Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Wilayah pantai menjadi daerah yang intensif dimanfaatkan untuk kegiatan manusia
seperti sebagai kawasan pusat pemerintahan, pemukiman, industri, pelabuhan,
pertambakan, pertanian/perikanan, pariwisata dan sebagainya. Pemanfaatan kawasan ini
tentu membutuhkan pengelolaan yang baik dikarenakan kondisi lingkungan yang
dipengaruhi oleh kondisi alam itu sendiri seperti angin, arus air laut, pasang surut air laut,
muara sungai, erosi, abrasi, sedimentasi, dan lain sebagainya.
Pembentukan endapan pasir besi ditentukan oleh beberapa faktor antara lain batuan asal,
proses perombakan, media transportasi, proses serta tempat pengendapannya. Sumber
mineral endapan pasir besi pantai sebagian besar berasal dari batuan gunungapi bersifat
andesitik dan basaltik. Proses perombakan terjadi karena pelapukan batuan akibat adanya
proses alam seperti panas dan hujan yang membuat butiran mineral terlepas dari
batuannya.

Media transportasi endapan pasir besi antara lain: aliran sungai, gelombang, dan arus
laut. Proses transportasi membawa material lapukan dari batuan asal, menyebabkan
mineral-mineral terangkut hingga ke muara, kemudian gelombang dan arus laut mencuci
dan memisahkan mineral-mineral tersebut berdasarkan perbedaan berat jenisnya.

Di daerah pantai, mineral diendapkan kembali oleh gelombang air laut yang menghempas
ke pantai. Akibat hempasan tersebut, sebagian besar mineral yang mempunyai berat jenis
yang besar akan terendapkan di pantai, sedangkan mineral berat yang berat jenisnya
lebih ringan akan kembali terbawa oleh arus balik kembali ke laut, demikian terjadi secara
terus menerus hingga terjadi endapan pasir besi di pantai (lihat gambar di bawah).
Tempat pengendapan pasir besi umumnya terjadi pada pantai yang landai, sedangkan
pada pantai yang curam sulit terjadi proses pengendapan.

1.2 Rumusan Masalah

1. bagaimana sifat fisik pasir pantai?

2. bagaimana distribusi berat pasir pantai?

3. Bagaimana model variogram dari kadar pasir pada daerah penelitian?

1.3 Tujuan

1. mengetahui bagaimana sifat fisik pasir pantai

2. menganalisis data berat pasir pantai

3. menginterpretasikan model Variogram dari kadar pasir pada daerah penelitian

1.4 manfaat penelitian


Penelitian ini mengenai distribusi kadar pasir pada daerah Tanjung Bayang, Makassar,
Sulawesi Selatan. Penelitian ini dapat memberikan pemahaman tentang hal yang terkait
dengan pasir pantai pada daerah penelitian. Hal tersebut meliputi Distribusi/penyebaan,
Genesis, Sifat Fisik, dan sebagainya. Selain itu, penelitian ini dapat memberikan pengalaman
bagi mahasiswa dalam proses pengambilan mau pun pengolahan data.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di pantai Tanjung Bayang, Kelurahan Barombong, Kecamatan


Tamalate, Makassar. Lokasi ini berjarak kurang lebih 24 Km dari Fakultas Teknik, Universitas
Hasanuddin, Gowa. Penelitian ini dilaksanakan pada harii senin, 4 Desember 2017. Kegiatan
penelitian belangsung sekitar satu setengah jam, di mana kegiatan dimulai pada pukul 16.30
WITA dan berakhir pukul 18.00 WITA.

1.6 Tahapan Penelitian

Penelitian tentang distribusi kadar pasir ini dilakukan dengan beberapa tahap. Tahapan
tersebut adalah sebagai berikut:

1. Membuat grid dengan ukuran 50X50 cm pada lokasi yang ingin dijadikan tempat
pengambilan sampel

2. Menggali tiap grid sampai pada kedalaman 10 cm.

3. Mengambil sampel secukupnya dan meletakkannya ke dalam kantung sampel.

4. Menandai tiap kantung sampel

5. Mengukur berat total tiap sampel dengan menggunakkan timbangan digital

6. Menyaring tiap sampel dengan saringan teh

7. Mengukur berat material tidak lolos saringan

8. Menghitung kadar tiap sampel.

BAB II

TEKNIK EKSPLORASI DAN GEOSTATISTIK

2.1 Endapan Pasir Pantai

Pasir merupakan material granular alami yang belum terkonsolidasi. Pasir terdiri dari
butiran-butiran yang berukuran dari 1/16 – 2 mm. Butiran pasir bisa berupa mineral tunggal,
fragmen batuan atau biogenik. Material granular yang lebih halus dari pasir disebut sebagai
lanau, dan yang lebih besar disebut sebagai kerikil. Pada umumnya pasir terdiri dari mineral
silikat atau fragmen batuan silikat. Sejauh ini mineral yang paling umum ditemukan sebagai
penyusun pasir adalah mineral kuarsa. Namun, pasir adalah material campuran yang terjadi
secara alami, yang berarti bahwa pasir tidak hanya mengandung satu komponen tunggal.
Pasir yang telah terkonsolidasi adalah jenis batuan yang dikenal sebagai batupasir.
2.1.1 Pembentukan Pasir
Pasir terbentuk karena adanya proses pelapukan fisik dan kimia pada batuan. Proses
pelapukan ini biasanya dipelajari secara terpisah, tetapi pada kenyataannya kedua proses ini
biasanya berjalan beriringan karena keduanya cenderung saling mendukung dalam proses
pelapukan. Pelapukan kimia merupakan faktor penting dalam pembentukan pasir secara
keseluruhan, karena proses ini terjadi secara efisien di lingkungan yang lembab maupun
panas. Sedangkan pelapukan fisik hanya mendominasi di tempat-tempat yang dingin dan /
atau kering. Pelapukan batuan dasar yang menghasilkan pasir biasanya terjadi di bawah
tanah. Tanah yang menutupi batuan dasar membuat lingkungan sekitar batuan menjadi
lembab, yang kemudian mempercepat proses disintegrasi batuan.

Gambar 2.1 Granit

Granit adalah jenis batuan yang umum dan merupakan contoh yang bagus dari proses
pembentukan pasir. Granit sebelum melapuk, terdiri dari mineral-mineral berikut:
1. Sodium Plagioclase feldspar (Na feldspar)
2. Potassium feldspar (K feldspar)
3. Kuarsa
4. Mineral aksesori: biotite, amphibole, atau muskovit
Jika terjadi pelapukan pada granit Na feldspar dan K feldspar akan mengalami proses
hidrolisis, proses ini untuk membentuk mineral lempung kaolin, serta ion-ion Na+ dan K+.
Biotit dan / atau amphibole mengalami proses hidrolisis dan oksidasi, membentuk mineral
lempung dan oksida besi. Kuarsa (dan muskovit jika ada) menjadi mineral residual, karena
resisten terhadap pelapukan. Fragmen batuan yang lapuk kemudian menjadi bagian dari
unsur tanah. Setelah itu butiran mineral kuarsa kemudian tererosi dan menjadi bagian
sedimen pasir, diangkut oleh arus sungai atau angin untuk kemudian diendapkan
membentuk sand dune, channel bar, point bar dan sandy beach. Lempung akhirnya tererosi
dan menjadi muatan suspensi dalam arus air sungai, sampai kemudian terendapkan di
lingkungan arus yang tenang. Ion-ion terlarut akan diangkut oleh sungai, sampai akhirnya
akan menjadi bagian dari larutan garam di lingkungan air laut.
2.1.2 Komposisi Pasir
Pasir merupakan kompulan material residual dari yang sudah ada sebelum pelapukan
batuan terjadi. Namun, ada satu aspek penting - pasir terbentuk di lingkungan yang keras, di
mana hanya yang terkuat yang bisa bertahan. "Terkuat" adalah yang paling tahan terhadap
proses pelapukan. Kuarsa adalah salah satu mineral dari daftar mineral penyusun pasir yang
umum ditemukan pada sampel pasir. Kuarsa menghuni 12% dari kerak bumi. Hanya saja
feldspar lebih banyak daripada kuarsa, menghuni lebih dari 50% kerak bumi.
Mineral-mineral seperti turmalin, zirkon, rutil, dll, juga sangat resisten terhadap
pelapukan, namun jarang ditemukan dalam jumlah banyak dalam komposisi pasir. Mineral-
mineral tersebut secara umum disebut sebagai heavy minerals (mineral berat). Mineral berat
ini kadang terkonsentrasi dalam jumlah yang banyak sebagai komponen penyusun pasir. Hal
tersebut biasanya diakibatkan oleh proses penyortiran hidrodinamik. Baik itu gelombang laut
atau aliran sungai yang menyortir butiran yang lebih berat dan membawa butiran lainnya yang
lebih ringan. Endapan yang dihasilkan dari proses ini dikenal sebagai placers. Mineral-mineral
yang sering diekstrak dari endapan placer adalah emas, kasiterit, ilmenit, monasit, magnetit,
zirkon, rutil, dll.
Mineral-mineral pembentuk batuan lainnya seperti amphibole dan mika juga sering
ditemukan di dalam sampel pasir, meskipun hanya dalam jumlah sedikit. Kelompok mineral
ini termasuk yang tidak tahan terhadap pelapukan, contohnya seperti olivin dan piroksen.
Namun, ada beberapa pantai yang sebagian besar terdiri dari piroksen dan olivine dengan
sedikit campuran magnetit, sering disebut sebagai black sand (pasir hitam). Pasir pantai
seperti ini biasanya terdapat di daerah vulkanik aktif. Piroksen dan olivin merupakan mineral
yang umum sebagai penyusun batuan mafik, seperti basalt. Pasir hitam adalah fenomena
khas dari kepulauan vulkanik samudra, di mana granit dan batuan felsik lainnya tidak
ditemukan.
Kebanyakan dari sampel pasir, butiran pasir terdiri dari mineral-mineral tunggal.
Namun terkadang pasir juga mengandung fragmen batuan (fragmen litik). Granit biasanya
terdisintegrasi menjadi butiran mineral yang berbeda-beda, tapi filit dan basal cenderung hadir
sebagai fragmen litik dalam komponen pasir. Hal tersebut terjadi karena filit dan basal adalah
batuan yang bertekstur halus. Fragmen litik ini sering terbentuk di daerah-daerah di mana
erosi terjadi sangat cepat, contohnya di daerah pegunungan. Terkadang pasir juga
mengandung mineral baru atau agregat mineral yang tidak terbentuk dari proses pembekuan
magma. Contoh penting adalah mineral lempung glauconite yang terbentuk dalam endapan
pasir di lingkungan laut, menghasilkan jenis batuan yang disebut glauconitic sandstone.
Keberadaan mineral ini memberi warna hijau gelap yang khas untuk kebanyakan sampel pasir.
Ada banyak contoh pasir aneh lainnya yang membutuhkan kondisi pembentukan
khusus. Salah satu contoh yang baik adalah pasir di New Mexico yang terdiri dari gipsum
murni. Pasir dengan komposisi seperti ini cukup aneh dan jarang, karena gipsum merupakan
mineral evaporit. Mineral seperti ini hanya dapat bertahan dalam kondisi kering. Halit, yang
bahkan lebih mudah larut dari gipsum, juga dikenal sebagai komponen pembentuk pasir
dalam kondisi tertentu.
Debu vulkanik biasanya dipelajari secara terpisah, tidak diaktegorikan sebagai jenis
pasir. Mungkin karena kita manusia cenderung menciptakan hambatan buatan dan prinsip-
prinsip klasifikasi. Sedimen dan piroklastik adalah dua dunia yang berbeda. Pada
kenyataannya, hal ini menjadi lebih rumit karena selalu saja ada alasan untuk mengatakan
bahwa butiran debu vulkanik (dan material piroklastik lainnya seperti lapili dan bom) juga
merupakan jenis sedimen, karena mereka terendapkan di permukaan tanah melalui proses
yang tidak jauh berbeda dari proses endapan pasir di sungai, pantai, atau pun gurun. Debu
vulkanik dan pasir bahkan memiliki prinsip-prinsip klasifikasi yang sebanding. Debu vulkanik
adalah sedimen piroklastik dengan ukuran butir rata-rata kurang dari 2 milimeter. Oleh karena
itu, debu vulkanik juga bisa dianalogikan sebagai pasir atau lempung.
Jenis pasir berikutnya adalah pasir biogenik. Pasir biogenik terdiri dari fragmen
eksoskeleton dari organisme laut. Kontributor umum dari komponen jenis ini adalah koral,
foraminifera, landak laut, sponge, moluska, ganggang, dll. Jenis pasir seperti ini biasanya
dikenal sebagai pasir koral, meskipun dalam banyak kasus pasir tersebut tidak mengandung
fragmen koral sama sekali. Pasir biogenik biasanya berwarna terang dan tersebar luas di
daerah dekat katulistiwa. Koral biasanya hanya hidup di lingkungan air hangat, tetapi ada juga
beberapa taxons lain yang dapat hidup dengan baik di lingkungan yang lebih dingin. Pasir
biogenik karbonatan juga berkontribusi dalam pembentukan batugamping.
3 Tekstur dan Transportasi Sedimen Pasir
Ahli geologi mendeskripsikan pasir dengan mengukur kebundaran dan distribusi
ukuran butirnya. Dengan melakukan itu mereka dapat mendapatkan informasi tentang asal-
usul pasir tersebut. Kebundaran biasanya memberikan informasi tentang seberapa jauh rute
transportasi sedimen, dan distribusi ukuran butir membantu ahli geologi untuk menentukan
dari lingkungan mana sedimen tersebut diendapkan. Pasir sungai biasanya terpilah buruk,
sedangkan pasir pantai atau gurun lebih bulat dan terpilah baik

Gambar 2.2 Ukuran Pasir Pantai

Ukuran rata-rata butiran pasir ditentukan oleh energi dari media transport. Semakin
kuat kecepatan arus (baik itu arus sungai atau gelombang laut) maka semakin mungkin arus
tersebut membawa material yang lebih berat / besar. Pada umumnya media transport pasir
adalah arus sungai. Butiran pasir cenderung bergerak melompat-lompat terhadap rata-rata
kecepatan arus sungai. Mode gerakan ini dikenal sebagai saltation. Sedangkan lanau, material
sedimen yang jauh lebih ringan dari pasir, cenderung bergerak melayang-layang terhadap
rata-rata kecepatan arus sungai. Gerakan ini disebut suspended load. Butiran sedimen pasir
yang diangkut oleh sungai-sungai pada akhirnya diendapkan di mulut sungai, di mana
kecepatan arus tiba-tiba menurun. Kemudian, gelombang laut (longshore currents)
membawa sedimen pasir ke sepanjang garis pantai. Butiran sedimen pasir yang
dibawa oleh sungai-sungai juga diendapkan pada flood plain, channel
bar maupun point bar.

