Anda di halaman 1dari 24

Pemeriksaan Cairan Pleura

Rongga pleura merupakan ruangan potensial yang dibatasi oleh meseothelium dari pleura

visceral dan parietal. Rongga pleura normalnya mengandung sejumlah kecil cairan yang

memfasilitasi gerakan dari kedua membran antara satu dan lainnya, cairan ini merupakan plasma

filtrat dari kapiler pleura parieta yang diproduksi secara terus menerus, tergantung pada tekanan

hidrostatik kapiler, plasma, tekanan onkotik, dan permeabilitas kapiler, cairan pleura di

reabsorpsi melalui jaringan limfatik dan vena di pleura visceral.

Akumulasi dari cairan disebut dengan efusi, yang merupakan hasil dari ketidak

seimbangan prosuksi cairan dan reabsorpsi cairan, akumulasi cairan di pleura, pericardial dan

rongga peritoneal disebut efusi serous

Evaluasi dari cairan tubuh serosa (pleura, pericardial, peritoneal) pertama tama dilakukan

dengan membedakan transudat dan eksudat, transudat pada umumnya tidak membutuhkan

penmeriksaan lebih lanjut, bagaimanapun cairan sebaiknya dipertahnkan 7-10 hari jika suatu

saat diperlukan tes lebih lanjut, untuk membedakan dua atau lebih parameter kimia, meskipun

tidak 100% akurat


Tabel 1.1 Klasifikasi dari efuri pleura

Transudates: increased hydrostatic pressure or decreased plasma oncotic pressure

Congestive heart failure

Hepatic cirrhosis

Hypoproteinemia (e.g., nephrotic syndrome)

Exudates: increased capillary permeability or decreased lymphatic resorption

Infections

Bacterial pneumonia

Tuberculosis, other granulomatous diseases (e.g., sarcoidosis, histoplasmosis, etc.)

Viral or mycoplasma pneumonia

Neoplasms

Bronchogenic carcinoma

Metastatic carcinoma

Lymphoma

Mesothelioma (increased hyaluronate content of effusion fluid)

Pulmonary infarct (may be associated with hemorrhagic effusion)

Noninfectious inflammatory disease involving pleura

Rheumatoid disease (low pleural fluid glucose in most cases)

Systemic lupus erythematosus (LE cells are occasionally present)


Fluid from extrapleural sources

Pancreatitis (elevated amylase activity in effusion fluid)

Ruptured esophagus (elevated amylase activity and low pH)

Urinothorax (elevated creatinine and low pH)

1.1 Cara Pemeriksaan

Thoracosintesis diindikasikan untuk berbagai macam efusi pleura yang tidak terdiagnosis

, untuk membantu pemberian terapi terapeutik pada pasien dengan efusi masif, bagaimanapun

cairan serosa seringnya dikumpulkan atau dites dengan cara yang benar, dengan cara

pengumpulan yang tidak benar, laboratorium biasanya mendapatkan syringe yang besar atau

botol vacum, timbulnya bekuan danpat timbul karena tidak sesuainya cara pencampuran

Cairan pleura sebaiknya disimpan pada tabung dengan heparin untuk mencegah

timbulnya bekuan, tetapi jika untuk penghitungan hitung jenis, sebaiknya disimpan di tabung

EDTA. Aliquot adalah tabung terbaik untuk pemeriksaan kultur bakteri aerob dan anaerob jika

keganasan, infeksi jamur ato infeksi mycobacterial dicurigai, sisa dari cairan (100ml atau lebih)

sebaiknya disimpan untuk kultur, spesimen untuk sitologi dapat disimpan sampai 48 jam di

kulkas dunyuk hasil yang mkasimal, untuk pengukuran PH cairan sebaiknya dikumpulkan secara

anaerob di syringe dengan heparin dan dikirmkan ke laboratorium menggunakan es, spesimen

dengan purulent tidak membutuhkan pengukuran PH dan dapat menyumbat analyzer.

Transudat pada umumnya jernih, kuning pucat sampai, tidak berbau, dan tidak ada

bekuan, kira kira 15% transudat mengandung sedikit darah, efusi pleura dengan hematrokrit >1%
menunjukan trauma, kaganasan, atau infeksi paru, jika hematokrit lebih dari 50% menunjukan

adanya hematothorac

Eksudat menunjukan gambaran berawan, dan sering membeku bla tidak diberi heparin,

berbau, biasanya terdeteksi apada infeksi anaerob spesimen yang ,kental seperti susu atau

terdapat darah, seharusnya di sentrifugasi, dan supernatan diperiksa, jika supernatan tampak

jernih, kekeruhan kemungkinan disebabkan sel debris, jika kekeruhan tetap ada sentrifugasi,

maka kemungkinan disebabkan chylus atau pseudochylous

Efusi chylous disebabkan karena kebocoran ductus thoracicus karena obstruksi seperti

limfoma, karsinoma atau trauma, lapisan kilomikron mungkin terbentuk, chylothorax adalah

efusi pleura yang sering terdapat pada bayi baru lahir.

Pseudochylous atau chyliform efusi terlihat keruh, kehijauan atau gambaran seperti emas,

terbentuk secara perlahan karena lemak di sel dan efusi yang lama seperti pada rheumatoid

pleuritism tuberkuloasis atau myxedem,

Table 1.2-- Perbedaan Chylous dan Pseudochylous

Jenis Chylous Pseudochylous

Onset Mendadak Perlahan

Tampilan makroskopik Putih susu atau kuning hingga Milky or greenish, metallic sheen

merah darah

Pemeriksaan Limfositosis Berbagai macam sel, kristal

mikroskopik kolesterol
Jenis Chylous Pseudochylous

Trigliserid ≥ 110 mg/dL (≥ 1.24 mmol/L) < 50 mg/dL (< 0.56 mol/L)

Lipoprotein Chylomicrons (+) Chylomicrons( -)

electrophoresis

Modified from Kjeldsberg CR, Knight JA. Body Fluids: Laboratory Examination of Amniotic,

Cerebrospinal, Seminal, Serous and Synovial Fluids, 3rd ed. Copyright © American Society for

Clinical Pathology, Chicago, IL, 1993, with permission.

Tabel-1.3 - Rekomendasi tes pada efusi pleura

Routine tests

Gross examination

Pleural fluid/serum protein ratio

Pleural fluid/serum LD ratio

Examination of Romanowski-stained smear (malignant cells, LE cells)

Useful tests in most patients

Stains and cultures for microorganisms

Cytology

Useful tests in selected cases

Pleural fluid cholesterol

Pleural fluid/serum cholesterol ratio

Albumin gradient
pH

Lactate

Enzymes (ADA, amylase, LD)

Interferon-gamma

C-reactive protein

Lipid analysis

Tumor markers

Immunologic studies

Tuberculostearic acid

Pleural biopsy

Modified from Kjeldsberg CR, Knight JA: Body Fluids: Laboratory Examination of Amniotic,

Cerebrospinal, Seminal, Serous and Synovial Fluids, 3rd ed. Copyright © American Society for

Clinical Pathology, Chicago, 1993, with permission.

1.3 Pemeriksaan Mikroskopik

1.3.1 Hitung Sel.

Hitung Leukosit tidak bisa membedakan eksudat dan transudat meskipun hitung eritrosit

diatas 100.000 μL menunjukan kemungkinan dari keganasan, trauma, atau infeksi paru paru,

tetapi memiliki nilai praktikal yang kecil

Hitung jenis leukosit dan sitologi


Pemeriksaan sebaiknya dilakukan, disiapkan dengan cytocentrifugasi dan dikeringkan

dengan pewarnaan Romanowski, pemeriksaan dengan tes hematologi dapat efektif untuk

mendeteksi keganasan sel, terutama keganasan hematologi, metode Papanicolou juga dapat

digunakan terutama jika ada kemungkinan kehilangan sel.

Analisis sitologi dapat menegakan diagnosis kasinoma dengan metastase pada 70% lebih

kasus, bagaimanapun sensitivitasnya kurang efisien jika pasien memiliki mesothelioma (10%),

squamous cell carcinoma (20%), lymphoma (25-50%) atau sarcoma (25%) persiapan dariblock

sel tidak dibutuhkan kecuali efusi dimanadicuragai adanya keganasan.

Sel mesothelial biasanya didapatkan pada cairan pleura dengan proses inflamasi,

biasanya juga didapatkan di pasien dengan pleuritis Tuberkulosis, emphyema dan rheumatoid

pleuritis, dan pada pasien yang dilakukan pleurodesis, deposit fibriin dan fibrosis terdapat pada

sekonfirmasi.

Gambar 1.1 Sel mesothelial di cairan pleura

Table 1.4 Perbedaan Sel di efusi pleura


Neutrophilia (> 50%)

Bacterial pneumonia (parapneumonic effusion)

Pulmonary infarction

Pancreatitis

Subphrenic abscess

Early tuberculosis

Transudates (over 10%)

Lymphocytosis (> 50%)

Tuberculosis (mesothelial cells are rare)

Viral infection

Malignancy

True chylothorax

Rheumatoid pleuritis

Systemic lupus erythematosus

Uremic effusions

Transudates (approximately 30%)

Eosinophilia (> 10%)

Pneumothorax (air in pleural space)

Trauma

Pulmonary infarction
Congestive heart failure

Infection (especially parasitic, fungal)

Hypersensitivity syndromes

Drug reaction

Rheumatologic diseases

Hodgkin's disease

Idiopathic

1.4 Pemeriksaan kimia

1.4.1 Protein

Pengukuran total protein atau albumin cairan pleura meiliki pengaruh yang kecil di klinis kecuali

ketika digabungkan dengan parameter lain untuk membedakan eksudat dan transudat,

elektrophoresis protein menunjukan pola yang serupa denga serum kecuali tingginya albumin,

pemeriksaan ini memiliki sedikit nilai untuk membantu diagnosis

1.4.2 Glukosa

Kadar glukoasa pada cairan pleura normal, trasudat dan eksudat sama pada kadar

serum,penurunan glukoasa pada cairan pleura, yaitu dibawah 60 mg/dl (3,33 mmol/L) atau

cairan pleura/seum glucosa rasio kurang dari 0,5. ini tampak pada rheumatoid pleuritis dan

parapneumonic purulent exudat, rendahnya kadar glukoasa juga tampak pada keganasan,

tuberkuloasis, infeksi bakteri non purulen, lupus pleuritism dan ruptur esofagus.
1.4.3 Laktat

Kadar Laktat pada cairan pleura dapat digunakan untuk diagnosis cepat pada infesi pleuritis,

kadarnya lebih tinggi secara signifikan pada bakteri dan pleura tuberculosis dibandingkan pada

efusi pleura yang lain, peningkatan secara moderat biasanya didaptkan pada efusi dengan

malignancy. Kadar diatas 90 mg/dl (10mmol/L) menunjukan nilai kemungkinan positif 94%

pada infeksi pleuritis

1.4.4 Enzym.

Peningkatan kadar amilase diatas kadar serum biasanya 1,5-2 kali lebih besar menunjukan

adanya pankreatitis, ruptur esofagus, dan efusi malignan,

Pada cairan pleura laktat dehidrogenase meningkat, menurut derajat inflamasi, pada

tambahannya digunakan untuk memnedakan eksudat dan transudat, penurunan kadar LD selama

efusi, menunjukan inflamasi sedang dalam proses penyembuhan, sebaliknya peningkatan kadar

menunjukan perburukan kondisi yang membutuhkan terapi atau rencana lebih agresif. Analisis

isoenzym dapat membantu mendiagnosis masalah eksudat, tapi tidak rutin di rekomendasikan

1.4.5 Adenosis Deaminase (ADA)


Adenosis Deaminase (ADA) mengandung limfosit T yang kaya, yang meningkat secara

signifikan di pleuritis tuberculosis, pada kadar 50U/L sensitivitas 91%, spesifitas 81%,nilai

prediksi positif 84% nilai prediksi negatif 89%, dan efisiensi 86%, ketika limfosit/ netrofil ratio

0,75 atau lebih, nilai presentasi adalah 88%, 95%, 95%, 88%, and 92%, kadar ADA 40 u/L

tampak pada 99,6% pasien dengan pleuritis tuberculosis, sedangkan pada pasien dengan cairan

pleura yang kaya akan limfosit dari nontuberculosis, ADA level kurang dari 40 U/L terdapat

pada 97% kasus.

1.4.6 Interferon-gamma (INF-gamma).

Pada cairan pleura kadar INF-gamma meningkat secara signifikan pada cairan pleura dan cairan

pleura pada pasien pleuritis tuberculosis . tingkat sensitivitas kadarnya 3.7 IU/Latau lebih dari

99% dan spesifitasnya 98% ). sensittifitas tidak berbeda pada pasien dengan HIV-positif HIV-

negatif nly hanya sekitar 20% pasien dengan efusi karena keganasan hematologi memiliki kadar

INF gamma sdikit diatas 3.7 IU/L

1.4.7 PH

Pengukuran PH pada cairan pleura memiliki nilai diagnosis yang tinggi tingakt akurasinyam

untuk memperkirakan prognoisis dari parapenumonic efusi, eksudat dari parapneumonic dengan

PH lebih dari 7,3 biasanya dapat disembuhkan dengan hanya terapi medikamentosa saja, PH

kurang dari 7,2 men indikasikan komplikasi dari parapneumoni, yang membutuhkan terapi bedah

Pasien dengan kadar borderline PH 7.20-7.30 sebaiknya diawasi ketat dengan pengulangan

pengukuran, Rheumatoid pleuritis dan efusi keganasan dengan respon yang buruk memilihki pH
dibawah 7.20 dan kadar glukosa yang rendah.ph dibawqah 6 menunjukan karakteristik dari

ruptur esofagus meskipun PH pada empiema berat juga dibawah 6 atau kurang,

1.4.8 Lemak

Pengukuran lemak juga membantu mengetahui efusi chylous, lebih lanjut, cairan efusi trigleserid

diatas 110mg/ml.mengindikasikan efusi chylous. Nilai diantara 60-110 mg/dL (0.68-1.24

mmol/L) tidak meyakinkan dan membutuhkan lipoprotein elektrofotresis untuk menunjukan

chylothorax. Nonchylous dan pseudochylous efusi memiliki kadar trigloserid dibawah 50 mg/dL

(0.56 mmol/L) dan tidak ditemukan kilomikron pad elektroforesis ( Table 28-20 ).

Pengukuran kolesterol mungkin berguna dalam membedakan transudat dan esudat terutama

ketika ada pertanyaan mengenai light kriteria, kadar nilai total kolesterol 54mg/dL atau lebih

dan kadar cairan pleura dan serum rasio 0,32 atau lebih tinggi,, masing2 memiliki sensitivitas

dam spesifitas sesuai dengan kriteria light, tampaknya kristal kolesterol mungkin dapat dilihat

pada efusi pleura yang tampak setelah bebrara tahun

1.4.9 C-Reactive Protein (CRP).

Kadar CRP pada cairan pleura > 30 mg/L dilaporkan memiliki sensitivitas 93.7% spesivitas ,

76.5%, dan nilai positif 98.4% pada infeksi parapneumonic. Nilai rata rata CRP sekitar 90 mg/L

pada infeksi parapneumonic,dibandingkan dengan 26 mg/L pada tuberculosis dan 23 mg/L pada

efusi karena keganasan

2. Cairan Perikardial
Sebanyak 10-50 ml cairan pericardial terdapat di ruang pericardial, diproduksi oleh

transudat dengan mekanisme seperti cairan pleura, efusi pericardial biasanya disebabkan oleh

virus , enterovirus adalah penyebab tersering, infeksi bakteri, tuberculosis atau jamur, masalah

autoimun, angguan ginjal, miokard infark, cedera mediastinal, oleh karena penggunaan obat, dan

factor idiopatik lainnya, banyak dari tes laboratorium menggambarkan cairan pleura juga

mempengaruhi cairan pericardial

Table 1.5 Etiologi Efusi Pericardial

Idiopathic (most often viral) Renal failure

Infection Hemorrhage

Bacteria Trauma

Tuberculosis Anticoagulant therapy

Fungi Leakage of aortic aneurysm

Viruses Autoimmune disorders

AIDS-related (usually viral) Hypothyroidism

Neoplasm Rheumatoid arthritis

Metastatic carcinoma Systemic lupus erythematosus

Lymphoma Inflammatory bowel disease

Drugs Wegener's granulomatosis


Hydralazine Acute myocardial infarction

Procainamide Radiation therapy

Phenytoin

2.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pericardial eksudat berkembang pada 80% kasus terseringnya adalah serosanguin daripada

hemorhagik dan biasanya memiliki pH lebih dari 7,4 dan kadar glukosa yang normal

Tes rutin efusi perikardial sebaiknya dibatasi dengan hitung sel, protein total, LD, kultur bakteri

dan sitologi

2.2 Pemeriksaan mikroskopik

Hematokrit dan hitung sel eritrosit dapat menunjukan efusi hemorrhagi, tapi terbatas dengan

nillai untuk diagnosis banding, Leukosit total dengan nilai 10 000/μL menunjukan bakteri ,

tuberkulosis atau keganasan pericarditis.

Pemeriksaan sitologi biasanya tidak terlalu sulit, metastase carsinoma dari paru dan mammae

biasa terlighat pada periode keganasan di efusi pericardial. Sitologi memiliki sensitifitas 95%

dan spesifitas 100%

2.3 Kimia
Pemeriksaan kimia untuk diagnostik efusi perikardial sama seperti cairan tubuh lainnya

2.3.1 Protein.

Kadar lebih dari 3.0 g/dL memiliki sensitivitas 97% untuk efusi eksudats,tapi spesifitas hanya

22% dimana total protein tidak memiliki pengaruh yang besar di diagnosis efusi pericardial

2.3.2 Glukosa

Kadar kurang dari60 mg/dLmemiliki tingkat akurasi 36% dalam mengindentifikasi efusi

perikardial , nilai kurang dari 40 mg/dL (< 2.22 mmol/L) biasanya terdapat pada bakteri,

tuberkulosis, rheumatic, or efusi malignansi

2.3.3 pH.

PH cairan perikardial ditandai menurun (< 7.10) pada rheumatic atau pericarditis purulen.

Malignansi, uremia, tuberculosis, dan kelainan idiopathic dapat menurun secara sedang pada

kisaran 7.20-7.30

2.3.4 Lemak

Perisahan dari chylous dan pseudochylous dapt difasilitasi dengan kadar trigliserid dan

pengukuran kolesterol

2.3.5 Enzim

lactate dehydrogenase (LD) pada cairan pericarditis lebih tinggi daripada 200 U/Lsebagai batas

cut off pada eksudat perikardial


2.3.6 Adenosine deaminase (ADA)

Adenosine deaminase (ADA) tes yang digunakan untuk pericarditis tuberkulosis Nilai median

kadar ADA pada tuberkulosis pericarditis secara signifikan lebih tinggi dibanding efusi karena

sebab patologis lainnya , dengan cutoff of 30 U/L, the sensitivititas adalah 94%, spesifitas

68%, dan nilai positif perdiktif 80%. dengan cuto off 40 U/L, the sensitivititas dan spesifitas

adalah 93% 97%

2.3.7 Interferon-gamma (INF-gamma).

Peningkatan kadar INF-gamma dilaporkan pada efusi serous tuberculous, termasuk tuberculous

pericarditis, kadar INF-gamma lebih dari 1000 pg/L, yang mana secara signifikan lebih tinggi

daripada efusi pada keadaan patologis lainnya nilai cutoff value of 200 pg/L menghasilkan

sensitivitas dan spesifitas 100% untuk diagnosis tuberculous pericarditis.

2.3.8 Polymerase Chain Reaction (PCR).

PCR merupakan teknik yang sensitif dan lebih spesifik dibandingkan adenosine deaminase pada

diagnosis in tuberculous pericarditis ( Lee, 2002 ). bagaimanapun test negatif tidak bsa

menyingkirkan pericarditis tuberkuloous, karena bisa saja cairan perikardial mengandung M.

tuberculosis.

2.4 Pemeriksaan mikrobiologi

Sensitivitas pemeriksaan gram dan kultur bakteri untuk perikarditis sama dengan cairan tubuh

yang lain, bakteri anaerob yang terpenting adalah S. aureus, S. pneumoniae, S. pyogenes, beta-

hemolytic group A streptococcus, and Gram-negative bacilli .bakteri anaerob yang tersering
adalah Bacteroides fragilis group, anaerobic streptococci, Clostridium species, Fusobacterium

species, and Bifidobacterium species.

Efusi pericardial dengan etiologi yang tidak dketahui atau efusi masif dengan tanda dari cardiac

tamponade biasanya yang akan diperiksa laboratorium, cairan didapatkan dengan

pericardiotomy, diikuti thoracotomy atau pericardiosintesis ( dengan aspirasi jarum yang steril)

Normal pericardial efiusinberwarna kuning pucat dan jernih, efusi masif (>350 mL) disebabkan

terutama oleh keganasa, uremia, atau idiopatik, pada pasien HIV yang berhubungan dengan

cardiac tamponade 45% dnya idiopatik, sedangkan 20% kasus disebabkan oleh infeksi atau

keganasan, pada efusi karena uremia biasanya terlihat cairan yang jernih dan berwarna kuning

pucat.

Cairan seperti darah yang didapatkan pada percardiosintesis boasanya menunjukan adanya efusi

hemorhagi atau tercampur darah dari jantung, darah yang didapatkan dari rongga di jantung akan

memiliki hematocrit yang bias dibandingkan dengan darah perifer, analisis gas darah,

menunjukan hasil yang serupa dengan vena atau darah arteri, PH dan PO2 lebih rendah,

sedangkan PCO2 lebih tinggi dibandingkan di vena atau arteri darah, darah yang didapatkan dari

punksi cardia didapatkan bekuan, sedangkan dari efusi hemorhagi biasanya tidak. Gambaran

seperti susu menunjukan gambaran chylous atau pseudochylous efusi,

3. Cairan Ascites
Ascites adalah akumulasi patologis dari kelebihan cairan di ruang peritoeal, lebih dr 50 ml cairan

normalnya terdapat di garis mesothelial. Dengan pleura dan cairan pericardial diproduksi

ultrafiltrat plasma yang tergantung permeabilitas vaskular, tekanan hidrostatik dan onkotik

seperti hukum straling

3.1 Transudat dan eksudat

Transudat: meningkatnya tekanan hidrostatik, menurunnya tekanan onkotik

Congestive heart failure

sirosis hepatis

Hipoproteinemia (sindrom nefrotik)

Eksudat peningkatan permeabilitas kapiler atau penurunan resrpsi limfatik

infeksi

peritonitis bakteri primer

peritonitis bakteri sekunder ( appendicitis,ruptur usus)

Tuberculosis

keganasan

Hepatoma

Lymphoma

Mesothelioma

Metastatic carcinoma
Ovarian carcinoma

Prostate cancer

Trauma

Pancreatitis

ruptur empedu

Efusi Chylous

Kerusakan atau obstruksi ductus thoracicus (contoh trauma, lymphoma, carcinoma, tuberculosis,

dan granuloma lainnya, infeksi parsit

3.2 Cara Pengambilan

Paracentesis merupakan prosedur yang relatif sederhana yang dapat dilakukan di tempat tidur

pasien, dengan cara memasukkan jarum suntik ke dalam cavum abdomen, kemudian dikeluarkan

sejumlah kecil cairan ascites untuk tujuan diagnostik atau dalam jumlah besar untuk tujuan terapi

