Anda di halaman 1dari 14

Muhamad Sofi Mubarok

Disampaikan pada Diskusi “Gerak HTI Pasca Perppu”


PAC GP Ansor Astanajapura
Kabupaten Cirebon
2017

Organized by:

1
Tak ada kata sepakat dalam mendialogkan relasi
agama–negara. Setidaknya, relasi agama–negara
terbagi ke dalam tiga pembacaan; integratif,
dikhotomi dan subordinat–komplementer. Pembacaan
model pertama dikembangkan Hizbut-Tahrir (HT),
sebuah organisasi yang meyakini adanya entitas tak
terpisahkan dari agama dan negara
2
HTI merupakan fenomena kesejarahan sirkular umat Islam
yang mengkritik hegemoni Barat lantaran menancapkan
pengaruh sekularisme agama di satu sisi, serta respons atas
kejatuhan Turki „Utsmani, Palestina dan pecahnya beberapa
negara Timur Tengah di sisi lain.
Suha Taju-Farouki menyebut An-Nabhani, pendiri HT, sebagai
“seorang intelektual Arab yang pertama kali mengangkat
gagasan mengenai partai politik modern dengan konstruk
wacana Islam” (dalam Syamsu Rijal, 2010: 220).
3
Dalam konteks Indonesia, HTI dinilai sebagai organisasi
ideologis yang hendak mengganti sistem pemerintahan
dan politik NKRI dengan syariah dan khilafah. Mahfudh
MD menyatakan, pasca diterbitkannya Perppu 2/2017,
HTI tak pernah mencabut pernyataannya tentang
pentingnya mengganti sistem yang ada dengan sistem
khilafah, baik menyangkut Pancasila sebagai asas tunggal
maupun demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang ada
(Kompas TV)

4
dengan Radikalisme
Oppositionalism (Paham perlawanan); HT sebagai simbol
Kesamaan Anatomi

perlawanan terhadap infiltrasi dari luar Islam, yaitu hegemoni


Barat, baik pada aspek budaya, politik, sosial, dan sebagainya
Islam Klasik

Anti-hermeneutics (Menolak hermeneutik); Menolak sikap kritis


terhadap teks dan interpretasinya, termasuk upaya memahami
teks sesuai konteks, maksud dan tujuan (maqashid as-syari’ah)

Fanatisme agama yang kuat; Memahami ajaran Islam yang


sesuai dengan pandangan kelompoknya tanpa membuka diri
dalam dialog objektif dan kritis

5
• Monisme keberagamaan: Berislam
Akar Historis •Membentuk sistem pemerintahan
secara kaffah Islam tunggal di bawah satu
• Agam dan negara sebagai entitas komando
tunggal • Islam memiliki sistem •Menerapkan syariah sebagai
• Kembali kepada Alquran, sunnah, pemerintahan yang pernah qanun al-dawlah (undang-undang
dan pemahaman salafus-shaleh membawa kejayaan negara)
• Ukhuwwah Islamiyyah sebagai satu- •Sistem perundang-undangan dan
satunya perekat sehingga menolak • Kejatuhan negara-negara pemerintah yang berlaku
nasionalisme Timur Tengah sebagai merupakan produk thoghut
penyebab hegemoni Barat
Asas Geo-Politik
Doktrinal

6
Krisis permukaan,
domain pemerintah

Mengganti sistem pemerintahan Melegalkan upaya kudeta


baku yang disepakati the sebagai cara merebut
founding fathers kekuasaan

Inkonsisten merajut dialektika


Islam dan negara Krisis pemikiran,
domain masyarakat
(baca: non-partisan)

7
8
 HT menganggap telah terjadi kesepatakan (ijma’) ulama tentang wajibnya menegakkan
khilafah. Padahal, konsensus yang dimaksud ialah kesepakatan mengangkat seorang
imam/pemimpin, sebagai antitesis pemikiran Khawarij yang menyatakan mengangkat
seorang imam bukan sesuatu yang wajib (Abu Zahrah, Târîkh al-Madzâhib)
 Dalam karyanya, Al-Juwayni membahas pandangan ulama tentang bolehnya mengangkat
lebih dari satu pemimpin negara jika wilayah kekuasaan sangat luas. Pandangan ini
dikemukakan Abu Ishaq al-Isfarayayni (dalam Ghiyâts al-Umam). Meski al-Juwayni sendiri
meragukan pendapat tersebut dikeluarkan Abu Ishaq, beberapa ulama lainnya tak
menafikan adanya pandangan yang menyatakan persoalan kepemimpinan merupakan
persoalan ijtihadi yang dimensi kemaslahatannya berpusat dalam manusia. Oleh karenanya,
tak menutup kemungkinan konsepsi kepemimpinan berkembangan sesuai perkembangan
ruang dan waktu
 Pandangan tentang dilarangnya mengangkat lebih dari satu pemimpin dikarenakan saat itu
belum dikenal istilah distribusi kekuasaan (bukan pembagian kekuasaan) dan teori politik
Islam belum cukup memadai membahas topik negara-bangsa.
9
 An-Nabhani sebagai pendiri HT sendiri mulanya merupakan sosok yang tak
pernah mempersoalkan sistem pemerintahan di luar khilafah. Terbukti
dengan pencalonan dirinya sebagai qadli (hakim) di Mahkamah as-
Syar’iyyah al-Quds, Palestina (1948) dan Majlis Niyabi (anggota parlemen)
(1950). Pendirian HT tak terlepas dari faktor kegagalannya menjadi
anggota parlemen dan menganggap perjuangan harus diupayakan di luar
garis demarkasi sistem yang ada, yaitu dengan menerapkan khilafah
sebagai sebuah instrumen politik
 Basis operasi HT berada di London. Artinya, secara tak langsung HT
bernaung di bawah pemerintahan Inggris yang menganut sistem monarkhi
 Di Indonesia sendiri, HTI menolak diterbitkannya Perppu 2/2017 dengan
mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), yang notabene
merupakan lembaga yang lahir dari produk sistem demokrasi.
10
 Meminjam anthropological approach Ja‟far Subhani, seorang pemikir
Muslim Iran saat mengkritik ajaran Wahabi, Taqiyuddin an-Nabhani tak
melakukan pembacaan teori-teori politik Islam secara holistik. Ada
kecenderungan, konsep doktrinal yang ditawarkan HT berkontradiksi satu
sama lain
 An-Nabhani memasukkan frase “politikus” (an-yakûna siyâsiyyan) sebagai
salah satu prasyarat mujtahid (Said Agil Husin al-Munawwar, 2015). Ini
mengindikasikan, domain politik berada dalam sesuatu yang tidak
seharusnya
 Mengebiri prinsip-prinsip siyasah syar’iyyah, meliputi ruang dialog dengan
realitas, perlukah sistem pemerintahan masa lalu diadopsi dalam konteks
kekinian yang tak relevan dengan situasi masa lalu
 Memperkenalkan pembacaan monolitik terhadap Islam
11
 “Hal ihwal kegentingan yang memaksa” sehingga mengharuskan
diterbitkannya Perppu 2/2017 sesuai dengan ketentuan hadis lâ dharara
wa-lâ dhirara (tidak diperkenankan melakukan sesuatu yang berbahaya
dan membahayakan). Diperluas penjabarannya meliputi hal-hal yang
menyebabkan rusaknya prinsip-prinsip primer beragama (al-kulliyyât al-
khams), meliputi agama (dîn), jiwa (nafs), akal (‘aql), keturunan (nasl), dan
harta (mâl).
 Cara pandang HTI bersinggungan langsung dengan isu-isu sensitif dalam
konteks berbangsa dan bernegara sehingga rentan menimbulkan konflik
sosial di kalangan akar rumput. Ibn „Âsyûr menilai, kesatuan sosial (ijtimâ’
al-ummah) sebagai kemaslahatan yang secara hierarki teori maslahat
sewaktu-waktu harus didahulukan dibanding mengupayakan kemaslahatan
agama an sich (1997, 16:291).
12
 Naji Mushthafa Badawi dalam Muktamar Internasional Mekah (2012), menyebutkan praktik-praktik
politik harus mematuhi empat poin utama, yaitu: Pertama, hukum asal menjalankan urusan politik
ialah diperbolehkan. Kedua, ada kewenangan menjalankan sistem ketatanegaraan dalam bentuk
apapun sepanjang memenuhi prinsip-prinsip syariah, meliputi keadilan, kesamaan di hadapan
hukum, dan menjunjung nilai-nilai HAM. Ketiga, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah bergantung
pada kemaslahatan rakyat. Keempat, urusan politik (imamah) menganut prinsip yang serupa dalam
etika muamalah, termasuk dalam proses terjadinya akad. Jika akad dalam muamalah
diperbolehkan dijalankan melalui berbagai mekanisme yang saat ini berkembang, begitupun
mekanisme menjalankan kepemimpinan juga sepanjang tidak melanggar prinsip-prinsip dalam
hukum muamalah.
 Terbitnya Perppu 2/2017 merupakan implementasi Siyasah Syar’iyyah yang kewenangannya dimiliki
Presiden sebagai pemegang wilayat al-imamah al-’uzhma. Al-Qarafi menilai, sepanjang berpijak
pada prinsip kemaslahatan, keputusan yang dikeluarkan seorang kepala negara berada dalam
hierarki hukum tertinggi, memiliki kekuatan hukum mengikat dan dapat menganulir hukum-hukum
yang berada dalam hierarki di bawahnya, seperti hakim (qadli) dan pemberi fatwa keagamaan
(mufti).

13
14

Anda mungkin juga menyukai