2.2 Teknik Eksplorasi Pendahuluan

Eksplorasi adalah Tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh


informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan
sumber daya terukur dari bahan galian yang akan di tambang, serta informasi mengenai
lingkungan sosial dan lingkungan hidup. Pembagian bahan galian industri berdasarkan atas
asosiasi dengan batuan tempat terdapatnya, dengan mengacu pada adalah sebagai
berikut:
1. Kelompok I yaitu Bahan Galian Industri yang berkaitan dengan Batuan sedimen.
Kelompok ini dibagi menjadi:
a. Sub Kelompok A yaitu Bahan Galian lndustri yang berkaitan dengan batu gamping
b. Sub Kelompok B yaitu Bahan Galian Industri yang berkaitan dengan batuan
sedimen lainnya.
2. Kelompok II yaitu Bahan Galian lndustri yang berkaitan dengan batuan gunung api.
3. Kelompok III yaitu Bahan Galian Industri yang berkaitan dengan intrusi plutonik
batuan asam dan ultra basa.
4. Kelompok IV yaitu Bahan Galian Industri yang berkaitan dengan endapan residu dan
endapan letakan.
5. Kelompok V yaitu Bahan Galian Industri yang berkaitan dengan proses ubahan
hidrotermal.
6. Kelompok VI yaitu Bahan Galian Industri yang berkaitan dengan batuan metamorf.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka teknik eksplorasi awal yang ditetapkan
adalah pemetaan geologi permukaan utamanya mendasar atas singkapan batuan
dipermukaan.
2.2.1 Pemboran inti
Tujuan utama pemboran inti adalah untuk mendapatkan contoh bahan galian secara
vertikal yang berada dibawah permukaan tanah, disarnping itu mengetahui ketebalannya.
Teknik melerakkan titik rokasi pemboran inti ini agar didapatkan kedalaman yang maksimal
dilakukan dengan bantuan peta geologi dan peta topografi.
Sesuai dengan tingkat kedaraman pemboran yang diinginkan dan waktu yang
tersedia, pemboran inti dapat dilaksanakan dengan:
a. Alat bor auger, yang dioperasikan secara manual oleh tenaga manusia. AIat ini sesuai
diterapkan apabila sasaran pemboran merupakan batuan yang lunak,
sedang kemampuan kedalaman pemboran sangat dangkal. oleh sebab itu apabila
batuan yang akan dibor cukup tebal/cukup dalam maka perpindahan lokasi
pemboran secara sistematis perlu dilakukan. Suatu keuntungan dari metode ini
adalah bahwa alat bor auger mudah dilepas dari rangkaiannya sehingga dapat
diangkut dengan mudah.
b. Alat bor inti yang dioperasikan dengan mesin. Alat ini sesuai diterapkan pada batuan
yang lunak ataupun pada bagian yang keras. Kemampuan membor alat ini
cukup dalam, sehingga pemindahan lokasi pemboran dapat dilakukan seminimal
mungkin apabila dikehendaki pencapaian keseluruhan pemboran
yang sangat dalam. Didalam operasinya, mengerjakan pemboran dengan alat ini
memerlukan keahlian khusus, terutama didalam memakai peralatan pemboran inti
yang dapat dilepas.
Dari kedua alat pemboran inti tersebut apabila dikehendaki perolehan inti pemboran
dapat mencapai loovo, dan inti pemboran tersebut siap untuk dilakukan
analisa laboratorium. untuk masing-20 0,03 mm, ketebalan ini dapat diketahui dengan
membandingkan warna mineral yang tampak pada mikroskop pada saat nikol
disilangkan (misalnya mineral homblende) dengan warna mineral
baku seperti yang terlihat pada wama interferensi.
a. Apabila telah diperoleh ketebalan yang diinginkan, preparat dipanas- kan
sebentar, kemudian ditutup dengan gelas penutup, biarkan sejenak sampaidingin.
b. Beri label sesuai dengan informasi sampel, preparat ini siap untuk dideterminasi.

A. Analisa kimia
Analisa kimia dinilai relatif rebih rinci dibandingkan dengan analisa petrografi.
Analisa ini bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia (senyawa oksida) dalam batuan.
pemeriksaan komposisi kimia dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Contoh batuan digiling hingga mencapai ukuran 100 mesh lalu dikeringkan pada
temperatur l50o c dalam cawan platina, kemudian di fitsing dengan NazCO: pada
suhu 1.000o C. Tambahkan aquades dan HCl, panasi hingga kering. Ulangi
perlakuan tersebut sampai larut lalu disaring untuk penentuan kadar SiO2.
b. Filtratnya untuk penentuan kadar trace elemenls dengan menggunakan
AAS (Atomic Absorptbn spectrophcttometer). untuk kadar Calsium (Ca) dan atau
Magnesium (Mg) yang tinggi, clitentukan dengan cara Kompleksiometer. Dengan
AAS akan segera dapat diketahui macam-macam unsur dan jumlahnya secara tepat
dan cepat.
c. Perhitungan kandungan air dilakukan sebagai berikut: contoh batuan
ditimbang beratnya. Kemudian dimasukan ke dalam oven pada temperatur 100 -
105" C maka semua air akan keluar dan menguap.
Sampel tersebut kemudian ditimbang lagi. Selisih berat yang diperoleh
merupakan berat kandungan air.
d. Perhitungan bahan hilang terbakar dilakukan sebagai berikut: contoh dipanaskan
pada suhu 105" C dan ditimbang = a gram. Kemudian dipanaskan lagi pada.futnqce
sampai 1.000" C, selima 1,5 - 2 jam, dan ditimbang lagi = b gram. Harga selisih a –
b gram merupakan bahan yang hilang terbakar.

B. Analisa Difraktometer Sinar X


Analisa ini diperlakukan untuk batuan yang sulit ditentukan jenis unsur
kimianya dengan petrografi karena mempunyai butir yang sangat halus, antara lain untuk
jenis lempung/tanah liat.
C. Analisa besar butir
Analisa besar/ukuran butir dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut:
a. Ambil sampel secara acak seberat 100 gram.
b. Pisahkan ukuran butir dengan cara diayak pada ayakan berjenjang. Agar hasilnya
baik pergunakan ayakan bermesin dengan waktu secukupnya.
c. Sampel yang tertampung dalam setiap ayakan dengan mesh tertentu, selanjutnya
ditimban. Prosentase analisa ukuran butir dapat ditentukan. Catatan'. Analisa
ukuran butir cocok untuk contoh bahan galian yang bersifat lepas.

D. Analisa berat jenis


Berat jenis yang diukur pada contoh batuan adalah bulk density. Hal ini disebabkan
batuan merupakan kumpulan mineral yang masing-masing mineral mempunyai berat
jenis tersendiri. Prinsip pengukuran berat jenis sebagai berikut:
a. contoh batuan dipa,askan dalam oven pada suhu minimum l00oC supaya semua air
yang ada di dalamnya menguap, kemudian didinginkan pada suhu kamar.
b. Contoh batuan ditimbang untuk mengetahui beratnya.
c. Volume batuan ditentukan.
d. Berat jenis batuan diperoleh dengan membagi berat dengan volume sampai
beratnya tetap.
e. Benda uji dan bola baja dimasukan ke dalam mesin LoS ANGELES.
f. Putar mesin dengan kecepatan 30 - 33 rpm sebanyak 500 putaran untuk gradasi A,
B, C dan D, serta 1000 putaran untuk gradisi E, F dan G (lihat tabel berikut).
g. Setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari mesin, kemudian saring dengan
saringan no. 12.
h. Butiran yang tertahan diatasnya, dicuci bersih, selanjutnya dikeringkan
dalam oven pada suhu Il0o C sampai beratnya tetap.
i. Hasil pengujian tersebut dinyatakan sebagai bilangan bulat dalam prosen.
j. Keausan batuan yang cukup besar akan berpengaruh pada kekuatan
perkerasan jalan karena langsung bergesekan dengan roda-roda kendaraan.

E. Pengujian kuat tekan bebas


Untuk mencegah kerusakan konstruksi akibat beban (misalnya lalu lintas),
agregat harus cukup kuat menahan tekanan. Kuat tekan suatu bahan
adalah kemampuan batuan tersebut dalam menahan beban atau gaya tekan yang
dikenakan sehingga batuan tersebut pertama kali mengalami deformasi. Besarnya kuat
tekan batuan dipengaruhi oleh tekstur, mineral penyusun, porositas
maupun gesekan dengan bidang penekan. Pada pengujian kuat tekan bebas
batuan diperlukan contoh batuan dengan bentuk tertentu yaitu dalam bentuk kubus atau
silinder. Hal tersebut dimaksudkan agar perbedaan kuat tekan yang terjadi pada
keduanya tidak berbeda, dan kalaupun ada perbedaan tersebut sangat kecil sehingga dapat
diabaikan.
2.3 Geostatistik

Geostatistik adalah ilmu yang mempelajari aplikasi dan teori mengenai variable
terregional (variabel berubah) pada berbagai fenomena gejala alam, terutama untuk
menentukan volume bahan galian. Landasan dari pembelajaran geostatistik adalah "The
Theory of Regionalised Variables”, dimana data dari titik-titik sampel mempunyai korelasi satu
sama lain sesuai dengan karakteristik penyebaran endapan mineral. Analisis dari geostatistik
merupakan teknik geostatistik yang terfokus pada variabel spasial, yaitu hubungan antara
variabel yang diukur pada titik tertentu dengan variabel yang sama pada titik dengan jarak
tertentu dari titik pertama.
Geostatistik adalah metode statistik yang digunakan untuk melihat hubungan antar
variabel yang diukur pada titik tertentu dengan variabel yang sama diukur pada titik dengan
jarak tertentu dari titik pertama (data spasial) dan digunakan untuk mengestimasi parameter
di tempat yang tidak diketahui datanya (Oliver and Carol,2005).
Variabel data spasial tersebut memiliki sifat khusus yakni ketakbebasan dan
keheterogenan. Ketakbebasan disebabkan oleh adanya perhitungan alat pengamatan dan
hasil yang diteliti dalam satu titik ditentukan oleh titik lainnya dalam sistem dan keheterogenan
disebabkan adanya perbedaan wilayah. Proses yang dilakukan dalam analisis geostatistik
adalah meregister seluruh data, mengeksplorasi data, membuat model, melakukan dan
membandingkan pemodelan. Analisis mendalam dan terintegrasi dengan geostatistik sangat
diperlukan untuk dapat membuat model detail guna analisa fasies dan peta porositas yang
bertujuan determinasi dan input pada model simulasi reservoir. Geostatistik dapat digunakan
pada bidang-bidang industri pertambangan juga perminyakan, lingkungan, meteorologi,
geofisika, pertanian dan perikanan, kelautan, ilmu tanah, fisika media heterogen, teknik sipil,
akutansi, dan astrofisika.
A. Peranan Geostatistik dalam Kegiatan Eksplorasi Sumber Daya Alam
Peranan Geostatistik dalam kegiatan eksplorasi sumber daya alam yaitu :
1. Untukpemetaan dan estimasi, variogram dapat digunakan untuk menginterpolasi
antara titik data.
2. Untuk mengkarakterisasi suatu ketidaktentuan pada estimasi (volume minyak bumi,
kadar di atas cut-off, resiko polusi ), variogram yang sama dapat digunakan.
Geostatistik dalam pertambangan :
a. Mengestimasi cadangan total
b. Mengestimasi eror
c. Pemetaan kontur dan pembuatan grid
d. Mengestimasi pemulihan area
Statistik dalam geologi akan dapat dilihat peranannya dengan lebih mudah, terutama
dalam menganalisa data dalam data dalam beberapa contoh kasus seperti pengolahan data
kekar, uratan stratigrafi, estimasi mineral, klasifikasi data fosil, dan sebagainya :
a. Optimasi model
b. filter noise
c. regresi data geofisika
d. anomali regional
e. atribut seismic
f. analisa data logging, autokorelasi, cross-correlasi
g. analisa peta, perbandingan peta, kontur
h. analisa sequence untuk gempa dan letusan gunung api
i. analisa diskriminan untuk menentukan jenis litologi
B. Proses Analisis Geostatistik
Dalam proses analisis yang pertama perlu dilakukan adalah meregister seluruh data
yang diperlukan. Hal ini sagat penting dilakukan untuk dapat menggunakan data – data
tersebut pada tahapan selanjutnya. Kompatibilitas data untuk dapat dianalisis lebih lanjut
apabila menggunakan GIS tentu sangat penting. Data digital akan memudahkan dengan
penggunaan work station. Langkah – langkah analisa yang harus dilakukan meliputi:
1. Eksplorasi Data, pemahaman yang menyeluruh dan dalam pada data yang ada sangat
diperlukan untuk dapat menganalisis. Eksplorasi dari pendistribusian data, melihat
batasan – batasan secara global dan lokal, melihat pola –pola global, memeriksa
korelasi spasial, dan memahami kovariasi dari berbagai data.
2. Pembuatan Model, pada mulanya geostatistik merupakan sinonim dari “kriging”. Tetapi
kemudian dalam perkembangannya juga meliputi metode deterministic. Metode
deterministik tidak memiliki penilaian untuk kesalahan prediksi, tidak ada asumsi untuk
data sedangkan metode kriging memiliki penilaian untuk kesalahan prediksi dan
mengasumsikan data dari proses stokastik. Peta yang dihasilkan dapat berupa peta
prediksi (peta interpolasi), peta standar eror, peta Quantile, peta probability.
3. Melakukan Diagnostik
a. Sebelum menghasilkan hasil akhir harus kita ketahui dahulu seberapa bagusnya
prediksi nilai di tempat yang tidak memiliki data real. Dalam pemodelan geologi
khususnya pemodelan reservoir, model yang baik akan memiliki satu kualitas yang
sederhana yaitu: harus menyediakan prediksi yang baik dari perilaku reservoir
untuk merespon keadaan (Tyson and Math, 2009).
b. Untuk prediksi yang baik harus memiliki prediksi mean eror yang mendekati nol,
RMS (root-mean-square) yang lebih kecil lebih baik. Apabila estimasi rata – rata
standar eror dibandingkan dengan prediksi eror RMS sama maka prediksi bagus,
apabila <1 maka overestimate dan apabila >1 maka underestimate.
4. Membandingkan Model, beberapa model yang dihasilkan dari beberapa perlakuan
harus dibandingkan untuk melihat mana yang lebih baik. Penggunaan cross validation
statistic sangat membantu dalam pembandingan ini. Aturan – aturan dasar
sebelumnya untuk prediksi yang baik masih digunakan juga untuk pembandingan
model.
C. Variogram
Tahapan untuk memvisualisasikan, memodelkan dan mengekploitasi
hubunganfenomena-fenomena alam yang terdistribusi dalam ruang disebut dengan
variografi,sedangkan hasil yang didapatkan disebut dengan (semi) variogram.Variogram
diformulasikan sebagai berikut :

Dengan :
 Z ( Xi) adalah nilai data di titik Xi
 Z ( Xi + h ) adalah nilai data di titik Xi + h
 N(h) adalah banyaknya pasangan titik yang memiliki jarak h
Model variogram dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Perilaku variogram dekat titik awal
 Parabolik, kontinuitas variabel tinggi, data teratur : data tebal
 Linear, kontinuitas sedang : data kadar bijih
 Ketidakaturan tinggi, diawali lompatan : data eratik
 Horisontal, variabel random, distribusi acak
2. Kehadiran sill (variansi statistik)
 Dengan sill : model Matheron, Formery (eksponensial), Gaussian
 Tanpa sill : model linear dan logaritmik (de Wijsian)
3. Kehadiran anisotropi, struktur bersarang, drift dan lain-lain.Umum digunakan saat ini
pada endapan mineral adalah model Matheron.
(Gambar8.3)

Kecocokan model antara variogram eksperimental dan model matematis (terpilihmodel


Matheron) kemudian dianalisis untuk menghasilkan parameter-parametervariogram (a, Co, C)
dan sill pada satu arah perhitungan, misal Barat-Timur.
Perhitungan masih dilanjutkan untuk menganalisis variogram dan memperhatikan
sifat-sifat struktur variogram. Dengan demikin barulah dapat disimpulkan mengenai data yang
diperoleh. Hal ini membuktikan kegunaan Geostatistik dalam proses eksplorasi sumber daya
alam.
2.4 Perangkat Lunak SGeMS

SGeMS adalah perangkat lunak yang dikembangkan di Universitas Stanford yang


menerapkan beberapa algoritma geostatistik. Itu ditulis dengan dua tujuan dalam
pikiran. Yang pertama, diarahkan pada pengguna akhir, adalah menyediakan perangkat
lunak yang mudah digunakan yang menawarkan berbagai macam alat geostatistik dalam
lingkungan interaktif 3D penuh. Tujuan kedua adalah merancang perangkat lunak yang
sesuai dengan kebutuhan pengguna listrik melalui plugin dan skrip Python
BAB III
Metodologi Penelitian
3.1 Persiapan alat penelitian

3.2 pengambilan data lapangan


3.3 preparasi sampel
Tiap sampel pada penelitian distribusi kadar pasir ini dilakukan tahap preparasi sampel.
Tiap sampel harus dikeringkan untuk menghilangkan Moisture atau kandungan air pada pasir.
Proses pengeringan ini dapat dilakukan dengan cara dijemur atau pun disangrai. Kemudian
tiap sampel ditimbang berat totalnya. Setelah itu, tiap sampel diayak atau disaring
menggunakan saringan teh. hal ini bertujuan untuk menghilangkan material lempung pada
sampel.
3.4 pengolahan data
Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
No. Stasiun Bujur (Sb. X) Lintang (Sb.y)
1 1A 100 100
2 1B 200 100
3 1C 300 100
4 1D 400 100
5 1E 500 100
6 1F 600 100
7 1G 700 100
8 2A 100 200
9 2B 200 200
10 2C 300 200
11 2D 400 200
12 2E 500 200
13 2F 600 200
14 2G 700 200
15 3A 100 300
16 3B 200 300
17 3C 300 300
18 3D 400 300
19 3E 500 300
20 3F 600 300
21 3G 700 300
22 4A 100 400
23 4B 200 400
24 4C 300 400
25 4D 400 400
26 4E 500 400
27 4F 600 400
28 4G 700 400
29 5A 100 500
30 5B 200 500
31 5C 300 500
32 5D 400 500
33 5E 500 500
34 5F 600 500
35 5G 700 500
36 6A 100 600
37 6B 200 600
38 6C 300 600
39 6D 400 600
40 6E 500 600
41 6F 600 600
42 6G 700 600
43 7A 100 700
44 7B 200 700
45 7C 300 700
46 7D 400 700
47 7E 500 700
48 7F 600 700
49 7G 700 700

Kemudian didapatkan data berupa berat sampel di tiap stasiun beserta kadarnya. Kadar tiap
sampel didapatkan dengan menggunakan rumus:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑎𝑦𝑎𝑘𝑎𝑛
Kadar Pasir = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑋 100%

Berikut adalah data kadar tiap sampel:


Kadar Pasir Pantai
No. Stasiun Berat Pasir Berat Total
(%)
1 1A 0,692840647 1,2 173,2
2 1B 0,535540409 1,1 205,4
3 1C 0,432432432 0,8 185
4 1D 0,734137389 1,4 190,7
5 1E 0,587002096 1,4 238,5
6 1F 4,486819966 8 178,3
7 1G 2,518891688 5 198,5
8 2A 0,336826347 0,9 267,2
9 2B 0,489715965 1 204,2
10 2C 0,453608247 1,1 242,5
11 2D 1,68444694 3 178,1
12 2E 2,411091019 4 165,9
13 2F 1,212611156 3 247,4
14 2G 4,378762999 8 182,7
15 3A 1,642036125 3 182,7
16 3B 0,560938297 1,1 196,1
17 3C 2,369668246 5 211
18 3D 0,605060506 1,1 181,8
19 3E 0,584795322 1 171
20 3F 5,847953216 13 222,3
21 3G 0,589970501 1 169,5
22 4A 0,697674419 1,2 172
23 4B 0,777777778 1,4 180
24 4C 1,712328767 3 175,2
25 4D 2,643171806 6 227
26 4E 0,463201235 0,9 194,3
27 4F 0,577200577 1,2 207,9
28 4G 0,625978091 1,2 191,7
29 5A 0,49382716 0,8 162
30 5B 0,545454545 0,9 165
31 5C 0,606060606 1 165
32 5D 0,643274854 1,1 171
33 5E 0,705882353 1,2 170
34 5F 0,695187166 1,3 187
35 5G 1,235584843 3 242,8
36 6A 0,635324015 1,5 236,1
37 6B 0,470588235 0,8 170
38 6C 0,476190476 0,8 168
39 6D 0,450676014 0,9 199,7
40 6E 0,5 1 200
41 6F 0,555555556 1,1 198
42 6G 0,613207547 1,3 212
43 7A 0,325968852 0,9 276,1
44 7B 0,497237569 0,9 181
45 7C 0,572916667 1,1 192
46 7D 0,547263682 1,1 201
47 7E 0,542986425 1,2 221
48 7F 1 1,6 160
49 7G 2,5 5 200
3.5 perangkat lunak SgeMS
Setelah data-data tersebut diolah, didapatan hasil berupa model distribusi kadar pasir dan
variogram:
BAB IV

Eksplorasi Sebaran Pasir Pantai dengan Teknik Geostatistik

4.1 Endapan Pasir Pantai Tanjung Bayang

Daerah dilakukannya penelitian berlokasi pada daerah pantai Tanjung Bayang, Makassar,
Sulawesi Selatan. Pasir pantai pada daerah ini didominasi warna gelap. Hal ini dikarenakan
pasir pada daerah ini mengandung mineral dengan dominasi unsur besi. Pada pasir yang berwarna
hitam, mineral yang mendominasi adalah magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3), Limonit
(Fe2O3.nH2O), Siderit (FeCO3). Semakin gelap warna dari pasir, menunjukkan konsentrasi unsur Fe
yang makin tinggi (ilustrasi pasir besi yang tertarik magnet). Ukuran butir pasir tersebut berukuan
0,0625 sampai 2 milimeter. Berikut adalah foto pasir yang dijadikan sampel:

4.2 Penelitian Sebaran Endapan Pasir Pantai

4.3 Analisis Sebaran Endapan Pasir Pantai

Setelah dilakukan pengolahan data menggunakn aplikasi SgeMS didapatkan model


distribusi/sebaran kadar pasir pada daerah penelitian yang diperlihatkan pada gambar
berikut:
Tiap titik pada gambar di atas mewakili posisi diambilnya sampel pada lokasi. Terdapat 49
titik yang mewakili jumlah keseluruhan sampel yang diambil. Kemudian, Warna tiap titik
berbeda. Perbedaan ini dikarenakan perbedaan data kadar yang dimasukkan ke dalam
aplikasi. warna biru mewakili nilai kadar yang rendah sedangkan warna merah sebaliknya.
Jarak antar titik yaitu sebesar 50 cm.

Dapat dilihat, semakin ke kanan warna titik berubah yang artinya nilai kadar pun ikut
berubah. hal ini dikarenakan pada bagian kiri empat diambilnya sampel terdapat garis pantai
sejauh 5,5 m. Sehingga, intensitas terjadinya pelapukan pada lokasi dekat garis pantai lebih
besar.

4.4 Diskusi

Model variogram yang didapatkan terlihat pada gambar berikut:


jumlah lag yang digunakan yaitu 60 dengan toleransi lag sebesar 17 dan jarak separasi
antar lag yaitu 50. Kemudian, azimuth yang dimasukkan yaitu 40 dengan dip 90, sudut
toleransi sebesar 180 dan Bandwidthi sebesar 600. Model variogram yang diapatkan yaitu
model Spherical. Hal ini dikarenakan, data yang didapatkan mengalami perubahan nilai yang
signifikan titik-titik awal dan perubahan tersebut jarang terjadi di titik-titik akhir.

BAB V

5.1 Kesimpulan

1. Sifat fisik pasir pada pantai Tanjung Bayang yaitu berwarna gelap, bersifat
Ferromagnetik, dan beruuran 0,0625-2 milimeter.
2. Semakin jauh jarak garis pantai, semakin meningkat kadar pasir.

3. model variogram yang didapatkan yaitu model Spherical.

5.2 Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap sifat atau karakteristik dari pasir pada
daerah Tanjung Bayang. Hal ini dikarenakan masih minimnya infromasi mengenai endapan
pasir besi yang ada di pantai ini.

Anda mungkin juga menyukai