Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BATU STAGHORN
DI RUANG FLAMBOYAN D
RSU dr. KANUDJOSO DJATIWIBOWO BALIKPAPAN
1.1 Pengertian
Batu staghorn adalah batu ginjal yang bercabang yang menempati lebih dari satu
collecting system, yaitu batu pielum yang berekstensi ke satu atau lebih kaliks. Istilah batu
cetak/ staghorn parsial digunakan jika batu menempati sebagian cabang collecting system,
sedangkan istilah batu cetak/staghorn komplit digunakan batu jika menempati seluruh
collecting system (Wein, et al, 2007).
Menurut Fabiansyah, et al (2012), batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu
yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai
tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn atau batu cetak ginjal.
Batu saluran kemih merupakan proses terbentuknya batu yang disebabkan oleh
pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena
faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi (Smeltzer & Bare, 2002). Berdasarkan
lokasi, batu saluran kemih dapat dibagi menjadi batu saluran kemih bagian atas yaitu batu
berada dalam ginjal atau ureter, dan batu saluran kemih bagian bawah yaitu batu berada
dalam kandung kemih dan uretra. Pada umumnya batu saluran kemih bagian atas ini
merupakan batu ginjal (Bahdarsyam, 2003).
a. Ginjal
Dalam keadaan normal, manusia memiliki 2 ginjal. Ginjal merupakan organ
yang berbentuk seperti kacang berwarna merah tua, panjangnya sekitar 12,5 cm dan
tebalnya sekitar 2,5 cm (kurang lebih sebesar kepalan tangan). Ginjal adalah organ
yang berfungsi sebagai penyaring darah yang terletak di bagian belakang kavum
abdominalis di belakang peritoneum melekat langsung pada dinding belakang abdomen.
Setiap ginjal memiliki ureter, yang mengalirkan air kemih dari pelvis renalis
(bagian ginjal yang merupakan pusat pengumpulan air kemih) ke dalam kandung
kemih.Setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron.Selama 24 jam dapat menyaring darah
170 liter. Fungsi yang lainnya adalah ginjal dapat menyaring limbah metabolik,
menyaring kelebihan natrium dan air dari darah, membantu mengatur tekanan darah,
pengaturan vitamin D dan Kalsium.
Ginjal mengatur komposisi kimia dari lingkungan dalam melalui suatu proses
majemuk yang melibatkan filtrasi, absorpsi aktif, absorpsi pasif, dan sekresi. Filtrasi
terjadi dalam glomerulus, tempat ultra filtrate dari plasma darah terbentuk. Tubulus
nefron, terutama tubulus kontortus proksimal berfungsi mengabsorpsi dari substansi-
substansi yang berguna bagi metabolisme tubuh, sehingga dengan demikian memelihara
homeostatis lingkungan dalam. Dengan cara ini makhluk hidup terutama manusia
mengatur air, cairan intraseluler, dan keseimbangan osmostiknya.
Gangguan fungsi ginjal akibat BSK pada dasarnya akibat obstruksi dan
infeksi sekunder. Obstruksi menyebabkan perubahan struktur dan fungsi pada traktus
urinearius dan dapat berakibat disfungsi atau insufisiensi ginjal akibat kerusakan dari
paremkim ginjal.
Berikut ini adalah gambar anatomi ginjal normal dan ginjal dengan BSK :
b. Ureter
Ureter merupakan saluran kecil yang menghubungkan antara ginjal dengan
kandung kemih (vesica urinearia), dengan panjang ± 25-30 cm, dengan penampang ±
0,5 cm. Saluran ini menyempit di tiga tempat yaitu di titik asal ureter pada pelvis
ginjal, di titik saat melewati pinggiran pelvis, dan di titik pertemuannya dengan
kendung kemih. BSK dapat tersangkut dalam ureter di ketiga tempat tersebut, yang
mengakibatkan nyeri (kolik ureter).
Lapisan dinding ureter terdiri dari dinding luar berupa jaringan ikat (jaringan
fibrosa), lapisan tengah terdiri dari lapisan otot polos, lapisan sebelah dalam merupakan
lapisan mukosa. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5
menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih
(vesica urinearia).
Setiap ureter akan masuk ke dalam kandung kemih melalui suatu sfingter.
Sfingter adalah suatu struktur muskuler (berotot) yang dapat membuka dan menutup
sehingga dapat mengatur kapan air kemih bisa lewat menuju ke dalam kandung
kemih. Air kemih yang secara teratur tersebut mengalir dari ureter akan di tampung dan
terkumpul di dalam kandung kemih.
1.2.3 Saluran Kemih Bawah
a. Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan kantong muscular yang bagian dalamnya dilapisi oleh
membran mukosa dan terletak di depan organ pelvis lainnya sebagai tempat
menampung air kemih yang dibuang dari ginjal melalui ureter yang merupakan hasil
buangan penyaringan darah. Dalam menampung air kemih kandung kemih mempunyai
kapasitas maksimal yaitu untuk volume orang dewasa lebih kurang adalah 30-450
ml.
Kandung kemih bersifat elastis, sehingga dapat mengembang dan mengkerut.
Ketika kosong atau setengah terdistensi, kandung kemih terletak pada pelvis dan
ketika lebih dari setengah terdistensi maka kandung kemih akan berada pada
abdomen di atas pubis. Dimana ukurannya secara bertahap membesar ketika sedang
menampung jumlah air kemih yang secara teratur bertambah. Apabila kandung kemih
telah penuh, maka akan dikirim sinyal ke otak dan menyampaikan pesan untuk
berkemih. Selama berkemih, sfingter lainnya yang terletak diantara kandung kemih
dan uretra akan membuka dan akan diteruskan keluar melalui uretra. Pada saat itu,
secara bersamaan dinding kandung kemih berkontrasksi yang menyebabkan
terjadinya tekanan sehingga dapat membantu mendorong air kemih keluar menuju uretra.
b. Uretra
Saluran kemih (uretra) merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung
kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki-laki uretra berjalan
berkelok-kelok melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang
menembus tulang pubis ke bagian penis panjangnya ± 20 cm. Uretra pada laki- laki
terdiri dari uretra prostatika, uretra membranosa, dan uretra kavernosa. Uretra
prostatika merupakan saluran terlebar dengan panjang 3 cm, dengan bentuk seperti
kumparan yang bagian tengahnya lebih luas dan makin ke bawah makin dangkal
kemudian bergabung dengan uretra membranosa. Uretra membranosa merupakan
saluran yang paling pendek dan paling dangkal. Uretra kavernosa merupakan saluran
terpanjang dari uretra dengan panjang kira-kira 15 cm.
Pada wanita, uretra terletak di belakang simfisis pubis berjalan miring sedikit
kearah atas, panjangnya ± 3-4 cm. Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas
vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya sebagai saluran ekskresi.
Uretra wanita jauh lebih pendek daripada uretra laki-laki.
1.3 Etiologi
Penyebab terjadinya batu cetak ginjal secara teoritis batu dapat terjadi atau terbentuk
diseluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran
urin (statis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada
pelvikalises (stenosis uretro-pelvis), divertikel, obstruksi intravesika kronik, seperti hipertrofi
prostat benigna, strikture, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang
memudahkan terjadinya pembentukan batu (Wein, et al, 2007). Namun ada beberapa pendapat
lain yang membedakan faktor penyebab terjadinya batu ginjal melalui beberapa teori:
1) Teori nukleasi
Menurut teori ini, batu saluran kemih berasal dari kristal atau benda asing yang terdapat
dalam supersaturasi urine. Tahap terjadinya batu adalah berawal dari adanya inti batu
kemudian tumbuh karena dipengaruhi oleh substansi-subtansi lain yaitu matriks protein,
kristal, benda asing dan partikel lainnya selanjutnya batu tersebut beragregasi.
2) Teori matriks
Menurut teori ini, batu saluran kemih terdiri dari komponen matriks yang berasal dari
protein (albumin, globulin dan mukoprotein) dengan sedikit hexose dan hexosamine yang
merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
3) Teori inhibitor kristal
Menurut teori ini, diduga batu saluran kemih terjadi akibat tidak ada atau berkurangnya
faktor inhibitor (penghambat) batu seperti magnesium, sitrat, pyrophosfat, asam glikoprotein.
Selain ketiga teori tersebut ada faktor lain yang mempengaruhinya yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi terjadinya batu ginjal adalah adanya
infeksi, statis urin, periode mobilisasi (lambatnya drainase renal dan gangguan metabolisme
kalsium), hiperkalsemia dan hiperkalsiuria (penyebabnya: hiperparatiroid, asidosis tubulus
renal, intake vitamin D yang berlebihan, intake susu dan alkali yang berlebih, inflamasi usus,
penggunaan obat dalam jangka waktu lama). Faktor eksternal yang mempengaruhi adalah
keadaan sosial ekonomi yang mayoritas di daerah industri, pola diet, jenis pekerjaan dengan
aktivitas fisik yang minimal, iklim yang cenderung panas, riwayat keluarga (Tim perawat
bedah RSCM, 2008).
1.5 Patofisiologi
Pathway (Terlampir)
1.7 Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan medis adalah untuk menghilangkan batu, menentukan
jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infksi dan mengurangi obstrksi yang
terjadi. Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, pengobatan medik selektif dengan
pemberian obat-obatan, tanpa operasi dan pembedahan terbuka ( Tim perawat bedah RSCM,
2008)..
a. Medikamentosa
Terapi medikamnetosa ditujukan untuk batu yang berukuran lebih kecil yatu dengan
diameter < 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar tanpa intervensi medis. Dengan cara
mempermudah keenceran urine dan diet makanan tertentu yang dapat mencegah
pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Setiap pasien
harus minum palng sedikit 8 gelas air sehari.
b. Pengobatan medik selektif dengan pemberian obat-obatan
Anlgesia dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan mengusahakan agar batu dapat keluar
sendiri secara spontan. Opioid seperti injeksi morfin sulfat yaitu petidin hidroklorida atau
oabat antiinflamasi nonsterois seperti ketorolak dan naproxen dapat diberikan terganung
pada intensitas nyeri. Propantelin dapat digunakan untuk mengatasi spasme ureter.
Pemberian antibiotik apabila terdapat infeksi saluran kemih atau pada pengangkatan batu
untuk mencegah infeki sekunder. Setelah batu dikeluarkan untuk mencegah atau meghamba
pembentkan batu berikutnya.
c. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Merupakan tindakan non invasif dan tanpa pebiusan. Pada tindakan ini digunakan
gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untu memecah batu. Alat ESWL
adalah emecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini
dapat memecah batu ginjal, batu ureter proximal, atau menjadi fragmen-fragmen kecil
sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemis. ESWL dapat mengurangi keharusan
melakukan prosedur invasif dan terbukti dapat menurunkan lama rawat inap di rumah sakit.
d. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu yang
terdiri atas memecah abtu dam kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat
yang dimasukkan langsung kedalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukkan melalui uretra
atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Beberapa tindakan endourologi adalah :
- PNL (Percutaneous Nephro Litholapoxy) adalah usaha mengeluarkan batu yang berada
didalam slauran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalies melalui
insisi pada kulit. Batu kemudia dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi
fragmen-fragmen kecil.
- Litotrpsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memeasukkan alat
pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
- Uretroskopi atau uretro-renoskop adalah dengan memsaskkan alat uretroskopi pre-
uretrum. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam uretre maupun
sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan uretroskopi ini.
- Ekstra dormia adalah mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya memalui alat
keranjang dormia.
e. Tindakan operasi
Penanganan batu saluran kencing baisanya terlebih dahulu diusakhakan untuk
mengeluarkan batu secara spontan tanpa pembedahan/operasi. Tindakan bedah dilakukan
jika batu tidak merespon terhadap bentuk penanganan lainnya. Ada beberapa jenis tindakan
pembedahan, anmun dari tindakan pembedahan tersebut tergantung dari lokasi dimana batu
berada, seperti nefrolitotomi, ureterolitotomi, vesikolitomi dll.
1.8 Komplikasi
1. Obstruksi total pada ginjal
2. Retensi urine
3. Hidronefrosis
4. Gagal ginjal (ditandai gejala seperti : sesak, hipertensi, dan anemia).
BAB II
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat,
tanggal pengkajian, pemberi informasi. Antara lain :
1. Anamnesis
Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan
diagnosis medis.Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat
dilakukan pengkajian, pada klien batu staghorn misalnya, nyeri punggung, sulit BAK.
a. Keluhan utama Klien
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan pengkajian,
pada klien batu staghorn misalnya, nyeri punggung, sulit BAK.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan nyeri punggung.
Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya
klien mengatasi masalah tersebut.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat alergi,
d. Aktivitas/istirahat:
Pasien dengan batu ginjal biasanya memiliki gejala sebagai berikut: riwayat pekerjaan
monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk, riwayat bekerja pada lingkungan
bersuhu tinggi, keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera
serebrovaskuler, tirah baring lama).
e. Sirkulasi
Pada sistem sirkulasi tandanya yaitu adanya peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal
ginjal), kulit hangat dan kemerahan atau pucat.
f. Eliminasi
Gejala yang dirasakan oleh pasien terkait dengan sistem eliminasi yaitu: riwayat ISK
kronis, obstruksi sebelumnya, penurunan volume urine, rasa terbakar, dorongan
berkemih, diare. Sedangkan tandanya yaitu oliguria, hematuria, piouria, perubahan pola
berkemih.
g. Makanan dan cairan:
Pasien dengan batu cetak ginjal biasanya mengalami gejala seperti mual/muntah, nyeri
tekan abdomen, riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat, hidrasi yang
tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup. Adapun tandanya yaitu distensi abdomen,
penurunan/tidak ada bising usus, muntah.
h. Nyeri dan kenyamanan:
Pasien mengalami gelaja Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung
lokasi batu (batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan). Tanda dari pasien batu
cetak ginjal yaitu perilaku berhati-hati, perilaku distraksi, nyeri tekan pada area ginjal
yang sakit
i. Keamanan:
Gejala yang dialami oleh pasien batu cetak ginjal yaitu penggunaan alkohol,
demam/menggigil.
j. Penyuluhan/pembelajaran:
Pasien dengan batu cetak ginjal memiliki gejala antara lain: riwayat batu saluran kemih
dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis, riwayat penyakit usus
halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme, penggunaan antibiotika,
antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinul, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan
kalsium atau vitamin.
k. Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada perasaan rendah
diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya.
l. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang menderita batu
staghorn.
m. Riwayat social
Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam mempertahankan
hubungan dengan orang lain.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat capilary
refil, warna kulit, edema kulit.
b. Sistem respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
c. Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal,
frekuensi denyut nadi / apikal.
d. Sistem penglihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
e. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya kembung
pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan karakteristik muntah)
adanya keram, tendernes.
f. Sistem Eliminasi
Kaji adanya penurunan volume urine, oliguria, hematuria, piouria, perubahan pola
berkemih.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut b.d agn cedera biologis
2) Gangguan eliminasi urin b.d obstruksi colecting system.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d nutrisi inadekuat.
3. INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan Nursing Outcome Classification Nursing Intervention Classification
Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pain Management(1400) :
dengan agen cedera biologis . selama 1 x 24 jam, nyeri akut teratasi dengan 1. Lakukan pengkajian yang komperhensif pada nyeri,
kriteria hasil Pain Level (2102) : termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri dan faktor pencetus nyeri.
Indikator 1 2 3 4 5 2. Kontrol faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
1 Melaporkan pasien terhadap ketidaknyamanan, seperti suhu ruangan,
nyeri X √ pencahayaan dan kegaduhan.
berkurang 3. Ajarkan pasien teknik distrasksi (nonfarmakologi), seperti
bernapas lambat dan berirama.
2 Menyatakan Analgesik Management :
rasa nyaman 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri
setelah nyeri X √ sebelum pemberian obat.
berkurang 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi.
3. Cek riwayat alergi.
4. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya
Keterangan :
nyeri;
OUTCOME Saat Ini X Target √
5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
1 Penyimpangan sangat berat pertama kali.
2 Penyimpangan berat 6. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat.
3 Penyimpangan sedang 7. Evaluasi dan catat efektivitas analgesik dan efeksamping.
4 Penyimpangan ringan
5 Tidak ada penyimpangan
Bulechek, G.M. (2008). Nursing Interventions Classification Fifth Edition. United States of
America: Mosby Elseveir Brunner and Suddart. (2002). Buku ajar
keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC
Bahdarsyam. (2003). Spektrum bakteriologik pada berbagai jenis batu saluran kemih
bagian atas. Sumatera Utara: Bagian Patologi Klinik, FK USU
Brunner and Suddart. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC.
Fabiansyah, et al. (2013). Presentasi kasus bedah urologi: batu staghorn.
http://www.scribd.com/doc/129532707/Ppt-Batu-Staghorn
Herdman, T. H. ( 2015). Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta:
EGC
Mooehead, S. (2008). Nursing Outcome Classification Fourth Edition. United States of
America: Mosby Elsevier
Tim perawat bedah RSCM. (2008). Buku pedoman asuhan keperawatan bedah.
