Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan kesehatan, baik di Rumah Sakit, akan diapresiasi oleh masyarakat
luas selaku pengguna layanan jika pelayanan kedua institusi pelayanan kesehatan
tersebut bermutu. Pelayanan kesehatan yang bermutu pasti menggunakan
pendekatan manajemen sehingga pengelolaannya menjadi efektif, efisien, dan
produktif. Untuk bisa menyediakan pelayanan kesehatan seperti itu, pimpinan dan
staf dari kedua institusi pelayanan tersebut harus menerepkan prinsip-prinsip
manajemen (Muninjaya, 2012).
Manajemen adalah ilmu terapan yang dapat dimanfaatkan di berbagai jenis
organisasi untuk membantu manajer dalam memecahkan masalah organisasi,
sehingga manajemen juga dapat digunakan dalam bidang kesehatan untuk
membantu manajer organisasi pelayanan kesehatan memecahkan masalah
kesehatan masyarakat. Menurut Notoatmodjo (2003), manajemen kesehatan
adalah suatu kegiatan atau suatu seni untuk mengatur petugas kesehatan dan non-
petugas kesehatan masyarakat melalui program kesehatan. (Herlambang
&Murwani, 2012).
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan, menyebutkan dalam pasal 34 ayat 1 bahwa setiap pimpinan
penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan perseorangan harus memiliki
kompetensi manajemen kesehatan perseorangan yang dibutuhkan (Kemenkes,
2009). Untuk itu, dokter dituntut untuk mengembangkan managerialship dan
leadership-nya sehingga tugas pokok dan fungsi puskesmas berkembang
efektif,efisien,dan produktif. Oleh karena itu, penting bagi dokter untuk
mengetahui lebih dalam serta memiliki kemampuan mengenai manajemen
kesehatan dan manajemen puskesmas (Muninjaya, 2012).

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang
manajemen kesehatan.

1
1.3 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan
pembaca agar dapat lebih mengetahui dan memahami mengenai Manajemen
Kesehatan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Manajemen Kesehatan


2.1.1 Definisi
Secara klasik, manajemen adalah ilmu atau seni tentang penggunaan
sumber daya secara efisien, efektif, dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi
yang telah ditetapkan sebelumnya. Manajemen merupakan ilmu terapan yang
penerapannya disesuaikan dengan ruang lingkup fungsi organisasi, bentuk kerja
sama manusia di dalam organisasi, dan ruang lingkup masalah yang dihadapi. Di
bidang kesehatan, manajemen diterapkan untuk mengatur perilaku staf yang
bekerja di dalam organisasi (institusi pelayanan) kesehatan untuk menjaga dan
mengatasi gangguan kesehatan pada individu atau kelompok masyarakat secara
efektif, efisien, dan produktif (Muninjaya, 2012).
Sehat adalah suatu keadaan optimal, baik jasmani maupun rohani serta
sosial ekonomi, dan tidak hanya terbatas pada keadaan bebas dari penyakit atau
kelemahan fisik dan mental saja (WHO, 1946). Di Indonesia pengertian sehat
dituangkan dalam UU Pokok Kesehatan RI No.9 tahun 1960 (Herlambang &
Murwani, 2012).
Menurut Notoatmodjo (2003) dalam buku Manajemen Kesehatan dan
Rumah Sakit, manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan atau suatu seni untuk
mengatur para petugas kesehatan dan nonpetugas kesehatan guna meningkatkan
kesehatan masyarakat melalui program kesehatan (Herlambang & Murwani,
2012).
Sesuai dengan tujuan sistem kesahatan, yakni peningkatan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya, maka manajemen kesehatan tidak dapat
disamakan dengan manajemen niaga yang lebih berorientasi pada upaya mencari
keuntungan berupa uang untuk pemilik perusahaan (profit oriented) melainkan
manajemen kesehatan berorientasi memberikan manfaat pelayanan secara optimal
pada masyarakat (benefit oriented) oleh karena organisasi kesehatan lebih
mementingkan pencapaian kesejahteraan umum (Herlambang & Murwani, 2012).

3
2.1.2 Fungsi
Fungsi-fungsi dalam manajemen kesehatan sama dengan fungsi-fungsi
dalam manajemen perusahaan, yaitu (Herlambang & Murwani, 2012) :
1. Fungsi Perencanaan (Planning)
Perencanaan merupakan fungsi terpenting dalam manajemen. Perencanaan
kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan masalah-masalah kesehatan
yang berkembang di masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang
tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok, dan menyusun langkah-
langkah praktis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut.
Dengan perencanaan dapat mengetahui : tujuan yang ingin dicapai; jenis
dan struktur organisasi yang dibutuhkan; jenis dan jumlah staf yang diinginkan
dan uraian tugasnya; sejauh mana efektivitas kepemimpinan dan pengarahan yang
diperlukan; bentuk dan standar pengawasan yang akan dilakukan.
Terdapat lima langkah yang perlu dilakukan pada proses penyusunan
sebuah perencanaan dalam manajemen kesehatan, yaitu:
(a) analisa situasi;
(b) mengidentifikasi masalah dan prioritasnya;
(c) menentukan tujuan program;
(d) mengkaji hambatan dan kelemahan program; (e) menyusun rencana kerja
operasional.

2. Fungsi Pengorganisasian (Organizing)


Dengan adanya pengorganisasian, maka seluruh sumber daya yang dimiliki
oleh organisasi akan diatur penggunaannya secara efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Dengan pengorganisasian, seorang pemimpin akan mengetahui: pembagian
tugas secara jelas, tugas pokok dan prosedur kerja staf, hubungan organisatoris
dalam struktur organisasi, pendelegasian wewenang, dan pemanfaatan staf dan
fasilitas fisik yang dimiliki organisasi.
Ada enam langkah penting dalam membuat pengorganisasian, yaitu:
(a) tujuan organisasi harus sudah dipahami oleh staf;
(b) membagi habis pekerjaan dalam bentuk kegiatan-kegiatan pokok untuk

4
mencapai tujuan;
(c) menggolongkan kegiatan pokok ke dalam suatu kegiatan yang praktis; (
d) menetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh staf dan menyediakan
fasilitas pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya;
(e) penugasan personal yang terampil.

3. Fungsi Pelaksanaan dan Pembimbingan (Actuating)


Pada fungsi ini lebih mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya
untuk mencapai tujuan yang telah disepakati. Beberapa hal yang dapat
menggerakkan dan mengarahkan sumber daya manusia dalam organisasi yaitu :
peran kepemimpinan (leadership), motivasi staf, kerja sama antar staf, dan
komunikasi yang lancer antar staf.
Adapun tujuan fungsi pelaksanaan dan pembimbingan adalah: (1)
menciptakan kerjasama yang lebih efisien; (2) mengembangkan kemampuan dan
keterampilan staf; (3) menumbuhkan rasa menyukai dan memiliki pekerjaan; (4)
mengusahakan suasana lingkungan kerja yang meningkatkan motivasi prestasi
kerja staf; (5) membuat organisasi berkembang secara dinamis.

4. Fungsi Pengawasan (Controlling)


Melalui fungsi pengawasan, standar keberhasilan program yang telah
dibuat dalam bentuk target, prosedur kerja, dan sebagainya harus selalu
dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau yang mampu dikerjakan oleh
staf.
Jenis standar pengawasan ada dua, yaitu :
(1) standar norma, standar yang dibuat berdasarkan pengalaman staf
melaksanakan program yang sejenis atau yang pernah dilaksanakan dalam situasi
yang sama di masa lalu;
(2) standar kriteria, standar yang diterapkan untuk kegiatan-kegiatan pelayanan
oleh petugas yang sudah mendapatkan pelatihan.
Pemimpin bisa mendapatkan data pada saat melakukan pengawasan dengan
tiga cara: pengamatan langsung, laporan lisan dari staf atau pengaduan
masyarakat, dan laporan tertulis dari staf.

5
5. Fungsi Evaluasi (Evaluation)
Tujuannya yaitu untuk memperbaiki efisiensi dan efektivitas pelaksanaan
program dengan memperbaiki fungsi manajemen. Evaluasi ada beberapa macam,
yaitu:
(a) evaluasi terhadap input, dilaksanakan sebelum program dilaksanakan;
(b) evaluasi terhadap proses, dilaksanakan pada saat kegiatan berlangsung;
(c) evaluasi terhadap output, dilaksanakan setelah pekerjaan selesai.Fungsi-fungsi
manajemen diatas dapat dilihat pada Gambar 2.1. Meskipun keempat fungsi
manajemen tersebut terpisah satu sama lain, teteapi sebagai sebuah proses,
keempatnya merupakan suatu rangkaian kegiatan yang berhubungan satu sama
lain. Jika tujuan organisasi belum tercapai, pimpinan organisasi harus
menganalisis kelemahan pelaksanaan salah satu atau beberapa fungsi manajemen
tersebut (Muninjaya, 2012).

Gambar 2.1 Siklus Fungsi Manajemen


Sumber: Muninjaya, 2012

2.1.3. Ruang Lingkup


Seperti halnya manajemen perusahaan, di bidang kesehatan juga dikenal
berbagai jenis manajemen sesuai dengan ruang lingkup kegiatan dan sumber daya
yang dikelolanya. Ruang lingkup manajemen kesehatan secara garis besar
mengerjakan kegiatan yang berkaitan dengan (Herlambang & Murwani, 2012).:
1. Manajemen sumber daya manusia (personalia)
2. Manajemen keuangan (mengurusi cashflow keuangan)
3. Manajemen logistik (mengurusi logistik-obat dan peralatan)

6
4. Manajemen pelayanan kesehatan dan sistem informasi manajemen (melayani
pelayanan kesehatan masyarakat)
Untuk masing-masing bidang tersebut dikembangkan manajemen yang
lebih spesifik sesuai dengan ruang lingkup dan tugas pokok institusi kesehatan.
Penerapan manajemen pada unit pelaksana teknis seperti puskesmas dan RS
merupakan upaya untuk memanfaatkan dan mengatur sumber daya yang dimiliki
oleh masing-masing unit pelayanan kesehatan tersebut, dan diarahkan
untuk mencapai tujuan organisasi (unit kerja dan sebagainya) secara efektif,
efisien, produktif, dan bermutu (Muninjaya, 2012).
Manajemen kesehatan harus dikembangkan di tiap-tiap organisasi kesehatan
di Indonesia, seperti Kantor Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan di daerah,
Rumah Sakit, dan Puskesmas, dan jajarannya. Untuk memahami penerapan
manajemen kesehatan di Rumah Sakit, Dinas Kesehatan, dan Puskesmas perlu
dilakukan kajian proses penyusunan rencana tahunan Departemen Kesehatan dan
Dinas Kesehatan di daerah. Khusus untuk tingkat Puskesmas, penerapan
manajemen dapat dipelajari melalui perencanaan yang disusun setiap lima tahunan
(Herlambang & Muwarni, 2012).

2.1.4 Subsistem Manajemen Kesehatan


Subsistem adalah bagian dari sistem yang membentuk sistem pula.
Dalam sistem kesehatan nasional, subsistem manajemen kesehatan adalah tatanan
yang menghimpun berbagai upaya administrasi kesehatan yang didukung oleh
pengelolaan data dan informasi, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan
dan teknologi, serta pengaturan hukum kesehatan secara terpadu dan saling
mendukung, guna menjamin tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya (Herlambang & Murwani, 2012).
Subsistem manajemen kesehatan terdiri dari empat unsur utama
(Herlambang & Murwani, 2012) :
1. Administrasi kesehatan, adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggara
pembangunan kesehatan.
2. Informasi kesehatan, adalah hasil pengumpulan dan pengolahan data yang

7
merupakan masukan bagi pengambilan keputusan di bidang kesehatan.
3. lmu pengetahuan dan teknologi, adalah hasil penelitian dan pengembangan yang
merupakan masukan bagi pengambilan keputusan di bidang kesehatan.
4. Hukum kesehatan, adalah peraturan perundang-undangan kesehatan yang dipakai
sebagai acuan bagi penyelenggara pembangunan kesehatan.

2.1.5 Pembiayaan Program Kesehatan


Sesuai dengan UU No. 22 dan 25 tahun 1999 (diubah menjadi UU No.32
dan 33 tahun 2004) tentang pemerintah daerah dan perimbangan keuangan pusat
dan daerah, dana pembangunan kesehatan berasal dari tiga sumber yaitu
(Muninjaya, 2012) :
1. Pemerintah (APBN), yang disalurkan ke daerah dalam bentuk DAU ( Dana
Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus). Dengan diberlakukannya
otonomi daerah, porsi dana sector kesehatan yang bersumber dari APBN
menurun. Pemerintah pusat juga masih tetap membantu pelaksanaan program
kesehatan melalui bantuan dana dekonsentrasi, khususnya untuk pemberantasan
penyakit menular.
2. APBD yang bersumber dari PAD (Pendapatan Asli Daerah), baik yang bersumber
dari pajak maupun penghasilan badan usaha milik Pemda. Mobilisasi dana
kesehatan juga bisa bersumber dari masyarakat dalam bentuk asuransi kesehatan,
investasi pembangunan sarana pelayanan kesehatan oleh pihak swasta dan biaya
langsung yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk perawatan kesehatan. Dana
pembangunan kesehatan yang diserap dari berbagai sektor harus dibedakan
dengan dana sektor kesehatan yang diserap oleh dinas kesehatan.
3. Bantuan luar negeri, dapat dalam bentuk hibah (grant) atau pinjaman (loan) untuk
investasi atau pengembangan pelayanan kesehatan.

8
BAB III
Analisis Jurnal
Abstrak

• ABSTRAK Pencapaian cakupan Standar Pelayanan Minimal untuk Sektor


Kesehatan di Puskesmas Mojo pada tahun 2011-2012 menunjukkan bahwa
banyak indikator tidak memenuhi target . Pada tahun 2012, masih belum
dapat memenuhi 13 indikator nasional MSS, 12 indikator MSS Jawa
Timur, dan 9 indikator Kabupaten MSS Surabaya. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui faktor-faktor penentu faktor penentu cakupan rendah
dalam standar pelayanan kesehatan minimal Mojo Primary Health Care.
Ini adalah pengamatan dengan pendekatan cross sectional. Data diperoleh
dari wawancara langsung dengan responden yang menggunakan
kuesioner. Penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik sumber daya
manusia (SDM) pelatihan dan kerja sama menunjukkan cakupan
persentase dibandingkan dengan kategori baik, sedangkan untuk beban
kerja kurang dari 50%, dikategorikan baik. Persentase cakupan
Ketersediaan dana adalah 50%, dikategorikan sebagai Poor Planning
Management Functions (P1) kurang dari 50%, dikategorikan baik:
Implementasi (P2) adalah 50%, kategori Monitoring, Control, and
Assessment (P3) adalah 75 %, dikategorikan bagus. Faktor penentu
rendahnya pencapaian Standar Pelayanan Minimal untuk Sektor Kesehatan
di Puskesmas Mojo, Surabaya, adalah faktor-faktor Proses Pelatihan,
Beban Kerja, dan Perencanaan (P1) Kata kunci: faktor penentu, indikator
standar pelayanan minimum, fungsi manajemen, manajemen program

P = Populasi/Person/Problem

• POPULASI : Seluruh koordinator di puskesmas Mojo Kota


Surabaya

• PERSON : Seluruh koordinator program di Puskesmas Mojo


yang dipilih dengan tekhnik non probblability

• PROBLEM : Rendahnya pencapaian penckupan standar pel


minimal bidang kes di Puskesmas Mojo Kota Surabaya

Intervensi

• Penelitian ini merupakan penelitian observasional yang bersifat


deskriptif. Data dikumpulkan secara cross sectional. Penelitian ini
dilaksanakan di Puskesmas Mojo Surabaya. Teknik pengambilan

9
yang dipilih dengan teknik non probability sampling menggunakan
cara purposive sampling. Data diperoleh dari wawancara langsung
dengan responden yang menggunakan kuesioner. Berdasarkan
pertanyaan langsung yang diajukan oleh peneliti sendiri, dengan
ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

C=Comparationt

(Tidak ada jurnal pembanding)

Outcome

• Data diperoleh dari wawancara langsung dengan responden


yang menggunakan kuesioner. Penelitian ini menunjukkan
bahwa karakteristik sumber daya manusia (SDM) pelatihan
dan kerja sama menunjukkan cakupan persentase
dibandingkan dengan kategori baik, sedangkan untuk beban
kerja kurang dari 50%, dikategorikan baik. Persentase
cakupan Ketersediaan dana adalah 50%, dikategorikan
sebagai Poor Planning Management Functions (P1) kurang
dari 50%, dikategorikan baik: Implementasi (P2) adalah
50%, kategori Monitoring, Control, and Assessment (P3)
adalah 75 %, dikategorikan bagus. Faktor penentu rendahnya
pencapaian Standar Pelayanan Minimal untuk Sektor
Kesehatan di Puskesmas Mojo, Surabaya, adalah faktor-
faktor Proses Pelatihan, Beban Kerja, dan Perencanaan (P1)
Kata kunci: faktor penentu, indikator standar pelayanan
minimum, fungsi manajemen, manajemen program

Time
Juni-Agustus

10
DAFTAR PUSTAKA

Muninjaya, A. 2004. Manajemen Kesehatan Edisi 2. Jakarta : EGC. Hal 44-49,


129-164
Herlambang, S., Murwani, A. 2012. Cara Mudah Memahami Manajemen
Kesehatan dan Rumah sakit. Gosyen publishing: Yogyakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2001. Keputusan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 02002/SK/KBPOM Tentang Tata
Laksana Uji Klinik.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2014. Good Clinical Practice. Diambil dari:
http://www.pom.go.id/mobile/index.php/view/berita/6043/Good-Clinical-
Practice-Inspection-Training-Course-Tahun-2014.html [Diakses tanggal 18 Maret
2015]
ICH Expert Working Group. 1996. International Conference On Harmonization of
Technical Requirements For Registration Of Pharmaceuticals For Human Use.
Guideline For Good Clinical Practice E6 (R1).
Sastroasmoro, S. dan Ismael, S. 2011. Uji Klinis. Dalam: Dasar-Dasar
Metodologi Penelitian Klinis. Edisi Keempat. Sagung Seto. Jakarta: 187-
217.
Vijayananthan, A. 2008. The Importance of Good Clinical Practice Guidelines
and itsrole inclinical trials. Biomedical Imaging and Intervention Journal.

11

Anda mungkin juga menyukai