecil atom-atom dari unsur-
unsur yang menyusun senyawa”. ”Rumus molekul, rumus yamg menyatakan
jumlah atom-atom dari unsur-unsur yang menyusun satu molekul senyawa”.
Perhatikan contoh rumus molekul dan rumus empiris beberapa senyawa dalam
tabel berikut:
Nama Zat Rumus Molekul Rumus Empiris
Air H2O H2O
Glukosa C6H12O6 CH2O
Benzena C6H6 CH
Etilena C2H4 CH2
Asetilena C2H2 CH
Rumus Molekul = (Rumus Empiris)n
Mr Rumus Molekul = n x(Mr Rumus Empiris)
n = bilangan bulat
Penentuan rumus empiris dan rumus molekul suatu senyawa dapat
ditempuh dengan langkah berikut.
1. Cari massa (persentase) tiap unsur penyusun senyawa,
2. Ubah ke satuan mol,
3. Perbandingan mol tiap unsur merupakan rumus empiris,
4. Cari rumus molekul dengan cara:
(Mr rumus empiris)n = Mr rumus molekul, n dapat dihitung,
5. Kalikan n yang diperoleh dari hitungan dengan rumus empiris.
b. Menentukan Rumus Kimia Hidrat (Air Kristal)
Hidrat adalah senyawa kristal padat yang mengandung air kristal
(H2O). Rumus kimia senyawa kristal padat sudah diketahui. Jadi pada
dasarnya penentuan rumus hidrat merupakan penentuan jumlah molekul air
kristal (H2O) atau nilai x. Secara umum, rumus hidrat dapat ditulis sebagai
berikut.
Rumus kimia senyawa kristal padat : x . H2O
Sebagai contoh garam kalsium sulfat, memiliki rumus kimia CaSO4 .
2H2O, artinya dalam setiap satu mol CaSO4 terdapat 2 mol H2O.
c. Hitungan Kimia
Penentuan jumlah pereaksi dan hasil reaksi yang terlibat dalam reaksi
harus diperhitungkan dalam satuan mol. Artinya, satuan-satuan yang diketahui
harus diubah ke dalam bentuk mol. Metode ini disebut metode pendekatan
mol.
Adapun langkah-langkah metode pendekatan mol tersebut dapat Anda
simak dalam bagan berikut.
1. Tuliskan persamaan reaksi dari soal yang ditanyakan dan setarakan.
2. Ubahlah semua satuan yang diketahui dari tiap-tiap zat ke dalam mol.
3. Gunakanlah koefisien reaksi untuk menyeimbangkan banyaknya mol zat
reaktan dan produk.
4. Ubahlah satuan mol dari zat yang ditanyakan ke dalam satuan yang
ditanya (L atau g atau partikel, dll.).

d. Pereaksi Pembatas
Di dalam suatu reaksi kimia, perbandingan mol zat-zat pereaksi yang
dicampurkan tidak selalu sama dengan perbandingan koefisien reaksinya. Hal
ini berarti bahwa ada zat pereaksi yang akan habis bereaksi lebih dahulu.
Pereaksi demikian disebut pereaksi pembatas. Bagaimana hal ini dapat
terjadi? Anda perhatikan gambar di bawah ini!
X + 2Y  XY2
= molekul zat X
+  + = molekul zat Y
= molekul zat XY2
Reaksi di atas memperlihatkan bahwa menurut koefisien reaksi, satu
mol zat X membutuhkan dua mol zat Y. Gambar di atas menunjukkan bahwa
tiga molekul zat X direaksikan dengan empat molekul zat Y. Setelah reaksi
berlangsung, banyaknya molekul zat X yang bereaksi hanya dua molekul dan
satu molekul tersisa. Sementara itu, empat molekul zat Y habis bereaksi.
Maka zat Y ini disebut pereaksi pembatas.
Pereaksi pembatas merupakan reaktan yang habis bereaksi dan tidak
bersisa di akhir reaksi. Dalam hitungan kimia, pereaksi pembatas dapat
ditentukan dengan cara membagi semua mol reaktan dengan koefisiennya,
lalu pereaksi yang mempunyai nilai hasil bagi terkecil merupakan pereaksi
pembatas.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari bab pembahasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
dalam penamaan senyawa anorganik dan organik ada aturan-aturan tertentu yang
harus dipenuhi. Dalam persamaan reaksi, ada langkah-langkah tertentu untuk
menyelesaikannya, yaitu mulai dengan menuliskan persamaan reaksinya diikuti
dengan penyetaraan koefisien tiap senyawa. Adapun hukum-hukum dasar kimia
yang meliputi stoikiometri yaitu hukum kekekalan massa (hukum Lavoisier),
hukum perbandingan tetap (Proust), hukum kelipatan perbandingan (Dalton), dan
hukum perbandingan Volume (Gay-Lussac). Sedangkan dalam perhitungan kimia,
dikenal adanya penentuan volume gas dan hasil reaksi, massa atom relatif dan
massa molekul relatif, konsep mol dan tetapan Avogadro, rumus molekul serta
kadar unsur dalam senyawa.

B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan dalam penulisan karya ilmiah ini
yaitu :
1. Sebaiknya pihak universitas membatasi mahasiswa dalam pengambilan
materi penulisan karya ilmiah melalui internet agar mahasiswa lebih
termotivasi dalam menemukan bahan atau materi lewat beberapa buku di
perpustakaan dan agar mahasiswa lebih termotivasi untuk membaca buku.
2. Sebaiknya mahasiswa lebih mendalami pemahaman materi stoikiometri
karena materi ini merupakan materi dari salah satu mata kuliah umum
yang perlu diluluskan untuk pengambilan SKS berikutnya.
3. Seharusnya diberikan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan
makalah stoikiometri ini karena mempertimbangkan masih banyak
perhitungan-perhitungan yang seharusnya dicantumkan dalam makalah ini,
dan adanya tantangan lain berupa tugas-tugas MKU lain.
DAFTAR PUSTAKA

Harnanto, Ari dan Ruminten. 2009. Kimia untuk SMA/MA kelas X. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Permana, Irvan. 2009. Memahami Kimia 1 untuk SMA/MA kelas X. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Setyawati, Arifatun Arifah. 2009. Mengkaji Fenomena Alam untuk Kelas X


SMA/MA. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Utami, Budi, Agung Nugroho Catur Saputro, Lina Mahardiani, Sri Yamtinah dan
Bakti Mulyani. 2009. Kimia untuk SMA dan MA Kelas X. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai