Anda di halaman 1dari 8

Don't Forget

Selasa, 12 Juli 2011


Multipel Fraktur

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keluhan masalah muskuloskeletal merupakan salah satu hal yang paling sering dikeluhkan pasien di tingkat layanan
primer. Fraktur adalah suatu patahan pada hubungan kontinuitas struktur tulang (Apley dan Solomon, 1995).
Multiple fraktur adalah fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas mengenai fefinisi multiple fraktur beserta asuhan keperawatannya.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar para pembaca dapat memahami mengenai konsep fraktur multiple
fraktur.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan jenis penelitian berupa tinjauan pustaka. Metode analisis yang
digunakan antara lain dengan mencari dari buku dan tulisan yang adekuat untuk dijadikan referensi, berdiskusi
dengan teman.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Multipel Fraktur


Multipel fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
ruda paksa. Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya.
Fraktur Multipel adalah garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur
humerus, fraktur femur dan sebagainya.
Fraktur Multiple adalah fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.

2.2 Etiologi
Menurut Apley dan Salomon (1995), tulang bersifat relative rapuh namun cukup mempunyai kekuatan gaya pegas
untuk menahan tekanan.
Fraktur dapat disebabkan oleh
· Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, kontraksi otot
ekstrim.
· Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
· Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.

2.3 Tanda dan Gejala


Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai
fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan eksremitas. Deformitas dapat di ketahui
dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba
akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
2.4 Komplikasi Multipel Fraktur

1. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal,
hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan
pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
3. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES
terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat
oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
4. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit
(superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan
nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
6. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
7. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk
menyambung. Ini disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke tulang.
8. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan
stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
9. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik. (Black, J.M, et al, 1993)

2.5 Data Penunjang


1. Pemeriksaan Radiologi
a. Bayangan jaringan lunak.
b. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
a. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi.
Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur
lain juga mengalaminya.
b. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang
mengalami kerusakan akibat trauma.
c. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
d. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan
suatu struktur tulang yang rusak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk
tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST),
Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan
bila terjadi infeksi.
c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
f. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
(Ignatavicius, Donna D, 1995)

2.6 Terapi
1. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri,
mencegah (bertambahnya ) kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya
kedudukan fraktur.
2. Bedah ortopedi
2. Reposisi
Dilakukan alignment terhadap fragmen tulang.
3. Eksisi jaringan mati (debridement)
4. Imobilisasi atau fiksasi
5. Fisioterapi.

2.7 Web Of Causation


Trauma langsung
atau tidak langsung

multiple Fraktur

Gangg.
Integritas
kulit

Diskontinuitas tulang pergeseran frakmen tulang


dan adanya perlukaan

krisis situasi kerusakan frakmen tulang pelepasan


perubahan bradikinin,histamine,
Pelepasan jaringan vena/arteri deformitas prostaglandin,serotin
katekolamin sekitar putus
Nyeri

nyeri
Gangguan spasme perdarahan
psikologis otot pembatasan gerak
kehilangan volume
cemas
Gangguan
mobilitas fisik

tekanan kapiler cairan


Resti Syok
hipovolemik

ansietas

pelepasan
histamin
Kurang perawatan diri
Protein plasma hilang

Gangguan personal
hygiene

Edema

Penekanan pmblh darah

Gangguan perfusi jaringan

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Nama
b. Jenis kelamin
c. Tempat/tanggal lahir
d. Umur
e. Pendidikan
f. Pendidikan, pekerjaan
g. Agama
h. Alamat
i. Tanggal masuk RS
j. Sumber informasi : Catatan medis, Orang tua dan klien sendiri.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Nyeri dan perlukaan didaerah sekitar fraktur.
1) Provoking Incident: luka dan pergeseran fragmen tulang
2) Quality of Pain: berdenyut, atau menusuk.
3) Region : radiation, relief: sakit menjalar atau menyebar, sakit didaerah sekitar fraktur.
4) Severity (Scale) of Pain: 6-9
5) Time: nyeri terus menerus
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Kronologi terjadinya penyakit tersebut untuk menentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang
terkena dan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan.
a. Riwayat penyakit dahulu: apakah dulu pernah mengalami kecelakaan, osteoporosis, kanker tulang dan
penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit
diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang.
b. Riwayat penyakit keluarga: penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetic.
c. Riwayat Psikososial : merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat
d. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Sehari makan berapa kali, makanan kesukaan, ada atau tidak riwayat alergi, makanan apa yang biasa dikomsumsi.
3) Pola Eliminasi
frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi fekal. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, klien mengelluh sulit tidur.
5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan
klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.
6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan
body image).
8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur
9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap
dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien.
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan
fungsi tubuhnya.
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi.
Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
e. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Klien mengeluh lemah
Mobilitas fisik karena fraktur
Vital sign : TD : 120/60, S : 36,6,RR: 24x/'menit N : 100x/menit
Tingkat kesadaran : apatis, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien
2. Head to toe
a). Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala, tidak ada luka,
kulit kepala kotor, rambut lurus.
b) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
c) Muka
Wajah meringis terlihat menahan sakit, nampak cemas,tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi,
simetris, tak oedema.
d) Mata
Ikterus (-), pupil icokhor kiri dan kanan, refleks cahaya (+), konjungtiva pucat.
e) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
f) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
g) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut pucat.
h)Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris
i) Paru
· Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
· Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
· Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya.
· Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
j) Jantung dan sirkulasi
· Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
· Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
· Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
· TD 120/60, frekuensi 24x/'
k) Abdomen
· Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
· Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
· Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
· Auskultasi
20 kali/menit, Peristaltik usus normal
l) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
m) Muskuloskeletal
· inspeksi
perdarahan hebat pada daerah luka di daerah fraktur, bekas operasi,fistulae,warna kemerahan atau kebiruan (livide)
atau hyperpigmentasi, benjolan, pembengkakan, posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas), sianosis.
· palpasi
Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit,apabila ada pembengkakan, apakah terdapat
fluktuasi atau odema terutama disekitar persendian,
nyeri tekan (tenderness), krepitasi, tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang.
· keluhan nyeri pada pergerakan,mobilisasi pasif.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang, adanya perlukaan
2. Resiko tinggi syok berhubungan dengan perdarahan banyak
3. Imobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan frakmen tulang, pembatasan gerak
4. Gangguan integrasi kulit berhubungan dengan perlukaan
5. Gangguan personal hygiene berhubungan dengan imobilisasi fisik
6. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan tekanan kapiler

3.3 Intervensi
Nyeri berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang, adanya perlukaan
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 24 jam tingkat kenyamanan klien meningkat, tingkat nyeri
terkontrol
Kriteria hasil : - Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3
- Ekspresi wajah tenang
- klien dapat istirahat dan tidur
Intervensi :
a) Kaji karakteristik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri (0-10)
b) Kaji tanda-tanda vital tiap 6 jam
c) Pertahankan immobilisasi (back slab)
d) Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
e) Jelaskan seluruh prosedur di atas
f) Kolaborasi dengan timmedis pemberian obat-obatan analgesik
Rasional :
a) Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis tindakannya.
b) Untuk mengetahui perubahan sistem tubuh
c) Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka.
d) Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan mengurangi nyeri.
e) Untuk mempersiapkan mental serta agar pasien berpartisipasi pada setiap tindakan yang akan dilakukan.
f) Mengurangi rasa nyeri
Resiko tinggi syok berhubungan dengan perdarahan banyak
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak ada tanda –tanda terjadi syok
Kriteria hasil :

Intervensi :
a) Observasi tanda-tanda vital
b) Kaji sumber, lokasi, dan banyaknya perdarahan
c) Beri minum yang cukup
d) Kolaborasi dengan tim medis pemberian cairan intravena
e) Pemberian obat koagulan vitamin K,adona dan penghentian perdarahan dengan fiksasi.
f) Cek labolatorium Hb dan Ht
Rasional :
a) Untuk mengetahui tanda-tanda syok sedini mungkin
b) Untuk menentukan tindakan apa yang akan dilakukan
c) Untuk mencegah kekurangan cairan dengan mengganti cairan yang hilang
d) Untuk mencegah kekurangan cairan dengan mengganti cairan yang hilang
e) Membantu proses pembekuan darah untuk menghentikan perdarahan
f) Untuk mengetahui kadar Hb dan Ht apakah perlu tranfusi darah atau tidak

Imobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan frakmen tulang, pembatasan gerak


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam terjadi peningkan ambulasi , dapat melakukan
aktivitas secara bertahap.
Kriteria Hasil :
· Peningkatan aktivitas fisik
· Klien dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
Intervensi :
a) Kaji kemmpuan klien dalam melakukan ambulasi
b) Kolaborasi dengan fisioterapi dalam melakukan ambulasi
c) Berikan latihan ROM pasif- aktif sesuai kemampuan
d) Ajarkan pada klien berpindah tempat secara bertahap
e) Evaluasi klien dalam melakukan ambulasi
f) Beri HE kepada klien dan keluarga tentang pentingnya ambulasi dini dan tahapannya
g) Beri reinforcement positif atas usaha yang dilakukan klien

3.4 Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana keperawatan dilakukan sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai
dengan kriteria keberhasilan pada tujuan rencana keparawatan. Dengan demikian evaluasi dapat dilakukan sesuai
dengan kriteria / susunan rinci ditulis pada lembar catatan perkembangan yang berisikan S-O-A-P-I-E-R ( Data
subyek, Obyek, Asesment, Implementasi, Evaluasi, Revisi)

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2001.Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC


Doengoes, E. Marilyn. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Long; BC and Phipps WJ .1985. Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv.
Mosby Company.
Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI,1999
Price Sylvia, A .1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 . Edisi 4. Jakarta. EGC
Smeltzer Suzanne, C .1997. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8. Vol 3. Jakarta. EGC
http//www.indonesianursing.com diakses pada tangga l 9 januari 2009 pukul 20.00 WIB

Ciluupapa di 05.26
Berbagi

Tidak ada komentar:


Posting Komentar


Beranda
Lihat versi web
Mengenai Saya
Foto saya
Ciluupapa
Terlalu rumit, aq pun tak tau bagaimana aku
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai