Anda di halaman 1dari 62

PROPOSAL TUGAS AKHIR

KAJIAN AKADEMIS DAN STRATEGI MANAJEMEN OPERASIONAL


PENAMBANGAN YANG BAIK MENGENAI TEKNIS DAN EKONOMI
PENAMBANGAN BATU KAPUR RAKYAT DI BUKIT TUI

Oleh:

Randa Septian Putra


BP. 2013/1306443

Konsentrasi : Tambang Umum

Program Studi : S1 Teknik Pertambangan

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2018
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 1


B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 4
C. Batasan Masalah ............................................................................ 5
D. Rumusan Masalah .......................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian ........................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian ......................................................................... 6

BAB II. KAJIAN TEORI

A. Lokasi Penelitian ........................................................................... 8


1. Kesampaian Daerah ................................................................ 10
2. Keadaan Topografi ................................................................. 10
3. Keadaan Geologi .................................................................... 11
4. Iklim dan Curah Hujan ........................................................... 11
5. Kondisi Hidrogeologi ............................................................. 12
B. Landasan Teori ............................................................................. 14
1. Batu Kapur ............................................................................. 14
2. Pertambangan Rakyat ............................................................ 24
3. Konsep Good Mining Practice .............................................. 28
4. Pengolahan Batu Kapur Dengan
Tungku Bakar (Kalsinasi) ....................................................... 39
5. Kelayakan Ekonomi .............................................................. 47
ii
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ........................................................................... 50


B. Jenis dan Sumber Data ............................................................... 50
C. Teknik Pengambilan Data .......................................................... 51
D. Teknik Analisis Data .................................................................. 54
E. Diagram Alir Penelitian ............................................................. 55
F. Waktu dan Lokasi Penelitian ..................................................... 57

iii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data Curah Hujan Kota Padang Panjang ........................................ 12

Tabel 2. Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah

Kota Padang Panjang ................................................................... 13

Tabel 3. Mineral Karbonat Umum ............................................................... 18

Tabel 4. Hasil Analisis Kimia Dari Suatu Sampel ......................................... 43

Tabel 5. Berat Molekul Komponen ............................................................. 45

Tabel 6. Nilai Kapasitas Kalor Dari Beberapa Bahan Bakar .......................... 45

Tabel 7. Klasifikasi Kelayakan Ekonomi ..................................................... 49

Tabel 8. Waktu Penelitian ............................................................................... 57

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Peta Kesampaian Daerah ............................................................... 10

Gambar 2. Karakteristik Daerah Batu Kapur .................................................. 17

Gambar 3. Potensi Batu Kapur Indonesia ....................................................... 23

Gambar 4. Prinsip Pelaksanaan Good Mining Practice .................................. 30

Gambar 5. Proses Pembakaran ........................................................................ 40

Gambar 6. Neraca Massa Proses Produksi ...................................................... 46

Gambar 7. Diagram Alir Penelitian ................................................................. 56

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bicara mengenai pertambangan di Indonesia belum lengkap tanpa mendalami

aktivitas pertambangan rakyat. Kegiatan ini dikerjakan oleh masyarakat setempat

dengan berbagai motivasi, mulai dari yang menjadikannya sebagai tumpuan

ekonomi hingga sambil lalu dikerjakan sebagai tambahan penghasilan.

Pertambangan rakyat diketahui sudah dilaksanakan sejak masa pemerintahan

Hindia-Belanda. Sampai sekarang kegiatan ini masih berlangsung dengan

prosedur operasional yang beragam.

Pengertian pertambangan rakyat pertama kali disebutkan pada undang-

undang nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan.

Pada pasal 2 poin n. disebutkan “yang dimaksud dengan Pertambangan Rakyat

adalah suatu usaha pertambangan bahan-bahan galian dari semua golongan a, b,

dan c seperti yang dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) yang dilakukan oleh rakyat

setempat secara kecil-kecilan atau secara gotong-royong dengan alat-alat

sederhana untuk pencaharian sendiri”. Dengan dikeluarkannya undang-undang

minerba nomor 4 tahun 2009 sebagai pengganti uu no. 11 diatas, tidak disebutkan

secara rinci batasan-batasan menyangkut pengertian pertambangan rakyat. Dapat

ditarik kesimpulan, secara umum pertambangan rakyat menjadi suatu kegiatan

yang sepertinya tidak ada bedanya dengan pertambangan yang dilakukan oleh

perusahaan. Kegiatan pertambangan tersebut hanya dibedakan dengan skala luas

wilayah dan investasi yang berbeda. Oleh karena itu, dapat ditafsirkan bahwa
1
2

aktivitas pertambangan rakyat juga menjadi bagian dari aktivitas pertambangan

pada umumnya, yaitu suatu kegiatan mulai penyelidikan, ekplorasi, eksploitasi

hingga penjualan dengan berpedoman kepada konsep penambangan yang baik dan

benar (good mining practice).

Di Sumatera Barat sendiri juga terdapat kegiatan penambangan batu kapur

rakyat yang di ketahui sudah berlangsung sejak masa pemerintahan Hindia-

Belanda, tepatnya di Bukit Tui. Bukit Tui secara administratif termasuk kedalam

wilayah pemerintah Kota Padang Panjang, yaitu di bagian Selatan Kota Padang

panjang. Saat ini masih banyak pelaku usaha pertambangan batu kapur di Bukit

Tui yang belum memahami kaidah menambang yang baik dan benar. Hal ini

ditunjukkan dengan banyaknya kondisi lereng yang “kritis”, asap yang dihasilkan

dari kegiatan pengolahan, banyaknya debu disekitar lokasi pengolahan dan

permasalahan lainnya.

Saat melakukan obeservasi penulis menemukan beberapa permasalahan

mengenai teknis dan ekonomi penambangan batu kapur di Bukit Tui. Para

penambang batu kapur di Bukit Tui cenderung mengabaikan aspek-aspek penting

mengenai penambangan yang baik dan benar. Contohnya penggalian yang dimulai

dari dasar lereng sehingga mengakibatkan longsoran yang tentu akan berdampak

pada keselamatan penambang sendiri maupun masyarakat sekitar. Untuk

pengolahan batu kapur sendiri, yakni melalui proses pembakaran dan

penggilingan. Untuk proses pembakaran, tungku yang digunakan masih berupa

tungku tradisional, dimana efektivitas dan efisiensi pembakarannya masih

tergolong rendah, yang menimbulkan dampak berupa banyaknya asap akibat


3

proses pembakaran yang tidak sempurna. Untuk penggilingan, quicklime yang

sudah dibakar tadi digiling dengan mesin modifikasi yang menimbulkan banyak

debu yang akan berdampak buruk pada sistem pernapasan pekerja dan masyarakat

sekitar.

Permasalahan yang mungkin timbul di segi ekonomi masyarakat sekitar bisa

terlihat ketika operasi penambangan batu kapur rakyat di Bukit Tui sempat

dibekukan oleh pemerintah beberapa tahun yang lalu. Hal ini dilakukan

pemerintah melihat dampak terhadap lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas

penambangan. Akibat dari banyaknya masyarakat yang mata pencariannya

bergantung pada penambangan batu kapur tersebut, pemerintah mengizinkan

kembali operasi penambangan dan pengolahan batu kapur di Bukit Tui. Ini

mengindikasikan bahwa penambangan batu kapur rakyat Bukit Tui memberikan

pengaruh yang cukup signifikan bagi perekonomian masyarakat sekitar. Untuk

pemasaran, para pelaku usaha industri batu kapur di Bukit Tui tidak memiliki

target pemasaran yang pasti. Mereka hanya bergantung kepada konsumen yang

memesan tanpa ada kontrak atau ikatan apapun, yang mana mungkin saja suatu

saat konsumen tidak lagi mengambil batu kapur dari Bukit Tui. Tanpa adanya

manajemen ekonomi yang baik, tentu keuntungan yang didapat tidak maksimal.

Dari beberapa permasalahan diatas, terlihat bagaimana pentingnya strategi

manajemen dan teknis penambangan yang mengacu pada konsep good mining

practice juga fungsi kontrol dan kebijakan ekonomi dari pemerintah setempat

demi kesejahteraan bersama, terutama bagi masyarakat sekitar lokasi

penambangan batu kapur rakyat Bukit Tui.


4

Untuk itu di butuhkan kajian akademis dan strategi manajemen operasional

penambangan yang baik mengenai teknis dan ekonomi penambangan batu kapur

rakyat di Bukit Tui.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diidentifikasi beberapa masalah

sebagai berikut:

1. Pertambangan rakyat seringkali menimbulkan berbagai macam

persoalan seperti persoalan lingkungan, kecelakaan kerja, legalitas

dan lainnya

2. Dari segi teknis penambangan dapat diidentifikasi beberapa masalah

seperti banyaknya kondisi lereng yang kritis pada lokasi

penambangan akibat penambangan yang sembarangan, banyaknya

asap pada tungku pembakaran akibat pembakaran yang tidak

sempurna, efisiensi energi untuk pembakaran menggunakan tungku

tradisional masih tergolong rendah, banyaknya debu akibat kegiatan

penggilingan quicklime

3. Dari segi ekonomi dapat diidentifikasi masalahnya yaitu minimnya

kajian akademis mengenai ekonomi penambangan serta strategi

pemasaran yang kurang baik.


5

C. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini hanya dilakukan di Kelurahan Koto Katik, Kecamatan

Padang Panjang Barat, Kota Padang Panjang

2. Penelitian ini hanya membahas segi teknis dan ekonomi

penambangan seperti diuraikan pada bagian Identifikasi Masalah.

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana teknis penambangan, pengolahan dan pemasaran batu

kapur di Bukit Tui sebelumnya, sehingga menimbulkan berbagai

dampak lingkungan seperti lereng kritis, asap, debu dan sebagainya?

2. Bagaimana penerapan konsep penambangan yang baik dan benar

pada pertambangan batu kapur rakyat Bukit Tui?

3. Bagaimana teknis penggalian yang sesuai dengan kondisi penambang

batu kapur di daerah Bukit Tui agar dapat meminimalisir resiko

longsor?

4. Bagaimana meningkatkan efisiensi energi, efektivitas tungku dan

desain tungku yang efektif sehingga dapat mengurangi dampak

terhadap lingkungan? Bagaimana pula dengan penggilingannya?

5. Bagaimana nilai Benefit Cost Ratio pada penambangan batu kapur

Bukit Tui?
6

E. Tujuan Penelititan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan gambaran mengenai teknis penambangan, pengolahan

dan pemasaran yang dilakukan pada penambangan batu kapur rakyat

Bukit Tui

2. Membandingkan penambangan batu kapur Bukit Tui dengan konsep

good mining practice

3. Memberikan teknik penambangan yang mengacu pada konsep good

mining practice, yang disesuaikan dengan kondisi penambang batu

kapur di Bukit Tui

4. Meningkatkan efisiensi energi dan efektivitas tungku serta desain

tungku yang dapat mengurangi dampak terhadap lingkungan juga

menerapkan metode penggilingan yang bisa meminimalisir debu

yang dihasilkan

5. Menentukan nilai Benefit Cost Ratio penambangan batu kapur Bukit

Tui.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan pengetahuan mengenai teknis penambangan yang

efektif, efisien, aman, serta bisa mengurangi dampak lingkungan dari

aktivitas penambangan rakyat, terutama di wilayah Bukit Tui dan

seluruh pertambangan rakyat di Indonesia secara umumnya


7

2. Bisa dijadikan bahan pendukung untuk penelitian selanjutnya

3. Sebagai acuan bagi pemerintah daerah maupun pusat untuk mengatur

strategi dan kebijakan dalam rangka mendorong pertumbuhan

ekonomi melalui pertambangan rakyat mengingat belum adanya

batasan-batasan yang definitif mengenai pertambangan rakyat dalam

peraturan perundang-undangan.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Lokasi penelitian

Kota Padang Panjang sebagai kota terkecil di Provinsi Sumatera Barat

memiliki sumberdaya alam yang terbatas. Salah satu kawasan sumberdaya alam

yang dimanfaatkan secara bersama oleh masyarakat Padang Panjang adalah

Kawasan Bukit Tui.

Luas wilayah Kota Padangpanjang adalah 2.300 Ha atau sekitar 0.05% dari

luas Propinsi Sumatera Barat. Secara geografis Padangpanjang terletak antara

1000 20 ‘ dan 1000 27‘ Bujur Timur serta 00 27‘ dan 00 30‘ Lintang Selatan.

Secara detail batas-batas Kotapadang Panjang adalah: sebelah Barat berbatasan

dengan Kecamatan X Koto; sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan

Batipuh; sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan X Koto; sebelah Utara

berbatasan dengan Kecamatan X Koto

Kota Padang Panjang memiliki luas ±23,00 km2 setara dengan ±2.300 Ha

(Data BPS) dan ± 2.973,54 Ha (Data Peta RTRW), yang mencakup 2 kecamatan

yaitu Kecamatan Padangpanjang Barat dan Kecamatan Padangpanjang Timur di

mana masing-masing terdiri dari 8 (delapan) kelurahan.

Kota Padangpanjang berada di daerah ketinggian yang terletak antara 650

sampai 850 meter di atas permukaan laut, berada pada kawasan pegunungan yang

berhawa sejuk dengan suhu udara maksimum 26.1 °C dan minimum 21.8 °C,

dengan curah hujan yang cukup tinggi dengan rata-rata 3.295 mm/tahun. Di

8
9

bagian utara dan agak ke barat berjejer tiga gunung: Gunung Marapi, Gunung

Singgalang dan Gunung Tandikat.

Diapit gunung-gunung tinggi, membuat Kota Padangpanjang berudara sejuk.

Suhu udara rata-rata adalah 22,700 C dengan kelembaban udara 87,80. Adapun

untuk penyinaran matahari rata-rata adalah 45,70% dengan kecepatan angin rata-

rata 4,30 knot dan tingkat penguapan rata-rata 3,10 mm.

Secara topografi Kota Padangpanjang berada pada dataran tinggi yang

bergelombang, di mana sekitar 20,17 % dari keseluruhan wilayahnya merupakan

kawasan relatif landai (kemiringan di bawah 15 %), sedangkan selebihnya

merupakan kawasan miring, curam dan perbukitan, serta sering terjadi longsor

akibat struktur tanah yang labil dan curah hujan yang cukup tinggi. Namun pada

kawasan yang landai di kota ini merupakan tanah jenis andosol yang subur dan

sangat baik untuk pertanian.

Hasil Kajian Penilaian Resiko Bencana Gempa Bumi dan Bahaya Gunung

Berapi di Kota Padang Panjang tahun 2006 (Pusat Survei Geologi dan Bappeda

Kota Padang Panjang), maka secara umum formasi Geologi Kota Padang Panjang

terdiri dari batuan malihan (± 1.362,77 Ha), batuan tufaan aliran piroklastik (±

911,87 Ha), batuan tufaan (± 455,99 Ha), dan lahar II (± 69,48 Ha). Kemudian

dari struktur geologinya terdapat satu sesar aktif yang melewati Kota Padang

Panjang yaitu sesar Bukit Jarat dan satu lagi berdekatan dengan Kota Padang

Panjang (pada bagian timur) yaitu Sesar Sumatera.


10

1. Kesampaian Daerah

Lokasi penelitian yaitu di Bukit Tui, Kecamatan Padang Panjang Barat,

Kota Padang Panjang Sumatera Barat dapat diakses melalui jalur darat

dengan rute perjalanan Jl.Lintas Barat Sumatera/Jl. Raya Padang –

Bukittinggi- Jl. Silaing Bawah Padangpanjang-Jl. Tanah Hitam Padang

Panjangbarat dengan jarak 78,7 km dengan waktu tempuh ± 2 jam 8 menit.

Sumber: google.com
Gambar 1. Peta Kesampaian Daerah

2. Keadaan Topografi

Kota Padangpanjang berada di daerah ketinggian yang terletak antara 650

sampai 850 meter di atas permukaan laut. Secara topografi Kota

Padangpanjang berada pada dataran tinggi yang bergelombang, di mana

sekitar 20,17 % dari keseluruhan wilayahnya merupakan kawasan relatif

landai (kemiringan di bawah 15 %), sedangkan selebihnya merupakan


11

kawasan miring, curam dan perbukitan, serta sering terjadi longsor akibat

struktur tanah yang labil dan curah hujan yang cukup tinggi. Namun pada

kawasan yang landai di kota ini merupakan tanah jenis andosol yang subur

dan sangat baik untuk pertanian.

3. Keadaan Geologi

Hasil Kajian Penilaian Resiko Bencana Gempa Bumi dan Bahaya Gunung

Berapi di Kota Padang Panjang tahun 2006 (Pusat Survei Geologi dan

Bappeda Kota Padang Panjang), maka secara umum formasi Geologi Kota

Padang Panjang terdiri dari batuan malihan (± 1.362,77 Ha), batuan tufaan

aliran piroklastik (± 911,87 Ha), batuan tufaan (± 455,99 Ha), dan lahar II (±

69,48 Ha). Kemudian dari struktur geologinya terdapat satu sesar aktif yang

melewati Kota Padang Panjang yaitu sesar Bukit Jarat dan satu lagi

berdekatan dengan Kota Padang Panjang (pada bagian timur) yaitu Sesar

Sumatera.

4. Iklim dan Curah Hujan

Kota Padang Panjang berada pada kawasan pegunungan yang berhawa

sejuk dengan suhu udara maksimum 26.1 °C dan minimum 21.8 °C, dengan

curah hujan yang cukup tinggi dengan rata-rata 3.295 mm/tahun. Di bagian

utara dan agak ke barat berjejer tiga gunung: Gunung Marapi, Gunung

Singgalang dan Gunung Tandikat.Diapit gunung-gunung tinggi, membuat

Kota Padangpanjang berudara sejuk. Suhu udara rata-rata adalah 22,700 C

dengan kelembaban udara 87,80.


12

Kota Padang Panjang secara klimatologi memiliki curah hujan yang

cukup tinggi. Curah hujan rata-rata pertahun mencapai 3.650 mm-4.625 mm

dengan jumlah hari hujan pertahun rata-rata 235-265 hari hujan.

Temperatur udara bulanan di wilayah ini memiliki suhu udara maksimum

29º C dan suhu udara minimum 19ºC. Tabel 1 memperlihatkan data iklim

Kota Padang Panjang dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010.

Tabel 1. Data Curah Hujan Kota Padang Panjang

Kelembaban udara relative tahunan berkisar antara 87,0% sampai dengan

89,2%. Penyinaran matahari bulanan rata-rata berkisar antara 32% sampai

59%. Evaporasi rata-rata harian berkisar antara 2,02 mm/ hari dimusim hujan

dan 4,20 mm/ hari dimusim kemarau. Sementara itu kecepatan angin bulanan

maksimum berkisar antar 9 knot sampai dengan 12 knot dan minimum

berkisar antara 3 knot sampai dengan 5 knot.

5. Kondisi Hidrogeologi
13

Secara regional (konteks provinsi), Kota padang panjang termasuk dalam 2

wilayah sungai (WS) yaitu WS Akuaman pada bagian barat dan WS Indragiri

pada bagian timur. Adapun secara lokal, terbagi atas 4 daerah aliran sungai

(DAS) meliputi :

a. DAS Batang Anai berlokasi dibagian barat membentang dari utara-

selatan dengan arah aliran dominan dari utara ke selatan dengan luas

376,23 Ha.

b. DAS Sungai Andok berlokasi dibagian tengah (barat) membentang

dari utara-selatan dengan arah aliran dari utara ke selatan dengan luas

935,83 Ha.

c. DAS Batang Rupit berlokasi dibagian tengah membentang dari utara-

selatan dengan arah aliran dari utara ke selatan dengan luas ± 942,98

Ha.

d. DAS Batang Sikakeh berlokasi di bagian timur membentang dari

utara-selatan dengan arah aliran dari utara ke selatan dengan luas ±

545,07 Ha.

Tabel 2. Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kota Padang


Panjang
Nama DAS Luas (Ha)
DAS Batang Anai 382,8
DAS Batang Rupit 939,47
DAS Batang Sikakeh 721,82
DAS Sungai Andok 931,46
14

B. Landasan Teori

1. Batu Kapur

Batuan kapur atau batuan gamping (limestone) termasuk batuan

sedimen. Batuan ini berwarna putih, kelabu, atau warna lain yang terdiri

dari kalsium karbonat (CaCO3). Batuan kapur ini pada dasarnya berasal

dari sisa-sisa organisme laut seperti kerang, siput laut, radiolarit,

tumbuhan/binatang karang (koral), dsb yang telah mati. Berdasarkan hal

tersebut, maka batuan kapur adalah batuan sedimen yang berbasis dari

laut. Karena hal itu, batuan kapur berdasarkan tenaga alam yang

mengangkutnya dan tempat batuan kapur itu diendapkan termasuk

klasifikasi batuan sedimen marin. Berdasarkan proses pengendapannya,

batu gamping radiolarit dan batu karang merupakan batuan sedimen

organik. Disamping hal tersebut, batuan kapur (termasuk di dalamnya

stalaktit dan stalakmit yang banyak dijumpai di gua-gua kapur) menurut

proses pengendapannya juga termasuk batuan sedimen kimiawi (sedimen

khemis).

a. Genesa

Batu gamping terjadi dengan beberapa cara (Fornando:2013),

yaitu:

1) Secara Organik

Sebagian besar batu gamping di alam terjadi secara

organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang atau


15

rumah kerang dan siput, foraminifera atau ganggang berasal

dari kerangka binatang koral/kerang

2) Secara Mekanik

Untuk batu gamping yang terjadi secara mekanik,

sebetulnya bahannya tidak jauh berbeda dengan jenis batu

gamping yang terjadi secara organik. Yang membedakannya

adalah terjadinya perombakan dari bahan batu kapur tersebut

yang kemudian terbawa oleh arus dan biasanya diendapkan

tidak jauh dari tempat semula.

3) Secara Kimia

Sedangkan yang terjadi secara kimia adalah jenis batu

gamping yang terjadi dalam kondisi iklim dan suasana

lingkungan tertentu dalam air laut ataupun air tawar.

Selain hal diatas, mata air mineral dapat pula mengendapkan batu

gamping. Jenis batu gamping ini terjadi karena peredaran air panas

alam yang melarutkan lapisan batu gamping dibawah permukaan,

yang kemudian diendapkan kembali dipermukaan bumi. Magnesium,

lempung dan pasir merupakan unsur pengotor yang mengendap

bersama-sama pada saat proses pengendapan. Keberadaan pengotor

batu gamping memberikan klasifikasi jenis batu gamping, apabila

pengotornya magnesium, maka batu gamping tersebut diklasifikasikan

sebagai batu gamping dolomitan.


16

Begitu juga apabila pengotornya lempung, maka batu kapur

tersebut diklasifikasikan sebagai batu gamping lempungan, dan batu

gamping pasiran apabila pengotornya pasir. Persentase unsure-unsur

pengotor sangat berpengaruh terhadap warna batu kapur tersebut,

yaitu mulai dari warna putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat,

bahkan hitam. Warna kemerah-merahan misalnya, biasanya

disebabkan oleh adanya unsure mangan, sedangkan kehitam-hitaman

disebabkan oleh adanya unsure organic. Batu gamping dapat bersifat

keras dan padat, tetapi dapat pula kebalikannya. Selain yang pejal

dijumpai pula yang porous. Batu gamping yang mengalami

metamorfosa akan berubah penampakannya maupun sifat-sifatnya.

Hal ini terjadi karena pengaruh tekanan maupun panas, sehingga

batugamping tersebut menjadi berhablur, seperti yang dijumpai pada

marmer. Selain itu, air tanah juga sangat berpengaruh terhadap

penghabluran kembali pada permukaan batugamping, sehingga

terbentuk hablur kalsit.

Dibeberapa daerah endapan batu batugamping seringkali

ditemukan di gua dan sungai bawah tanah. Hal ini terjadi sebagai

akibat reaksi tanah. Air hujan yang mengandung CO3 dari udara

maupun dari hasil pembusukan zat-zat organic dipermukaan, setelah

meresap ke dalam tanah dapat melarutkan batugamping yang

dilaluinya. Reaksi kimia dari proses tersebut adalah sebagai berikut:

CaCO3 + 2 CO2 + H2O Ca (HCO3)2 + CO2 Ca (HCO3)2 larut dalam


17

air, sehingga lambat laun terjadi rongga di dalam tubuh batugamping

tersebut. Secara geologi, batugamping erat sekali hubungannya

dengan dolomite. Karena pengaruh pelindian atau peresapan unsure

magnesium dari air laut ke dalam batugamping, maka batugamping

tersebut dapat berubah menjadi dolomitan atau jadi dolomite. Kadar

dolomite atau MgO dalam batugamping yang berbeda akan

memberikan klasifikasi yang berlainan pula pada jenis batugamping

tersebut. Berikut adalah gambar karakteristik daerah batu kapur.

Sumber: google
Gambar 2. Karakteristik Daerah Batu Kapur

b. Mineralogi

Batu kapur disebut juga batuan karbonat karena umumnya terdiri

dari mineral karbonat. Mineral karbonat biasanya terbagi kedalam tiga

kelompok seperti pada Tabel 1. berikut:


18

Tabel 3. Mineral Karbonat Umum

Tabel 3. (sambungan)

Sumber: (Boggs, Jr:2009)


19

Dari semua mineral-mineral yang tercantum dalam tabel diatas,

hanya calsite, dolomite, dan aragonite yang dari sisi volume, penting

dalam batu kapur (Boggs, Jr:2009).

c. Cara Penambangan

Pada umumnya deposit batu gamping ditemukan dalam bentuk

bukit, oleh sebab itu teknik penambangan dilakukan dengan tambang

terbuka dalam bentuk kuari tipe sisi bukit (side hiil type). Untuk

penambangan skala besar pembongkaran dibantu dengan sistem

peledakan beruntun dibantu peralatan berat antara lain excavator,

bulldozer, ripper (penggaruk), sedangkan untuk penambangan skala

kecil dilakukan dengan alat sederhana antara lain cangkul, ganco dan

sekop.

Apabila skala penambangannya kecil, sistem yang diterapkan

dalam kegiatan penambangan adalah sistem gophering, mengikuti

bagian/jalur batu gamping yang relatif mudah dibongkar, namun

dengan alasan keselamatan kerja sistem gophering tidak dianjurkan.

Kita bisa lihat di berita-berita para penambang tradisional yang tewas

tertimpa runtuhan batu dan tanah karena menggunakan sistem ini.

Sebaiknya penggalian harus diupayakan untuk dimulai dari

bagian paling atas. Pekerjaan awal ini memang relatif sulit karena

pembuatan jalan ke puncak bukit perlu dibuat dan biaya investasi

tidak kembali dengan cepat. Kalau hal ini tidak dilakukan akan

ditemui apa yang disebut high wall yang akan menyulitkan kegiatan
20

penambangan selanjutnya. Contohnya Anda bisa lihat di kawasan

Bucend Entrop terdapat dinding bekas penambangan yang terjal

(lurus) sangat dikhawatirkan kalau dindingnya runtuh akibat

pelapukan batu gamping oleh air hujan.

Sangat diharapkan kegiatan penambangan harus memperhatikan

konsep penambangan yang baik (good mining practice) yang beberapa

aspek diantaranya adalah aspek lingkungan dan keselamatan

kerja. Kalau dalam penambangan batu gamping masalah lingkungan

yang mencolok adalah kebisingan akibat deru mesin alat berat yang

beroperasi serta debu yang berterbangan akibat lalu-lalang truk

pengangkut material. Sedangkan masalah keselamatan kerja

kebanyakan akibat dinding batu gamping yang runtuh akibat

penggalian yang salah sehingga terbentuk hanging wall dan

runtuh menimpa para pekerja.

d. Pemanfaatan Batu Kapur

Adapun pemanfaatan dari batu kapur diantaranya adalah

(Hidayat:2012):

1) Bahan bangunan

Bahan bangunan yang dimaksud adalah kapur yang

dipergunakan untuk plester, adukan pasangan bata, pembuatan

semen tras ataupun semen merah.


21

2) Bahan penstabilan jalan raya

Pemakaian kapur dalam bidang pemantapan fondasi jalan

raya termasuk rawa yang dilaluinya. Kapur ini berfungsi untuk

mengurangi plastisitas, mengurangi penyusutan dan pemuaian

fondasi jalan raya

3) Sebagai pembasmi hama

Sebagai warangan timbal (PbAsO3) dan warangan

kalsium (CaAsO3) atau sebagai serbuk belerang untuk

disemprotkan.

4) Bahan pupuk dan insektisida dalam pertanian

Apabila ditaburkan untuk menetralkan tanah asam yang

relatife tidak banyak air, sebagai pupuk untuk menambah

unsur kalsium yang berkurang akibat panen, erosi serta untuk

menggemburkan tanah. Kapur ini juga dipergunakan sebagai

disinfektan pada kandang unggas, dalam pembuatan kompos

dan sebagainya

5) Penjernihan air

Dalam penjernihan pelunakan air untuk industri , kapur

dipergunakan bersama-sama dengan soda abu dalam proses

yang dinamakan dengan proses kapur soda.

6) Sebagai Pupuk Alternatif Penetralisir Keasaman Tanah

Semua material yang mengandung senyawa Ca dapat

digunakan sebagai bahan pengkapuran untuk menetralisir


22

keasaman tanah, yaitu meningkatkan pH tanah yang pada

dasarnya menambahkan Ca dan menurunkan Al.

7) Batugamping sebagai bahan baku semen

Batu gamping sebagai salah satu bahan baku pembuatan

semen, dengan eksplorasi yang tidak bijaksana, lambat laun

warisan dunia yang unik dan terbentuk ribuan tahun ini akan

hilang dan hanya menjadi cerita anak cucu kita kelak, jika kita

tidak ikut membantu melestarikannya.

e. Keterdapatan Batu Kapur di Indonesia

Di Indonesia sendiri potensi akan gamping atau batu kapur ini

sangatlah besar. Potensi batu kapur di Indonesia sangat besar dan

tersebar hampir merata di seluruh kepulauan Indonesia. Sebagian

besar cadangan batu kapur Indonesia terdapat di Sumatera

Barat (tekmira.esdm.go.id). Beberapa daerah lain yang merupakan

penghasil utama batu kapur adalah Jawa Timur. Berbagai wilayah di

daerah ini antara lain Pacitan, Trenggalek, Tulungagug, Ponorogo,

ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Nganjuk, Jember,

Bondowoso, Banyuwangi, Bangkalan, Sampang, pamekasan,

Sumenep dan Gresik. Bahkan di wilayah provinsi Jawa Timur sendiri,

potensi yang saat ini masih tersedia adalah sebesar ±1.259.438.298

M³ (Yuliarga :2011)

Selanjutnya di wilayah Kalimantan, potensi batuan gamping atau

batuan kapur ini yang terbesar adalah di provinsi Kalimantan Tengah


23

dan Kalimantan Timur. Cadangan batuan kapur di dua daerah tersebut

sangat memungkinkan untuk dikelola dan diolah untuk menjadi

sebuah industri. Apalagi masih banyaknya sumber tanah gamping

yang belum di eksplorasi, terutama di wilayah Indonesia bagian timur

membuat kekayaan Indonesia atas bahan tambang galian seperti

gamping ini dapat menjadikan sumber devisa bagi Indonesia.

Sumber: google
Gambar 3. Potensi Batu Kapur Indonesia

Selama ini potensi yang condong pada bahan logam dan mineral

sebagai komoditi ekspor utama hendaknya ditambah dengan potensi

hasil olahan gamping atau batu kapur. Sebagai negara yang dunia

industri pengolahan logamnya belum maju, Indonesia dapat

menjadikan gamping sebagai alternatif lain dalam mengembangkan

dunia industri dalam negeri. Dengan begitu besar cadangan yang ada,

Indonesia dapat mengembangkan infrastruktur industri – industri yang

menjadikan gamping sebagai bahan baku utama


24

2. Pertambangan Rakyat

a. Definisi Pertambangan Rakyat

Menurut Rini Panggabean dalam tulisannya yang diunggah pada

situs Scribd.com tanggal 6 November 2017, istilah tambang rakyat

secara resmi terdapat pada Pasal 2 huruf n, UU No. 11 Tahun 1967

tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan. Dalam pasal ini

disebutkan bahwa Pertambangan Rakyat adalah satu usaha

pertambangan bahan-bahan galian dari semua golongan a, b dan c

yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan atau secara

gotong-royong dengan alat-alat sederhana untuk pencaharian sendiri.

Selanjutnya diubah menjadi UU nomor 4 tahun 2009 tentang

pertambangan mineral dan batubara .

Pertambangan Rakyat bertujuan memberikan kesempatan kepada

rakyat setempat dalam mengusahakan bahan galian untuk turut serta

membangun Negara di bidang pertambangan dengan bimbingan

Pemerintah. Pertambangan Rakyat hanya dilakukan oleh Rakyat

setempat yang memegang Kuasa Pertambangan (izin) Pertambangan

Rakyat.

Secara umum pertambangan rakyat dalam UU Minerba tahun

2009 menjadi suatu kegiatan yang sepertinya tidak ada bedanya

dengan pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan. Kegiatan

pertambangan tersebut hanya dibedakan dengan skala luas wilayah

dan investasi yang berbeda. Akibatnya dapat ditafsirkan bahwa


25

aktivitas pertambangan rakyat juga menjadi bagian dari aktivitas

pertambangan pada umumnya, yaitu suatu kegiatan mulai

penyelidikan, ekplorasi, eksploitasi hingga penjualan.

Sementara itu, bila diperhatikan masyarakat yang melakukan

penambangan maupun lingkungan dan kondisinya, mereka memiliki

karakteristik yang sulit sekali diatur sebagaimana suatu perusahaan,

Menyitir hasil penelitian tim LIPI, bahwa masyarakat yang

melakukan penambangan cenderung memiliki mobilitas tinggi dan

tidak berkelompok. Mereka cenderung individual. Namun ketika

mereka sampai pada suatu wilayah, maka dengan cepat mereka dapat

menyesuaikan diri untuk mencari teman dan membentuk kelompok.

Menariknya, ketika hasil galiannya terlihat menjanjikan, maka tidak

lama kemudian teman-teman sekampungnya akan menyusul, biasanya

dalam jumlah besar dan membentuk kelompok-kelompok sendiri.

Pada umumnya identitas asalnya akan tetap dibawa, tetapi tidak

mengganggu satu dengan yang lain, karena interaksi yang dibangun

biasanya hanya dalam kelompoknya. Demikian hasil tidak lagi

menarik, maka mereka dengan mudah pula pergi berpindah mencari

tempat lain. Dengan sebagian dari karakteristik yang ada pada

masyarakat penambang tersebut, akan sulit bila aktivitas

penambangan rakyat diperlakukan sama dengan penambangan yang

dijalankan dalam bentuk perusahaan.


26

Dalam UU Minerba 2009 tidak ada satu pasal pun yang

menjelaskan batasan pengertian pertambangan rakyat. Meskipun

sebenarnya dalam pasal 3 ayat e pada UU Minerba tersebut juga

ditekankan bahwa dalam rangka mendukung pembangunan nasional,

pengelolaan mineral dan batubara juga ditujukan untuk meningkatkan

pendapatan masyarakat lokal, serta menciptakan lapangan kerja dan

untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. Klausul tersebut

adalah suatu pernyataan umum bagi seluruh pertambangan yang

dikelola di Indonesia, bukan khusus pertambangan rakyat

(Pigai:2014).

b. Wilayah Pertambangan Rakyat

Menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009, Wilayah

Pertambangan Rakyat adalah bagian dari Wilayah Pertambangan

tempat dilakukan kegiatan pertambangan rakyat. WPR ditetapkan oleh

Bupati/Walikota berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kabupatan/Kota. Berikut adalah kriteria-kriteria untuk

menetapkan WPR:

1) Mempunyai cadangan mineral sekunder yang terdapat di sungai

dan/atau di antara tepi dan tepi sungai

2) Mempunyai cadangan primer logam atau batubara dengan

kedalaman maksimal 25 meter

3) Endapan teras, dataran banjir, dan endapan sungai purba

4) Luas maksimal wilayah pertambangan rakyat adalah 25 ha


27

5) Menyebutkan jenis komoditas yang akan ditambang

6) Merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang

sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 tahun

Dalam menetapkan WPR, Bupati/Walikota berkewajiban

melakukan pengumuman mengenai rencana WPR kepada masyarakat

secara terbuka. Pedoman, prosedur, dan penetapan WPR diatur

dengan Peraturan Pemerintah. Kriteria dan mekanisme penetapan

WPR diatur dengan peraturan daerah Kabupaten/Kota.

c. Izin Pertambangan Rakyat

1) Prioritas Pemberian IPR

Menurut UU Nomor 4 Tahun 2009, pemberian IPR adalah

sebagai berikut:

a) Bupati/Walikota memberikan IPR terutama kepada

penduduk setempat, baik perorangan maupun kelompok

masyarakat dan atau koperasi

b) Bupati/Walikota dapat melimphkan kewenangan

pelaksanaan pemberian IPR kepada Camat sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan

c) Untuk memperoleh IPR, pemohon wajib menyampaikan

surat permohonan kepada Bupati/Walikota

Untuk luas IPR, diatur dalam UU No. 4 Tahun 2009 yaitu untuk

perseorangan paling banyak satu hektar, kelompok masyarakat

maksimal lima hektar, dan koperasi maksimal sepuluh hektar. IPR


28

diberikan untuk jangka waktu paling lama lima tahun dan dapat

diperpanjang.

2) Hak Pemegang IPR

a) Mendapat pembinaan dan pengawasan di bidang keselamatan

dan kesehatan kerja, lingkungan, teknis pertambangan, dan

manajemen dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah

b) Mendapat bantuan modal sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

3) Kewajiban pemegang IPR

a) Melakukan penambangan paling lambat 3 bulan setelah IPR

diterbitkan

b) Mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang

keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, pengelolaan

lingkungan, dan memenuhi standar yang berlaku.

c) Mengelola lingkungan hidup bersama pemerintah daerah

d) Membayar iuran tetap dan iuran produksi

e) Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan usaha

pertambangan rakyat secara berkala kepada pemberi IPR

3. Konsep Good Mining Practice

Dalam laporan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Aspek Teknis

Penambangan Dirjen Minerba, Good Mining Practice (GMP)

didefinisikan sebagai suatu kegiatan usaha pertambangan yang memenuhi


29

ketentuan-ketentuan, kriteria, kaidah dan norma-norma yang tepat

sehingga pemanfaatan sumber daya mineral memberikan hasil yang

optimal dan dampak buruk yang minimal. Hal ini meliputi perizinan,

teknik pertambangan, keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan,

keterkaitan hulu/hilir/konservasi/nilai tambah dan pengembangan

masyarakat/wilayah di sekitar lokasi kegiatan.

Untuk mencapai praktik pertambangan yang baik, pertambangan harus

memperhatikan aspek/kegiatan penunjang lain seperti Lingkungan hidup,

Kesehatan dan keselamatan kerja, Konservasi sumber daya, Corporate

social responsibility, Good corporate governance, Standardisasi,

Keterbukaan informasi terhadap publik dan Kepatuhan hukum

Untuk menjamin bahwa seluruh aspek-aspek diatas termasuk proses

kegiatan pertambangan itu sendiri terlaksana dengan baik dan

berkesinambungan diperlukan adanya manajemen tambang yang baik.

Fungsi manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan,pengontrolan, hingga evaluasi harus dilaksanakan secara

keseluruhan.

Penerapan dari seluruh kegiatan pertambangan dari hulu ke hilir

(lingkaran 1) dan aspek/kegiatan penunjang yang tidak kalah pentingnya

(lingkaran 2) wajib dikelola dengan sistem manajemen tambang yang baik

(lingkaran 3) merupakan konsep yang dikembangkan dalam penerapan

konsep GMP ini. Konsep tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah.
30

Sumber: Laporan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik Dirjen Minerba


Gambarr 4. Prinsip Pelaksanaan Good Mining Practice

a. Kegiatan Pertambangan dari Hulu ke Hilir (Lingkaran 1)

Baru saja kita memahami apa itu makna dari GMP secara umum.

Setelah memahami makna GMP, perlu kita ketahui isi dari lingkaran

kesatu pada gambar 2.1, yaitu kegiatan pertambangan mulai dari hulu

hingga ke hilir, mulai dari penyelidikan umum hingga pasca tambang.

1) Penyelidikan Umum

Industri pertambangan selalu diawali dengan penyelidikan

umum dan eksplorasi. Penyelidikan secara geologi umum atau

geofisika di daratan, perairan dan udara, merupakan segala sesuatu

dengan maksud untuk membuat peta geologi umum atau untuk

menetapkan tanda–tanda adanya bahan galian pada umumnya.

Kegiatan ini ditujukan untuk mencari endapan – endapan metal

atau endapan – endapan mineral komersil batubara atau nonmetal.

Bila telah ditemukan bukti-bukti yang kuat mengenai keberadaan


31

suatu endapan bahan galian, maka akan dilanjutkan dengan

kegiatan eksplorasi.

2) Eksplorasi

Karena yang menjadi dasar dalam perencanaan aktivitas pada

industri pertambangan adalah tingkat kepastian dari penyebaran

endapan, geometri badan bijih (endapan), jumlah cadangan, serta

kualitas, maka peranan ilmu eksplorasi menjadi hal yang sangat

penting sebagai awal dari seluruh rangkaian perkerjaan dalam

industri pertambangan.

Dalam konteks secara umum, eksplorasi dapat didefinisikan

sebagai suatu kegiatan untuk mencari, menemukan, dan

mendapatkan suatu bahan tambang (bahan galian) yang kemudian

secara ekonomi dapat dikembangkan untuk diusahakan. Secara

konsep, dalam lingkup industri pertambangan, eksplorasi

dinyatakan sebagai suatu usaha (kegiatan) yang karena faktor

resiko, dilakukan secara bertahap dan sistematik untuk

mendapatkan suatu areal yang representatif untuk dapat

dikembangkan lebih lanjut sebagai areal penambangan

(dieksploitasi).

3) Studi Kelayakan

Tujuan dari studi kelayakan adalah untuk menentukan apakah

suatu bahan galian dapat diusahakan secara komersial. Tahapan


32

atau Tingkatan Studi sebelum suatu proyek dibawa ke tahap

produksi.

4) Konstruksi

Konstruksi merupakan persiapan penambangan meliputi

penyiapan infrastruktur dan lahan kerja penambang

5) Operasi Penambangan

Pada operasi penambangan, terdapat beberapa cara untuk

mengekstaksi komoditas yang ada di perut bumi. Menurut Sulistianto

(2008), secara garis besar metode penambangan dikelompokkan

menjadi sebagai berikut, yaitu:

(1) Tambang terbuka (surface mining)

(2) Tambang dalam/tambang bawah tanah (underground

mining)

(3) Tambang bawah air (underwater mining)

(4) Tambang Ditempat (Insitu Mining or Novel Mining)

6) Pengolahan dan Pemurnian

Pengolahan bahan galian (mineral beneficiation/mineral

processing/mineral dressing) adalah suatu proses pengolahan

dengan memanfaatkan perbedaan-perbedaan sifat fisik bahan

galian untuk memperoleh produk bahan galian yang bersangkutan.

Bahan galian yang dimaksud adalah bijih (ore), mineral industri

(industrial minerals) atau bahan galian Golongan C dan batu bara

(coal).Khusus untuk batu bara, proses pengolahan itu disebut


33

pencucian batu bara (coal washing) atau preparasi batu bara (coal

preparation).

7) Pengangkutan

Menurut Undang-undang No.4 tahun 2009 (UU No.4/2009)

tentang Ketentuan Umum pada Pasal 1 disebutkan bahwa

Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk

memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang

dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat

penyerahan.

8) Pemasaran

Menurut Sulistianto (2008), pemasaran merupakan kegiatan

untuk memperdagangkan atau menjual hasil – hasil penambangan

dan pengolahan bahan galian sedangkan menurutUndang-undang

No.4 tahun 2009 (UU No.4/2009) disebutkan bahwapenjualan

adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil

pertambangan mineral atau batubara. Dari definisi diatas dapat

diketahui bahwa kegiatan penjualan merupakan salah satu bagian

dari pemasaran. Pemasaran hasil tambang merupakan sumber

pengembalian dan keuntungan dari usaha pertambangan.

Pendapatan dari tambang dihasilkan dari pemasaran. Kegiatan

ini harus bisa membayar kembali investasi awal dari perusahaan,

karena pendapatan adalah dasar yang terbesar dalam mengukur

faktor ekonomi tambang sehingga lebih sensitif mengubah


34

penerimaan daripada mengubah faktor – faktor lain dari jenis

pengeluaran.

9) Pasca Tambang

Menurut Undang-undang No.4 tahun 2009 (UU No.4/2009)

tentang Ketentuan Umum pada Pasal 1 disebutkan bahwakegiatan

pascatambang, yang selanjutnya disebut pasca tambang, adalah

kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian

atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan

fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di

seluruh wilayah penambangan.

Pengelolaan pasca tambang merupakan kewajiban dalam

menerapkan GMP berdasarkan pasal 96 UU No. 4/2009.

Pelaksanaan pascatambang diatur dalam Peraturan Pemerintah No.

78/2010 dan Peraturan Menteri ESDM No. 7/2014.

b. Kegiatan Penunjang Proses Pertambangan (Lingkaran 2)

Setelah memahami isi dari lingkaran kesatu, perlu kita ketahui isi

dari lingkaran kedua dari gambar 2.1, yaitu kegiatan penunjang seperti

lingkungan hidup, kesehatan dan keselamatan kerja, konservasi sumber

daya, corporate social responsibility, good corporate governance,

standardisasi, keterbukaan informasi terhadap publik dan kepatuhan

hukum.
35

1) Lingkungan Hidup

Pada saat pengembangan operasi penambangan, termasuk

fasilitas pemrosesan dan infrastruktur yang terkait dengannya,

biasanya mencakup pengubahan permanen bentang alam yang ada,

gangguan terhadap vegetasi dan tumbuhan, gangguan terhadap

habitat hewan, dampak secara hidrologi, dan berpotensi

menyebabkan kontaminasi dalam tingkat tertentu

Pengelolaan masalah lingkungan ini jika dilakukan dari awal,

yaitu dari studi kelayakan, dapat membantu meminimalkan

dampaknya. Namun demikian, tak terhindarkan adanya dampak

residual saat operasi penambangan dan pemrosesan sudah selesai,

dan masalah ini harus dikelola dengan prioritas berikut: bahaya dan

risiko keamanan publik, potensi sumber polusi yang berkelanjutan,

penggunaan lahan dan kebutuhan sumberdaya di masa depan dan,

kecocokan dengan ekologi, harapan masyarakat, estetika, serta

biaya.

2) Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja merupakan kondisi yang harus diutamakan

di dalam pertambangan. Dalam membina sistem keselamatan kerja

tambang, pendekatan yang paling efektif ialah dengan cara

mencegah atau menghilangkan penyebab terjadinya kecelakaan.

Jadi prinsip dasar dari pencegahan kecelakaan adalah

menghilangkan penyebab dari kecelakaan itu sendiri.


36

3) Good Corporate Governance

Good Corporate Governance (GCG) secara definitif merupakan

sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang

menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder

(Monks, 2003).

4) Corporate Social Responsibility

Konsep dasar dari corporate responsibility responsibility

meliputi pemahaman kini tentang pembangunan berkelanjutan

dijelaskan dengan definisi dari World Bank (2007) yaitu komitmen

dari bisnis untuk berlaku secara etis dan berkontribusi pada

pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan bekerja dengan

semua stakeholder yang berhubungan untuk memperbaiki

kehidupan merka dalam cara yang baik untuk bisnis, agenda

pembangunan berkelanjutan, dan masyarakat secara luas.

5) Standardisasi

Standadisasi di pertambangan bertujuan antara lain dalam

rangka meningkatkan efisiensi, perlindungan konsumen, tenaga

kerja dan masyarakat lain baik dari aspek keselamatan, keamanan,

kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup (Suyartono,

2003).

6) Keterbukaan Informasi Terhadap Publik

Keterbukaan informasi terhadap publik juga merupakan salah

satu ciri penting negara yang demokratis, maka dari itu perlu ada
37

perwujudan keterbukaan informasi demi penyelenggaraan negara

demokratis yang baik. Hal itu dijami dengan UU No. 14 tahun

2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

7) Kepatuhan Hukum

Kepatuhan hukum merupakan suatu hal yang mutlak harus

dilakukan agar pertambangan tidak bermasalah dengan

permasalahan hukum. Salah satu contoh hukum yang harus

dipatuhi pada industri pertambangan adalah persoalan izin

pertambangan.

c. Pengelolaan Manajemen Pertambangan (Lingkaran 3)

Setelah lingkaran kedua, kita masuk ke dalam lingkaran ketiga.

Berikut merupakan aspek – aspekdari fungsi manajemen yang harus

diterapkan dalam Good Mining Practice yang masuk dalam lingkaran

ketiga

1) Perencanaan

Perencanaan merupakan proses pemilihan informasi dan

pembuatan asumsi-asumsi mengenai keadaan di masa yang akan

datang untuk merumuskan kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan

dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2) Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah proses manajemen yang berkenaan

dengan pengerahan (recruitment), penempatan, pelatihan, dan

pengembangan tenaga kerja dalam organisasi. Pada dasarnya


38

prinsip dari tahapan proses manajemen ini adalah menempatkan

orang yang sesuai pada tempat yang sesuai dan pada saat yang

tepat (right people, right position, right time).

3) Pelaksanaan

Pelaksanaanadalah usaha untuk memobilisasi sumber-sumber

daya yang dimiliki oleh organisasi agar dapat bergerak dalam satu

kesatuan sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Dalam tahapan

proses ini terkandung usaha-usaha bagaimana memotivasi orang

agar dapat bekerja dengan baik, bagaimana proses kepemimpinan

yang memungkinkan pencapaian tujuan serta dapat memberikan

suasana hubungan kerja yang baik, dan bagaimana mengkoordinasi

orang-orang dan kegiatan-kegiatan dalam suatu organisasi.

4) Pengontrolan

Pengontrolan didefinisikan sebagai interaksi langsung antar

individu-individu dalam suatu organisasi untuk mencapai kinerja

serta tujuan organisasi tersebut.

5) Evaluasi

Evaluasi adalah proses penetapan apa yang telah dicapai, yaitu

proses evaluasi kinerja, dan jika diperlukan dilakukan perbaikan

sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Kegiatan ini sangat

erat kaitannya dengan kegiatan perencanaan sebab pada kegiatan

pengendalian inilah dilihat apakah yag direncanakan tersebut dapat

dicapai atau tidak.


39

4. Pengolahan Batu Kapur Dengan Tungku Bakar (Kalsinasi)

Batu Kapur dapat langsung dipakai sebagai bahan baku, misal pada

industri semen, fondasi jalan, rumah dan sebagainya. Untuk hal lain perlu

pengolahan terlebih dahulu, misal dengan pembakaran. Cara ini

dimaksudkan untuk memperoleh kapur tohor (CaO), kalsium hidroksida

(Ca(OH)2) dan gas CO2 (Kalsinasi).

Kata kalsinasi berasal dari bahasa Latin yaitu calcinare yang artinya

membakar kapur. Proses Kalsinasi yang paling umum adalah diaplikasikan

untuk dekomposisi kalsium karbonat (batu kapur, CaCO3) menjadi

kalsium oksida (kapur bakar, CaO) dan gas karbon dioksida atau CO2.

Produk dari kalsinasi biasanya disebut sebagai “kalsin“ yaitu mineral yang

telah mengalami proses pemanasan.

Proses Kalsinasi dilakukan dalam sebuah tungku atau reaktor yang

disebut dengan kiln atau calciners dengan berragam desain, seperti tungku

poros, rotary kiln, tungku perapian ganda, dan reaktor fluidized bed.

a. Proses Pembakaran

Pembakaran batu kapur terdiri dari beberapa tahapan antara

lain: tahap unloading, tapping, charging, combustion, discharging

dan loading. Ilustrasi dari tahap-tahap ini dapat dilihat pada

Gambar 2 dibawah.
40

Sumber: (Muhsin&Tomo:2011)
Gambar 5. Proses Pembakaran

1) Tahap Unloading

Tahap unloading merupakan tahap dimana batu kapur

yang berada di dalam truk pengangkut diletakkan ke dekat

tungku pembakaran.

2) Tahap Tapping

Setelah diletakkan, beberapa batu kapur disusun di dasar

tungku menjadi pondasi bagi tumpukan batu kapur lainnya

dan membentuk sebuah ruangan seperempat lingkaran yang

nantinya akan digunakan sebagai tempat bahan bakar.

3) Tahap Charging

Batu kapur diisikan ke dalam tungku pembakaran hingga

penuh. Pada saat ini pula bahan bakar ditumpukkan di

bagian dasar tungku.

4) Tahap Combustion

Pembakaran yang dilakukan disini merupakan

pembakaran secara open burning. Pada tahap ini batu kapur

dibakar selama 3 hari sampai empat hari tanpa henti.


41

Selama beberapa hari tersebut, bahan bakar secara

terusmenerus disuplai ke dalam tungku pembakaran untuk

menjaga api pembakaran tetap menyala.

Di tungku pembakaran terjadi proses pembakaran bahan

bakar. Proses pembakaran ini terjadi karena adanya suplai

bahan bakar dan udara secara terus menerus dari jendela

yang ada pada pintu di bagian dasar tungku. Selain untuk

suplai bahan bakar dan udara, jendela ini juga berfungsi

untuk mengeluarkan abu hasil pembakaran bahan bakar.

Aliran udara dan panas akibat proses pembakaran mengalir

melalui sela-sela batu kapur dan memanaskannya sehingga

terjadi reaksi dekomposisi batu kapur. Aliran gas buang

tersebut selanjutnya membumbung ke langit sebagai

polutan yang mencemari udara sekitar.

5) Tahap Discharging

Pada tahap ini batu kapur dikeluarkan dari dalam tungku

untuk selanjutnya dikemas kedalam karung.

6) Tahap Loading

Batu kapur yang telah selesai dibakar dan dikemas, bisa

disebut dengan kalsin selanjutnya dimuat kedalam mobil

untuk dipasarkan ke konsumen.


42

b. Kalkulasi Efisiensi Energi

Kegiatan pembakaran batu kapur untuk menghasilkan Quicklime

sudah berlangsung sejak lama. Secara kimia prosesnya yaitu konversi

dari kalsium karbonat (CaCO3) menjadi kalsium oksida (CaO).

Kalsium oksido merupakan senyawa yang sangat reaktif. Biasanya jika

ditambahkan air, quicklime akan terhidrasi menghasilkan kalsium

hidroksida (Ca(OH)2).

Konversi kalsium karbonat menjadi kalsium oksida didapat dengan

memanaskan batu kapur sampai temperatur yang cukup tinggi (biasanya

1000ºC pada tungku bakar) untuk melepaskan CO2. Reaksinya adalah

sebagai berikut:

100 CaCO3 + Heat <==> 56 CaO + 44 CO2

Maksudnya adalah jika 1 ton batu kapur yang murni kalsium

karbonat di panaskan, akan menghasilkan 560 kg quicklime.

Menurut Neville Hill dan Kelvin Mason, efisiensi proses

pembakaran didapatkan dengan rumus berikut:

E=

Dimana:

E = Efisiensi proses pembakaran

Hc = Panas teoritis dari kalsinasi per ton untuk quicklime

murni, CaO + MgO (MJ/ton)

Ls = konten lime tersedia (CaO dan MgO) dari quicklime


43

Cf = kapasitas kalor bahan bakar (MJ/kg)

Mf = massa bahan bakar per ton quicklime (kg/ton)

1) Hc

Untuk tujuan praktis, nilainya adalah 3,200 MJ/ton CaO untuk

batu kapur kalsiterit dan 3,020 MJ/ton untuk batu kapur dolomit.

Tabel 4. Hasil analisis kimia dari suatu sampel


Silicon oxide, SiO2 2.03%
Aluminium Oxide, Al2O3 0.67%
Iron Oxide, Fe2O3 0.33%
Calcium Oxide, CaO 45.50%
Magnesium Oxide MgO 8.16%
Sulphuric Anhydride, SO3 0.39%

Dari tabel diatas, nilai dari kalsium oksida dan magnesium

oksida adalah 45.50% dan 8.16%. ini mengindikasikan bahwa batu

kapur sampel mengandung 60.95% kalsit dan 37.32% dolomit.

Nilai ini didapatkan dari berat molekular pada tabel 3.

Jadi nilai Hc adalah:

Hc = (3200 x 0.6095) + (3020 x 0.3732) = 3,078 MJ

 Kalkulasi kalsit dan dolomit

Berdasarkan hasil analisis kimia sampel pada tabel

diatas (CaO = 45.50%, MgO = 8.16%), kalkulasi ini

mengasumsikan bahwa semua kalsium dan magnesium

adalah karbonat, material yang lain yang bernilai kecil

dianggap tidak berpengaruh.


44

Pertama, menentukan jumlah dolomit

(CaCO3.MgCO3) dari jumlah MgO yang terdapat pada

sampel dibandingkan dengan persentase dalam 100%

dolomit:

MgO dalam dolomit murni => x 100 = 21.86%

Kandungan MgO 8.16% berarti jumlah dolomit dalam

batuan:

Dolomit dalam batuan => x 100 = 37.32%

Selanjutnya persentase CaO dalam dolomit:

37.32 x = 11.35%

Selanjutnya kurangi total CaO:

45.50 – 11.35 = 34.15%

Proporsi CaCO3 sebagai kalsit adalah:

34.15 x = 60.95%

2) Ls

konten lime tersedia (CaO dan MgO) dari quicklime didapatkan

dari Rapid Sugar Test. Tes ini dilakukan segera setelah quicklime

diambil dari tungku. Sebagai contoh perhitungan, nilai Ls

diasumsikan 0.60
45

3) Cf

Nilai kapasitas kalor didapatkan menggunakan kalorimeter.

Pada laboratorium biasanya menggunakan bomb calorimeter.

Sebagai contoh penyelesaian, nilai Cf akan diasumsikan 23 MJ/kg.

4) Mf

Massa bahan bakar per ton quicklime didapatkan dari pengamatan

dilapangan. Sebagai contoh penyelesaian, nilai Mf diasumsikan

200 kg/ton quicklime yang dihasilkan.

Tabel 5. Berat Molekular Komponen


calcite, CaCO3 100.09
dolomite, CaCO3. MgCO3 184.42
calcium oxide, CaO 56.08
magnesium oxide, MgO 40.32

Tabel 6. Nilai Kapasitas Kalor Dari Beberapa Bahan Bakar


Bahan bakar Kapasitas kalor (MJ/kg)

Commercial Butane 58
Diesel fuel 44
Heavy fuel oil 42
Charcoal (2% moisture) 29
Anthracite coal 33
General purpose coal (non-
23
coking)
Wood (15% moisture) 15
46

Contoh perhitungan efisiensi pembakaran:

E=

E=

E = 0.4015

E = 0.40 atau 40%

c. Neraca Massa

Neraca massa dari proses produksi saat ini terdapat pada

gambar 3. Neraca massa ini merupakan neraca massa selama 1

siklus proses produksi kapur tohor selama 3 hari-4 hari.

Sumber: (Muhsin&Tomo:2011)
Gambar 6. Neraca Massa Proses Produksi
47

5. Kelayakan Ekonomi

Menurut Astuti dan Sungkowo (2016) Kelayakan ekonomi dibagi

menjadi dua bagian, yaitu kelayakan ekonomi untuk kegiatan

penambangan di bukit dan di sungai. Kelayakan ekonomi kegiatan

penambangan menggunakan tiga parameter sebagai dasar evaluasi.

Parameter kegiatan penambangan di bukit adalah umur tambang, potensi

pasar dan pemanfaatan bahan galian, dan Benefit Cost Ratio (BCR).

Sedangkan parameter kegiatan penambangan di sungai adalah

Perbandingan Cadangan Terhadap Penggunaan Bahan Galian (PCPBG)

potensi pasar dan pemanfaatan bahan galian, dan Benefit Cost Ratio

(BCR).

a. PCPBG dan Umur Tambang

PCPBG =

Umur Tambang =

Perhitungan PCPBG menunjukkan bahwa semakin besar hasil

perbandingan maka kegiatan penambangan masih dapat berlanjut

untuk menghasilkan manfaat untuk masyarakat dan masih mampu

untuk memenuhi permintaan bahan galian. Sedangkan hasil

perhitungan umur tambang menunjukkan bahwa semakin panjang

umur tambang maka kegiatan penambangan masih dapat berlanjut

untuk menghasilkan manfaat meskipun dengan semakin panjang

umur tambang juga akan meningkatkan biaya kegiatan


48

penambangan. Akan tetapi dengan umur tambang yang panjang

diharapkan dapat menutupi biaya kegiatan yang ditimbulkan Dari

dasar analisa tersebut maka dapat dibuat harkat untuk klasifikasi

PCPBG dan Umur Tambang. Semakin besar hasil perbandingan

maka diberi harkat 3 dan semakin kecil hasil perbandingan diberi

harkat 1 (Astuti & Sungkowo:2016).

b. Potensi Pasar dan Pemanfaatan Bahan Galian

Analisa kelayakan ekonomi perlu memberikan gambaran

proyeksi permintaan dan pemanfaatan bahan galian dimasa yang

akan datang. Dengan demikian parameter potensi pasar dan

pemanfaatan bahan galian digunakan untuk memberikan gambaran

tentang perkembangan pasar apakah masih berpotensi atau tidak

untuk menghasilkan bahan galian dan dapat dimanfaatkan oleh

masyarakat ataupun pengguna bahan galian. Dari dasar analisa

tersebut maka dapat dibuat harkat untuk klasifikasi potensi pasar

dan pemanfaatan bahan galian (Noor, 2006).

Semakin tinggi permintaan dan manfaat bahan galian oleh

pengguna maka perkembangan pasar dikatakan berpotensi tinggi

dan diberi harkat 3 sedangkan jika permintaan dan pemanfaatan

bahan galian rendah maka perkembangan pasar dikatakan

berpotensi rendah dan diberi harkat 1 (Astuti & Sungkowo:2016).

c. Benefit Cost Ratio (BCR)


49

Benefit Cost Ratio adalah salah satu metode analisis kelayakan

ekonomi kegiatan penambangan dengan membandingkan total

manfaat/benefit kegiatan pertambangan terhadap total biaya/cost

kegiatan pertambangan. Apabila nilai BCR > 1, memiliki arti

bahwa total manfaat tambang lebih besar dari total biaya yang

ditimbulkan dan diberi harkat 3 sedangkan jika nilai BCR < 1,

memiliki arti bahwa total biaya lebih besar dari total manfaat

tambang yang ditimbulkan dan diberi harkat 1.

BCR =

d. Klasifikasi Kelayakan Ekonomi

Langkah selanjutnya setelah memperoleh harkat adalah

menentukan klasifikasi untuk mendapatkan kriteria kelayakan

ekonomi dari total skor. Adapun hasil kriteria tersebut dapat di lihat

pada tabel 2. Tabel tersebut menjelaskan bahwa kelayakan

ekonomi kegiatan penambangan diklasifikasikan menjadi 3 kelas,

yaitu tidak layak, kurang layak, dan layak.

Tabel 7. Klasifikasi Kelayakan Ekonomi


Nomor Total Skor Klasifikasi
1 3.0 – 5.0 Tidak Layak
2 5.1 – 7.0 Kurang Layak
3 7.1 - 9.0 Layak
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Didalam melaksanakan penelitian ini, penulis mengambil dan mengukur data-data

di lapangan, sehingga dari data tersebut dibuat penyelesaian masalah dengan

pendekatan kuatitatif. Penelitian ini lebih terarah ke penelitian terapan, yaitu salah

satu jenis penelitian yang bertujuan untuk memberikan solusi atas permasalahan

tertentu secara praktis.

Metode penelitian kuantatitif digunakan untuk meneliti populasi atau sampel

tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random,

pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantatif

atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotetis yang telah ditetapkan. Dalam

pelaksanaan penelitian ini didapatkan data primer melalui pengamatan secara

langsung ke lapangan juga data sekunder yang didapat dari instansi-instansi terkait.

B. Jenis dan Sumber Data

Dalam penyelesaian masalah pada skripsi ini Penulis mmemerlukan beberapa

data antara lain:

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diambil langsung dari lapangan

seperti:

50
51

a. Kemampuan Produksi

b. Kebutuhan Bahan Bakar

c. Hasil Pembakaran

d. Hasil penggilingan

e. Dimensi Tungku Bakar

f. Data peralatan penambangan

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan informasi-informasi yang didapatkan

melalui studi literatur, wawancara dan juga dari instansi-instansi terkait.

Data sekunder yang diperlukan antara lain:

a. Peta Lokasi

b. Peta Geologi

c. Informasi Keekonomian

d. Peraturan perundang-undangan

e. Informasi sumberdaya

C. Teknik Pengambilan Data

Proses pengambilan data meliputi berbagai kegiatan yang dilakukan secara

berurutan dan sistematis. Langkah-langkah dalam pengambilan data adalah

sebagai berikut :

1. Studi Literatur
52

Studi literatur dilakukan dengan mempelajari teori-teori yang

berhubungan dengan masalah yang akan dibahas di lapangan melalui bahan-

bahan pustaka yang dapat menunjang diperoleh dari:

a. Instansi terkait

b. Perpustakaan, brosur-brosur dan jurnal-jurnal yang berhubungan

dengan penelitian

c. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.

2. Pengamatan Lapangan

Kegiatan pengamatan lapangan dilakukan untuk mengetahui

kondisi aktual dari daerah penelitian. Dari tahap ini akan terlihat masalah

yang ada didaerah itu sehingga teori yang telah dipelajari dalam studi literatur

bisa diterapkan pada daerah tersebut.

3. Pengambilan Data Primer

Berdasarkan jenis data primer yang telah disebutkan sebelumnya,

maka teknik pengambilan data yang diperlukan untuk mendapatkan data-data

tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kemampuan Produksi

Data kemampuan produksi adalah jumlah batu kapur tertambang

dalam satu hari kerja yang diperlukan nantinya untuk menghitung

efisiensi pembakaran dan juga untuk selanjutnya disesuaikan dengan

kondisi penambang untuk ditentukan solusinya yang sesuai dengan

konsep good mining practice. Cara pengambilan data kemampuan

produksi adalah sebagai berikut:


53

1) Penentuan lokasi penambangan

2) Pencatatan waktu penambangan

3) Menimbang batu kapur yang ditambang, yang mana ukurannya

telah direduksi oleh penambang sebelum dimuat kedalam truk.

b. Kebutuhan Bahan Bakar

Bahan bakar yang digunakan pada proses pembakaran adalah

batubara. Cara pengambilan datanya adalah sebagai berikut:

1) Batubara dibongkar dari truk dan dikumpulkan di satu titik

2) Batubara setelah dibongkar kemudian ditimbang sedikit demi

sedikit dengan timbangan 25kg

3) Batubara yang sudah ditimbang diposisikan pada titik lain untuk

selanjutnya dimasukkan kedalam tungku bakar

c. Hasil pembakaran

Hasil dari proses pembakaran disebut quicklime. Tata cara pengambilan

datanya adalah:

1) Batu kapur yang telah dibakar atau quicklime dikeluarkan dari

dalam tungku

2) Quicklime ditimbang dengan menggunakan timbangan 25kg untuk

kemudian dikemas ke dalam karung

d. Hasil penggilingan

Quicklime selanjutnya dimasukkan ke mesin penggilingan untuk

direduksi lagi ukurannya menjadi serbuk. Cara pengambilan datanya

adalah dengan menimbang serbuk yang keluar dari mesin penggilingan.


54

e. Dimensi Tungku

Dimensi tungku berguna untuk dibandingkan dengan desain tungku

yang efisien dan dapat mengurangi dampak terhadap lingkungan

4. Pengambilan data sekunder

Data sekunder didapatkan dari studi literatur, wawancara dan instansi-

instansi terkait.

D. Teknik Analisis Data

1. Analisis Produktivitas Penggalian

Produktivitas penggalian adalah jumlah batu kapur tertambang dalam satu

hari kerja. Disini dihitung produktivitas penambangan menurut metode

penambangan yang dilakukan saat ini untuk selanjutnya dibandingkan dengan

produktivitas menurut metode penambangan yang sesuai dengan konsep good

mining practice. Dari perbandingan ini, ditentukan metode penambangan

yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan para penambang yang ada di

Bukit Tui.

2. Analisis Efisiensi Pembakaran

Analisis efisiensi pembakaran dilakukan untuk mendapatkan nilai efisiensi

dari proses pembakaran batu kapur menjadi quicklime. Hasil analisis ini juga

berguna untuk menentukan model atau desain tungku yang efektif.

3. Analisis Aspek Ekonomi

Analisis ini menggunakan metode benefit cost ratio yaitu dengan

membandingkan total manfaat/benefit kegiatan pertambangan terhadap total


55

biaya/cost kegiatan pertambangan. Apabila nilai BCR > 1, memiliki arti

bahwa total manfaat tambang lebih besar dari total biaya yang diperlukan

sedangkan jika nilai BCR < 1, memiliki arti bahwa total biaya lebih besar dari

total manfaat yang didapatkan.

E. Diagram Alir Penelitian

Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam melakukan penelitian ini

dapat dilihat pada gambar berikut:


56

Mulai

StudiLiteratur

Observasi Lapangan

Pengambilan Data

Data Primer Data Sekunder

 Kemampuan Produksi  Peta Lokasi


 Kebutuhan Bahan Bakar  Peta Geologi
 Hasil Pembakaran  Informasi Keekonomian
 Hasil Penggilingan  Informasi Sumberdaya
 Dimensi Tungku Bakar  Peraturan Perundang-
 Data Peralatan Penambangan undangan

Pengolahan Data

 Analisis Produktivitas Penggalian


 Analisis Efisiensi Pembakaran
 Analisis Aspek Ekonomi

Analisis Data

Selesai

Gambar 7. Diagram Alir Penelitian


57

F. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan dari tanggal Mei 2018 sampai dengan 31 Mei 2018 di

Kelurahan Koto Katik, Kecamatan Padang Panjang Barat, Kota Padang Panjang,

Provinsi Sumatera Barat. Secara garis besar digambarkan pada tabel berikut:

Tabel 8. Waktu Penelitian


Minggu Ke-
No. Kegiatan
I II II IV

1 Studi Literatur

2 Orientasi Lapangan

3 Pengambilan Data

4 Pengolahan Data

5 Penyusunan Laporan

Anda mungkin juga menyukai