Anda di halaman 1dari 80

TKA-310 PENULISAN USULAN PENELITIAN

Semester Ganjil 2018/2019

GASIFIKASI ARANG BATOK KELAPA DENGAN


GASIFIER TIPE UPDRAFT

Diajukan sebagai salah satu syarat mengambil matakuliah


TKA-500 Tugas Akhir

Disusun Oleh :
Husein Bahsin (14 2015 081)
Indira Anti Tirani (14 2015 083)

Pembimbing
Dyah Setyo Pertiwi S.T.,M.T.,Ph.D
Yuono S.T.,M.T.

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL BANDUNG
2018
LEMBAR PENGESAHAN
TKA-310 PENULISAN USULAN PENELITIAN
Semester Ganjil 2018/2019

GASIFIKASI ARANG BATOK KELAPA DENGAN GASIFIER


TIPE UPDRAFT

Disusun Oleh :
Husein Bahsin (14 2015 081)
Indira Anti Tirani (14 2015 083)

Bandung, November 2018


Telah diperiksa dan disetujui Pembimbing

Dyah Setyo Pertiwi S.T.,M.T.,Ph.D Yuono S.T.,M.T.

i
SURAT PERNYATAAN
TKA-310 PENULISAN USULAN PENELITIAN
Semester Ganjil 2018/2019

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama (NRP) : Husein Bahsin (14 2015 081)

Nama (NRP) : Indira Anti Tirani (14 2015 083)

dengan ini menyatakan bahwa Laporan Usulan Penelitian dengan judul:

GASIFIKASI ARANG BATOK KELAPA DENGAN GASIFIER TIPE UPDRAFT

adalah hasil tulisan kami, di mana seluruh pendapat dan materi dari sumber lain telah dikutip
melalui penulisan referensi yang sesuai.

Surat pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya dan jika di kemudian hari diketemukan
kekeliruan, kami bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Bandung, November 2018

Husein Bahsin Indira Anti Tirani

ii
ABSTRAK

PENGARUH AFR PADA GASIFIKASI ARANG BATOK KELAPA


DENGAN GASIFIER TIPE UPDRAFT

Husein Bahsin dan Indira Anti Tirani

Dr. Dyah Setyo Pertiwi, S.T., dan M.T dan Yuono, S.T., M.T

Indonesia mempunyai potensi biomassa yang melimpah yang berasal dari berbagai jenis sumber
biomassa, salah satunya adalah kelapa. Salah satu pemanfaatan limbah kelapa yang menjanjikan
adalah dengan konversi limbah tersebut menjadi gas bakar melalui teknik gasifikasi biomasa. Pada
penelitian gasifikasi ini biomassa yang digunakan sebagai bahan bakar adalah arang
batok kelapa. Arang Batok kelapa merupakan salah satu biomassa yang memiliki
potensi cukup besar sebagai sumber alternatif melalui penerapan teknologi gasifikasi.
Selain tidak memiliki nilai moisture arang batok kelapa memiliki persen carbon yg lebih
besar dibandingkan dengan batok kelapa tanpa dilakukan pengarangan. Oleh karena itu
arang tempurung kelapa dipekirakan memiliki potensi syngass lebih baik dibanding dengan
batok kelapa tanpa pengarang. Penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi pengaruh AFR
(Air to Fuel Ratio) terhadap komposisi producer gases. Proses gasifikasi arang batok
kelapa diumpankan secara intermitent sesuai dengan variasinya. Proses gasifikasi
dilakukan hingga mencapai keadaan tunak dan mendapatkan sampel dari producer
gases. Gasifikasi dilakukan dengan variasi AFR (Air to Fuel Ratio) yaitu: 15% ; 20% ; 25% ;
30%; dan 110% dari AFR teoritis. Data yang diambil adalah suhu tiap zona dalam
gasifier. Sampel producer gases dianalisis menggunakan Gas Chromatography di ITB.

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan proposal usulan penelitian dengan judul
“Pengaruh AFR pada Gasifikasi Arang Batok Kelapa dengan Gasifier tipe “Updraft”.
Proposal usulan penelitian ini dibuat sebagai salah satu syarat guna menempuh Tugas
Akhir di Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Nasional Bandung. Dalam
penyusunan proposal usulan penelitian ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya atas do’a, bimbingan dan bantuan yang telah diberikan. Ucapan
terimaksih akan penulis sampaikan kepada:

1. Bapak S.Juhanda, Ir., M.Eng, selaku Koordinator Penelitian Jurusan Teknik


Kimia Institut Teknologi Nasional Bandung yang telah banyak memberikan
wawasan, pengarahan dan dukungan kepada penulis.
2. Ibu Dr. Dyah Setyo Pertiwi, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberikan wawasan, pengarahan, dan dukungan kepada penulis.
3. Bapak Yuono, S.T., M.T., selaku dosen co-pembimbing yang telah banyak
memberikan wawasan, pengarahan, dan dukungan kepada penulis.

Sekilas tentang proposal ini berisi tentang usulan penelitian gasifikasi terhadap biomassa
untuk menghasilkan producer gases. Kami menyadari bahwa proposal usulan penelitian
ini masih jauh dari kesempurnaan dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang
terdapat di dalamnya. Semoga proposal usulan penelitian ini dapat memberikan
manfaat bagi semua pihak yang membacanya

Bandung, November 2018

Penulis

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang....................................................................................................... 6


1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................................... 6
1.3 Ruang Lingkup ...................................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biomassa................................................................................................................ 7
2.1.1 Produk dari biomassa ............................................................................ 8
2.1.2 Biomassa Sebagai Umpan Gasifikasi ................................................... 8
2.1.3 Arang Batok Kelapa .............................................................................. 9
2.2 Analisa Kandungan Biomassa ............................................................................... 10
2.2.1 Analisis Ultimat .................................................................................... 10
2.2.2 Analisis Proksimat ................................................................................ 10
2.3 Konversi Termokimia ............................................................................................ 11
2.3.1 Pembakaran ........................................................................................... 11
2.3.2 Pirolisis ................................................................................................. 11
2.3.3 Liquifikasi ............................................................................................. 12
2.3.4 Torefaksi ............................................................................................... 12
2.3.5 Gasifikasi .............................................................................................. 13
2.4 Hasil Gasifikasi ..................................................................................................... 14
2.4.1 Producer gases ...................................................................................... 14
2.4.2 Syngas ................................................................................................... 15
2.4.3 Tar ......................................................................................................... 15
2.5 Konversi Energi dan Tahap – Tahap dalam Gasifikasi ......................................... 16
2.5.1 Tahap Pengeringan .......................................................................... 16
v
2.5.2 Tahap Pirolisis ................................................................................. 17
2.5.3 Tahap Oksidasi...................................................................................... 17
2.5.4 Tahap Reduksi ...................................................................................... 18
2.5.5 Tahap Gasifikasi ................................................................................... 19
2.6 Reaktor Gasifikasi ................................................................................................. 20
2.6.1 Berdasarkan Mode fluidisasi ........................................................... 20
2.6.2 Berdasarkan gasifying agent yang diperlukan ................................. 20
2.6.3 Berdasarkan Arah Aliran ................................................................. 20
2.7 Air to Fuel Ratio .................................................................................................... 26
2.8 Equivalence Ratio .................................................................................................. 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Tahap Penelitian ..................................................................................................... 29
3.2 Skema Alat Gasifikasi ............................................................................................ 30
3.3 Alat dan Bahan ....................................................................................................... 31
3.4 Prosedure Percobaan............................................................................................... 31
3.5 Variasi Percobaan ................................................................................................... 33

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini kebutuhan bahan bakar untuk energi di Indonesia tiap tahunnya tercatat semakin
meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan industri. Di sisi lain,
cadangan minyak nasional semakin lama semakin menurun. Untuk mengatasi krisis energi
yang terjadi diperlukan suatu usaha untuk mencari sumber-sumber energi alternatif baru
yang lebih murah, berlimpah dan dapat diperbaharui. Energi alternatif yang saat ini banyak
dikembangkan adalah biomassa.

Potensi biomassa di Indonesia sangatlah besar. salah satu yang palaing menonjol adalah
tempurung kelapa. Berdasarkan data departemen pertanian, indonesia menempati posisi
pertama pada penghasil kelapa di dunia dengan 31,2% dari total luas area kelapa dunia. Dari
total tersebut juga ikut menghasilkan limbah batok kelapa sebesar 1,1 juta ton. Salah satu
pemanfaatan batok kelapa adalah dijadikan sebagai bahan bakar arang

Dilansir dari Journal of Tropical forest science tahun 2013, pemanfaatan arang batok kelapa
memiliki beberapa keuntungan diantaranya arang batok kelapa mengandung 15,25 % karbon
yang lebih besar dibanding sebelum pengarangan serta tidak memiliki nilai moisture pada
kandungan proksimatnya. Dengan mengetahui komposisi dan kandungan kimia yang terdapat
di dalam arang batok kelapa, bahan tersebut dapat dijadikan sumber energi alternatif melalui
proses gasifikasi.

Gasifikasi merupakan proses konversi bahan bakar padat atau cair menjadi bahan bakar gas
dengan metode termokimia. Tidak seperti pada pembakaran, dimana oksidasi terjadi secara
sempurna dalam satu tahap, gasifikasi mengkonversi energi kimia dari karbon dalam
biomassa menjadi gas yang mudah terbakar dalam dua tahap yaitu pirolisis dan reduksi. Gas
yang dihasilkan tersebut dapat lebih mudah dimanfaatkan dibanding dengan biomassa aslinya

1
(McKendry, 2002). Proses gasifikasi menjadi salah satu alternatif untuk menggantikan energi
konvensional yang semakin lama semakin menipis.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan berdasarkan rumusan masalah, diantaranya:


1. Bagaimana pengaruh dari AFR (air to fuel ratio) pada proses gasifikasi arang
batok kelapa dengan updraft gasifier terhadap komposisi producer gaseses
2. Bagaimana hasil analisis potensi pemanfaatan producer gases sebagai bahan bakar
maupun syngas

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah :


1. Menentukan pengaruh dari AFR (air to fuel ratio) pada proses gasifikasi arang
batok kelapa dengan updraft gasifier terhadap komposisi producer gases,
2. Menganalisis potensi pemanfaatan producer gases sebagai bahan bakar
maupun syngas.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Institut Teknologi Nasional Bandung dengan menggunakan


gasifier dengan tipe updraft dengan agen udara dihembuskan oleh blower. Pada
penelitian ini biomassa yang digunakan adalah arang batok kelapa. Dimulai dengan
melakukan pengujian terhadap properti arang batok kelapa dengan analisis proksimat
dan ultimat di laboratorium PUSLITBANG tekMIRA untuk mengetahui komposisi dari
arang batok kelapa yang digunakan. Penelitian dilakukan dengan kalibrasi termokopel,
kalibarasi putaran hopper dan laju udara sebesar 1,57 L/s. Kemudian dilanjutkan
dengan proses gasifikasi arang batok kelapa yang diumpankan sesuai dengan AFR
aktualnya.

Proses gasifikasi dilakukan hingga mencapai keadaan tunak. Gasifikasi dilakukan


dengan variasi AFR (Air to Fuel Ratio) yaitu 20%, 40%, 60%, 80% dan 110% dari
AFR teoritis. Data yang diambil adalah suhu tiap zona pada gasifier, laju alir producer

2
gases dan sampel producer gases. Sampel producer gases dianalisis menggunakan
metode Gas Chromatography di Laboratorium Teknik Kimia ITB, Bandung.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biomassa

Biomassa merupakan bahan yang dapat diperoleh dari tanaman baik secara langsung
maupun tidak langsung dan dimanfaatkan sebagai energi. Biomassa merupakan
sumber daya alam terbaharui dan energi yang diperoleh dari biomassa disebut energi
terbarukan. Biomassa merupakan sumber energi terbarukan mendorong
penggunaannya menuju ke skala yang lebih besar lagi sehingga manusia tidak hanya
bergantung pada energi fosil.

3
Setiap tahun, biomassa dalam jumlah yang sangat besar tumbuh melalui proses
fotosintesis dengan menyerap CO2 dari atmosfer. Ketika biomassa terbakar, energi
akan terlepas, umumnya dalam bentuk panas, karbon pada biomassa bereaksi dengan
oksigen di udara sehingga membentuk karbondioksida. Apabila dibakar sempurna,
jumlah karbondioksida yang dihasilkan akan sama dengan jumlah yang diserap dari
udara ketika tanaman tersebut tumbuh. Pada alam bebas, biomassa yang dibiarkan
begitu saja akan terurai dengan waktu yang lama. Dengan dibakarnya biomassa, maka
biomassa akan terurai dengan cepat sehingga energi yang tersimpan dapat
dimanfaatkan. Maka dari itu biomassa sering disebut bahan bakar “Carbonneutral”
karena sifatnya tersebut.

Dari sekian banyak jumlah biomassa, hanya sebesar 5% (13,5 miliar metrik ton)
biomassa yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi. Jumlah ini masih
cukup besar untuk menyediakan sebesar 26% untuk konsumsi energi di dunia atau
setara dengan 6 miliar ton minyak (Basu,2010).

Biomassa memiliki cakupan yang cukup luas, mulai dari rumput kecil hingga
pohon yang sangat besar dari serangga yang kecil hingga kotoran hewan dan
biomassa tersebut dapat menghasilkan produk yang diinginkan. Keberadaan
biomassa di Indonesia sangatlah berlimpah, salah satu bahan biomassa yang sering
dimanfaatkan ialah batok kelapa, sekam padi, tongkol jagung
2.1.1 .Produk dari Biomassa

Ada tiga tipe bahan bakar yang dihasilkan oleh biomassa dan dipergunakan
untuk berbagai macam kebutuhan, antara lain :
1. Cairan berupa : etanol, biodiesel dan metanol
2. Gas berupa : biogas (CH4,CO2), producer gases (CO, H2, CH4,CO2),
syngas (CO, H2)
3. Padat berupa : arang

Dari berbagai macam bahan bakar yang bisa didapatkan, pemanfaatan utama
dari produk konversi biomassa menjadi bahan bakar dimanfaatkan untuk
keperluan pada berbagai macam industri, diantaranya :
a. Industri kimia, untuk produksi metanol, pupuk dan serat sintetis.

4
b. Industri energi, untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik, serta
sumber panas.
c. Bahan bakar transportasi, untuk produksi bensin dan diesel

Penggunaan etanol dan biodiesel sebagai bahan bakar kendaraan transportasi


dapat mengurangi emisi gas CO2. Oleh karena itu biomassa bukan hanya
energi terbarukan tapi juga bersih atau ramah lingkungan, dan dapat digunakan
sebagai sumber energi secara global.

Di dalam konversi biomassa secara biokimiawi, molekul-molekul biomassa di


pecah menjadi molekul-molekul yang lebih kecil oleh bakteri atau enzim.
Proses ini lebih lambat dibandingkan konversi termokimia, tetapi tidak
dibutuhkan energi eksternal yang cukup banyak (Basu, 2010).

2.1.2 Biomassa Sebagai Umpan Gasifikasi

Dengan unsur utama karbon, hidrogen dan oksigen. hampir semua jenis
biomassa dapat dipakai sebagai umpan gasifikasi. Tetapi agar prosesnya
berjalan lancar, ada persyaratan teknis yang perlu diperhatikan:
a. Kadar air biomassa tidak lebih dari 30%.
b. Bentuk partikel mendekati bulat atau kubus, bukan panjang atau pipih.
c. Ukuran partikel antara 0,5 - 5,0 cm.
d. Tidak banyak mengandung zat-zat anorganik.
e. Rapat massanya di atas 400 kg/m2.

Untuk memenuhi persyaratan tersebut di atas, kadang-kadang diperlukan


pengolahan awal seperti: pengeringan. pemotongan atau pemampatan. Di
samping itu biomassa harus tersedia dalam jumlah yang cukup secara
kontinyu, nilai ekonomisnya rendah atau tidak ada manfaat lainnva (Susanto,
2015).

2.1.3 Arang Batok Kelapa

Saat ini proses pemanfaatan buah kelapa di Indonesia ini baru sebatas
5
daging buahnya saja untuk dijadikan kopra, minyak dan santan untuk
keperluan rumah tangga. Sedangkan hasil samping lainnya seperti batok
kelapa belum begitu banyak dimanfaatkan. Pemanfaatan batok kelapa
sekarang ini baru sebatas dibakar untuk menghasilkan arang aktif. Batok
kelapa merupakan salah satu biomassa yang berpotensi untuk
menghasilkan energi.

Dari data yang didapat dari Badan Pusat Statistik didapatkan data pada
tahun 2015 hingga tahun 2017 batok kelapa yang ada di Indonesia sebagai
berikut:

Tabel 2.1 Jumlah Biomassa pada tahun 2015, 2016 dan 2017
Tahun Jumlah (ton)
2015 2.920.665
2016 2.890.735
2017 2.871.280
(Sumber: BPS 2018)

Dari data pada Tabel 2.1 dapat dilihat banyaknya produksi kelapa di
Indonesia, yang artinya akan menghasilkan juga batok kelapa yang cukup
melimpah. Hal ini menunjukkan potensi dari batok kelapa untuk
dimanfaatkan untuk dikonversi menjadi energi.

Arang Batok Kelapa adalah produk yang diperoleh dari pembakaran tidak
sempurna terhadap batok Kelapa. Perubahan atau konvesi tempurng kelapa
menjadi arang menghasilkan karbon sisa yang banyak dan peningkatan
kandungan abu namun tetap tidak sebanyak peningkatan kandungan
karbonnya. Perubahan lain yang mencolok adalah penghilangan kandungan
bahan campuran (moisture) dan bahan mudah uap (volatile). Dibandingkan
dengan komposisi akhir pada bahan alami lain seperti batang biji jagung kulit
padi dan cangkang cocoa yang berkisar antara (12% - 20% C), arang batok
kelapa memiliki kandungan karbon yang lebih banyak sehingga berpotensi
baik untuk dijadikan bahan bakar. Perubahan batok kelapa menjadi arang
meningkatkan kandungan energi termal bahan itu sendiri akibat peningkatan
kandungan karbon. Arang batok kelapa berkualitas memiliki kadar air yang

6
rendah, zat terbang dan daya ikat karbon yang tinggi sehingga bisa
menghasilkan pembakaran yang sempurna.

2.2 Analisa Kandungan Biomassa

2.2.1 Analisis Ultimat

Analisis ultimat adalah penentuan kadar karbon (C), hydrogen (H), oksigen
(O), nitrogen (N), dan sulfur (S) yang terdapat dalam biomassa. Dalam analisis
ultimat, komposisi bahan bakar hidrokarbon dinyatakan dalam komponen
dasar kecuali kelembaban M (Moisture), dan konstituen anorganik. Analisis
ultimat dasar dapat dinyatakan sebagai :

C + H +O + N + S + Abu + M = 100% (2.1)

C, H, O, N dan S pada persamaan 2.1 merupakan persentase berat dari karbon,


hidrogen, oksigen, nitrogen dan sulfur masing-masing di dalam biomassa.
Tidak semua biomassa mengandung semua komponen tesebut. Sebagai contoh
sejumlah besar biomassa tidak mengandung sulfur. Moisture atau air di dalam
bahan bakar dilambangkan dengan huruf M. Namun hidrogen atau oksigen
didalam analisis ultimat tidak termasuk hidrogen dan oksigen di dalam
Moisture (M), tetapi hanya hidrogen dan oksigen yang ada pada komponen
organik dari bahan bakar (Basu, 2010).

Analisis ultimat dapat digunakan untuk memperkirakan Heating Value dari


biomassa dengan aturan Dulong dan Petit sebagai berikut :
HHV =14600C+62000(H-O2/8) + 4050 S (2.2)
Dimana C,H,O dan S melambangkan fraksi berat dalam 1 pound komponen
utama biomassa dan HHV dinyatakan dalam Btu/lb.

Tabel 2.2 Analisis Ultimat Arang Batok Kelapa


Komponen % massa
Carbon 64,87%
Hydrogen 4,66%
Nitrogen 0,84%
7
Sulfur 0,09%
Oksigen 29,54%
Sumber: Forest Research Institute Malaysia, 2012

2.2.2 Analisis Proksimat

Analisis proksimat menentukan komposisi dari komponen lainnya yang


terkandung dalam biomassa yang bukan merupakan senyawa murni, seperti
Moisture atau air (M) ,volatile matter (VM), ash atau abu (ASH), dan fixed
carbon (FC) atau karbon tetap (Basu, 2010).
Analisis Proksimat = VM+FC+ASH+M=100% (2.3)
Persamaan 2.3 menunjukkan komponen apa saja yang dapat dianalisis dengan
analisis proksimat. Analisis proksimat dapat digunakan untuk penentuan jalur
konversi termal biomassa. Adapun analisis proksimat arang batok kelapa
sebagai berikut:

Tabel 2.3 Analisa proksimat arang batok kelapa


Komponen % massa
Senyawa Volatile 48,25%
Karbon Tetap 50,55%
Abu 1,20%
Sumber: Forest Research Institute Malaysia, 2012

2.3 Konversi Termokimia

Dalam konversi termokimia, biomassa seluruhnya akan diubah kedalam bentuk gas
yang kemudian disintesis kedalam bahan kimia yang diinginkan atau dapat juga
digunakan secara langsung. Beberapa contoh dari proses konversi termokimia
adalah:

2.3.1 Pembakaran

Pembakaran mungkin menunjukan pemanfaatan biomassa dengan cara


yang lama. Secara kimiawi pembakaran adalah reaksi eksoterm antara
oksigen dan hidrokarbon dalam biomassa. Disini, biomassa dirubah ke
dalam dua komponen stabil yang besar yaitu H2 O dan CO2.
8
Panas reaksi yang dilepaskan merupakan sumber energi yang dikonsumsi
manusia terbesar sebanyak lebih dari 90% energi dari biomassa. Panas
dan listrik adalah dua bentuk utama yang dihasilkan dari biomassa.
Biomassa dapat menyediakan panas untuk kebutuhan sehari-hari manusia.
Di daerah industri, pemanasan juga dihasilkan dari uap yang dihasilkan.

2.3.2 Pirolisis

Tidak seperti pembakaran, pirolisis berlangsung tanpa adanya oksigen,


kecuali jika di mana pembakaran tidak sempurna dibolehkan untuk
menyediakan energi panas yang dibutuhkan dalam proses. Pirolisis
merupakan dekomposisi panas dari biomassa menjadi gas, cairan dan
padatan. Pirolisis memiliki variasi diantaranya:
a. Pirolisis lambat
b. Pirolisis cepat

Dalam pirolisis, molekul hidrokarobon terbesar dalam biomassa dipecah


menjadi molekul hidrokarbon yang berukuran lebih kecil. Pirolisis dibagi
menjadi 2, yaitu pirolisis cepat dan pirolisis lambat. Pirolisis cepat
menghasilkan bahan bakar cair utama, yang dikenal dengan bio-oil,
pirolisis lambat menghasilkan gas dan arang padat. Pirolisis
menghasilkan produk yang bermanfaat berupa bahan bakar dalam wujud
cairan. Tidak seperti pembakaran, pirolisis tidak bersifat eksoterm
melainkan endoterm. Torefaksi juga merupakan bagian dari pirolisis.
Dalam proses ini, biomassa dipanaskan dari 230°C hingga 300°C tanpa
kontak dengan oksigen. Struktur kimia dari kayu diubah menghasilkan
karbondioksida, karbonmonoksida, air, asam asetat dan metanol.

2.3.3 Liquifikasi

Liquifikasi merupakan pencairan biomassa padat menjadi bahan bakar


cair. Liquifikasi dapat dilakukan melalui pirolisis, gasifikasi serta melalui
9
proses hidrotermal. Dalam proses lanjutan, biomassa diubah menjadi
cairan berminyak dengan mengontakan biomassa dengan air pada suhu
tinggi (300°C - 350°C) dengan tekanan (12 - 20 MPa) untuk jangka waktu
tertentu (Basu, 2010).

2.3.4 Torefaksi

Torefaksi merupakan konversi termal suatu biomassa pada temperature 230˚C


- 280˚C yang dilakukan pada tekanan atmosfer tanpa adanya udara yang
hasilnya berupa padatan. Torefaksi menghilangkan kandungan air dan zat
volatil untuk menghasilkan bahan bakar yang stabil dan bernilai kalor tinggi.
Dengan begitu pada proses torefaksi kandungan air pada biomassa akan
menjadi rendah, asap yang dihasilkan oleh biomassa menjadi sedikit, dan nilai
kalornya menjadi meningkat. Produk yang dihasilkan tergantung dari beberapa
faktor yaitu temperature dan lamanya waktu proses torefaksi, serta tipe
biomassa yang digunakan.

2.3.5 Gasifikasi

Gasifikasi merubah bahan bakar fosil atau bukan fosil menjadi gas-gas atau
bahan kimia yang dapat digunakan. Hal ini membutuhkan medium untuk
reaksi dapat berupa gas atau air superkritis. Medium berupa gas termasuk
udara, oksigen uap subkritis atau campuran darinya.

Gasifikasi yang berasal dari bahan bakar fosil lebih umum dibandingkan yang
berasal dari bahan bakar nonfosil seperti biomassa untuk menghasilkan syngas.
Gasifikasi pada dasarnya mengonversi bahan bakar dari bentuk satu ke bentuk
lainnya. Ada 3 alasan yang menjadi alasan untuk menggunakan metode
gasifikasi ini, diantaranya:

10
a. Untuk meningkatkan nilai panas dari bahan bakar dengan cara
menghilangkan molekul yang tidak mudah terbakar seperti nitrogen
dan air.
b. Untuk menghilangkan sulfur dan nitrogen setelah pembakaran, gas-gas
bahan bakar hasil gasifikasi tidak dilepaskan ke atmosfer.
c. Untuk mengurangi perbandingan karbon dan hidrogen (C/H) dalam
bahan bakar.

Pada umumnya, semakin tinggi hidrogen pada bahan bakar, maka semakin
rendah temperatur penguapan dan semakin tinggi kemungkinan bahan bakar
menjadi fasa gas. Gasifikasi atau pirolisis meningkatkan kandungan hidrogen
relatif (H/C rasio) dalam produk melalui cara berikut:
a. Langsung : Paparan langsung hidrogen pada tekanan tinggi
b. Tidak langsung : Paparan uap pada suhu tinggi dan tekanan, di mana
hidrogen, merupakan produk intermediet yang ditambahkan ke produk. Dalam
proses ini juga terdapat proses steam reforming.

Gasifikasi biomassa melibatkan penghilangan oksigen dari bahan bakar untuk


meningkatkan jumlah energinya. Contohnya, biomassa memiliki 40% hingga
60% oksigen (%berat). Oksigen dihilangkan dari biomassa baik oleh dehidrasi
atau dekarboksilasi. Proses terakhir yaitu menghilangkan oksigen melalui
CO2, meningkatkan rasio H/C dari bahan bakar, sehingga ketika dibakar akan
menghasilkan efek rumah kaca yang kecil. Gasifikasi juga menghasilkan
metana yang dapat dibakar untuk produksi energi.

2.4 Hasil Gasifikasi

Gasifikasi dapat menghasilkan gas hasil juga tar. Gas hasil gasifikasi terutama
terdiri dari gas-gas mempan bakar yaitu CO, H2, N2, CH4 dan gas-gas tidak
mempan bakar CO2. Komposisi gas ini sangat tergantung pada komposisi unsur
dalam biomassa, bentuk dan partikel biomassa, serta kondisi-kondisi proses
gasifikasi. (Susanto, 2015). Selain itu terdapat juga produk – produk samping yang
terbentuk dari gasifikasi berupa senyawa yang biasa disebut tar. Tar merupakan

11
produk samping yang tidak diinginkan dalam proses gasifikasi karena dapat
merusak alat akibat penyumbatan yang dapat mengganggu jalannya proses
gasifikasi. Namun terbentuknya tar merupakan hal yang tidak dapat dihindari
karena merupakan produk samping dari proses gasifikasi.

2.4.1 Producer gases

Hasil utama yang diinginkan dari proses gasifikasi adalah syngas yang
terdiri dari gas CO dan H2. Secara keseluruhan, hasil gasifikasi adalah
berupa gas yang biasa disebut producer gases yang mengandung syngas
dan CH4 sebagai senyawa mampu bakar, serta CO2 dan N2 sebagai gas
tak mampu bakar.

Tabel 2.4 Tabel Komposisi Gas Hasil Pada Berbagai Gasifikasi Biomassa
Persen Volume (%) Nilai
Jenis Biomassa Tipe Gasifikasi kalor
CO H2 CH4 CO2 N2
(MJ/m3)
Arang Downdraft 28-31 5-10 1-2 1-2 55-60 4.6-5.65
Kayu Downdraft 17-22 16-20 2-3 10-15 55-60 5-5.86
Batok Kelapa Downdraft 19-24 10-15 - 11-15 - 7.20
Sekam Padi Downdraft 16.1 9.6 0.95 - - 3.25
Bonggol Downdraft 18.6 16.5 6.4 - - 6.29
Jagung
Arang Updraft 30 19.7 - 3.6 46 5.98
(Sumber: Wahyudin,2012)

Dari Tabel 2.4 tersaji data komposisi dari producer gases beberapa
gasifikasi biomassa. Data tersebut diambil dari penelitian dengan
beberapa variabel yang berbeda di mana terdapat perbedaan dari hasil
komposisi producer gases nya. Tabel 2.4 dapat menunjukkan perkiraan
komposisi producer gases, dengan digunakan jenis biomassa yang
berbeda dengan variabel percobaan yang berbeda.

2.4.2 Syngas

Produk utama yang diinginkan dari proses gasifikasi adalah syngas. Syngas
merupakan campuran dari senyawa hidrogen (H2) dan karbon monoksida

12
(CO). Untuk mendapatkan syngas dari hasil producer gases perlu adanya
proses lanjutan agar hanya didapatkan H2 dan CO.

Terdapat dua cara untuk memproduksi syngas dengan metode gasifikasi, yaitu
gasifikasi dengan suhu rendah (T<1000oC) serta gasifikasi dengan suhu tinggi
(T>1200oC). Gasifikasi dengan suhu rendah biasanya memproduksi sejumlah
hidrokarbon rantai panjang sebagai produk samping selain dari karbon
monoksida dan hidrogen. Hidrokarbon rantai panjang yang dihasilkan
kemudian diproses agar dapat digunakan untuk berbagai proses lainnya. Pada
gasifikasi dengan suhu tinggi, sebagian besar biomassa akan terkonversi
menjadi hidrogen dan karbon monoksida, dimana pada umumnya akan
dilanjutkan dengan shift reaction untuk menyesuaikan rasio antara H2 dan CO
agar sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan (Basu,2010).

2.4.3 Tar

Tar merupakan salah satu kandungan yang paling merugikan dan harus
dihindari karena sifatnya yang korosif. Secara visual tar dapat kita lihat
berwarna hitam pekat dan kental Selain itu, tar memiliki bau yang tajam dan
dapat mengganggu pernapasan. Pada reaktor gasifikasi terbentuknya tar,
terjadi pada temperatur pirolisis yang kemudian terkondensasi dalam bentuk
asap, namun pada beberapa kejadian tar dapat berupa zat cair pada temperatur
yang lebih rendah (Agustini,2016). Proses pembentukan tar bergantung pada
dua faktor. Faktor-faktor tersebut adalah faktor temperatur,dan tinggi reaktor.
Semakin tinggi temperatur, produksi tar akan semakin menurun. Hal ini
dikarenakan pada temperature tinggi, tar akan mengalami proses cracking.
Proses cracking adalah proses dimana tar berubah menjadi gas seperti O2, CO,
CO2, dan H2O. Desain gasifier yang baik setidaknya menghasilkan tar tidak
lebih dari 1 g/m³ (Basu,2010). Berikut ini adalah tabel perbedaan kadar tar
pada gasifikasi biomassa.

Tabel 2.5 Konsentrasi tar pada berbagai gasifier

13
Rata-rata konsentrasi tar Presentase Tar pada Bahan Bakar
Jenis Gasifikasi
pada producer gases (mg/L) Biomassa
Downdraft <1 <2
Fluidized Bed 10 1-5
Updraft 50 10-20
Sumber: Gumanti,2012

2.5 Konversi Energi dan Tahap – Tahap dalam Gasifikasi

Gasifikasi adalah proses konversi energi dari bahan bakar yang mengandung
karbon (padat ataupun cair) menjadi gas yang disebut syngas (synthesis gas) atau
gas sintetis di mana gas tersebut memiliki nilai bakar dengan cara oksidasi parsial
pada temperatur tinggi. Gasifikasi adalah suatu proses konversi bahan bakar padat
menjadi gas mampu bakar (CO, CH4, dan H2) melalui proses pembakaran dengan
suplai udara terbatas (20% - 40% udara stoikiometri) (Guswendar, 2012). Proses
gasifikasi merupakan suatu proses kimia untuk mengubah material berkarbon
menjadi gas mampu bakar. Secara sederhana proses gasifikasi dapat dikatakan
sebagai reaksi kimia pada temperatur tinggi antara biomassa dengan udara.

Proses-proses yang terjadi dalam proses gasifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.1

14
Gambar 2.1 Tahap Gasifikasi
(sumber: Susanto, 2014)

1. Tahap Pengeringan
Akibat pengaruh panas, biomassa mengalami pengeringan pada temperatur
sekitar 100°C. Proses drying dilakukan untuk mengurangi kadar air (moisture)
yang terkandung di dalam biomassa bahkan sebisa mungkin kandungan air
tersebut hilang. Temperatur pada zona ini berkisar antara 100ºC - 300ºC. Kadar
air pada biomassa dihilangkan melalui proses konveksi karena pada reaktor
terjadi pemanasan. Semakin tinggi suhu pemanasan akan mampu mempercepat
proses difusi dari kadar air yang terkandung di dalam biomassa sehingga proses
drying akan berlangsung lebih cepat.

2. Tahap Pirolisis
Bila temperatur sudah mencapai 250°C, biomassa mulai mengalami proses
pirolisis yaitu perekahan molekul besar menjadi molekul-molekul kecil akibat
pengaruh temperatur tinggi. Proses ini berlangsung sampai temperatur 500°C.
Hasil proses pirolisis ini adalah arang, uap air, uap tar, dan syngas.
Proses pirolisis merupakan proses pembakaran tanpa melibatkan oksigen.
Produk yang dihasilkan oleh proses ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
temperatur, tekanan dan waktu. Pada zona ini biomassa mulai bereaksi dan
membentuk tar dan senyawa gas yang flammable.

Komposisi produk yang tersusun merupakan fungsi laju pemanasan selama


15
pirolisis berlangsung. Proses pirolisis dimulai pada temperatur sekitar 300°C,
ketika komponen yang tidak stabil secara termal, seperti lignin pada biomassa
dan volatile matters pada batubara akan pecah dan menguap bersamaan
dengankomponen lainnya. Produk pirolisis biasanya terdiri dari tiga jenis, yaitu
gas ringan (H2, CO, CO2, H2O, dan CH4), tar, dan arang. Secara umum reaksi
yang terjadi pada pirolisis beserta produknya adalah:
Biomass Char + Tar + Gases (CO2; CO; H2O; H2; CH4; CxHy) (2.4)

3. Tahap Oksidasi
Sebagian kecil biomassa atau hasil pirolisis dibakar dengan udara untuk
menghasilkan panas yang diperlukan oleh ketiga tahap tersebut di atas. Proses
oksidasi (pembakaran) ini dapat mencapai temperatur 1200°C, yang berguna
untuk proses perekahan tar lebih lanjut.

Proses oksidasi adalah proses yang menghasilkan panas (eksoterm) yang


memanaskan lapisan karbon. Proses ini terjadi pada temperatur yang relatif
tinggi, umumnya lebih dari 900ºC. Pada temperatur ini gasifierakan memecah
substansi tar sehingga kandungan tar yang dihasilkan lebih rendah. Adapun
reaksi kimia yang terjadi pada proses oksidasi ini adalah sebagai berikut :
C + O2 = CO2 ∆HR= + 406 (MJ/kmol) (2.5)
H2 + ½ O2 = H2O ∆HR = +242 (MJ/kmol) (2.6)

Proses ini dipengaruhi oleh distribusi oksigen pada area terjadinya oksidasi,
karena adanya oksigen inilah dapat terjadi reaksi eksoterm yang akan
menghasilkan panas yang dibutuhkan dalam keseluruhan proses gasifikasi ini.
Distribusi oksigen yang merata akan menyempurnakan proses oksidasi
sehingga dihasilkan temperatur maksimal.

Pada zona ini, sekitar 20% arang bersama zat volatile akan mengalami oksidasi
menjadi CO2 dan H2O dengan memanfaatkan oksigen terbatas yang
disuplaikan ke dalam reaktor (hanya 20% dari keseluruhan udara yang
digunakan dalam pembakaran dalam reaktor). Sisa 80% dari arang turun ke
bawah membentuk lapisan reductiondi mana di bagian ini hampir seluruh karbon
akan digunakan dan abu yang terbentuk akan menuju tempat penampungan abu.

16
Pada temperatur di atas 600°C arang bereaksi dengan uap air dan karbon
dioksida. Untuk menghasilkan hidrogen dan karbon monoksida sebagai
komponen utama gas hasil.

4. Tahap Reduksi
Pada temperatur di atas 600°C arang bereaksi dengan uap air dan karbon
dioksida. Untuk menghasilkan hidrogen dan karbon monoksida sebagai
komponen utama gas hasil. Proses reduksi adalah reaksi penyerapan panas
(endoterm), yang mana temperatur keluar dari gas yang dihasilkan harus
diperhatikan. Pada proses ini terjadi beberapa reaksi kimia. Di antaranya adalah
Bourdouar reaction, steam-carbon reaction, water-gas shift reaction, dan CO
methanation yang merupakanproses penting terbentuknya senyawa – senyawa
yang berguna untuk menghasilkan flammable gas, seperti hidrogen dan karbon
monoksida. Proses ini terjadi pada kisaran temperatur 400 - 900º C. Berikut
adalah reaksi kimia yang terjadi pada zona tersebut :
a. Bourdouar reaction merupakan reaksi antara karbondioksida yang
terdapat di dalam gasifier dengan arang untuk menghasilkan CO. Reaksi
yang terjadi pada boudouard reaction adalah:
C + CO2 = 2 CO ∆HR = – 172 (MJ/kmol) (2.7)
b. Steam-carbon reaction merupakan reaksi yang melibatkan karbon
dengan uap air. Reaksi yang terjadi adalah:
C + H2O = CO + H2 ∆HR= – 131 (MJ/kmol) (2.8)
c. Water-gas shift reaction merupakan reaksi oksidasi parsial karbon oleh
kukus yang dapat berasal dari bahan bakar padat itu sendiri (hasil
pirolisis) maupun dari sumber yang berbeda, seperti uap air yang
dicampur dengan udara dan uap yang diproduksi dari penguapan air.
Reaksi yang terjadi pada water-gas shift reaction adalah:
CO + H2O = CO2 + H2 ∆HR= + 41 (MJ/kmol) (2.9)
d. Metanasi CO merupakan reaksi pembentukan gas metan. Reaksi yang
terjadi pada methanation adalah:
CO + 3 H2 = CH4 + H2O ∆HR = – 206 (MJ/kmol) (2.10)

Dapat dikatakan bahwa pada proses reduksi ini gas yang dapat terbakar seperti

17
senyawa CO, H2 dan CH4 mulai terbentuk. Sehingga pada bagian ini disebut
sebagai producer gases.Tahap-tahap proses diatas dilaksanakan dalam satu alat
yang disebut gasifier atau reaktor gasifikasi (Findi, 2016).

Komposisi dari gas hasil gasifikasi (producer gases) dapat diperkirakan dengan
simulasi atau pemodelan atas dasar neraca massa, neraca energi dan
termodinamika dari reaksi kesetimbangan. Contoh model tersebut antara lain:
a. Model Schlapfer, di mana reaksi kesetimbangan yang digunakan adalah
reaksi water- gas shift reaction
b. Model Gumz, di mana reaksi kesetimbangan yang digunakan adalah
berdasarkan reaksi Boudouard, steam carbon reaction, dan metanasi
c. Model lain yang melibatkan dua atau tiga reaksi kesetimbangan
kesetimbangan berdasarkan keperluan atau asumsi penyusun model.

(Sumber :Susanto,.2015)

2.6 Reaktor Gasifikasi

Terdapat berbagai macam tipe gasifier dan beberapanya dapat dibedakan


berdasarkan :

2.6.1 Karakteristik fluidisasi

Berdasarkan mode fluidisasinya, jenis gasifier dapat dibedakan menjadi 3


jenis,yaitu gasifikasi unggun tetap (fixed bed gasification), gasifikasi unggun
bergerak (moving bed gasification), gasifikasi unggun terfluidisasi (fluidized
bed gasification), dan entrained bed.

2.6.2 Gas yang digunakan untuk proses gasifikasi

Berdasarkan gasifying agent yang diperlukan, terdapat gasifikasi udara dan


gasifikasi oksigen/uap. Gasifikasi udara adalah metode di mana gas yang
digunakan untuk proses gasifikasi adalah udara. Sedangkan pada gasifikasi
uap, gas yang digunakan pada proses yang terjadi adalah uap.(Findi, 2016)
2.6.3 Arah Aliran

18
Berdasarkan arah aliran, gasifier dapat dibedakan menjadi gasifikasi aliran
searah (downdraft gasification), gasifikasi aliran berlawanan (updraft
gasification) dan gasifikasi aliran menyilang (crossdraft gasification)
(Findi,2016).

2.6.3.1 Gasifikasi Updraft


Gasifikasi updraft merupakan gasifikasi yang umum digunakan secara luas.
Ciri khas dari reaktor gasifikasi ini adalah aliran udara dari blower masuk
melalui bagian bawah grate reaktor sedangkan aliran bahan bakar masuk
melalui dari bagian atas reaktor sehingga arah aliran udara dan bahan bakar
memiliki prinsip yang berlawanan (counter current).

Produksi gas dikeluarkan melalui bagian atas dari reaktor sedangkan abu
pembakaran jatuh ke bagian bawah gasifier karena pengaruh gaya gravitasi
dan berat jenis abu. Di dalam reaktor, terjadi zonafikasi area pembakaran
berdasarkan pada distribusi temperatur reaktor gasifikasi. Zona pembakaran
terjadi di dekat grate yang dilanjutkan dengan zona reduksi yang akan
menghasilkan gas dengan temperatur yang tinggi. Gas hasil reaksi tersebut
akan bergerak menuju bagian atas dari reaktor yang memiliki temperatur
lebih rendah dan gas tersebut akan kontak dengan bahan bakar yang
bergerak turun sehingga terjadi proses pirolisis dan pertukaran panas antara
gas dengan temperatur tinggi terhadap bahan bakar yang memiliki
temperatur lebih rendah. Panas sensibel yang diberikan gas digunakan
bahan bakar untuk pemanasan awal dan pengeringan bahan bakar. Kedua
proses tersebut yaitu proses pirolisis dan proses pengeringan terjadi pada
bagian teratas pada reaktor gasifikasi.

Dalam updraft gasifier, bahan bakar diumpankan dari atas dan gas produk
meninggalkan dari atas juga. Bahan gasifikasi (air, oksigen, steam, atau
campuran ketiganya) sedikit dipanaskan dan memasuki gasifier melalui
grate di bagian bawah. Gas kemudian naik melalui hamparan bahan bakar
atau ash di ruang gasifier (Basu, 2010).

19
Gambar 2.2 Tahap gasifikasi dalam updraft gasifier
(sumber: Basu, 2010)

Terdapat banyak kelebihan dari reaktor gasifikasi updraft yaitu mekanisme


kerja yang dimiliki oleh reaktor tipe ini jauh lebih sederhana dibandingkan
dengan tipe yang lain. Dengan mekanisme kerja yang lebih sederhana
tersebut, menyebabkan tingkat toleransi reaktor terhadap tingkat kekerasan
bahan bakar lebih baik. Selain itu jenis reaktor ini memiliki kemampuan
untuk mengolah bahan bakar kualitas rendah dengan temperatur gas
keluaran yang relatif rendah dan memiliki efisiensi yang tinggi akibat dari
panas gas yang keluar reaktor memiliki temperatur yang relatif rendah.

Reaktor ini menghasilkan pembakaran yang sangat bersih, lebih mudah


dioperasikan, arang yang dihasilkan lebih sedikit, memiliki efisiensi panas
yang baik dan memiliki penurunan tekanan yang kecil. Namun kelemahan
dari reaktor gasifikasi updraft adalah tingkat kadar tar dalam producer
gases hasil reaksi yang relatif cukup tinggi sehingga mempengaruhi kualitas
dari producer gases yang dihasilkan.

20
2.6.3.2 Gasifikasi Downdraft
Sistem gasifikasi downdraft memiliki sistem yang hampir sama dengan
sistem gasifikasi updraft yaitu dengan memanfaatkan sistem oksidasi
tertutup untuk memperoleh temperatur tinggi. Bahan bakar dalam reaktor
gasifikasi downdraft dimasukkan dari atas reaktor dan udara dari blower
dihembuskan dari samping menuju ke zona oksidasi sedangkan producer
gases hasil pembakaran keluar melalui burner yang terletak di bawah
ruangan bahan bakar sehingga saat awal gas akan mengalir ke atas dan saat
volume gas makin meningkat maka producer gases mencari jalan keluar
melalui daerah dengan tekanan yang lebih rendah. Sistem tersebut memiliki
maksud agar producer gases yang terbentuk akan tersaring kembali oleh
bahan bakar dan melalui zona pirolisis sehingga tingkat kandungan tar
dalam gas dapat dikurangi. Untuk menghindari penyumbatan gas di dalam
reaktor, maka digunakan blower hisap untuk menarik producer gases dan
mengalirkannya ke arah burner.

Gambar 2.3 Tahap gasifikasi dalam downdraft gasifier


(sumber: Basu, 2010)

Pada tipe ini sumber panas terletak di bawah bahan bakar seperti dalam
Gambar 2.8. Dalam gambar terlihat aliran udara bergerak ke zona gasifikasi
di bagian bawah yang menyebabkan asap pirolisis yang dihasilkan melewati
zona gasifikasi yang panas. Hal ini membuat tar yang terkandung dalam
asap terbakar, sehingga producer gases yang dihasilkan oleh reaktor ini

21
lebih bersih. Keuntungan reaktor tipe ini adalah reaktor ini dapat digunakan
untuk operasi gasifikasi yang berkesinambungan dengan menambah bahan
bakar melalui bagian atas reaktor. Namun untuk operasi yang
berkesinambungan dibutuhkan sistem pengeluaran abu yang baik agar
bahan bakar bisa terus ditambahkan ke dalam reaktor.

2.6.3.3 Gasifikasi Crossdraft


Pada crossdraft gasifier, udara dihembuskan ke dalam ruang bakar dari
lubang arah samping yang saling berhadapan dengan lubang pengambilan
gas sehingga pembakaran dapat terkonsentrasi pada satu bagian saja dan
berlangsung dengan lebih banyak dalam suatu satuan waktu tertentu. Pada
gasifikasi crossdraft arah aliran gas dijaga mengalir mendatar dengan aliran
padatan ke bawah.

Gasifikasi tipe crossdraft lebih menguntungkan dari pada updraft dan


downdraft gasifier. Keuntungannya diantaranya suhu gas keluaran yang
tinggi, reduksi CO2 yang rendah dan kecepatan gas yang tinggi yang
dikarenakan desainnya. Tidak seperti downdraft dan updraft gasifier,
tempat penyimpanan, pembakaran dan zona reduksi pada crossdraft gasifier
terpisah. Untuk desain bahan bakar yang terbatas untuk pengoperasian
rendah abu bahan bakar seperti kayu, batu bara, limbah pertanian.

Kemampuan pengoperasiannya sangat baik, menyebabkan konsentrasi


sebagian zona beroperasi diatas suhu 200oC. Waktu mulai (start up) 5-10
menit jauh lebih cepat daripada downdraft dan updraft gasifier. Pada
crossdraft dapat menghasilkan temperatur yang relatif tinggi, komposisi gas
yang dihasilkan kurang baik seperti tingginya gas CO dan rendahnya gas
hidrogen serta gas metana.

22
Gambar 2.4 Tahap gasifikasi dalam crossdraft gasifier
(sumber: Susanto, dkk., 2015)

Setiap alat gasifikasi memiliki karakteristik tersendiri yang membedakan suatu


sistem gasifikasi dengan gasifikasi yang lain. Hasil reaksi dan producer gases yang
dihasilkan dari reaksi gasifikasi tersebut dipengaruhi oleh karakteristik masing-
masing alat gasifikasi tersebut. Berikut beberapa contoh tabel yang
memperlihatkan sistem operasi dari alat gasifikasi tersebut.

Tabel 2.6 Kandungan Tar dan Partikulat Pada Beberapa Tipe Gasifier
Tipe Gasifier Tar (mg/Nm3) Partikulat (mg/Nm3)
Updraft 10.000-100.000 100-1.000
Downdraft 50-500 100-8.000
Fluidized Bed 2.000-10.000 100-8.000
Entrained Bed 8.000-30.000 30.000-100.000
(Suharto,2013)

Tabel 2.7 Perbandingan Karakteristik Alat Gasifikasi


Parameter Fixed/Moving Bed Fluidized Bed Entrained Bed
Ukuran umpan <51 mm <6 mm <0,15 mm
Toleransi kehalusan
Terbatas Baik Sangat baik
partikel
Toleransi kekasaran
Sangat baik Baik Buruk
partikel
Batubara kualitas Segala jenis batubara,
Toleransi jenis Batubara kualitas
rendah dan tetapi tidak cocok untuk
umpan rendah
biomassa biomassa
Kebutuhan oksidan Rendah Menengah Tinggi

23
Parameter Fixed/Moving Bed Fluidized Bed Entrained Bed
Kebutuhan kukus Tinggi Menengah Rendah
Temperatur reaksi 1090oC 800-1000oC >1990oC
Temperatur gas
450-600oC 800-1000oC >1260oC
keluaran
Produksi abu Kering Kering Terak
Efisiensi gas dingin 80% 89,2% 80%
Kapasitas
Kecil Menengah Besar
penggunaan
Permasalahan Produksi tar Konversi karbon Pendinginan gas produk
(Habib,2008)

2.7 Air to Fuel Ratio

Air to fuel ratio (AFR) merupakan perbandingan antara laju massa udara dengan laju
massa bahan bakar yang digunakan. AFR mempengaruhi proses dari suatu konversi
termal suatu biomassa. Dimana semakin besar nilai AFR maka hasil konversi termal
suatu biomassa semakin kecil.

Dalam proses pembakaran bahan bakar hidrokarbon, karbon© akan terbakar menjadi
karbon dioksida (CO2) dan H akan menjadi air (H2O). Maka perbandingan dari berat
minimum udara terhadap berat bahan bakar disebut dengan air to fuel teoritis atau AFR
teoritis dimana dengan berat udara tersebut akan terjadi pembakaran sempurna dan gas
yang dihasilkan tidak mampu bakar.

Dalam proses pirolisis AFR tidak digunakan sebab pada proses pirolisis minim adanya
udara yang masuk. Oleh karena minimnya udara yang masuk maka tidak ada laju massa
udara yang diperhitungkan sehingga nilai AFR pada proses pirolisis sama dengan nol.

Sementara pada proses gasifikasi bahan bakar hidrokarbon, karbon (C) akan terbakar
menjadi karbon monoksida (CO) dan H akan menjadi hydrogen (H2) dimana hasil yang
diinginkan adalah gas yang mampu bakar. Hal tersebut adalah proses pembakaran tidak
sempurna dimana berat udara yang digunakan terbatas. Jika pada proses pembakaran
sempurna dibutuhkan minimal berat udara pada AFR teoritis maka pada proses
gasifikasi berat udara dibutuhkan harus lebih kecil dari AFR teoritis. Apabila
penggunaan oksigen berlebih maka proses yang terjadi adalah pembakaran bukan
24
gasifikasi. Nilai AFR pada proses gasifikasi dibatasi sampai dengan 25% dari AFR
teoritis (Basu,2010).

𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛𝑘𝑎𝑛


𝐴𝐹𝑅 = 𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛𝑘𝑎𝑛 (2.11)

Pada proses gasifikasi ,nilai AFR mempengaruhi hasil dari konversi termal suatu
biomassa. Dimana semakin besar nilai AFR maka semakin besar temperature di zona
gasifier dan laju producer gases. Besarnya temperature di zona gasifier dan tingginya
laju producer gases ini yang akan mempengaruhi hasil dari konversi termal suatu
biomassa tersebut.

Nilai AFR dapat ditentukan dengan cara :

A 2,66𝐶+7,94𝐻2 + 0,998𝑆−𝑂2
( F )th,m,d = (2.12)
0,232

(Culp,1996)

2.8 Equivalence Ratio

Equivalence Ratio (ER) merupakan salah satu parameter penting untuk mendesign
sebuah gasifier. ER menyatakan perbandingan antara AFR aktual dengan AFR secara
stoikiometri. Nilai ER berpengaruh terhadap hasil proses gasifikasi. Pada proses
gasifikasi dengan gasifier downdraft memiliki %yield terbaik pada ER sebesar 0,25.
Nilai ER 0,25 ini menyatakan bahwa 25% carbon pada biomassa bereaksi pada proses
gasifikasi dan 75% carbon pada biomassa diharapkan masih ada atau tidak bereaksi
sehingga dihasilkan producer gases yang kaya akan carbon sehingga producer gases
tersebut flammable (Basu,2010).

Nilai ER dapat dinyatakan dengan :

𝐴𝐹𝑅 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
𝐸𝑅 (< 1,0) = 𝐴𝐹𝑅 𝑠𝑡𝑜𝑖𝑘𝑖𝑜𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖 (2.13)

(Basu,2010)

25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Institut Teknologi Nasional, Bandung gasifier yang digunakan
adalah gasifier tipe updraft dengan medium gasifikasi berupa udara. Pada penelitian ini
biomassa yang digunakan adalah arang batok kelapa. Dimulai dengan melakukan
pengujian terhadap arang batok kelapa dengan analisis proksimat dan ultimat di
laboratorium PUSLITBANG tekMIRA untuk mengetahui komposisi dari arang batok
kelapa yang digunakan. Penelitian diawali dengan kalibrasi laju alir udara blower.
Kemudian dilanjutkan dengan proses gasifikasi arang batok kelapa dengan variasi
percobaan yaitu AFR 15%, 20%, 25%, 30% dan 110%.

Proses gasifikasi dilakukan hingga gas hasil gasifikasi sudah tunak. Data yang diambil
pada penelitian ini adalah suhu pada tiap zona gasifier dan sampel dari gas hasil gasifikasi
yang sudah dalam keadaan tunak. Gas hasil gasifikasi akan dianalisis menggunakan
metode GC (gas chromatography) di Laboratorium Metodika Perancangan dan
Pengendalian Proses, Institut Teknologi Bandung (ITB).

26
3.2 Skema Alat Gasifikasi
Susunan alat percobaan gasifikasi batok kelapa sawit disajikan dalam Gambar 3.1

Keterangan Alat :
a. Hopper
b. Pengaduk
c. Kondensor
d. Gasifier
e. Termoreader
f. Blower
g. Manometer
h. Bak penampung
i. Pompa
j. Sampling
k. Burner

Gambar 3.1 Skema Percobaan Gasifikasi dengan Updraft Gasifier

27
3.3 Alat dan Bahan
Alat dan bahan pada penenilitian ini di lampirkan pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2

Tabel 3.1 Alat percobaan gasifikasi arang batok kelapa

No Nama Alat Spesifikasi


1 1 set alat gasifier Updraft gasifier
2 Kondensor 15 L/menit
3 Manometer Pipa U
4 Blower 250 watt
5 Termokopel Tipe-K
6 Pompa 125 watt
7 Vacutainer 6 mL
8 Alat suntik + jarum 1,25in
9 Gas torch 200mL

Tabel 3.2 Bahan percobaan gasifikasi arang batok kelapa

No Nama Bahan Jumlah


1 Arang batok kelapa ± 30 Kg
2 Arang ±1 Kg
3 Air 120 L

3.4 Prosedur Percobaan

Proses gasifikasi yang akan dilakukan pada penelitian ini memiliki 4 tahap diantaraya
tahap persiapan, tahap penelitian, tahap pengambilan data dan tahap akhir penelitian.
Berikut ini detail setiap tahapan prosedur percobaan dari proses gasifikasi arang
batok kelapa menggunakan updraft gasifier dengan udara sebagai medium gasifikasi.

3.4.1 Tahap Persiapan (Start Up)

1. Kalibrasi laju alir udara blower, kemudian menentukan laju alir udara yang
dimasukkan kedalam reaktor dengan melihat nilai Δh pada manometer.
2. Alat gasifikasi dirangkai, meliputi pendingin (kondensor), blower,
manometer dan termokopel.
i
3. Arang batok Kelapa ditimbang 4.898,46; 4.173,85; 3.739,08; 3.449,23; dan
2.395,24 gram untuk AFR 15%, 20%, 25%, 30% dan 110% .
4. Arang tersebut dibakar hingga menjadi bara, kemudian dimasukkan ke dalam
gasifier hingga suhu reaktor mencapai ±800°C

3.4.2 Tahap Penelitian

1. Gasifikasi

a. Aliran pendingin dinyalakan.

b. Laju alir udara diatur dengan mengatur ball valve pada aliran udara masuk
sampai

∆h pada manometer pipa U sebesar 0,5 cm atau setara dengan debit udara 1,57
L/s.

c. Temperatur tiap zona reaktor dan producer gases diukur menggunakan


thermoreader

dan dicatat.

d. Biomassa (Arang batok kelapa) dimasukkan ke dalam gasifier melalui feeder


secara periodik kemudian waktu gasifikasi dicatat, dimulai pada saat umpan
mulai dimasukkan.
e. Proses sampling dilakukan pada saat producer gases sudah mulai terbentuk
yang ditandai dengan nyala api steady yang dipantik oleh gas torch.
f. Proses gasifikasi dilakukan hingga didapatkan kondisi steady selama 1-2
menit yang ditandai dengan nyala api yang steady, kemudian dilakukan
sampling producer gases dan proses gasifikasi dihentikan pada saat sudah
tidak terdapat producer gases yang keluar atau tidak ada nyala api yang
steady lagi.
g. Blower dimatikan, reaktor dibiarkan mengalami pendinginan hingga suhu
reaktor turun sampai 150°C. Kemudian bagian feeder dan grate pada reaktor
dibuka untuk mengeluarkan sisa arang dan biomassa (arang batok kelapa).

ii
h. Reaktor dibersihkan untuk mengeluarkan sisa-sisa biomassa dan kotoran yang
masih menempel di dalam reaktor terutama pada dinding reaktor dan saluran
keluaran reaktor menuju kondensor.
2. Pengambilan Sampel (Sampling)

a. Vacutainer ukuran 6 mL dihubungkan dengan dua jarum dan dua selang. Satu
jarum dan selang dihubungkan kedalam reaktor melalui karet silikon yang
terdapat pada aliran gas keluar reaktor. Sedangkan, jarum dan selang yang
lain dihubungkan dengan alat suntik yang digunakan untuk mengambil
sampel gas dari keluaran reaktor.
b. Pengambilan sampel dilakukan ketika nyala api steady sekitar 1-2 menit dari
terbentuknya nyala api steady.
c. Proses pengambilan sampel dihentikan ketika nyala api sudah tidak steady.

d. Jarum pada vacutainer dilepas kemudian tabung dimasukkan kedalam plastik


vakum untuk kemudian dianalisa

3.4.3 Tahap pengambilan Data

1. Temperatur tiap zona gasifikasi serta temperatur masuk kondensor yang


terbaca di thermoreader dibaca dan dicatat. Data diambil setiap 1 menit sekali.

2. Sampel producer gases diambil dengan Vacctainer.

3.4.4 Tahap Akhir Penelitian

1. Suplai udara ke dalam gasifier dihentikan.

2. Bara yang masih menyala didalam reaktor dimatikan dengan cara disiram
dengan sedikit air.
3. Dilakukan pengambilan tar yang ada di penampung.

4. Alat gasifikasi dan alat pengambil sampel yang telah digunakan dibersihkan
dan dirapikan kembali.

iii
3.5 Variasi Percobaan

Tabel 3.3 Variasi percobaan gasifikasi


Feed Biomass Feed Air
AFRth %AFR AFRact
(g/menit) (g/s)
act
15 1,1505 96,62 1,57
20 1,5340 72,46 1,57
7,67 25 1,9175 57,97 1,57
30 2,3010 48,31 1,57
110 8,4370 13,17 1,57

Proses gasifikasi dilakukan dengan melakukan variasi AFR (air to fuel ratio) dengan
rentang nilai yang telah disajikan pada Tabel 3.3. Variabel berubah yang digunakan
adalah AFR dengan variabel tetap yang digunakan adalah laju alir udara yang masuk
ke dalam reaktor. Variasi AFR dipilih untuk mempermudah identifikasi pengaruh
AFR terhadap komposisi producer gases. Hal ini disebabkan oleh, pemasukan
biomassa lebih mudah dikendalikan untuk meminimalisir kesalahan dibandingkan
dengan suplai udara yang masih memiliki kemungkinan untuk mengalami perubahan
nilai yang tidak terdeteksi. Untuk pemilihan rentang nilai AFR didasarkan pada
jumlah biomassa yang diumpankan ke dalam reaktor sehingga AFR dibatasi sampai
30% untuk memaksimalkan gas hasil gasifikasi yang diperoleh sedangkan, untuk
AFR 110% hanya hanya digunakan sebagai variasi pembanding.

iv
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN UMPAN

Cara Perhitungan (Culp, 1996):


1. Perhitungan Faktor Pengali
Faktor Pengali = 100% - Kadar Air – Abu
= 100% - 0% - 1,2%
= 98,8%

2. Perhitungan Komposisi Biomassa begitu terbakar (xas-burned)


xas-burned = Komposisi unsur analisis ultimat dalam dry basis x faktor pengali
untuk unsur C :
xas-burned = 0,6487 x 98,8%
= 0,64,09
Tabel Komposisi Biomassa (begitu terbakar)
Unsur Kimia Komposisi,%massa (as-burned)
Sulfur 0,09
Karbon 64,09
Hidrogen 4,60
Nitrogen 0,83
Oksigen 29,19

3. Perhitungan Massa O2 untuk membakar unsur dapat terbakar dalam 1 Kg bahan bakar
(A)
Massa O2 untuk membakar C dalam 1 kg bahan bakar =
Komposisi C (begitu terbakar) x konstanta C = 0,6409 x 2,66
= 1,7048 kg = B
Massa O2 untuk membakar H2 dalam 1 kg bahan bakar =
Komposisi H2 (begitu terbakar) x konstanta H2 = 0,046 x 7,94
= 0,3656 kg = C
Massa O2 untuk membakar S dalam 1 kg bahan bakar =
Komposisi S (begitu terbakar) x konstanta S = 0,0009 x 0,998
= 0,0008874 kg = D
A=B+C+D
= 2,0713 Kg

v
4. Perhitungan Massa Oksigen yang terdapat dalam 1 Kg Bahan Bakar (E)
E = Komposisi O2 (begitu terbakar) x konstanta O2 = 0,2919 x (-1)
= - 0,2919 kg

5. Perhitungan Massa Oksigen yang dibutuhkan dari udara per 1 Kg bahan bakar (F)
F=A+E
= 2,0713 Kg + (-0,2919 kg)
= 1,7794 Kg

6. Perhitungan AFR Teoritis


Massa Oksigen yang dibutuhkan dari udara per 1 Kg bahan bakar
AFR Teoritis = 0,232
1,7794 Kg
= 0,232

= 7,67 kg udara/kg tongkol jagung

7. Luas penampang pipa saluran udara (L)


L = (π x Di2) / 4
L = (π x (0,05m)2 ) / 4
= 0,0019625 m2

8. Laju Volumetrik Udara (Q)


Q = vA x L
= 0,8 m/detik x 0,0019625 m2
1000 𝐿
= 0,00157 m3/detik x = 1,57 L/detik
1 𝑚3

9. Laju mol udara (ṅ)


ṅ = ρu x Q
= 0,0409 mol/L x 1,57 L/detik
= 0,0642 mol/detik

10. Laju massa udara (ṁu)


ṁ = ṅ x Mr udara
= 0,0642 mol/detik x 28,84 g/mol
= 1,8526 g/detik

vi
11. AFR aktual
Untuk variasi AFR = 15%
AFR aktual = AFR teoritis x variasi AFR
= 7,67 kg oksigen/kg bahan bakar x 15%
= 1,1505 kg oksigen/kg bahan bakar

12. Laju Biomassa (ṁb)


ṁu
ṁb = AFR aktual
1,8526 g/detik
= 1,1505 kg oksigen/kg bahan bakar = 1,6103 g/s

13. Laju putaran Hopper


Laju Biomassa
Laju putaran Hopper = Massa biomassa setiap 1 putaran hopper
1,6103 g/detik
= 1,5 g/putaran
= 1,0735 putaran/detik

Tabel Hasil Laju putaran Hopper terhadap variasi AFR


Variasi AFR Aktual Laju massa Udara Laju biomassa Laju putaran Hopper
AFR (kg/kg) (g/detik) (g/detik) (Putaran/detik)
15% 1,1505 1,6103 1,0735
20% 1,5340 1,2077 0,8051
25% 1,9175 1,8526 0,9662 0,6441
30% 2,3010 0,8051 0,5368
110% 8,4370 0,2196 0,1464

14. Biomassa yang dibutuhkan selama penelitian selesai


Asumsi:
- Lamanya run = 30 menit (dari keadaan steady)
- Faktor kegagalan = 0,6
- Biomassa yang dibutuhkan untuk start-up sampai keadaan steady
= 2 kg/run x 5 run
= 10 kg

Perhitungan:
Massa biomassa selama run ke-1 = laju biomassa x lamanya run
= 1,6103 g/detik x 1800 detik
= 2898,461 gram

vii
Tabel Jumlah Biomassa selama Run
Run Variasi AFR Massa biomassa selama run (g) Jumlah Biomassa selama run (g)
1 15% 2898,46
2 20% 2137,85
3 25% 1739,07 8655,8593
4 30% 1449,23
5 110% 395,25

Biomassa yang dibutuhkan selama penelitian selesai


= (Biomassa yang dibutuhkan untuk start-up sampai keadaan steady + Jumlah
biomassa selama run) x faktor kegagalan
= (10 kg + 8,66 kg) x 1,6
= 29,85 kg

viii
.
BAB I

PENDAHULUAN

1.5 Latar Belakang


Bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batubara dan sejenisnya terdapat dalam jumlah
terbatas. Dibutuhkan jutaan tahun bagi pembentukan bahan bakar fosil ini, sehingga tidak
bisa dihasilkan dalam waktu singkat. Pasokan tersebut akan semakin menipis melihat
penggunaan energi fosil di indonesia yang terus meningkat. Artinya, sumber energi
alternatif harus segera dipikirkan sebelum pasokan habis.

Berkaca dari keadaan tersebut, penemuan energi terbarukan mulai digencarkan.


Pemerintah mulai menyasar energi ramah lingkungan, salah satu sumber energi
terbarukan yang menjanjikan dan ramah lingkungan adalah biomassa. Sumber energi
jenis ini banyak diperoleh dari limbah hutan, perkebunan dan pertanian. Potensi
biomassa di Indonesia sangatlah besar. Sebagai negara agraris, Indonesia menghasilkan
produk pertanian dan kehutanan yang sangat melimpah tiap tahunnya. Limbah hasil
produksi pertanian dan kehutanan tersebut dapat digunakan sebagai bahan bakar
biomassa, diantaranya adalah limbah dari buah kelapa. Mengingat bahwa meskipun
hampir semua bagian dari buah kelapa telah diambil manfaatnya namun banyak pula
yang terbuang menjadi sampah seperti bagian serabut dan tempurungnya. Salah satu
pemanfaatan tempurung kelapa adalah dijadikan sebagai bahan bakar arang. Arang
tempurung kelapa biasanya diolah lebih lanjut menjadi briket atau pellet dan hingga saat
ini digunakan oleh masyarakat untuk keperluan rumah tangga, usaha maupun industri.
Pembentukan dan pemanfaatan arang tempurung kelapa memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan dengan tempurung kelapanya saja, yaitu arang tempurung kelapa tidak
memiliki nilai moisture, serta memiliki persen carbon yg lebih besar dibandingkan
dengan tempurung kelapa. Selain itu arang tempurung kelapa juga memiliki kelebihan
lain yaitu dapat menjadi salah satu penyelesaian masalah sampah lingkungan karena
sumber utama bahan bakunya merupakan sampah tempurung kelapa. Salah satu metode
yang dapat digunakan untuk memanfaatkan adalah gasifikasi.

10
Gasifikasi merupakan proses konversi bahan bakar padat atau cair menjadi bahan bakar
gas dengan metode termokimia. Tidak seperti pada pembakaran, dimana oksidasi terjadi
secara sempurna dalam satu tahap, gasifikasi mengkonversi energi kimia dari karbon
dalam biomassa menjadi gas yang mudah terbakar dalam dua tahap yaitu pirolisis dan
reduksi. Gas yang dihasilkan tersebut dapat lebih mudah dimanfaatkan dibanding dengan
biomassa aslinya (McKendry, 2002). Proses gasifikasi menjadi salah satu alternatif untuk
menggantikan energi konvensional yang semakin lama semakin menipis.

Dengan digunakannya biomassa arang batok kelapa untuk metode gasifikasi, maka selain
dapat mengurangi limbah dari pertanian, perkebunan, maupun perhutanan, juga dapat
mengurangi konsumsi dari bahan bakar konvensional, sehingga dapat menjadi salah satu
solusi untuk permasalahan menipisnya sumber energi. Maka dari itu, penelitian ini
dilakukan untuk memahami prinsip kerja gasifikasi, serta mengetahui seberapa baik kah
bahan bakar yang dihasilkan dari proses gasifikasi biomassa, dan mengetahui apa saja
yang dapat mempengaruhi hasil dari gasifikasi

1.6 Rumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan berdasarkan rumusan masalah, diantaranya:


3. Bagaimana pengaruh dari AFR (air to fuel ratio) pada proses gasifikasi arang
batok kelapa dengan updraft gasifier terhadap komposisi producer gases?
4. Bagaimana hasil analisis potensi pemanfaatan producer gases sebagai bahan bakar
maupun syngas?

1.7 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah :


3. Menentukan pengaruh dari AFR (air to fuel ratio) pada proses gasifikasi arang
batok kelapa dengan updraft gasifier terhadap komposisi producer gases,
4. Menganalisis potensi pemanfaatan producer gases sebagai bahan bakar
maupun syngas.

11
1.8 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Institut Teknologi Nasional Bandung dengan menggunakan


gasifier dengan tipe updraft dengan agen udara dihembuskan oleh blower. Pada
penelitian ini biomassa yang digunakan adalah arang batok kelapa. Dimulai dengan
melakukan pengujian terhadap properti arang batok kelapa dengan analisis proksimat
dan ultimat di laboratorium PUSLITBANG tekMIRA untuk mengetahui komposisi dari
arang batok kelapa yang digunakan. Penelitian dilakukan dengan kalibrasi termokopel,
kalibarasi putaran hopper dan laju udara sebesar 1,57 L/s. Kemudian dilanjutkan
dengan proses gasifikasi arang batok kelapa yang diumpankan sesuai dengan AFR
aktualnya.

Proses gasifikasi dilakukan hingga mencapai keadaan tunak. Gasifikasi dilakukan


dengan variasi AFR (Air to Fuel Ratio) yaitu 20%, 40%, 60%, 80% dan 110% dari
AFR teoritis. Data yang diambil adalah suhu tiap zona pada gasifier, laju alir producer
gases dan sampel producer gases. Sampel producer gases dianalisis menggunakan
metode Gas Chromatography di Laboratorium Teknik Kimia ITB, Bandung.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Biomassa

Biomassa merupakan bahan yang dapat diperoleh dari tanaman baik secara langsung
maupun tidak langsung dan dimanfaatkan sebagai energi. Biomassa merupakan
sumber daya alam terbaharui dan energi yang diperoleh dari biomassa disebut energi
terbarukan. Sifat biomassa yang merupakan energi dengan kategori sumber energi

12
terbarukan mendorong penggunaannya menuju ke skala yang lebih besar lagi
sehingga manusia tidak hanya bergantung pada energi fosil.

Setiap tahun, biomassa dalam jumlah yang sangat besar tumbuh melalui proses
fotosintesis dengan menyerap CO2 dari atmosfer. Ketika biomassa terbakar, energi
akan terlepas, umumnya dalam bentuk panas, karbon pada biomassa bereaksi dengan
oksigen di udara sehingga membentuk karbondioksida. Apabila dibakar sempurna,
jumlah karbondioksida yang dihasilkan akan sama dengan jumlah yang diserap dari
udara ketika tanaman tersebut tumbuh. Pada alam bebas, biomassa yang dibiarkan
begitu saja akan terurai dengan waktu yang lama. Dengan dibakarnya biomassa, maka
biomassa akan terurai dengan cepat sehingga energi yang tersimpan dapat
dimanfaatkan. Maka dari itu biomassa sering disebut bahan bakar “Carbonneutral”
karena sifatnya tersebut.

Dari sekian banyak jumlah biomassa, hanya sebesar 5% (13,5 miliar metrik ton)
biomassa yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi. Jumlah ini masih
cukup besar untuk menyediakan sebesar 26% untuk konsumsi energi di dunia atau
setara dengan 6 miliar ton minyak (Basu,2010).

Biomassa memiliki cakupan yang cukup luas, mulai dari rumput kecil hingga
pohon yang sangat besar dari serangga yang kecil hingga kotoran hewan dan
biomassa tersebut dapat menghasilkan produk yang diinginkan. Keberadaan
biomassa di Indonesia sangatlah berlimpah, salah satu bahan biomassa yang sering
dimanfaatkan ialah batok kelapa, sekam padi, tongkol jagung

2.3.1 .Produk dari Biomassa

Ada tiga tipe bahan bakar yang dihasilkan oleh biomassa dan dipergunakan
untuk berbagai macam kebutuhan, antara lain :
1. Cairan berupa : ethanol, biodiesel dan methanol

13
2. Gas berupa : biogas (CH4,CO2), producer gases (CO, H2, CH4,CO2),
syngas (CO, H2)
3. Padat berupa : arang

Penggunaan ethanol dan biodiesel sebagai bahan bakar kendaraan transportasi


dapat mengurangi emisi gas CO2. Oleh karena itu biomassa bukan hanya
energi terbarukan tapi juga bersih atau ramah lingkungan, dan dapat digunakan
sebagai sumber energi secara global.

Biomassa merupakan sumber energi tertua yang dikenal oleh manusia,


kontribusinya terhadap total pemanfaatan energi di Indonesia masih sangat
kecil. Pemahaman keterbatasan dari sumber energi fosil dan kepedulian
terhadap kelangsungan penyediaan sumber energi. Akan tetapi harga dan
energi yang terus menerus menurun saat ini menyebabkan perkembangan
teknologi tidak begitu pesat. Maka pada tahun 1980an kepedulian terhadap
emisi CO2 yang disebabkan oleh penggunaan energi fosil mengakibatkan
dikeluarkannya Kyoto protocol yang membatasi emisi CO2 yang
diperbolehkan dilepas ke udara bebas.

2.3.2 Biomassa Sebagai Umpan Gasifikasi

Dengan unsur utama karbon, hidrogen dan oksigen. hampir semua jenis
biomassa dapat dipakai sebagai umpan gasifikasi. Tetapi agar prosesnya
berjalan lancar, ada persyaratan teknis yang perlu diperhatikan:
a. Kadar air biomassa tidak lebih dari 30%.
b. Bentuk partikel mendekati bulat atau kubus, bukan panjang atau pipih.
c. Ukuran partikel antara 0,5 - 5,0 cm.
d. Tidak banyak mengandung zat-zat anorganik.
e. Rapat massanya di atas 400 kg/m2.

14
Untuk memenuhi persyaratan tersebut di atas, kadang-kadang diperlukan
pengolahan awal seperti: pengeringan. pemotongan atau pemampatan. Di
samping itu biomassa harus tersedia dalam jumlah yang cukup secara
kontinyu, nilai ekonomisnya rendah atau tidak ada manfaat lainnva (Susanto,
2015).

2.3.3 Arang Batok Kelapa

Saat ini proses pemanfaatan buah kelapa di Indonesia ini baru sebatas
daging buahnya saja untuk dijadikan kopra, minyak dan santan untuk
keperluan rumah tangga. Sedangkan hasil samping lainnya seperti batok
kelapa belum begitu banyak dimanfaatkan. Pemanfaatan batok kelapa
sekarang ini baru sebatas dibakar untuk menghasilkan arang aktif. Batok
kelapa merupakan salah satu biomassa yang berpotensi untuk
menghasilkan energi.

Dari data yang didapat dari Badan Pusat Statistik didapatkan data pada
tahun 2015 hingga tahun 2017 batok kelapa yang ada di Indonesia sebagai
berikut:

Tabel 2.1 Jumlah Biomassa pada tahun 2015, 2016 dan 2017
Tahun Jumlah (ton)
2015 2.920.665
2016 2.890.735
2017 2.871.280
(Sumber: BPS 2018)

Dari data pada Tabel 2.1 dapat dilihat banyaknya produksi kelapa di
Indonesia, yang artinya akan menghasilkan juga batok kelapa yang cukup
melimpah. Hal ini menunjukkan potensi dari batok kelapa untuk
dimanfaatkan untuk dikonversi menjadi energi.

15
Arang Batok Kelapa adalah produk yang diperoleh dari pembakaran tidak
sempurna terhadap batok Kelapa. Perubahan atau konvesi tempurng kelapa
menjadi arang menghasilkan karbon sisa yang banyak dan peningkatan
kandungan abu namun tetap tidak sebanyak peningkatan kandungan
karbonnya. Perubahan lain yang mencolok adalah penghilangan kandungan
bahan campuran (moisture) dan bahan mudah uap (volatile). Dibandingkan
dengan komposisi akhir pada bahan alami lain seperti batang (cob) biji
jagung kulit padi dan cangkang kako (cocoa) yang berkisar antara (12-20%
C), arang batok kelapa memiliki kandungan karbon yang lebih banyak
sehingga berpotensi baik untuk dijadikan bahan bakar. Perubahan batok
kelapa menjadi arang meningkatkan sifat termal bahan itu sendiri akibat
peningkatan kandungan karbon. Arang batok kelapa berkualitas memiliki
kadar air yang rendah, zat terbang dan daya ikat karbon yang tinggi sehingga
bisa menghasilkan pembakaran yang sempurna.

2.4 Analisa Kandungan Biomassa

2.4.1 Analisis Ultimat

Analisis ultimat adalah penentuan kadar karbon (C), hydrogen (H), oksigen
(O), nitrogen (N), dan sulfur (S) yang terdapat dalam biomassa. Dalam analisis
ultimat, komposisi bahan bakar hidrokarbon dinyatakan dalam komponen
dasar kecuali kelembaban M (Moisture), dan konstituen anorganik. Analisis
ultimat dasar dapat dinyatakan sebagai :

C + H +O + N + S + Abu + M = 100% (2.1)

C, H, O, N dan S pada persamaan 2.1 merupakan persentase berat dari karbon,


hidrogen, oksigen, nitrogen dan sulfur masing-masing di dalam biomassa.
Tidak semua biomassa mengandung semua komponen tesebut. Sebagai contoh
sejumlah besar biomassa tidak mengandung sulfur. Moisture atau air di dalam
bahan bakar dilambangkan dengan huruf M. Namun hidrogen atau oksigen

16
didalam analisis ultimat tidak termasuk hidrogen dan oksigen di dalam
Moisture (M), tetapi hanya hidrogen dan oksigen yang ada pada komponen
organik dari bahan bakar (Basu, 2010).

Analisis ultimat dapat digunakan untuk memperkirakan Heating Value dari


biomassa dengan aturan Dulong dan Petit sebagai berikut :
HHV =14600C+62000(H-O2/8) + 4050 S (2.2)
Dimana C,H,O dan S melambangkan fraksi berat dalam 1 pound komponen
utama biomassa dan HHV dinyatakan dalam Btu/lb.

2.4.2 Analisis Proksimat

Analisis proksimat menentukan komposisi dari komponen lainnya yang


terkandung dalam biomassa yang bukan merupakan senyawa murni, seperti
Moisture atau air (M) ,volatile matter (VM), ash atau abu (ASH), dan fixed
carbon (FC) atau karbon tetap (Basu, 2010).
Analisis Proksimat = VM+FC+ASH+M=100% (2.3)
Persamaan 2.3 menunjukkan komponen apa saja yang dapat dianalisis dengan
analisis proksimat. Analisis proksimat dapat digunakan untuk penentuan jalur
konversi termal biomassa. Adapun analisis proksimat arang batok kelapa
sebagai berikut:

Tabel 2.2 Analisa proksimat arang batok kelapa


Komponen % massa
Senyawa Volatile 48,25%
Karbon Tetap 50,55%
Abu 1,20%
Sumber: Forest Research Institute Malaysia, 2012

2.7 Konversi Termokimia

17
Dalam konversi termokimia, biomassa seluruhnya akan diubah kedalam bentuk gas
yang kemudian disintesis kedalam bahan kimia yang diinginkan atau dapat juga
digunakan secara langsung. Beberapa contoh dari proses konversi termokimia
adalah:

2.7.1 Pembakaran

Pembakaran mungkin menunjukan pemanfaatan biomassa dengan cara


yang lama. Secara kimiawi pembakaran adalah reaksi eksoterm antara
oksigen dan hidrokarbon dalam biomassa. Disini, biomassa dirubah ke
dalam dua komponen stabil yang besar yaitu H2O dan CO2.

Panas reaksi yang dilepaskan merupakan sumber energi yang dikonsumsi


manusia terbesar sebanyak lebih dari 90% energi dari biomassa. Panas
dan listrik adalah dua bentuk utama yang dihasilkan dari biomassa.
Biomassa dapat menyediakan panas untuk kebutuhan sehari-hari manusia.
Di daerah industri, pemanasan juga dihasilkan dari uap yang dihasilkan.

2.7.2 Pirolisis

Tidak seperti pembakaran, pirolisis berlangsung tanpa adanya oksigen,


kecuali jika di mana pembakaran tidak sempurna dibolehkan untuk
menyediakan energi panas yang dibutuhkan dalam proses. Pirolisis
merupakan dekomposisi panas dari biomassa menjadi gas, cairan dan
padatan. Pirolisis memiliki variasi diantaranya:
c. Torefaksi, atau pirolisis halus

d. Pirolisis lambat

e. Pirolisis cepat

Dalam pirolisis, molekul hidrokarobon terbesar dalam biomassa dipecah


menjadi molekul hidrokarbon yang berukuran lebih kecil. Pirolisis dibagi

18
menjadi 2, yaitu pirolisis cepat dan pirolisis lambat. Pirolisis cepat
menghasilkan bahan bakar cair utama, yang dikenal dengan bio-oil,
pirolisis lambat menghasilkan gas dan arang padat. Pirolisis
menghasilkan produk yang bermanfaat berupa bahan bakar dalam wujud
cairan. Tidak seperti pembakaran, pirolisis tidak bersifat eksoterm
melainkan endoterm. Torefaksi juga merupakan bagian dari pirolisis.
Dalam proses ini, biomassa dipanaskan dari 230 hingga 300°C tanpa
kontak dengan oksigen. Struktur kimia dari kayu diubah menghasilkan
karbondioksida, karbonmonoksida, air, asam asetat dan metanol.

2.7.3 Liquifikasi

Liquifikasi merupakan pencairan biomassa padat menjadi bahan bakar


cair. Liquifikasi dapat dilakukan melalui pirolisis, gasifikasi serta melalui
proses hidrotermal. Dalam proses lanjutan, biomassa diubah menjadi
cairan berminyak dengan mengontakan biomassa dengan air pada suhu
tinggi (300-350°C) dengan tekanan (12-20 MPa) untuk jangka waktu
tertentu (Basu, 2010).

2.7.4 Torefaksi

Torefaksi merupakan konversi termal suatu biomassa pada temperature 230˚C


- 280˚C yang dilakukan pada tekanan atmosfer tanpa adanya udara yang
hasilnya berupa padatan. Torefaksi menghilangkan kandungan air dan zat
volatil untuk menghasilkan bahan bakar yang stabil dan bernilai kalor tinggi.
Dengan begitu pada proses torefaksi kandungan air pada biomassa akan
menjadi rendah, asap yang dihasilkan oleh biomassa menjadi sedikit, dan nilai
kalornya menjadi meningkat. Produk yang dihasilkan tergantung dari beberapa

19
faktor yaitu temperature dan lamanya waktu proses torefaksi, serta tipe
biomassa yang digunakan.

2.7.5 Gasifikasi

Gasifikasi merubah bahan bakar fosil atau bukan fosil menjadi gas-gas atau
bahan kimia yang dapat digunakan. Hal ini membutuhkan medium untuk
reaksi dapat berupa gas atau air superkritis. Medium berupa gas termasuk
udara, oksigen uap subkritis atau campuran darinya.

Gasifikasi yang berasal dari bahan bakar fosil lebih umum dibandingkan yang
berasal dari bahan bakar nonfosil seperti biomassa untuk mengahsilkan syngas.
Gasifikasi pada dasarnya mengonversi bahan bakar dari bentuk satu ke bentuk
lainnya. Ada 3 alasan yang menjadi alasan untuk menggunakan metode
gasifikasi ini, diantaranya:
d. Untuk meningkatkan nilai panas dari bahan bakar dengan cara
menghilangkan molekul yang tidak mudah terbakar seperti nitrogen
dan air.
e. Untuk menghilangkan sulfur dan nitrogen setelah pembakaran, gas-gas
bahan bakar hasil gasifikasi tidak dilepaskan ke atmosfer.
f. Untuk mengurangi perbandingan karbon dan hidrogen (C/H) dalam
bahan bakar.

Pada umumnya, semakin tinggi hidrogen pada bahan bakar, maka semakin
rendah temperatur penguapan dan semakin tinggi kemungkinan bahan bakar
menjadi fasa gas. Gasifikasi atau pirolisis meningkatkan kandungan hidrogen
relatif (H / C rasio) dalam produk melalui cara berikut:
c. Langsung : Paparan langsung hidrogen pada tekanan tinggi
d. Tidak langsung : Paparan uap pada suhu tinggi dan tekanan, di mana
hidrogen, merupakan produk intermediet yang ditambahkan ke produk. Dalam
proses ini juga terdapat sproses steam reforming.

Gasifikasi biomassa melibatkan penghilangan oksigen dari bahan bakar untuk


meningkatkan jumlah energinya. Contohnya, biomassa memiliki 40% hingga
20
60% oksigen (%berat). Oksigen dihilangkan dari biomassa baik oleh dehidrasi
atau dekarboksilasi. Proses terakhir yaitu menghilangkan oksigen melalui
CO2, meningkatkan rasio H/C dari bahan bakar, sehingga ketika dibakar akan
menghasilkan efek rumah kaca yang kecil. Gasifikasi juga menghasilkan
metana yang dapat dibakar untuk produksi energi.

2.8 Hasil Gasifikasi

Gasifikasi dapat menghasilkan gas hasil juga tar. Gas hasil gasifikasi terutama
terdiri dari gas-gas mempan bakar yaitu CO, H2, dan CH4 dan gas-gas tidak
mempan bakar CO2, dan N2. Komposisi gas ini sangat tergantung pada
komposisi unsur dalam biomassa, bentuk dan partikel biomassa, serta kondisi-
kondisi proses gasifikasi. (Susanto, 2015). Selain itu terdapat juga produk –
produk samping yang terbentuk dari gasifikasi berupa senyawa yang biasa disebut
tar. Tar merupakan produk samping yang tidak diinginkan dalam proses gasifikasi
karena dapat merusak alat akibat penyumbatan yang dapat mengganggu jalannya
proses gasifikasi. Namun terbentuknya tar merupakan hal yang tidak dapat
dihindari karena merupakan produk samping dari proses gasifikasi.

2.8.1 Producer gases

Hasil utama yang diinginkan dari proses gasifikasi adalah syngas yang
terdiri dari gas CO dan H2. Secara keseluruhan, hasil gasifikasi adalah
berupa gas yang biasa disebut producer gases yang mengandung syngas
dan CH4 sebagai senyawa mampu bakar, serta CO2 dan N2 sebagai gas
tak mampu bakar.

Tabel 2.3 Tabel Komposisi Gas Hasil Pada Berbagai Gasifikasi Biomassa
Persen Volume Nilai
Jenis Biomassa Tipe Gasifikasi CO H2 (%)
CH4 CO2 N2 kalor (MJ/m3)
21
Arang Downdraft 28- 5-10 1-2 1-2 55-60 4.6-5.65
Kayu (Moisture 31
17-
Content:12-20%) Downdraft 16-20 2-3 10-15 55-60 5-5.86
22
Batok Kelapa Downdraft 19- 10-15 - 11-15 - 7.20
Sekam Padi Downdraft 24
16.1 9.6 0.95 - - 3.25
Bonggol Jagung Downdraft 18.6 16.5 6.4 - - 6.29
Arang Updraft 30 19.7 - 3.6 46 5.98
(Sumber: Wahyudin,2012)

Dari Tabel 2.3 tersaji data komposisi dari producer gases beberapa
gasifikasi biomassa. Data tersebut diambil dari penelitian dengan
beberapa variabel yang berbeda di mana terdapat perbedaan dari hasil
komposisi producer gases nya. Tabel 2.3 dapat menunjukkan perkiraan
komposisi producer gases, dengan digunakan jenis biomassa yang
berbeda dengan variabel percobaan yang berbeda.

2.8.2 Syngas

Produk utama yang diinginkan dari proses gasifikasi adalah syngas. Syngas
merupakan campuran dari senyawa hidrogen (H2) dan karbon monoksida
(CO). Untuk mendapatkan syngas dari hasil producer gases perlu adanya
proses lanjutan agar hanya didapatkan H2 dan CO.

Terdapat dua cara untuk memproduksi syngas dengan metode gasifikasi, yaitu
gasifikasi dengan suhu rendah (T<1000oC) serta gasifikasi dengan suhu tinggi
(T>1200oC). Gasifikasi dengan suhu rendah biasanya memproduksi sejumlah
hidrokarbon rantai panjang sebagai produk samping selain dari karbon
monoksida dan hidrogen. Hidrokarbon rantai panjang yang dihasilkan
kemudian diproses agar dapat digunakan untuk berbagai proses lainnya. Pada
gasifikasi dengan suhu tinggi, sebagian besar biomassa akan terkonversi
menjadi hidrogen dan karbon monoksida, dimana pada umumnya akan
dilanjutkan dengan shift reaction untuk menyesuaikan rasio antara H2 dan CO
agar sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan (Basu,2010).

2.8.3 Tar
22
Tar merupakan salah satu kandungan yang paling merugikan dan harus
dihindari karena sifatnya yang korosif. Secara visual tar dapat kita lihat
berwarna hitam pekat dan kental Selain itu, tar memiliki bau yang tajam dan
dapat mengganggu pernapasan. Pada reaktor gasifikasi terbentuknya tar,
terjadi pada temperatur pirolisis yang kemudian terkondensasi dalam bentuk
asap, namun pada beberapa kejadian tar dapat berupa zat cair pada temperatur
yang lebih rendah (Agustini,2016). Proses pembentukan tar bergantung pada
dua faktor. Faktor-faktor tersebut adalah faktor temperatur,dan tinggi reaktor.
Semakin tinggi temperatur, produksi tar akan semakin menurun. Hal ini
dikarenakan pada temperature tinggi, tar akan mengalami proses cracking.
Proses cracking adalah proses dimana tar berubah menjadi gas seperti O2, CO,
CO2, dan H2O. Desain gasifier yang baik setidaknya menghasilkan tar tidak
lebih dari 1 g/m³ (Basu,2010). Berikut ini adalah tabel perbedaan kadar tar
pada gasifikasi biomassa.

Tabel 2.4 Konsentrasi tar pada berbagai gasifier


Rata-rata konsentrasi tar Presentase Tar pada
Jenis Gasifikasi
pada producer gases (mg/L) Bahan Bakar Biomassa
Downdraft <1 <2
Fluidized Bed 10 1-5
Updraft 50 10-20
Sumber: Gumanti,2012
2.9 Konversi Energi dan Tahap – Tahap dalam Gasifikasi

Gasifikasi adalah proses konversi energi dari bahan bakar yang mengandung
karbon (padat ataupun cair) menjadi gas yang disebut syngas (synthesis gas) atau
gas sintetis di mana gas tersebut memiliki nilai bakar dengan cara oksidasi parsial
pada temperatur tinggi. Gasifikasi adalah suatu proses konversi bahan bakar padat
menjadi gas mampu bakar (CO, CH4, dan H2) melalui proses pembakaran dengan
suplai udara terbatas (20%-40% udara stoikiometri) (Guswendar, 2012). Proses
gasifikasi merupakan suatu proses kimia untuk mengubah material berkarbon
menjadi gas mampu bakar. Secara sederhana proses gasifikasi dapat dikatakan
sebagai reaksi kimia pada temperatur tinggi antara biomassa dengan udara.

23
Tahapan dari gasifikasi adalah sebagai berikut:

5. Tahap Pengeringan
Akibat pengaruh panas, biomassa mengalami pengeringan pada temperatur
sekitar 100°C. Proses drying dilakukan untuk mengurangi kadar air (moisture)
yang terkandung di dalam biomassa bahkan sebisa mungkin kandungan air
tersebut hilang. Temperatur pada zona ini berkisar antara 100ºC-300ºC. Kadar
air pada biomassa dihilangkan melalui proses konveksi karena pada reaktor
terjadi pemanasan. Semakin tinggi suhu pemanasan akan mampu mempercepat
proses difusi dari kadar air yang terkandung di dalam biomassa sehingga proses
drying akan berlangsung lebih cepat.

6. Tahap Pirolisis
Bila temperatur sudah mencapai 250°C, biomassa mulai mengalami proses
pirolisis yaitu perekahan molekul besar menjadi molekul-molekul kecil akibat
pengaruh temperatur tinggi. Proses ini berlangsung sampai temperatur 500°C.
Hasil proses pirolisis ini adalah arang, uap air, uap tar, dan syngas.

Proses pirolisis merupakan proses pembakaran tanpa melibatkan oksigen.


Produk yang dihasilkan oleh proses ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
temperatur, tekanan dan waktu. Pada zona ini biomassa mulai bereaksi dan
membentuk tar dan senyawa gas yang flammable.

Komposisi produk yang tersusun merupakan fungsi laju pemanasan selama


pirolisis berlangsung. Proses pirolisis dimulai pada temperatur sekitar 300°C,
ketika komponen yang tidak stabil secara termal, seperti lignin pada biomassa
dan volatile matters pada batubara akan pecah dan menguap bersamaan
dengankomponen lainnya. Produk pirolisis biasanya terdiri dari tiga jenis, yaitu
gas ringan (H2, CO, CO2, H2O, dan CH4), tar, dan arang. Secara umum reaksi
yang terjadi pada pirolisis beserta produknya adalah:
Biomass Char + Tar + Gases (CO2; CO; H2O; H2; CH4; CxHy) (2.5)

7. Tahap Oksidasi
Sebagian kecil biomassa atau hasil pirolisis dibakar dengan udara untuk
24
menghasilkan panas yang diperlukan oleh ketiga tahap tersebut di atas. Proses
oksidasi (pembakaran) ini dapat mencapai temperatur 1200°C, yang berguna
untuk proses perekahan tar lebih lanjut.
Proses oksidasi adalah proses yang menghasilkan panas (eksoterm) yang
memanaskan lapisan karbon. Proses ini terjadi pada temperatur yang relatif
tinggi, umumnya lebih dari 900ºC. Pada temperatur ini gasifierakan memecah
substansi tar sehingga kandungan tar yang dihasilkan lebih rendah. Adapun
reaksi kimia yang terjadi pada proses oksidasi ini adalah sebagai berikut :
C + O2 = CO2 ∆HR= + 406 (MJ/kmol)
H2 + ½ O2 = H2O ∆HR = +242 (MJ/kmol)

Proses ini dipengaruhi oleh distribusi oksigen pada area terjadinya oksidasi,
karena adanya oksigen inilah dapat terjadi reaksi eksoterm yang akan
menghasilkan panas yang dibutuhkan dalam keseluruhan proses gasifikasi ini.
Distribusi oksigen yang merata akan menyempurnakan proses oksidasi
sehingga dihasilkan temperatur maksimal.

Pada zona ini, sekitar 20% arang bersama zat volatile akan mengalami oksidasi
menjadi CO2 dan H2O dengan memanfaatkan oksigen terbatas yang
disuplaikan ke dalam reaktor (hanya 20% dari keseluruhan udara yang
digunakan dalam pembakaran dalam reaktor). Sisa 80% dari arang turun ke
bawah membentuk lapisan reductiondi mana di bagian ini hampir seluruh karbon
akan digunakan dan abu yang terbentuk akan menuju tempat penampungan abu.
Pada temperatur di atas 600°C arang bereaksi dengan uap air dan karbon
dioksida. Untuk menghasilkan hidrogen dan karbon monoksida sebagai
komponen utama gas hasil.

8. Tahap Reduksi
Pada temperatur di atas 600°C arang bereaksi dengan uap air dan karbon
dioksida. Untuk menghasilkan hidrogen dan karbon monoksida sebagai
komponen utama gas hasil. Proses reduksi adalah reaksi penyerapan panas
(endoterm), yang mana temperatur keluar dari gas yang dihasilkan harus
diperhatikan. Pada proses ini terjadi beberapa reaksi kimia. Di antaranya adalah
Bourdouar reaction, steam-carbon reaction, water-gas shift reaction, dan CO

25
methanation yang merupakanproses penting terbentuknya senyawa – senyawa
yang berguna untuk menghasilkan flammable gas, seperti hidrogen dan karbon
monoksida. Proses ini terjadi pada kisaran temperatur 400-900º C. Berikut
adalah reaksi kimia yang terjadi pada zona tersebut :
e. Bourdouar reaction merupakan reaksi antara karbondioksida yang
terdapat di dalam gasifier dengan arang untuk menghasilkan CO. Reaksi
yang terjadi pada boudouard reaction adalah:
C + CO2 = 2 CO ∆HR = – 172 (MJ/kmol)
f. Steam-carbon reaction merupakan reaksi yang melibatkan karbon
dengan uap air. Reaksi yang terjadi adalah:
C + H2O = CO + H2 ∆HR= – 131 (MJ/kmol)
g. Water-gas shift reaction merupakan reaksi oksidasi parsial karbon oleh
kukus yang dapat berasal dari bahan bakar padat itu sendiri (hasil
pirolisis) maupun dari sumber yang berbeda, seperti uap air yang
dicampur dengan udara dan uap yang diproduksi dari penguapan air.
Reaksi yang terjadi pada water-gas shift reaction adalah:
CO + H2O = CO2 + H2 ∆HR= + 41 (MJ/kmol)
h. Metanasi CO merupakan reaksi pembentukan gas metan. Reaksi yang
terjadi pada methanation adalah:
CO + 3 H2 = CH4 + H2O ∆HR = – 206 (MJ/kmol)

Dapat dikatakan bahwa pada proses reduksi ini gas yang dapat terbakar seperti
senyawa CO, H2 dan CH4 mulai terbentuk. Sehingga pada bagian ini disebut
sebagai producer gases.Tahap-tahap proses diatas dilaksanakan dalam satu alat
yang disebut gasifier atau reaktor gasifikasi (Findi, 2016).

Komposisi dari gas hasil gasifikasi (producer gases) dapat diperkirakan dengan
simulasi atau pemodelan atas dasar neraca massa, neraca energi dan
termodinamika dari reaksi kesetimbangan. Contoh model tersebut antara lain:
d. Model Schlapfer, di mana reaksi kesetimbangan yang digunakan adalah
reaksi water- gas shift reaction
e. Model Gumz, di mana reaksi kesetimbangan yang digunakan adalah
berdasarkan reaksi Boudouard, steam carbon reaction, dan metanasi
26
f. Model lain yang melibatkan dua atau tiga reaksi kesetimbangan
kesetimbangan berdasarkan keperluan atau asumsi penyusun model.

(Sumber :Susanto,.2015)

Proses-proses yang terjadi dalam proses gasifikasi dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2 1. Tahap Gasifikasi


(sumber: Susanto, 2014)

2.10 Reaktor Gasifikasi

Terdapat berbagai macam tipe gasifier dan beberapanya dapat dibedakan


berdasarkan :

3 Mode fluidisasi

Berdasarkan mode fluidisasinya, jenis gasifier dapat dibedakan menjadi 3


jenis. Gasifier tersebut adalah : gasifikasi unggun tetap (fixed bed gasification),
gasifikasi unggun bergerak (moving bed gasification), gasifikasi unggun
terfluidisasi (fluidized bed gasification), dan entrained bed.

4 Gas yang digunakan untuk proses gasifikasi


27
Berdasarkan gasifying agent yang diperlukan, terdapat gasifikasi udara dan
gasifikasi oksigen/uap. Gasifikasi udara adalah metode di mana gas yang
digunakan untuk proses gasifikasi adalah udara. Sedangkan pada gasifikasi
uap, gas yang digunakan pada proses yang terjadi adalah uap.(Findi, 2016)

5 Arah Aliran

Berdasarkan arah aliran, gasifier dapat dibedakan menjadi gasifikasi aliran


searah (downdraft gasification), gasifikasi aliran berlawanan (updraft
gasification) dan gasifikasi aliran menyilang (crossdraft gasification)
(Findi,2016).

6 Gasifikasi Updraft
Gasifikasi updraft merupakan gasifikasi yang umum digunakan secara luas.
Ciri khas dari reaktor gasifikasi ini adalah aliran udara dari blower masuk
melalui bagian bawah grate reaktor sedangkan aliran bahan bakar masuk
melalui dari bagian atas reaktor sehingga arah aliran udara dan bahan bakar
memiliki prinsip yang berlawanan (counter current).

Produksi gas dikeluarkan melalui bagian atas dari reaktor sedangkan abu
pembakaran jatuh ke bagian bawah gasifier karena pengaruh gaya gravitasi
dan berat jenis abu. Di dalam reaktor, terjadi zonafikasi area pembakaran
berdasarkan pada distribusi temperatur reaktor gasifikasi. Zona pembakaran
terjadi di dekat grate yang dilanjutkan dengan zona reduksi yang akan
menghasilkan gas dengan temperatur yang tinggi. Gas hasil reaksi tersebut
akan bergerak menuju bagian atas dari reaktor yang memiliki temperatur
lebih rendah dan gas tersebut akan kontak dengan bahan bakar yang
bergerak turun sehingga terjadi proses pirolisis dan pertukaran panas antara
gas dengan temperatur tinggi terhadap bahan bakar yang memiliki
temperatur lebih rendah. Panas sensibel yang diberikan gas digunakan
bahan bakar untuk pemanasan awal dan pengeringan bahan bakar. Kedua
proses tersebut yaitu proses pirolisis dan proses pengeringan terjadi pada
bagian teratas pada reaktor gasifikasi.

28
Dalam updraft gasifier, bahan bakar diumpankan dari atas dan gas produk
meninggalkan dari atas juga. Bahan gasifikasi (air, oksigen, steam, atau
campuran ketiganya) sedikit dipanaskan dan memasuki gasifier melalui
grate di bagian bawah. Gas kemudian naik melalui hamparan bahan bakar
atau ash di ruang gasifier (Basu, 2010).

Gambar 2.2 Tahap gasifikasi dalam updraft gasifier


(sumber: Basu, 2010)

Gambar 2.3 Diagram blok proses gasifikasi updraft

29
Terdapat banyak kelebihan dari reaktor gasifikasi updraft yaitu mekanisme
kerja yang dimiliki oleh reaktor tipe ini jauh lebih sederhana dibandingkan
dengan tipe yang lain. Dengan mekanisme kerja yang lebih sederhana
tersebut, menyebabkan tingkat toleransi reaktor terhadap tingkat kekerasan
bahan bakar lebih baik. Selain itu jenis reaktor ini memiliki kemampuan
untuk mengolah bahan bakar kualitas rendah dengan temperatur gas
keluaran yang relatif rendah dan memiliki efisiensi yang tinggi akibat dari
panas gas yang keluar reaktor memiliki temperatur yang relatif rendah.

Reaktor ini menghasilkan pembakaran yang sangat bersih, lebih mudah


dioperasikan, arang yang dihasilkan lebih sedikit, memiliki efisiensi panas
yang baik dan memiliki penurunan tekanan yang kecil. Namun kelemahan
dari reaktor gasifikasi updraft adalah tingkat kadar tar dalam producer
gases hasil reaksi yang relatif cukup tinggi sehingga mempengaruhi kualitas
dari producer gases yang dihasilkan.

7 Gasifikasi Downdraft
Sistem gasifikasi downdraft memiliki sistem yang hampir sama dengan
sistem gasifikasi updraft yaitu dengan memanfaatkan sistem oksidasi
tertutup untuk memperoleh temperatur tinggi. Bahan bakar dalam reaktor
gasifikasi downdraft dimasukkan dari atas reaktor dan udara dari blower
dihembuskan dari samping menuju ke zona oksidasi sedangkan producer
gases hasil pembakaran keluar melalui burner yang terletak di bawah
ruangan bahan bakar sehingga saat awal gas akan mengalir ke atas dan saat
volume gas makin meningkat maka producer gases mencari jalan keluar
melalui daerah dengan tekanan yang lebih rendah. Sistem tersebut memiliki
maksud agar producer gases yang terbentuk akan tersaring kembali oleh
bahan bakar dan melalui zona pirolisis sehingga tingkat kandungan tar
dalam gas dapat dikurangi. Untuk menghindari penyumbatan gas di dalam
reaktor, maka digunakan blower hisap untuk menarik producer gases dan
mengalirkannya ke arah burner.

30
Gambar 2.4 Tahap gasifikasi dalam downdraft gasifier
(sumber: Basu, 2010)

Pada tipe ini sumber panas terletak di bawah bahan bakar seperti dalam
Gambar 2.8. Dalam gambar terlihat aliran udara bergerak ke zona gasifikasi
di bagian bawah yang menyebabkan asap pirolisis yang dihasilkan melewati
zona gasifikasi yang panas. Hal ini membuat tar yang terkandung dalam
asap terbakar, sehingga producer gases yang dihasilkan oleh reaktor ini
lebih bersih. Keuntungan reaktor tipe ini adalah reaktor ini dapat digunakan
untuk operasi gasifikasi yang berkesinambungan dengan menambah bahan
bakar melalui bagian atas reaktor. Namun untuk operasi yang
berkesinambungan dibutuhkan sistem pengeluaran abu yang baik agar
bahan bakar bisa terus ditambahkan ke dalam reaktor.
8 Gasifikasi Crossdraft
Pada crossdraft gasifier, udara dihembuskan ke dalam ruang bakar dari
lubang arah samping yang saling berhadapan dengan lubang pengambilan
gas sehingga pembakaran dapat terkonsentrasi pada satu bagian saja dan
berlangsung dengan lebih banyak dalam suatu satuan waktu tertentu. Pada
gasifikasi crossdraft arah aliran gas dijaga mengalir mendatar dengan aliran
padatan ke bawah.

Gasifikasi tipe crossdraft lebih menguntungkan dari pada updraft dan


downdraft gasifier. Keuntungannya diantaranya suhu gas keluaran yang
tinggi, reduksi CO2 yang rendah dan kecepatan gas yang tinggi yang
31
dikarenakan desainnya. Tidak seperti downdraft dan updraft gasifier,
tempat penyimpanan, pembakaran dan zona reduksi pada crossdraft gasifier
terpisah. Untuk desain bahan bakar yang terbatas untuk pengoperasian
rendah abu bahan bakar seperti kayu, batu bara, limbah pertanian.
Kemampuan pengoperasiannya sangat baik, menyebabkan konsentrasi
sebagian zona beroperasi diatas suhu 200oC. Waktu mulai (start up) 5-10
menit jauh lebih cepat daripada downdraft dan updraft gasifier. Pada
crossdraft dapat menghasilkan temperatur yang relatif tinggi, komposisi gas
yang dihasilkan kurang baik seperti tingginya gas CO dan rendahnya gas
hidrogen serta gas metana.

Gambar 2.5 Tahap gasifikasi dalam crossdraft gasifier


(sumber: Susanto, dkk., 2015)

Setiap alat gasifikasi memiliki karakteristik tersendiri yang membedakan suatu


sistem gasifikasi dengan gasifikasi yang lain. Hasil reaksi dan producer gases yang
dihasilkan dari reaksi gasifikasi tersebut dipengaruhi oleh karakteristik masing-
masing alat gasifikasi tersebut. Berikut beberapa contoh tabel yang
memperlihatkan sistem operasi dari alat gasifikasi tersebut.

Tabel 2.5 Kandungan Tar dan Partikulat Pada Beberapa Tipe Gasifier
Tipe Gasifier Tar (mg/Nm3) Partikulat (mg/Nm3)
Updraft 10.000-100.000 100-1.000
Downdraft 50-500 100-8.000
Fluidized Bed 2.000-10.000 100-8.000

32
Entrained Bed 8.000-30.000 30.000-100.000
(Suharto,2013)

Tabel 2.6 Perbandingan Karakteristik Alat Gasifikasi


Parameter Fixed/Moving Bed Fluidized Bed Entrained Bed
Ukuran umpan <51 mm <6 mm <0,15 mm
Toleransi
Terbatas Baik Sangat baik
kehalusan partikel
Toleransi
Sangat baik Baik Buruk
kekasaran partikel
Batubara kualitas Segala jenis batubara,
Toleransi jenis Batubara kualitas
rendah dan tetapi tidak cocok untuk
umpan rendah
biomassa biomassa
Kebutuhan
Rendah Menengah Tinggi
oksidan
Kebutuhan kukus Tinggi Menengah Rendah
Temperatur reaksi 1090oC 800-1000oC >1990oC
Temperatur gas
450-600oC 800-1000oC >1260oC
keluaran
Produksi abu Kering Kering Terak
Efisiensi gas
80% 89,2% 80%
dingin
Kapasitas
Kecil Menengah Besar
penggunaan
Permasalahan Produksi tar Konversi karbon Pendinginan gas produk
(Habib,2008)

2.7 Air to Fuel Ratio

Air to fuel ratio atau disebut dengan AFR merupakan perbandingan antara laju massa
udara dengan laju massa bahan bakar yang digunakan. AFR mempengaruhi proses dari
suatu konversi termal suatu biomassa. Dimana semakin besar nilai AFR maka hasil
konversi termal suatu biomassa semakin kecil.

Dalam proses pembakaran bahan bakar hidrokarbon, karbon© akan terbakar menjadi
karbon dioksida (CO2) dan H akan menjadi air (H2O). Maka perbandingan dari berat
minimum udara terhadap berat bahan bakar disebut dengan air to fuel teoritis atau AFR

33
teoritis dimana dengan berat udara tersebut akan terjadi pembakaran sempurna dan gas
yang dihasilkan tidak mampu bakar.

Dalam proses pirolisis AFR tidak digunakan sebab pada proses pirolisis minim adanya
udara yang masuk. Oleh karena minimnya udara yang masuk maka tidak ada laju massa
udara yang diperhitungkan sehingga nilai AFR pada proses pirolisis sama dengan nol.

Sementara pada proses gasifikasi bahan bakar hidrokarbon, karbon (C) akan terbakar
menjadi karbon monoksida (CO) dan H akan menjadi hydrogen (H2) dimana hasil yang
diinginkan adalah gas yang mampu bakar. Hal tersebut adalah proses pembakaran tidak
sempurna dimana berat udara yang digunakan terbatas. Jika pada proses pembakaran
sempurna dibutuhkan minimal berat udara pada AFR teoritis maka pada proses
gasifikasi berat udara dibutuhkan harus lebih kecil dari AFR teoritis. Apabila
penggunaan oksigen berlebih maka proses yang terjadi adalah pembakaran bukan
gasifikasi. Nilai AFR pada proses gasifikasi dibatasi sampai dengan 25% dari AFR
teoritis (Basu,2010).

𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛𝑘𝑎𝑛


𝐴𝐹𝑅 = 𝐿𝑎𝑗𝑢 𝑏𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛𝑘𝑎𝑛 (2.6)

Pada proses gasifikasi ,nilai AFR mempengaruhi hasil dari konversi termal suatu
biomassa. Dimana semakin besar nilai AFR maka semakin besar temperature di zona
gasifier dan laju producer gases. Besarnya temperature di zona gasifier dan tingginya
laju producer gases ini yang akan mempengaruhi hasil dari konversi termal suatu
biomassa tersebut.

Nilai AFR dapat ditentukan dengan cara :

A 2,66𝐶+7,94𝐻2 + 0,998𝑆−𝑂2
( F )th,m,d = (2.7)
0,232

(Culp,1996)

2.8 Equivalence Ratio

34
Equivalence Ratio atau disebut juga dengan ER merupakan salah satu parameter penting
untuk mendesign sebuah gasifier. ER menyatakan perbandingan antara AFR aktual
dengan AFR secara stoikiometri. Nilai ER berpengaruh terhadap hasil proses gasifikasi.
Pada proses gasifikasi dengan gasifier downdraft memiliki %yield terbaik pada ER
sebesar 0,25. Nilai ER 0,25 ini menyatakan bahwa 25% carbon pada biomassa bereaksi
pada proses gasifikasi dan 75% carbon pada biomassa diharapkan masih ada atau tidak
bereaksi sehingga dihasilkan producer gases yang kaya akan carbon sehingga producer
gases tersebut flammable (Basu,2010).

Nilai ER dapat dinyatakan dengan :

𝐴𝐹𝑅 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
𝐸𝑅 (< 1,0) = 𝐴𝐹𝑅 𝑠𝑡𝑜𝑖𝑘𝑖𝑜𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖 (2.8)

(Basu,2010)

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Institut Teknologi Nasional, Bandung gasifier yang digunakan
adalah gasifier tipe updraft dengan medium gasifikasi berupa udara. Pada penelitian ini
35
biomassa yang digunakan adalah arang batok kelapa. Dimulai dengan melakukan
pengujian terhadap arang batok kelapa dengan analisis proksimat dan ultimat di
laboratorium PUSLITBANG tekMIRA untuk mengetahui komposisi dari arang batok
kelapa yang digunakan. Penelitian diawali dengan kalibrasi laju alir udara blower.
Kemudian dilanjutkan dengan proses gasifikasi arang batok kelapa dengan variasi
percobaan yaitu AFR 15%, 20%, 25%, 30% dan 110%.

Running dilakukan hingga gas hasil gasifikasi sudah steady. Data yang diambil pada
penelitian ini adalah suhu pada tiap zona gasifier dan sampel dari gas hasil gasifikasi yang
sudah dalam keadaan steady. Gas hasil gasifikasi akan dianalisis menggunakan metode GC
(gas chromatography) di Laboratorium Metodika Perancangan dan Pengendalian Proses,
Institut Teknologi Bandung (ITB).

36
3.2 Skema Alat Gasifikasi
Susunan alat percobaan gasifikasi batok kelapa sawit disajikan dalam Gambar 3.1

Gambar 3.1 Skema Percobaan Gasifikasi dengan Updraft Gasifier

37
3.3 Alat dan Bahan
Alat dan bahan pada penenilitian ini di lampirkan pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2

Tabel 3.1 Alat percobaan gasifikasi arang batok kelapa

No Nama Alat Spesifikasi


1 1 set alat gasifier Updraft gasifier
2 Kondensor 15 L/menit
3 Manometer Pipa U
4 Blower 250 watt
5 Termokopel Tipe-K
6 Pompa 125 watt
7 Vacutainer 6 mL
8 Alat suntik + jarum 1,25in
9 Gas torch 200mL

Tabel 3.2 Bahan percobaan gasifikasi arang batok kelapa

No Nama Bahan Jumlah


1 Arang batok kelapa ± 29,85 Kg
2 Arang ±1 Kg
3 Air 120 L

3.4 Prosedur Percobaan

Proses gasifikasi yang akan dilakukan pada penelitian ini memiliki 4 tahap diantaraya
tahap persiapan, tahap penelitian, tahap pengambilan data dan tahap akhir penelitian.
Berikut ini detail setiap tahapan prosedur percobaan dari proses gasifikasi arang batok
kelapa menggunakan updraft gasifier dengan udara sebagai medium gasifikasi.

3.4.1 Tahap Persiapan (Start Up)

5. Kalibrasi laju alir udara blower, kemudian menentukan laju alir udara yang
dimasukkan kedalam reaktor dengan melihat nilai Δh pada manometer.
6. Alat gasifikasi dirangkai, meliputi pendingin (kondensor), blower, manometer

38
dan termokopel.
7. Arang batok Kelapa ditimbang 4898,46; 4173,85; 3739,08; 3449,23; dan 2395,24
gram untuk AFR 15%, 20%, 25%, 30% dan 110% .
8. Arang tersebut dibakar hingga menjadi bara, kemudian dimasukkan ke dalam
gasifier hingga suhu reaktor mencapai ±800°C

3.4.2 Tahap Penelitian

3. Gasifikasi

a. Aliran pendingin dinyalakan.

b. Laju alir udara diatur dengan mengatur ball valve pada aliran udara masuk
sampai

∆h pada manometer pipa U sebesar 0,5 cm atau setara dengan debit udara 1,57
L/s.

c. Temperatur tiap zona reaktor dan producer gases diukur menggunakan


thermoreader

dan dicatat.

d. Biomassa (Arang batok kelapa) dimasukkan ke dalam gasifier melalui feeder


secara periodik kemudian waktu gasifikasi dicatat, dimulai pada saat umpan
mulai dimasukkan.
e. Proses sampling dilakukan pada saat producer gases sudah mulai terbentuk yang
ditandai dengan nyala api steady yang dipantik oleh gas torch.
f. Proses gasifikasi dilakukan hingga didapatkan kondisi steady selama 1-2 menit
yang ditandai dengan nyala api yang steady, kemudian dilakukan sampling
producer gases dan proses gasifikasi dihentikan pada saat sudah tidak terdapat
producer gases yang keluar atau tidak ada nyala api yang steady lagi.
g. Blower dimatikan, reaktor dibiarkan mengalami pendinginan hingga suhu
reaktor turun sampai 150°C. Kemudian bagian feeder dan grate pada reaktor
dibuka untuk mengeluarkan sisa arang dan biomassa (arang batok kelapa).
39
h. Reaktor dibersihkan untuk mengeluarkan sisa-sisa biomassa dan kotoran yang
masih menempel di dalam reaktor terutama pada dinding reaktor dan saluran
keluaran reaktor menuju kondensor.
4. Pengambilan Sampel (Sampling)

a. Vacutainer ukuran 6 mL dihubungkan dengan dua jarum dan dua selang. Satu
jarum dan selang dihubungkan kedalam reaktor melalui karet silikon yang
terdapat pada aliran gas keluar reaktor. Sedangkan, jarum dan selang yang lain
dihubungkan dengan alat suntik yang digunakan untuk mengambil sampel gas
dari keluaran reaktor.
b. Pengambilan sampel dilakukan ketika nyala api steady sekitar 1-2 menit dari
terbentuknya nyala api steady.
c. Proses pengambilan sampel dihentikan ketika nyala api sudah tidak steady.

d. Jarum pada vacutainer dilepas kemudian tabung dimasukkan kedalam plastik


vakum untuk kemudian dianalisa

3.5.3 Tahap pengambilan Data

3. Temperatur tiap zona gasifikasi serta temperatur masuk kondensor yang


terbaca di thermoreader dibaca dan dicatat. Data diambil setiap 1 menit sekali.

4. Sampel producer gases diambil dengan Vacctainer.

3.4.4 Tahap Akhir Penelitian

5. Suplai udara ke dalam gasifier dihentikan.

6. Bara yang masih menyala didalam reaktor dimatikan dengan cara disiram dengan
sedikit air.
7. Dilakukan pengambilan tar yang ada di penampung.

8. Alat gasifikasi dan alat pengambil sampel yang telah digunakan dibersihkan dan
dirapikan kembali.
40
3.6 Variasi Percobaan

Tabel 3.3 Variasi percobaan gasifikasi


Feed Biomass Feed Air
AFRth %AFR AFRact
(g/menit) (g/s)
act
15 1,1505 96,62 1,57
20 1,5340 72,46 1,57
4,9 25 1,9175 57,97 1,57
30 2,3010 48,31 1,57
110 8,4370 13,17 1,57

Proses gasifikasi dilakukan dengan melakukan variasi AFR (air to fuel ratio) dengan
rentang nilai yang telah disajikan pada Tabel 3.3. Variabel berubah yang digunakan
adalah AFR dengan variabel tetap yang digunakan adalah laju alir udara yang masuk ke
dalam reaktor. Variasi AFR dipilih untuk mempermudah identifikasi pengaruh AFR
terhadap komposisi producer gases. Hal ini disebabkan oleh, pemasukan biomassa lebih
mudah dikendalikan untuk meminimalisir kesalahan dibandingkan dengan suplai udara
yang masih memiliki kemungkinan untuk mengalami perubahan nilai yang tidak
terdeteksi. Untuk pemilihan rentang nilai AFR didasarkan pada jumlah biomassa yang
diumpankan ke dalam reaktor sehingga AFR dibatasi sampai 30% untuk
memaksimalkan gas hasil gasifikasi yang diperoleh sedangkan, untuk AFR 110% hanya
hanya digunakan sebagai variasi pembanding.

41
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN UMPAN

Cara Perhitungan (Culp, 1996):


15. Perhitungan Faktor Pengali
Faktor Pengali = 100% - Kadar Air – Abu
= 100% - 0% - 1,2%
= 98,8%

16. Perhitungan Komposisi Biomassa begitu terbakar (xas-burned)


xas-burned = Komposisi unsur analisis ultimat dalam dry basis x faktor pengali
untuk unsur C :
xas-burned = 0,6487 x 98,8%
= 0,64,09
Tabel Komposisi Biomassa (begitu terbakar)
Unsur Kimia Komposisi,%massa (as-burned)
Sulfur 0,09
Karbon 64,09
Hidrogen 4,60
Nitrogen 0,83
Oksigen 29,19

17. Perhitungan Massa O2 untuk membakar unsur dapat terbakar dalam 1 Kg bahan bakar (A)

42
Massa O2 untuk membakar C dalam 1 kg bahan bakar =
Komposisi C (begitu terbakar) x konstanta C = 0,6409 x 2,66
= 1,7048 kg = B
Massa O2 untuk membakar H2 dalam 1 kg bahan bakar =
Komposisi H2 (begitu terbakar) x konstanta H2 = 0,046 x 7,94
= 0,3656 kg = C
Massa O2 untuk membakar S dalam 1 kg bahan bakar =
Komposisi S (begitu terbakar) x konstanta S = 0,0009 x 0,998
= 0,0008874 kg = D
A=B+C+D
= 2,0713 Kg

18. Perhitungan Massa Oksigen yang terdapat dalam 1 Kg Bahan Bakar (E)
E = Komposisi O2 (begitu terbakar) x konstanta O2 = 0,2919 x (-1)
= - 0,2919 kg

19. Perhitungan Massa Oksigen yang dibutuhkan dari udara per 1 Kg bahan bakar (F)
F=A+E
= 2,0713 Kg + (-0,2919 kg)
= 1,7794 Kg

20. Perhitungan AFR Teoritis


Massa Oksigen yang dibutuhkan dari udara per 1 Kg bahan bakar
AFR Teoritis = 0,232
1,7794 Kg
= 0,232

= 7,67 kg udara/kg tongkol jagung

21. Luas penampang pipa saluran udara (L)


L = (π x Di ) / 4
2

L = (π x (0,05m)2 ) / 4
= 0,0019625 m2

43
22. Laju Volumetrik Udara (Q)
Q = vA x L
= 0,8 m/detik x 0,0019625 m2
1000 𝐿
= 0,00157 m3/detik x = 1,57 L/detik
1 𝑚3

23. Laju mol udara (ṅ)


ṅ = ρu x Q
= 0,0409 mol/L x 1,57 L/detik
= 0,0642 mol/detik

24. Laju massa udara (ṁu)


ṁ = ṅ x Mr udara
= 0,0642 mol/detik x 28,84 g/mol
= 1,8526 g/detik

25. AFR aktual


Untuk variasi AFR = 15%
AFR aktual = AFR teoritis x variasi AFR
= 7,67 kg oksigen/kg bahan bakar x 15%
= 1,1505 kg oksigen/kg bahan bakar

26. Laju Biomassa (ṁb)


ṁu
ṁb = AFR aktual
1,8526 g/detik
= 1,1505 kg oksigen/kg bahan bakar = 1,6103 g/s

27. Laju putaran Hopper


Laju Biomassa
Laju putaran Hopper = Massa biomassa setiap 1 putaran hopper
1,6103 g/detik
= 1,5 g/putaran
= 1,0735 putaran/detik

Tabel Hasil Laju putaran Hopper terhadap variasi AFR


Variasi AFR Aktual Laju massa Udara Laju biomassa Laju putaran Hopper
AFR (kg/kg) (g/detik) (g/detik) (Putaran/detik)
15% 1,1505 1,6103 1,0735
20% 1,5340 1,2077 0,8051
25% 1,9175 1,8526 0,9662 0,6441
30% 2,3010 0,8051 0,5368
110% 8,4370 0,2196 0,1464

44
28. Biomassa yang dibutuhkan selama penelitian selesai
Asumsi:
- Lamanya run = 30 menit (dari keadaan steady)
- Faktor kegagalan = 0,6
- Biomassa yang dibutuhkan untuk start-up sampai keadaan steady
= 2 kg/run x 5 run
= 10 kg

Perhitungan:
Massa biomassa selama run ke-1 = laju biomassa x lamanya run
= 1,6103 g/detik x 1800 detik
= 2898,461 gram

Tabel Jumlah Biomassa selama Run


Run Variasi AFR Massa biomassa selama run (g) Jumlah Biomassa selama run (g)
1 15% 2898,46
2 20% 2137,85
3 25% 1739,07 8655,8593
4 30% 1449,23
5 110% 395,25

Biomassa yang dibutuhkan selama penelitian selesai


= (Biomassa yang dibutuhkan untuk start-up sampai keadaan steady + Jumlah biomassa
selama run) x faktor kegagalan
= (10 kg + 8,66 kg) x 1,6
= 29,85 kg

45
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pertania, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. “Prospek dan Arah
Pengembangan Agribisnis Kelapa” Edisi Kedua, 2007.

46

Anda mungkin juga menyukai