Jakarta: RSCM
Wein et al. (2007). Campbell-walsh urology. 9th edition. Philadelphia: Saunders
Elseveir.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. R DENGAN BATU STAGHORN DI
RUANG 18
RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
TAHUN 2017
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : Ny. R Diagnosa Medis : Batu staghorn
No.RM : 1735xx
Usia : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tgl.MRS : 21 November 2017
Tgl.Pengkajian : 28 November 2017
Alamat/ telp. : Karangan Kromengan, Malang
Status Pernikahan : Cerai Hidup
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikanterakhir : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Lama Bekerja : ± 40 tahun
Sumber Informasi : Pasien, Ny. R (Anak Kandung) dan Rekam Medis
Nama Keluarga Dekat Yang dapat dihubungi : Ny. R
Alamat/ telp. : Ds. Krantil Rt : 10, Rw: 03 Karangrejo Kromengan,
Malang
Pendidikanterakhir : SLTP
Pekerjaan : Swasta
2. KELUHAN UTAMA
Saat MRS : Pasien mengeluh nyeri pinggang sebelah kanan sejak 3
hari yang lalu.
Saat Pengkajian : Pasien mengeluh nyeri dibagian luka bekas operasi
(pinggang sebelah kanan)
2) Operasi : Ya / tidak
3) Alergi Obat : Ya / tidak
tidak
4) Alergi makanan : Ya / tidaktidak
5) Alergi lain-lain : Ya / tidak
tidak
6) Kebiasaan : merokok : Ya / tidak tidak , ket :
7) Alcohol : Ya / tidak , ket :
8) Kopi : Ya / tidak ,
tidak
9) Lain-lain: Ya / tidak
tidak , ket :
10) Obat-obatan yang digunakan : Ya / tidak
tidak
5. RIWAYAT KELUARGA
Genogram :
Keterangan :
: Meninggal : Cerai
: Perempuan
: Pasien
6. POLA AKTIVITAS – LATIHAN
NO AKTIVITAS SMRS (SKOR) MRS (SKOR)
1 Makan/Minum 0 2
2 Mandi 0 2
3 Berpakaian/berdandan 0 2
4 Toileting 0 1
5 Berpindah 0 2
6 Berjalan 0 4
7 Naik tangga 0 4
Ket : 0 = mandiri 1 = alat bantu 2 = dibantu orang lain (partial)
3 = dibantu orang lain (total) 4 = tidak mampu
Alat bantu : tongkat/ splint/brace/ kursi roda/ pispot/ walker/ Lain-lain
: Kateter
7. POLA NUTRISI-METABOLIK
NO SMRS MRS
8. POLA ELIMINASI
NO Kriteria SMRS (SKOR) MRS (SKOR)
1. Buang Air Besar (BAB) :
Frekuensi 1 x sehari 2 hari sekali
9. POLA TIDUR-ISTIRAHAT
NO Kriteria SMRS MRS
setelah tidur
setelah tidur
tidur
mengatasi
10. POLA KEBERSIHAN DIRI
NO SMRS MRS
1 Mandi 3 x sehari 2 x seharri
2 Handuk Pribadi / bergantian Pribadi / bergantian
3 Keramas 2 hari sekali 3 hari sekali
4 Gosok gigi 3 x sehari 1 x sehari
5 Kesulitan Ya / tidak Ya / tidak
Ket : Ket :
B. PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan Umum :
a. Kesadaran : compos mentis/ somnolen / stupor / semi koma / koma
b. GCS : E4M5V6
c. TTV : - TD : 90/60 mmHg;
- Nadi : 87 x/menit
- Suhu : 36 8 oC
- Pernafasan : 20 x/menit
2) Kepala & Leher
A.Kepala
Keluhan : -
Inspeksi :
1. Rambut : bersih, panjang, tebal,warna rambut putih
2. Kulit kepala : bersih, tidak berketombe, tidak didapatkan adanya
bekas luka
3. Wajah : bulat, simetris, edema (-)
Palpasi :
1. Kulit kepala : nyeri tekan (-), benjolan abnormal (-)
2. Wajah : pitting edema (-)
B. Mata
Visus : 2 ka / 2 ki; Lapang pandang : normal/ menyempit /melebar
Inspeksi : Simetris, sclera tidak ikterus, kornea jernih, tidak ada
bercak, reflek cahaya (+), pupil isokor, fungsi penglihatan
baik.
Palpasi : konjungtiva tarsal warna merah muda atau anemis (-)
C.Hidung
Inspeksi : Simetris, septum nasi lurus berada di tengah, tidak terdapat
adanya polip, bersih, dan fungsi penciuman baik.
Palpasi : Tidak ada krepitasi.
E.Telinga
Inspeksi : Simetris, auricula tidak ada infeksi, liang telinga warna
merah muda, bersih tidak didapatkan adanya serumen yang
mengeras/menggumpal.
Palpasi : tidak ada krepitasi, nyeri tekan (-)
Gangguan pendengaran : (-)
Tes rinne : ……ka / ……ki ; weber :………; scwabach :...............
F.Leher
Inspeksi : Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening,
pembesaran vena jugularis (-),benjolan abnormal (-).
Palpasi : nyeri tekan (-)
3) Dada/ Thorax
Inspeksi :
1. Jantung : simetris, tidak terlihat ictus cordis, pulsasi jantung tidak
tampak.
2. Paru-paru : simetris, pergerakan dinding dada (-)
Palpasi :
1. Jantung : teraba ictus cordis pada ICS IV-V Sinistra MCL, pulsasi
jantung teraba pada apex
2. Paru-paru : tidak ada pembesaran paru
Auskultasi:
1. Jantung : S1 dan S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
2. Paru : Suara nafas vesikuler, ronchi (-),Whz (-)
Perkusi :
1. Jantung : Suara redup (pekak/dulness) pada daerah jantung
Batas kanan : pada sternal line dextra
Batas kiri : ICS V MLS
2. Paru-paru : sonor pada paru kanan dan kiri
5) Abdomen
Inspeksi :Simetris, bersih, benjolan abnormal (-), distensi abdomen (-),
terdapat luka bekas operasi di abdomen kuadran kanan bawah.
Palpasi : terdapat nyeri tekan di abdomen kuadran kanan bawah,
pinggang kanan bawah, benjolan/massa (-), tanda-tanda acites (-),
hepar dan lien (tidak teraba).
Auskultasi : bising usus 13x/menit
Perkusi : suara abdomen tympani
6) Punggung
Inspeksi : Simetris, bersih, benjolan abnormal (-),pinggang kanan bawah
dan terpasang kateter epidural di
Palpasi : nyeri tekan di pinggang kanan bawah dan daerah yang terpasang
kateter epidural.
7) Genetalia
Inspeksi : jenis kelamin perempuan, bersih, tidak ada jamur dan
infeksi, rambut pubis (+), terpasang selang kateter.
Palpasi : benjolan abnormal (-), nyeri tekan (-)
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
HASIL LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK (Tanggal 28 November
2017)
NILAI RUJUKAN DEWASA
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
NORMAL
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 9,60 g/dL 11,4-15,1
Eritrosit (RBC) 3,34 103/μL 4,0-5,0
Leukosit (WBC) 20,15 103/μL 4,7-11,3
Hematokrit 28,60 % 38-42
Hitung jenis
Neutrofil 83,3 % 51-67
KIMIA KLINIK
METABOLISME
KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Sewaktu 299 mg/dL <200
D. TERAPI/ PENGOBATAN
1. Gentamicin 8 mg
2. Kalnex 500 mg
3. Antrain 1 gr
4. Metoclopramide 10 mg
ANALISA DATA
1. K/u lemas
2. Kesadaran compos mentis
3. pergerakan tidak maksimal
4. kekuatan otot 5 5
44
5. Kesulitan mika/miki
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Hambatan mobilitas fisik
3. Resiko infeksi
NURSING CARE PLAN
Jam
1 Selasa, 28 Nov 1 1. Mengukur TTV S : Pasien mengeluh masih nyeri luka bekas operasi
2017 2. Mengobservasi PQRST O:
3. mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam 1. K/u lemas
4. Memberi lingkungan yang nyaman 2. Kesadaran compos mentis
5. Memasukan obat melalui IV plug 3. Grimace
4. P : luka post
5. Q : ditusuk-tusuk
6. R : di pinggang kanan bawah
7. S : skala 2
8. T : saat bergerak
9. Ttv :
TD : 110/80 mmHg;
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36 5 oC
Pernafasan : 20 x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
2 Selasa, 28 Nov 2 1. Mengkaji kemampuan pasien dalam S : Pasien mengeluh badannya masih lemas dan nyeri
2017 mobilisasi saat bergerak
2. Mendampingi dan membantu pasien untuk
duduk dan miring kiri
O:
1. K/u lemas
2. Kesadaran compos mentis
3. pergerakan tidak maksimal
4. kekuatan otot 5 5
44
5. Kesulitan miki
6. Mobilisasi duduk dibantu
7. Makan dibantu