Dianostik parasintesis dilakukan pada kebanyakan pasien dengan ascites yang baru, atau jika ada

perubahan pada gambaran klinis pasien dengan ascites, seperti akumulasi cairan yang cepat atau

demam. Minimal dibutuhkan 30 ml caiaran untuk evaluasi lengkap, jika memungkinkan

setidaknya 100 ml perlu disiapkan untuk pemeriksaan sitologi. Sampel untuk hitung sel
sebaiknya disimpan di tabung dengan EDTA, spesiemen untuk kultur disimpan di botol kultur

yang relah di inokulsi dengan cairan asites (10 ml per botol)

Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL).

Prosedur ini tidak lagi direkomendasikan sebagai teknik yang rutin dilakukan pada evaluasi

trauma abdomen

3.3 Cara pemeriksaan

3.3.1 Pemeriksaan Makroskopik

Normal warna cairan peritoneal yaitu putih jernih sampai kuning pucat. Cairan ascites yang

seperti susu (chylous ascites) ditandai dengan adanya kilomikron, merupakan partikel lipoprotein

terdapat banyak dalam trigliserida. Penyebab chylous ascites yaitu sirosis, infeksi (parasite dan

tuberkulosis), keganasan, kelainan kengenital, traumatis, proses inflamasi, nefropati, dan

kardiopati. Keganasan abdomen merupakan penyebab utama chylous ascites pada orang dewasa,

sedangkan congenital lymphatic abnormalities merupakan penyebab utama chylous ascites pada

anak. Pseudochylous ascites atau cloudy/turbid ascites berhubungan dengan infeksi bakteri,

peritonitis, pankreatitis, atau perforasi usus. Adanya kadar kilomikron dan trigliserida yang

tinggi dalam cairan ascites dapat digunakan untuk membedakan chylous ascites dengan

pseudochylous ascites. Hal ini sangat penting oleh karena sekitar 80% kasus keganasan abdomen

menunjukkan adanya chylous ascites

3.3.2 Pemeriksaan Kimia cairan ascites

1. Total protein cairan ascites dan serum-ascites albumin gradient (SAAG)


Total cairan ascites yang rendah. SAAG lebih sensitif dan lebih spesifik untuk

membedakan ascites yang terjadi oleh karena hipertensi portal dengan ascites yang terjadi oleh

mekanisme patofisiologi yang lain (seperti inflamasi peritoneum).

SAAG perrtama kali dikenalkan oleh Hoefs et al. tahun 1981 dengan dikalkulasi dengan

cara: kadar albumin serum dikurangi dengan kadar albumin cairan ascites. SAAG secara umum

rendah (< 1,1 g/dL) pada ascites yang bukan oleh karena hipertensi portal seperti misalnya pada

infeksi atau keganasan. SAAG tinggi (≥ 1,1 g/dL) pada ascites yang berhubungan dengan

hipertensi portal seperti misalnya pada kasus sirosis hati dan gagal jantung kongestif (Huang et

al., 2014).

1. Lactate dehydrogenase (LDH)

Studi sebelumnya mengungkapkan bahwa terdapat kadar LDH cairan ascites yang tinggi pada

efusi malignant dan kadar yang rendah pada efusi non-malignant. Light dkk mencoba

mengkombinasikan pemeriksan LDH dengan pemeriksan protein total untuk cairan ascites. Nilai

cut-off untuk tiga parameter pemeriksaan cairan ascites untuk membedakan antara ascites

hepatic dan non hepatic, yaitu: LDH=400 IU, rasio LDH cairan ascites/serum=0,6, rasio total

protein cairan ascites/serum=0,5. Apabila nilai dua dari tiga parameter pemeriksaan tersebut

lebih tinggi dibandingkan dengan nilai cut-off mengindikasikan bahwa ascites disebabkan oleh

non-hepatic, sedangkan nilai yang lebih rendah dari nilai cut-off untuk ketiga parameter

mengindikasikan bahwa ascites disebabkan oleh proses hepatic (Light, 2013)


2. Glukosa

Pada kondisi normal, kadar glukosa pada cairan cavum peritoneum hampir sama dengan

kadar glukosa dalam serum. Kadar glukosa cairan ascites akan menurun pada peritonitis

tuberkulosa, spontaneous bacterial peritonitis (SBP), dan keganasan karena glukosa dikonsumsi

oleh bakteri, sel leukosit, atau sel kanker. Kadar glukosa cairan ascites selalu lebih rendah

daripada normal pada penderita yang mengalami ascites tuberkulosa.

3. Amylase

Cairan ascites yang banyak mengandung amylase biasanya terjadi pada kerusakan duktus

pankreatikus atau obstruksi yang terjadi pada pankreatitis, atau trauma pankreas. Peningkatan

kadar amylase cairan ascites di atas kadar normal amylase serum dijumpai pada 90% pasien

dengan pankreatitis akut dan pancreatic pseudocyst. Pada kasus pankreatitis akut yang sangat

berat, kadar amylase cairan ascites dapat meningkat 100x lipat dibandingkan kadar dalam serum.

4. Aktivitas adenosine deaminase (ADA)

Aktivitas adenosine deaminase (ADA) dilaporkan lebih sensitif dan spesifik dalam diagnosis

awal ascites tuberkulosa dibandingkan dengan tipe lain dari ascites. Menggunakan nilai cut-off

ADA 36-40 IU/L dalam mendiagnosis ascites tuberkulosa, memiliki sensitivitas 100% dan

spesifisitas sebesar 97%. Pasien dengan peritonitis tuberkulosa memiliki kadar ADA lebih tinggi

daripada ascites karena sirosis (

5. Hitung sel, kultur bakteri, dan Polymerase chain reaction (PCR)

Pemeriksaan ini mempunyai peran penting dalam mendiagnosis penyebab ascites, khususnya

ascites oleh karena infeksi. SBP didefinisikan dengan adanya sel neutrophil ≥ 250 cell/µL atau
kultur bakteri cairan ascites dengan hasil positif. Hitung sel dengan alat otomatis seperti flow

cytometer dan kultur cairan ascites harus dikerjakan secara simultan. Sedangkan pada pasien

sirosis dengan ascites memiliki jumlah sel leukosit lebih rendah daripada pada pasien SBP atau

peritonitis tuberkulosa. Selain itu ascites oleh karena sirosis memiliki proporsi sel mononuklear

(limfosit dan monosit) lebih banyak, konsentrasi protein lebih tinggi dan kadar ADA lebih tinggi.

Pendekatan baru dalam mendiagnosis cepat penyebab ascites infeksi termasuk tuberkulosis yaitu

pemeriksaan PCR (dapat diperiksa dengan volume cairan ascites 50 ml). Pada diagnosis efusi

tuberkulosis menggunakan PCR, merupakan alat diagnosis yang ideal dengan sensitivitas 94%

dan spesifisitas 88% (Portillo-Gomez et al., 2000).

6. Petanda Tumor

Petanda tumor dapat digunakan dalam menentukan risiko kanker, skrining untuk kanker stadium

dini, konfirmasi diagnosis, prediksi prognosis, monitoring metastase, kekambuhan, atau

progresifitas kanker. Beberapa petanda tumor yang sering diperiksa yaitu: alfa fetoprotein (AFP),

carcinoembryonic antigen (CEA), cancer antigen (CA)19-9 dan CA125 (Huang et al., 2014).
DAFTAR PUSTAKA

Pincus MR, Tiemo PM, Fenelus M, Bowne WB, Bluth MH, 2011, Evaluation of liver function,

In: McPherson, Pincus (Eds), Henry’s Clinical Diagnosis and Mangement by Laboratory

Methods 22nd Ed, USA: Elsevier Saunders

I Nyoman Wande. Analisis Cairan Ascites . 2016. Buku panduan Patologi Klinik Universitas

Udayana

Anda mungkin juga menyukai