Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 3

“ ANTIBIOTOIK GOLONGAN KLORAMFENIKOL”

DI SUSUN OLEH :

1. EKO ARDIANTO G 701 16 108


2. NI KETUT WARNITI G 701 16 093
3. LINDA G 701 16 049
4. RIZQA FATIMAH MADJID G 701 16 043
5. EKA SUCI SULISTYA G 701 16 158
6. HASNA G 701 16 248

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkatNyalah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah farmakologi
toksikologi 3 tepat pada waktu yang telah ditentukan.

Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan,


olehnya itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Sekian dan terimakasih.

Palu , September 2018

Penyusun,

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................

I.1 Latar Belakang.......................................................................................

I.2 Rumusan Masalah..................................................................................

I.3 Tujuan Masalah.....................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................

II.1 Mekanisme kerja antibiotik Golongan Kloramfenikol.....................

II.2 Efek Obat Antibiotik Golongan Kloramfenikol................................

II.3 Mekanisme Resistensi Terhadap Kloramfenikol

II.4 Penggunaan Antibiotik Golongan Kloramfenikol Secara Klinik


II.5 Sediaan Kloramfenikol Yang Beredar Dipasaran
BAB III PENUTUP................................................................................................

III.1 Kesimpulan..........................................................................................

III.2 Saran....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Antibiotika adalah zat-zat kimia oleh yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri,
yang memiliki khasiat mematikan ataumenghambat pertumbuhan kuman,
sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini, yang
dibuat secara semi-sintesis, juga termasuk kelompok ini, begitu pula senyawa
sintesis dengan khasiat antibakteri (Tjay & Rahardja, 2007).

Kloramfenikol adalah antibiotik yang dihasilkan oleh Streptomyces


venezuelae, oraganisme yang pertama kali diisolasi tahun 1947 dari sample tanah
yang dikumpulkan di Venezuela ( Bartz, 1948). Sewaktu struktur materi kristalin
yang relatif sederhana tersebut ditemukan antibiotik, antibiotik ini lalu dibuat
secara sinTetik. Pada akhir tahun 1947, sejumlah kecil kloramfenikol yang
tersedia digunakan untuk mengobati wabah tifus epidemik yang tiba-tiba muncul
di Bolivia, dengan hasil yang mencenangkan. Selanjutnya obat ini diujikan pada
kasus tifus scrub di semenanjung Malaka dengan hasil yang sangat baik. Pada
tahun 1948, kloramfenikol tersedia untuk pemakaian kilinis umum. Namun, pada
tahun 1950, terbukti bahwa obat ini dapat menyebabkan kasus yang serius dan
diskrasia darah yang fatal. Oleh karena itu, penggunaan obat ini hanya
dikhususkan untuk pasien yang mengalami infeksi berat, seperti meningitis, tifus,
dan demam tifoid, yang tidak dapat menggunakan alternatif lain yang lebih aman
karena terjadinya resistensi atau alergi. Obat ini juga merupakan terapi yang
efektif untuk demam bercak Rocky Mountain.
I.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana mekanisme kerja dari antibiotic golongan Kloramfenikol?


2. Bagaimana efek obat dari antibiotic golongan Kloramfenikol ?
3. Bagaimana Mekanisme Resistensi Terhadap Kloramfenikol ?
4. Bagaimana Penggunaan Antibiotik Golongan Kloramfenikol Secara
Klinik ?
5. Apa Saja Sediaan Kloramfenikol Yang Beredar Dipasaran ?

I.2 Tujuan makalah

1. Mengetahui mekanisme kerja dari antibiotic golongan Kloramfenikol


2. Mengetahui efek obat dari antibiotic golongan Kloramfenikol
3. Mengetahui cara keguanaan dan cara penggunaan antibiotic golongan
Kloramfenikol secara klinis
4. Mengetahui Mekanisme Resistensi Terhadap Kloramfenikol
5. Mengetahui Penggunaan Antibiotik Golongan Kloramfenikol Secara
Klinik
6. Mengetahui Sediaan Kloramfenikol Yang Beredar Dipasaran
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Mekanisme kerja antibiotic golongan Kloramfenikol

Mekanisme kerja kloramfenikol menghambat sistesis portein pada


bakteri dan dalam jumlah terbatas, pada sel eukariot. Obat ini segera
berpenetrasi ke sel bakteri, kemungkinan melalui difusi terfasilitasi.
Kloramfenikol terutama bekerja dengan memikat subunit ribosom 50 S secara
reversibel (di dekat tempat kerja antibiotic makrlida dan klindamisin, yang
dihambat secara kompetitif oleh obat ini). Walaupun pengikatan tRNA pada
bagian pengenalan kodon ini ternyata menghalangi pengikatan ujung tRNA
aminosil yang mengandung asam amino ke tempat akseptor pada subunit
ribosom 50 S. interkasi antara pepdiltranferase dengan substrat asam
aminonya tidak dapat terjadi, sehingga pembentukan ikatan peptide
terhambat.

Kloramfenikol juga dapat menghambat sistesis protein mitokondria


pada sel mamalia, kemungkinan karena ribosom mitokondria lebih
menyerupai ribosom bakteri (keduanya 70 S) dari pada ribosom sitoplasma 80
S pada sel mamalia. Peptidiltransferase ribosom mitokondria, dan bukan
ribosom sitoplasma, rentan terhadap kerja penghambtan kloramfenikol. Sel
eritropoietik mamalia tampaknya terutama peka terhadap obat ini.

II.2 Efek obat antibiotic golongan Kloramfenikol

1. Efek antimikroba
Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.
Yang dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai
katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis
protein kuman. Efek toksis Kloramfenikol pada sel mamalia terutama
terlihat pada sistem hemopoetik/darah dan diduga berhubungan dengan
mekanisme kerja Kloramfenikol.

2. Efek samping
a. Reaksi hematologik
Terdapat dalam 2 bentuk yaitu;
i. Reaksi toksik dengan manifestasi depresi sumsum tulang.
Kelainan ini berhubungan dengan dosis, menjadi sembuh dan
pulih bila pengobatan dihentikan. Reaksi ini terlihat bila kadar
Kloramfenikol dalam serum melampaui 25 mcg/ml.
ii. Bentuk yang kedua bentuknya lebih buruk karena anemia yang
terjadi bersifat menetap seperti anemia aplastik dengan
pansitopenia. Timbulnya tidak tergantung dari besarnya dosis
atau lama pengobatan. Efek samping ini diduga disebabkan
oleh adanya kelainan genetik.
b. Reaksi alergi
Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit, angioudem,
urtikaria dan anafilaksis. Kelainan yang menyerupai reaksi
Herxheimer dapat terjadi pada pengobatan demam Tifoid walaupun
yang terakhir ini jarang dijumpai.
c. Reaksi saluran cerna
Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare dan
enterokolitis.
d. Sindrom gray
Pada bayi baru lahir, terutama bayi prematur yang mendapat dosis
tinggi (200 mg/kg BB) dapat timul sindrom Gray, biasanya antara hari
ke 2 sampai hari ke 9 masa terapi, rata-rata hari ke 4.
Mula-mula bayi muntah, tidak mau menyusui, pernafasan cepat dan
tidak teratur, perutkembung, sianosis dan diare dengan tinja berwarna
hijau dan bayi tampak sakit berat.
Pada hari berikutnya tubuh bayi menjadi lemas dan berwarna keabu-
abuan; terjadi pula hipotermia (kedinginan).
e. Reaksi neurologik
Dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium dan sakit
kepala.

II.3 Mekanisme Resistensi Terhadap Kloramfenikol


Bakteri dikatakan resistensi bila pertumbuhannya tidak dapat dihambat oleh
antibiotika pada kadar maksimum yang dapat ditolerir oleh pejamu.
Mekanisme resistensi terhadap kloramfenikol terjadi melalui inaktivasi obat
oleh asetil transferase yang diperantarai oleh faktor-R yang menimbulkan
ketidakmampuan organisme untuk mengakumulasikan obat sehingga
menimbulkan resistensi. Resistensi terhadap P.aeruginosa. Proteus dan
Klebsiella terjadi karena perubahan permeabilitas membran yang mengurangi
masuknya obat ke dalam sel bakteri.
Beberapa strain D. Pneumoniae, H. Influenzae, dan N. Meningitidis bersifat
resisten; S. Aureus umumnya sensitif, sedang enterobactericeae banyak yang
telah resisten. Obat ini juga efektif terhadap kebanyakan strain E.Coli, K.
Pneumoniae, dan P. Mirabilis, kebanyakan Serratia, Providencia dan Proteus
rettgerii resisten, juga kebanyakan strain P. Aeruginosa dan S. Typhi

II.4 Penggunaan Antibiotik Golongan Kloramfenikol Secara Klinik


Banyak perbedaan pendapat mengenai indikasi penggunaan
kloramfenikol, tetapi sebaiknya obat ini digunakan untuk mengobati demam
tifoid dan meningitis oleh H.Infuenzae juga pada pneumonia; abses otak;
mastoiditis; riketsia; relapsing fever; gangrene; granuloma inguinale;
listeriosis; plak (plague); psitikosis; tularemia; whipple disease; septicemia;
meningitis.
Infeksi lain sebaiknya tidak diobati dengan kloramfenikol bila masih
ada antimikroba lain yang masih aman dan efektif. Kloramfenikol
dikontraindikasikan pada pasien neonatus, pasien dengan gangguan faal hati,
dan pasien yang hipersensitif terhadapnya. Bila terpaksa diberikan pada
neonatus, dosis jangan melebihi 25 mg/kgBB sehari.
a. DEMAM TIFOID
Kloramfenikol tidak lagi menjadi plihan utama untuk mengobati penyakit
tersebut karena telah tersedia oba-obat yang lebih aman seperti
siprofloksasin dan seftriakson. Walaupun demikian, pemakaiannya
sebagai lini pertamamasih dapat dibenarkan bila resistensi belum
merupakan masalah.
Untuk pengobatan demam tifoid diberikan dosis 4 kali 500 mg sehari
sampai 2 minggu bebas demam. Bila terjadi relaps biasanya dapat diatasi
dengan memberikan terapi ulang. Untuk anak-anak diberikan dosis 50-
100mg/kg BB/sehari dibagi dalam beberapa dosis selama 10 hari.
Untuk pengobatan tifoid ini dapat pula digunakan tiamfenikol dengan
dosis 50 mg/kg Bbsehari pada minggu pertama lalu diteruskan 1-2 minggu
lagi dengan dosis separuhnya.
Suatu uji klinik di Indonesia menunjukkan bahwa terapi kloramfenikol (4
x500 mg/hari) dan siprofloksasin (2×500 mg/hari) per oral untuk demam
tifoid selama 7 hari tidak bermakna walaupun siprofloksasin dapat
membersihkan sum-sum tulang belakang dari salmonela.
Hingga sekarang belum disepakati obat apa yang paling efektif untuk
mengobati status karier demam tifoid, namun beberapa studi menunjukkan
bahwa norloksasin dan siprofloksasin mungkin bermanfaat untuk itu.
Gastroentritis akibat Salmonella sp. Tidak perlu diberi antibiotik karena
tidak mempercepat sembuhnya infeksi dan dapat memperpanjang status
karier.
b. MENINGITIS PURULENTA
Kloramfenikol efektif untuk mengobati meningitis purulenta yang
disebabkan oleh H.Influenzae. Untuk terapi awal, obat ini masih
digunakan bila obat-obat lebih aman seperti seftriakson tidak tersedia.
Dianjurkan pembaerian klramfenikol bersama suntikan ampisilin sampai
didapat hasil pemeriksaan kultur dan uji kepekaan, setelah itu dianjurkan
dengan pemberian obat tunggal yang sesuai dengan hasil kultur.
c. RIKETSIOSIS
Tetrasiklin merupakan obat terpilih untuk penyakit ini. Bila oleh karena
suatu hal tetrasiklin tidak dapat diberikan, maka dapat diberikan
kloramfenikol.
II.5 Sediaan Kloramfenikol Yang Beredar Dipasaran
a. Kloramfenikol
Terbagi dalam bentuk sediaan :
i. Kapsul 250 mg,
Dengan cara pakai untuk dewasa 50 mg/kg BB atau 1-2 kapsul 4
kali sehari.
Untuk infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2 x pada awal terapi
sampai didapatkan perbaikan klinis.
ii. Salep mata 1 %
iii. Obat tetes mata 0,5 %
iv. Salep kulit 2 %
v. Obat tetes telinga 1-5 %
Keempat sediaan di atas dipakai beberapa kali sehari.
b. Kloramfenikol palmitat atau stearat
Biasanya berupa botol berisi 60 ml suspensi (tiap 5 l mengandung
Kloramfenikol palmitat atau stearat setara dengan 125 mg kloramfenikol).
Dosis ditentukan oleh dokter.
c. Kloramfenikol natrium suksinat
Vial berisi bubuk kloramfenikol natrium suksinat setara dengan 1 g
kloramfenikol yang harus dilarutkan dulu dengan 10 ml aquades steril atau
dektrose 5 % (mengandung 100 mg/ml).
d. Tiamfenikol
Terbagi dalam bentuk sediaan :
i. Kapsul 250 dan 500 mg.
ii. Botol berisi pelarut 60 ml dan bubuk Ttiamfenikol 1.5 g yang
setelah dilarutkan mengandung 125 mg Tiamfenikol tiap 5 ml
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Kloramfenikol adalah antibiotik yang dihasilkan oleh Streptomyces


venezuelae, dengan mekanisme kerja menghambat sistesis portein pada
bakteri dan dalam jumlah terbatas, pada sel eukariot. Digunakan untuk
mengobati demam tifoid, salmonellosis lain dan infeksi H. influenzae.

III.2 Saran

Agar makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, dan apabila
terdapat kesalahan mohon dimaafkan. Sekian dan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

Harvey A. Richard.Farmakologi.1995.Widya Medika : Jakarta.

Mardjono Mahar.Farmakologi dan Terapi.1995.Gaya Baru : Jakarta.

Setyabudi, Rianto. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. 2007. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai