Disusun Oleh :
Hardianto I111109066
Arifna Fitriyanti I111111005
Gilang Pramanayudha I1011131006
RR Syarifah Rafiqah I1011131021
Andreas Theo Yudapratama I1011141058
Pamela Rita Sari I1011131085
Nabiyur Rahma I1011141015
Mustarhfiroh I1011141027
Maghfira Aufa Asli I1011141036
Budi Hartono I1011141040
Ledi Rati Nurcahyani S. I1011141072
Makmur Sejati I1011141078
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pemicu
2
1.5. Analisis Masalah
Anamnesis
- Otitis Eksterna
- Otitis Media
Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan umum : TTV
- Pemeriksaan Lokalis :
1. Otoskopi
2. Garpu tala
DD : - Serumen Prop
Otitis Eksterna
Otitis Media akut
Periksaan
penunjang
Tatalaksana
3
1.6. Hipotesis
Nn. Dona 25 tahun mengalami OMSK.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
b. Etiologi
Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang di mulai setelah dewasa. Otitis media akut dimulai oleh adanya
infeksi virus yang merusak mukosa siliar pada saluran nafas atas sehingga bakteri
patogen masuk dari nasofaring ke telinga tengah melalui tuba Eustachius dengan
gerakan mundur (retrograde movement). Bakteri-bakteri ini memperoleh respon
inflamasi yang kuat dari mukosa telinga tengah sama seperti infiltrasi leukosit.
Posisi tuba Eustachius yang relatif horizontal pada anak juga meningkatkan
kerentanan anak untuk terjadinya refluks sekresi dari nasofaring ke telinga
tengah.3
c. Patofisiologi
Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan tubuh.
Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor utama penyebab terjadinya
penyakit ini. Dengan terganggunya fungsi tuba Eustachius, terganggu pula
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah sehingga kuman masuk dan
terjadi peradangan. Gangguan fungsi tuba Eustachius ini menyebabkan terjadinya
tekanan negatif di telingah tengah, yang menyebabkan transudasi cairan hingga
supurasi. Pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran pernafasan atas
(ISPA). Makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya
OMA. Pada bayi dan anak terjadinya OMA dipermudah karena: 1. morfologi
tuba eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal; 2. sistem
kekebalan tubuh masih dalam perkembangan; 3. adenoid pada anak relatif lebih
besar dibanding orang dewasa dan sering terinfeksi sehingga infeksi dapat
menyebar ke telinga tengah. Beberapa faktor lain mungkin juga berhubungan
dengan terjadinya penyakit telinga tengah, seperti alergi, disfungsi siliar, penyakit
hidung dan/atau sinus, dan kelainan sistem imun.3-5
Sebagian besar OMSK merupakan kelanjutan dari OMA dengan perforasi
membrane timpani yang sudah terjadi lebih dari 2 bulan. Berdasarkan perubahan
mukosa tengah maka terdapat 5 stadium terjadinya Otitis Media Akut (OMA)
6
yang bila berlangsung terus-menerus selama 2 bulan dapat menjadi Otitis Media
Supuratif Akut (OMSK).
1. Stadium oklusi tuba Eustachius
Tanda adanya oklusi tuba yaitu gambaran retraksi membrane timpani akibat
terjadinya tekanan negative di dalam telinga tengah akibat absorpsi udara.
Kadang-kadang membrane timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau
berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi.
Stadium ini susah dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh
virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis (pre-supuratif)
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di membrane timpani
atau seluruh membrane timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah
terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar dilihat.
3. Stadium supuratif
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superficial serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani
menyebabkan membrane timpani menonjol (bulging) kea rah liang telinga luar.
Pada stadium ini pasien tampak sangat sakit,, nadi dan suhu meningkat serta rasa
nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan pus di kavum tidak berkurang
maka terjadi ischemia akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul
tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan sub-mukosa.
Nekrosis ini pada membrane timpani tampak sebagai daerah yang lebih lembek
dan berwarna kekuningan dan di tempat ini akan terjadi rupture. Bila tidak
dilakukan insisi membran timpani (miringitomi) pada stadium ini, maka
kemungkinan besar membrane timpani akan rupture dan pus keluar ke liang
telinga luar.
4. Stadium perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya diberikan antibiotika atau
virulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi rupture membrane timpani dan
pus mengalir keluar dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anaknya yang
tadinya gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tertidur nyenyak.
7
5. Stadium resolusi
Bila membrane timpani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani
perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi maka secret
akan berkurang dan akhirnya kering. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi
menetap dengan secret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul.
Letak perforasi di membrane timpani penting untuk menentukan tipe/jenis
OMSK. Perforasi membrane timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal
atau atik.3-5
1. Perforasi sentral = Perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan diseluruh
tepi perforasi masih ada sisa membrane timpani.
2. Perforasi marginal = Pada perforasi marginal ini maka sebagian tepi
perforasi langsung berhubungan dengan annulus atau sulkus timpanikum.
3. Perforasi atik = Perforasi ini adalah perforasi yang terletak di pars flaksida
d. Manifestasi klinis
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan
yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi
iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi.
Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat
disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar
setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya
sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi
kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil,
berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret
telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas.
Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan
8
polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu
sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.7
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya di
jumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena
daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif
ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20
db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan
fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih
dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.
Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya
rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi
perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui
jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran
tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kokhlea.
3. Otalgia (nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu
tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya
drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau
ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh
adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan
vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi
9
dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan
tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo
dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan
menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran
infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa
terjadi akibat komplikasi serebelum .7
e. Diagnosis
1. Anamnesis (history-taking) 8,9,10
Penyakit telinga kronik ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang
paling sering dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe tubotimpani sekretnya lebih
banyak dan seperti benang, tidak berbau bususk, dan intermiten. Sedangkan pada
tipe atikoantral sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai
pembentukan jaringan granulasi atau polip, dan sekret yang keluar dapat
bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang
pendengaran atau telinga keluar darah.
2. Pemeriksaan otoskopi 8,9,10
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari
perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
3. Pemeriksaan audiologi 8,9,10
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai
hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan
pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur
berguna untuk menilai ‘speech reception threshold‘ pada kasus dengan tujuan
untuk memperbaiki pendengaran.
4. Pemeriksaan radiologi 8,9
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronik memiliki
nilai diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan
audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan mastoid yang
tampak sklerotik dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi
10
tulang yang berada di daerah atik memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi
radiografi tyang sekarang biasa digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada
proyeksi ini akan memperlihatkan luasnya pnematisasi mastoid dari arah lateral
dan atas. Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom,
ada atau tidaknya tulang–tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula
pada kanalis semisirkularis horizontal.8,9
5. Pemeriksaan bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjuan dari mulainya
infeksi akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronik berbeda dengan
yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai
pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan
Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis media supuratif akut adalah
Streptococcus pneumonie dan H. influenza.10
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus
paranasal, adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah
pneumokokus, streptokokus atau H. influenza. Akan tetapi, pada OMSK keadaan
ini agak berbeda karena adanya perforasi membran timpani maka infeksi lebih
sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi.
f. Tatalaksana
Penanganan OMSK dapat dibagi atas konservatif dan operatif. Penanganan
konservatif bertujuan untuk mengontrol proses infeksi yang berupa pembersihan
telinga dan pemberian antibiotik topikal atau sistemik. Penanganan operatif
dilakukan untuk eradikasi jaringan patologi yang terdapat di dalam rongga
mastoid dan kavum timpani, dapat berupa mastoidektomi sederhana,
mastoidektomi radikal, dan mastoidektomi radikal modifikasi.13
g. Edukasi
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
kekambuhan pada otitis media supuratif kronik (OMSK) dan juga sebagai
intervensi awal pada pasien dengan infeksi berulang:11,12
11
1. Pasien harus dinasihati agar menjaga telinganya tetap kering untuk mencegah
terjadinya komplikasi, bahkan setelah pengobatan medis menunjukkan hasil
yang baik dan telinga yang kering; berenang tidak dikontraindikasikan
apabila pasien segera mengeringkan telinganya setelah naik dari kolam
renang.
2. Timpanoplasti, operasi yang menjahit perforasi, akan mencegah translokasi
bakteri dari meatus akustikus eksternus ke dalam telinga tengah; mukosa
telinga tengah yang terproteksi dan tidak mengalami inflamasi akan
menghalangi perkembangan kejadian OMSK di kemudian hari.
3. Gejala awal seperti aural fullness, otalgia dengan atau tanpa demam, dan
sakit kepala memerlukan evaluasi lebih lanjut dari otolaringologis, terutama
pada pasien dengan riwayat memiliki OMSK.
12
tarik daun telinga, pada otoskopi otitis eksterna akut difus ditemukan liang
telinga luar sempit, kulit liang telinga luar hiperemis dan edem dengan batas
yang tidak jelas, dan dapat ditemukan sekret minimal. Pada otitis eksterna akut
sirkumskripta ditemukan furunkel pada liang telinga luar. Tes garputala hasilnya
normal atau tuli konduktif.15
13
pendengaran sensorineural adalah tes rinne positif, yaitu AC> BC, tes weber
lateralisasi pada telinga yang sehat, konduksi tulang berkurang pada tes
Schwabach, lebih sering melibatkan frekuensi tinggi, ada kesulitan dalam
mendengar dengan adanya kebisingan.
Gangguan sensorineural yang didapat selama hidup terjadi karena bersifat
genetik atau nongenetik. Kehilangan pendengaran genetik dapat terjadi terlambat
(onset tertunda) dan hanya dapat mempengaruhi pendengaran, atau menjadi
bagian dari sindrom yang lebih besar yang juga menyerang sistem lain dari tubuh
(syndromal). Penyebab umum SNHL( sensoryneural hearing loss) yang diperoleh
meliputi:
1. Infeksi labirin oleh virus, bakteri atau spirochaetal
2. Trauma labirin atau nervus VIII, misalnya patah tulang temporal atau
gegar otak labirin atau operasi telinga
3. Gangguan pendengaran yang disebabkan kebisingan
4. Obat-obatan ototoksik
5. Presbycusis
6. Penyakit Ménière
7. Neuroma akustik
8. Gangguan pendengaran mendadak
9. SNHL progresif keluarga
10. Gangguan sistemik, misalnya diabetes, hipotiroidisme, penyakit ginjal,
kelainan autoimun, multiple sclerosis.
Untuk mendiagnosa penurunan pendengaran dapat dilakukan beberapa cara
berikut ini:
1. Sejarah. Penting untuk mengetahui apakah penyakit itu bawaan atau
didapat, tidak bergerak atau progresif, terkait dengan sindrom lain atau
tidak, keterlibatan anggota keluarga lainnya dan faktor etiologi yang
mungkin.
2. Tingkat ketulian (ringan, sedang, sedang berat, berat, dalam atau total). Hal
ini dapat ditemukan pada audiometri.
14
3. Jenis audiogram.Apakah kehilangan frekuensi tinggi, frekuensi rendah,
frekuensi menengah atau tipe datar.
4. Lesi lokasi, yaitu koklear, retrokoklear atau sentral.
5. Tes laboratorium. Bergantung pada etiologi yang dicurigai, misalnya Sinar-
X atau CT scan tulang temporal untuk bukti adanya tulang yang retak
(cholesteatoma kongenital, tumor glomus, keganasan telinga bagian tengah
atau neuroma akustik), jumlah darah (leukemia), gula darah (diabetes),
serologi untuk sifilis, fungsi tiroid (hipotiroidisme), tes fungsi ginjal, dll.
15
diperiksa harus "ditutup" dengan menggesekkan kertas di muka telinga tersebut.
Penderita tidak boleh melihat ke arah pemeriksa dan harus mengulang sejumlah
kata-kata seperti "cat", "ban", atau "hak" yang dibisikkan pada telinga yang diuji.
Jarak terjauh dari telinga yang masih memungkinkan kata-kata terdengar, dicatat.
Ruangan yang sunyi merupakan hal yang penting untuk dapat berkonsentrasi dan
mengabaikan bunyi yang lain. Telinga yang normal dapat mendengar bisikan pada
jarak 5 kaki atau 1,5 meter. Selain tes bisik juga dilakukan uji reaksi penderita
terhadap bunyi percakapan. Uji dilakukan dengan cara yang sama. Pada uji ini
dipakai bunyi percakapan sehari-hari yang dengan telinga yang normal dapat
didengar pada jarak 30 kaki atau 9 meter.
b. Uji Rinne
Uji ini menunjukkan apakah ketulian bersifat konduktif atau perseptif. Kaki
garpu tala diletakkan di depan telinga dan tangkainya kemudian diletakkan pada
prosesus mastoid. Penderita diminta untuk membandingkan intensitas bunyi yang
terdengar pada kedua posisi itu. Penderita dengan tuli konduktif mendengar bunyi
lebih baik bila garpu tala diletakkan di atas prosesus mastoid daripada di depan
telinga. Pada tuli perseptif sebaliknya. Jarak waktu yang diperlukan penderita
untuk mendengar getaran terhitung dari garpu tala diletakkan pada prosesus
mastoid dibandingkan dengan waktu yang didengar oleh pemeriksa. Pada tuli
konduktif jarak waktu pcndcrita mendengar garpu tala memanjang, sedangkan
pada tuli persepsi memendek.
c. Uji Weber
Tangkai garpu tala diletakkan pada pertengahan dahi. Gelombang bunyi akan
melalui tengkorak menuju ke kedua telinga dan akan terdengar sama keras bila
pendengaran normal. Tuli konduktif pada satu telinga akan menyebabkan getaran
yang terdengar lebih kuat pada sisi yang sakit. Pada tuli perseptif yang unilateral,
bunyi akan terdengar lebih baik pada sisi yang sehat.
d. Uji Schwabach
Uji Schwabach membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa.
Pasien diminta melaporkan saat garpu tala bergetar yang ditempelkan pada
mastoidnya tidak lagi dapat didengar. Pada saat itu, pemeriksa memindahkan
16
garpu tala ke mastoidnya sendiri dan menghitung berapa lama (dalam detik) ia
masih dapat mendengar bunyi garpu tala.
Uji Schwabach dikatakan normal bila hantaran tulang pasien dan pemeriksa
hampir sama. Uji Schwabach memanjang atau meningkat bila hantaran tulang
pasien lebih lama dibandingkan pemeriksa, misalnya pada kasus gangguan
pendengaran konduktif. Jika telinga pemeriksa masih dapat mendengar bunyi
garpu tala setelah pasien tidak lagi mendengamya, maka dikatakan Schwabach
memendek.
17
acuh dari pasien dapat menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut
OMSK yang tidak ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada
18,6% pasien karena telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis.
18
BAB III
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Kerschner, J.E. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of
th
Pediatrics. 18 ed. USA: Saunders Elsevier. 2007
2. Djaafar, Z.A., Helmi, Restuti, R.D. Kelainan Telinga Tengah. Dalam:
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashirrudin, J., Restuti, R.D., Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2007
3. Chole, DI & Nason, R `Chronic otitis media and cholesteatoma`, dalam JB
Snow & PA Wackyym (eds), Ballenger’s Otorhinolaryngology Head And
Neck Surgery, BC Decker inc., Connecticut. 2009
4. effusions. In: Snow JB, Ballenger JJ,eds. Ballenger’s otorhinolaryngology
head and neck surgery. 16th edition. New York: BC Decker;2003. p.249-
59.
5. Donaldson JD. Acute Otitis Media. Updated Oct 28, 2011. Available from:
http://www.emedicine.medscape.com.
6. Munilson,Jacky. Yan Edward, Yolazenia. Penatalaksanaan Otitis Media
Akut. Diunduh dari respository.unand.ac.id pada 17 januari 2018.
7. Nm,
20
12. Roland PS. Chronic suppurative otitis media[Internet]. 2015 May 27[cited
2017 Jan 17]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/859501-overview#a8
13. Kolegium ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok bedah kepala leher. Modul telinga radang
telinga tengah. Edisi I. 2008.
14. Hui, Charles PS. Acute otitis externa. NCBI: Paediatr Child Health. 2013.
15. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer Edisi Revisi Tahun 2014. Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia. 2014.
16. PL Dhingra, Shruti Dhingra and Deeksha Dhingra. Diseases of Ear, Nose
and Throat & Head and Neck Surgery. India : Elsevier. 2014.
17.
21
22