Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN

PRAKTIK KEPRAWATAN MEDIKAL BEDAH


RUANG UGD RSUD ABD. RIVAI

“ COMBUSTIO GRADE II “

Disusun Oleh :

RANDY MUSRIANTO
PO7220116146

MAHASISWA PENDIDIKAN JARAK JAUH


KABUPATEN BERAU
PROGRAM D- III KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KALTIM
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
COMBUSTIO GRADE II
DI RUANG DAHLIA TANGGAL 10 DESEMBER 2018 s/d 16 DESEMBER 2018
RUMAH SAKIT ABDUL RIVAI KABUPATEN BERAU

MENGETAHUI

CI INSTITUSI CI LAHAN

____________________ ____________________
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis dapat
menyelesaikan tugas Asuhan Keperawatan dengan lancar.

Dalam pembuatan pengkajian Asuhan Keperawatan ini, penulis mendapat bantuan dari
berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar – besarnya kepada semua pihak yang telah membantu proses pembuatan
Asuhan Keperawatan ini pada khususnya Kepala Ruangan,CI lahan, yang telah
memberikan kesempatan dan memberI fasilitas sehingga pengakajian Asuhan
Keparawatan ini dapat selesai dengan lancer dan cepat. Semuapihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu yang membantu pembuatan Asuhan Keperawatan ini.

Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini
masih jauh dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan.Akhir kata penulis sampaikan
terimakasih.

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Luka
bakar berat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relative tinggi
dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk
penanganannya pun tinggi.
Di Amerika Serikat, kurang lebih 250.000 orang mengalami luka bakar setiap
tahunnya. Dari angka tersebut 112.000 penderita luka bakar membutuhkan
tindakan emergency, dan sekitar 210 penderita luka bakar meninggal dunia. Di
Indonesia, belum ada angka pasti mengenai luka bakar, tetapi dengan
bertambahnya jumlah penduduk serta indsutri, angka penderita luka bakar
tersebut makin meningkat.
Luka bakar menyebabkan kehilangan integritas kulit dan juga menimbulkan efek
sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat
yang ditentuka oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka bergantung pada
dalam, luas, dan letak. Selain beratnya luka bakar, umur dan keadaan
kesehatan penderita sebelumnya merupakan factor yang sangat mempengaruhi
prognosis (R. Sjamsuhidajat, 2010).
II. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mampu menjelaskan tentang penerapan asuhan keperawatan pada anak
dengan masalah gangguan sistem integumen (combustio)
b. Tujuan Khusus
1) Menjelaskan konsep dasar medis pada pasien dengan luka bakar mulai
dari definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologis, manifestasi, pemeriksaan
diagostik, dan penatalaksanaan medik
2) Menganalisa data serta merumuskan diagnosa pada klien dengan luka
bakar dan membuat patways luka bakar
3) Membuat kesimpulan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan
luka bakar

III. MANFAAT

Menambah wawasan, pengetahuan penulis dan pembaca di bidang kesehatan


khususnya combustion / luka bakar
Memberikan informasi mengenai masalah keperawatan pada pasien dengan
combustio dan penatalaksanaan masalah keperawatan
A. KOSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian
Combustio atau luka bakar adalah kerusakan pada kulit yang
disebabkan oleh panas, kimia/radioaktif. (Long, 1996). Combustio atau Luka
bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas
tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi/radiasi elektromagnetik.
(Effendi. C, 1999)
Kecelakaan arus listrik dapat terjadi apabila arus listrik dapat terjadi
apabila arus/ledakan dengan tegangan tinggi. Energi panas yang timbul
menyebabkan luka bakar pada jaringan tubuh. Pada luka jenis ini yang khas
adalah adanya luka tempat masuk yang menimbulkan hiperemesis dan
ditengahnya ada daerah nekrosis yang dikelilingi daerah pucat
(Junaidi. P,1997).
Metacarpal adalah jari-jari tangan. Tulang metacarpal dapat bergerak
fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi dan rotasi (Junaidi. P, 1997)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa combustio metacarpal
adalah kerusakan jaringan yang mengenai jari-jari tangan akibat dari aliran
listrik yang bertegangan tinggi. Luka pada daerah masuknya arus listrik
biasanya gosong dan tampak mencukung serta ditengahnya ada daerah
nekrosis yang dikelilingi derah pucat.
2. Etiologi
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun
bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab
terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1. Paparan api
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh.
Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka
bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama
waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang
disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka
bakarnya.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap
panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta
dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi dapat menyebabkan cedera
hingga ke saluran napas distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi
jalan nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam.
6. Zat kimia (asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.
3. Tanda dan gejala berdasarkan derajat luka bakar

1. Luka bakar derajat 1 (superficial thickness burn)


Yaitu jika luka bakar hanya mengenai lapisan kulit paling luar (epidermis).
Tanda dan gejalanya hanya berupa kemerahan (eritema), pembengkakan
dan disertai rasa nyeri pada lokasi luka. Tidak dijumpai adanya lepuhan
(blister). Kebanyakan luka bakar akibat radiasi sinar ultra violet (sunburn)
termasuk dalam luka bakar derajat 1
2. Luka bakar derajat 2 (partial thickness burn)
Yaitu jika luka bakar mengenai epidermis hingga lapisan kulit di bawahnya
(dermis).
Luka bakar derajat 2 dibagi menjadi:

 Luka bakar derajat 2 dangkal (superficial partial thickness burn), jika luka
bakar mengenai hingga lapisan dermis bagian atas. Tanda dan gejalanya
berupa kemerahan (eritema), tampak ada lepuhan (blister), yaitu gelembung
yang berisi cairan, dan disertai rasa nyeri.
 Luka bakar derajat 2 dalam (deep partial thickness burn), jika luka bakar
mengenai hingga lapisan dermis bagian bawah.

Tanda dan gejalanya berupa kemerahan (eritema), tampak ada lepuhan


(blister), tetapi kadang-kadang tidak disertai rasa nyeri jika ujung saraf sudah
rusak.

3. Luka bakar derajat 3 (full thickness burn)


Yaitu jika luka bakar mengenai seluruh lapisan kulit (epidermis, dermis dan
jaringan subkutan).
Tanda dan gejalanya berupa luka bakar yang tampak pucat atau justru tampak
hangus, dan kadang-kadang disertai jaringan nekrotik yang keras berwarna
hitam, tetapi tanpa disertai rasa nyeri karena ujung saraf sudah rusak. Tidak
tampak ada lepuhan (blister). Pada luka bakar derajat 3, kapiler darah, folikel
rambut dan kelenjar keringat juga sudah rusak. Biasanya luka bakar derajat 3
dikelilingi oleh luka bakar derajat 1 dan 2. Luka bakar yang sangat berat dapat
mengenai otot dan tulang.

Tanda dan gejala lainnya yang dapat timbul jika saluran pernapasan juga
terpapar api atau korban menghirup asap, antara lain: rambut hidung tampak
hangus, lendir hidung berwarna hitam, perubahan suara, batuk, mengi, hingga
kesulitan bernapas.
4. Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke
tubuh. Panas tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi
elektromagnetik, derajat luka bakar yang berhubungan dengan beberapa faktor
penyebab, konduksi jaringan yang terkena dan lamanya kulit kontak dengan
sumber panas. Kulit dengan luka bakar mengalami kerusakan pada epidermis,
dermis maupun jaringan subkutan tergantung pada penyebabnya. Terjadinya
integritas kulit memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam tubuh.
Kehilangan cairan akan mempengaruhi nilai normal cairan dan elektrolit tubuh
akibat dari peningkatan pada permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi
perpindahan cairan dari intravaskular ke ekstravaskuler melalui kebocoran
kapiler yang berakibat tubuh kehilangan natrium, air, klorida, kalium dan
protein plasma. Kemudian terjadi edema menyeluruh dan dapat berlanjut pada
syok hipovolemik apabila tidak segera ditangani (Hudak dan Gallo, 1997).
5. Komplikasi
1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
2. Sindrom kompartemen.
3. Adult Respiratory Distress Syndrome.
4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling.
5. Syok sirkulasi
6. Gagal ginjal akut.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara sistematik dapat dilakukan 6c : clothing, cooling,
cleaning, chemoprophylaxis, covering and comforting (contoh pengurang nyeri).
Untuk pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru
selanjutnya dilakukan pada fasilitas kesehatan.
a. Clothing
Singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian
yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai
pada fase cleaning.
b. Cooling
Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air
mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah
normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif smapai dengan 3
jam setelah kejadian luka bakar yaitu :
- Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif tetap
memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk
luka yang terlokalisasi
- Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah
mengkerut (vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat
luka dan risiko hipotermia
Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah mata,
siram dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila
penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari
kulit baru disiram air yang mengalir.
c. Cleaning
Pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa
sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan
akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.
d. Chemoprophylaxis
Pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam
dari superficial partial- thickness (dapat dilihat pada tabel 4 jadwal pemberian
antitetanus). Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi,
dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh diberikan
pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu
menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan
e. Covering
Penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat
luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau
bahan lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan)
bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya
lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau
larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.
f. Comforting
Dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa :
- Paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg
- Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus
- Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg

Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya


dari ABC (Airway, Breathing dan Circulation)
a. Airway dan Breathing
Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana
jelaga (black sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak
pada wajah. Luka bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan
tatalaksana intubasi (pemasangan pipa saluran napas ke dalam
trakea/batang tenggorok) untuk menjaga jalan napas yang adekuat/tetap
terbuka. Intubasi dilakukan di fasilitas kesehatan yang lengkap.
b. Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka
bakar untuk perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena
(melalui infus) diberikan bilaluas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu dapat
diberikan cairan melalui mulut. Cairan merupakan komponen penting karena
pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui penguapan karena
kulit yang berfungsi sebagai proteksi sudah rusak dan mekanisme dimana
terjadi perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar pembuluh
darah yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema). Bila hal ini
terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka volume cairan
dalam pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan kekurangan
cairan yang berat dan mengganggu fungsi organ-organ tubuh.
Cairan infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl
0,9%/ normal Saline). Kristaloid dengan dekstrosa (gula) di dalamnya
dipertimbangkan untuk diberikan pada bayi dengan luka bakar. Jumlah
cairan yang diberikan berdasarkan formula dari Parkland/Baxter yaitu dengan
fomula :
- Larutan Ringer Laktat : 4 ml x kg BB x % luas luka bakar
- Hari I : Separuh diberikan dalam 8 jam pertama; separuh dalam 16 jam
berikutnya.
- Hari II : Bervariasi. Ditambahkan koloid
Dasar pemikiran bagi terapi penggantian ini bahwa dengan
meningkatkan osmolalitas serum, cairan akan “ditarik” kembali kedalam
ruang vaskuler dari ruang interstisial. Dilaporkan berkurangnya edema
sistemik dan pulmoner sesudah pemberian larutan hipertonik.
Catatan : rumus hanya merupakan panduan. Respons-pasien yang
dibutuhkan berdasarkan frekuensi jantung tekanan darah dan haluaran urine-
merupakan determinan primer terapi cairan yang actual dan harus dinilai
sedikitnya setiap jam sekali. Hasil akhir pasien di perbaiki oleh resusitasi
cairan yang optimal.
Tujuan Terapi Penggantian Cairan Volume total dan kecepatan
pemberian cairan infuse diukur berdasarkan respons pasien luka bakar.
Tujuan pemberian atau penggantian cairan adalah tekanan sistolik yang
melebihi 100 mm Hg; frekuensi nadi yang kurang dari 110/menit, dan
haluaran urin sebanyak 30 hingga 50 ml/jam.
Parameter jauh lebih penting dalam resusitasi daripada rumus apapun.
Sebenarnya respon individual pasien merupakan rumus. Ukuran tambahan
untuk menentukan kebutuhan cairan dan respons pasien terhadap resusitasi
cairan mencakup nilai hematokrit, hemoglobin dan kadar natrium serum. Jika
nilai hematokritt dan hemoglobinnya menurun atau bila haluaran urin lebih
besar dari 50 ml/jam, kecepatan pemberian infuse dapat diturunkan.
Tujuannya adalah untuk mempertahankan kadar natrium serum dalam batas-
batas normal selama penggantian cairan.

Tatalaksana luka bakar minor


- Pemberian pengurang rasa nyeri harus adekuat. Pada anak-anak dapat
membutuhkan morfin sebelum penilaian luka bakar dan pembalutan awal.
Pada luka bakar mengenai anggota gerak atas disarankan imobilisasi denga
balut dan bidai
- Pemeriksaan status tetanus pasien
- Pembalutan tertutup disarankan untuk luka bakar partial thickness. Cairan
yang keluar dari luka bakar menentukan frekuensi penggantian balutan.
Gelembung cairan (blister) memiliki fungsi untuk proteksi dan mengurangi
rasa sakit bila tetap dibiarkan utuh selama beberapa hari. Jika gelembung
cairan kecil, tidak berada di dekat sendi dan tidak menghalangi pembalutan
maka dapat tidak perlu dipecahkan. Gelembung cairan yang besar dan yang
meliputi daerah persendian harus dipecah dan dibersihkan. Gelembung
cairan yang berubah menjadi opak/keruh setelah beberapa hari menandakan
proses infeksi sehingga perlu untuk dibuka dan dibalut.

Tatalaksana luka bakar superfisial / dangkal


- Dapat dibiarkan terbuka. Pada bayi yang menunjukakan kecenderungan
terbentuknya gelembung cairan atau penggarukan dapat ditutup perban untuk
proteksi.

Tatalaksana luka bakar sebagian (partial thicknes)


- Dilakukan pembersihan luka dan sekelilingnya dengan salin (larutan yang
mengandung garam-steril). Jika luka kotor dapat dibersihkan dengan
clorhexidine 0,1% lalu dengan salin.
- Luka bakar superfisial partial thickness dapat ditutup dengan kasa yang tidak
menempel lalu dibalut atau di plester
- Luka bakar deep partial thickness dilakukan penutupan dengan kasa yang
tidak lengket dan diberikan antimikroba krim silverdiazin

Follow up
- Bila luka bakar dangkal tidak menyembuh dalam 7-10 hari, atau menunjukkan
tanda-tanda terinfeksi atau ternyata lebih dalam maka rujukan sebaiknya
dilakukan. Kemungkinan timbulnya jaringan parut yang berlebihan (scar
hipertrofik) harus dipikirkan apabila dalam waktu 3 minggu luka bakar belum
juga menyembuh.

Luka bakar mayor


- Airway and breathing (jalan napas dan pernapasan)
Apabila ada tanda-tanda luka bakar pada saluran napas atau cedera
pada paru-paru maka intubasi dilakukan secepatnya sebelum pembengkakan
pada jalan napas terjadi.
- Cairan
Jika luas area luka bakar >10% maka lakukan resusitasi cairan dan
lakukan penghitungan cairan dari saat waktu kejadian luka bakar. Pasang
kateter urin jika luka bakar>15% atau luka bakar daerah perineum NGT-pipa
nasogastrik dipasang jika luka bakar>10% berupa deep partial thickness atau
full thickness, dan mulai untuk pemberian makanan antara 6-18 jam.

Fase Akut atau Intermediet Perawatan Luka Bakar


Pada fase akut ini dilakukan perawatan luka umum seperti :
a. Pembersihan Luka
Hidroterapi dengan perendaman total dan bedside bath adalah terapi
rendaman disamping tempat tidur. Selama berendam, pasien didorong agar
sedapat mungkin bergerak aktif. Hidroterapi merupakan media yang sangat
baik untuk melatih ekstremitas dan membersihkan luka seluruh tubuh.
b. Terapi Antibiotik Topikal
Ada tiga preparat topikal yang sering digunakan yaitu silver sulfadiazin,
silver nitrat, dan mafenide asetat.
c. Penggantian Balutan
Dalam mengganti balutan, perawat harus menggunakan APD. Balutan
atau kasa yang menempel pada luka dapat dilepas tanpa menimbulkan sakit
jika sebelumnya dibasahi dengan larutan salin atau bial pasien dibiarkan
berandam selama beberapa saat dalam bak rendaman. Pembalut sisanya
dapat dilepas dengan hati-hati memakai forseps atau tangan yang
menggunakan sarung tangan steril. Kemudian luka dibersihkan dan
didebridemen untuk menghilangkan debris, setiap preparat topikal yang
tersisa, eksudat, dan kulit yang mati. Selama penggantian balutan ini, harus
dicatat mengenai warna, bau, ukuran, dan karakteristik lain dari luka.
d. Debridemen
Tujuannya adalah untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi
oleh bakteri dan benda asing sehingga pasien dilindungi dari invasi bakteri
dan untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati.
Debridemen ada 3 yaitu:
- Alami : jaringan mati akan memisahkan diri secara spontan
- Mekanis : penggunaan gunting bedah dan forsep untuk memisahkan dan
mengangkat jaringan mati.
- Bedah : tindakan operasi dengan melibatkan eksisi primer seluruh tebal
kulit sampai mengupas kulit yang terbakar.
e. Graft Pada Luka Bakar
Adalah pencacokan kulit. Selama proses penyembuhan luka akan
terbentuk jaringan granulasi. Jarinagn ini akan mengisi ruangan ditimbulkan
oleh luka, membentuk barier yang merintangi bakteri dan berfungsi sebagai
dasar untk pertumbuhan sel epitel.
f. Dukungan Nutrisi.
Nutrisi yang diberikan adalah TKTP untuk membantu mempercepat
penyembuhan luka.

Fase Rehabilitasi
Meskipun aspek jangka panjang pada perawatan luka bakar berada pada
tahap akhir, tetapi proses rehabilitasi harus segera dimulai segera setelah
terjadinya luka bakar sama seperti periode darurat. Fase ini difokuskan pada
perubahan citra diri dan gaya hidup yang dapat terjadi. Kesembuhan luka,
dukungan psikososial dan pemulihan aktifitas fungsional tetap menjadi prioritas.
Fokus perhatian terus berlanjut pada pemeliharaan keseimbangan cairan dan
elekrolit serta perbaikan status nutrisi. Pembedahan rekonstruksi pada bagian
anggota tubuh dan fungsinya yang terganggu mungkin diperlukan. Untuk
perawatan lanjutan dapat bekerjasama dengan fisioterapi agar dapat melatih
rentang gerak. (Smeltzer and Bare, 2009)

7. Pemeriksaan Penunjang

1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran


darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan
adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya
kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan
kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi.
Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida
(PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun
karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan
hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan ,
kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan
interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi
ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau
luasnya cedera.
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
1. Pengkajian Emergency & Kritis
a. Primery Survey
1) Airway
Adanya keluhan terkurung dalam ruang tertutup dan terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi). Adanya tanda suara serak; batuk mengi;
sianosis, indikasi cedera inhalasi, adanya sekret jalan nafas dalam
(ronki).
2) Breathing
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar
lingkar dada, jalan nafas atas stridor/mengii (obstruksi sehubungan
dengan laringospasme, edema laryngeal), bunyi nafas: gemericik
(edema paru), stridor (edema laryngeal)
3) Circulation
Hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas
yang cedera, vasokonstriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit
putih dan dingin (syok listrik), takikardia (syok/ansietas/nyeri), disritmia
(syok listrik), pembentukan edema jaringan (semua luka bakar).
4) Disability
Adanya keluhan area batas dan kesemutan. Adanya perubahan
orientasi; afek, perilaku, penurunan reflex tendon dalam (RTD) pada
cedera ekstremitas, aktifitas kejang (syok listrik), laserasi korneal,
kerusakan retinal, penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik), ruptur
membran timpanik (syok listrik), paralisis (cedera listrik pada aliran
saraf).
5) Exposure
Destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses thrombus mikrovaskuler pada beberapa
luka.
- Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan
pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung
sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
- Cedera api : terdapat area cedera campuran dalam sehubungan
dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar.
Bulu hidung gosong, mukosa hidung dan mulut kering, merah, lepuh
pada faring posterior, edema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
- Cedera kimia : tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
- Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seperti kulit samak
halus, lepuh, ulkus, nekrosisi, atau jaringan parut tebal. Cedera
secara umum lebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan
kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
- Cedera listrik : cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit
dibawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka
aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada
proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan
pakaian terbakar.
b. Secondary Survey
Anamnesa terhadap :
A (Alergy) : Alergi terhadap obat-obatan
M (Medicine) : Mengkonsumsi obat-obatan terlarang atau alkohol
P (Past illness) : Penyakit penyerta atau riwayat penyakit lainnya
L (last Meal) : Makan terakhir yang dikonsumsi
E (Event) : Mekanisme atau proses kejadiannya
c. Tertiery Survey
Pemeriksaan penunjang meliputi :
a. Hitung darah lengkap : peningkatan Ht awal menunjukkan
hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan.
b. Elektrolit serum : kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan
SDM dan penurunan fungsi ginjal. Natrium awalnya menurun pada
kehilangan air
c. Alkalin fosfat : peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan
interstitiil/ganguan pompa natrium.
d. Urine : adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan
jaringan dalam dan kehilangan protein.
e. Foto rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasi
f. Skan paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi
g. EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka
bakar listrik.
h. BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
i. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
j. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
k. Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema
cairan.
l. Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar selanjutnya. (Doenges, 2002)
2. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b/d kebutuhan oksigen meningkat
2. Nyeri akut b/d kerusakan ujung-ujung saraf karena luka bakar
3. Kekurangan volume cairan b/d output yang berlebihan Perfusi jaringan tidak
efektif b/d penurunan atau interupsi aliran darah arteri / vena

3. Rencana Tindakan
1. Pola nafas tidak efektif b/d kebutuhan oksigen meningkat
Tujuan : pola napas pasien efektif
- Menunjukkan frekuensi pernafasan dengan rentang normal (16-20/
menit)
- Pasien tampak tidak sesak, tidak ada retraksi dada
- Pasien tidak mengeluh sesak napas
Intervensi :
a. Perhatikan adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang
cedera.
b. Tinggikan kepala tempat tidur dan hindari penggunaan bantal dibawah
kepala sesuai indikasi.
c. Berikan pelembab oksigen melalui cara yang tepat, seperti masker
wajah.
d. Kaji ulang seri ronsen
e. Siapkan/bantu intubasi atau trakeostomi sesuai indikasi

2. Nyeri akut b/d kerusakan ujung-ujung saraf karena luka bakar


Tujuan : Nyeri pasien berkurang
Intervensi
a. Tutup luka sesegera mungkin kecuali perawatan luka bakar metode
pemajanan pada udara terbuka
b. tinggikan ekstremitas luka bakar secara periodic
c. berikan tempat tidur ayunan sesuai indikasi
d. ubah posisi dengan sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai
indikasi
e. pertahankan suhu linhkungan nyaman, berikan lampu penghangat,
penutup tubuh hangat.
f. kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter (skala 0-10)
g. Dorong ekpresi perasaan tentang nyeri.
h. Libatkan pasien dalam penentuan jadwal aktivitas, pengobatan,
pemberian obat.
i. Berikan tindakan kenyamanan dasar contoh pijatan pada area yang
tidak sakit, perubahan posisi dengan sering.
j. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, contoh relaksasi
progresif, nafas dalam, bimbingan imajinasi, dan visualisasi.
k. Berikan analgesik sesuai indikasi.

3. Kekurangan volume cairan b/d output yang berlebihan


Tujuan : Intake dan output cairan dalam tubuh pasien seimbang
Intervensi :
a. Auskultasi bising usus, perhatikan hipoaktif/tak ada bunyi.
b. Perhatikan jumlah kalori, kaji ulang persen area permukaan tubuh
terbuka/luka tiap minggu.
c. Berikan makan dan makanan kecil sedikit dan sering.
d. Dorong pasien untuk memandang diet sebagai pengobatan dan
membuat pilihan makanan/ minuman tinggi kalori/protein.
e. Berikan bersihan oral sebelum makan.
f. Lakukan pemeriksaan glukosa strip jari, klinites/asetes sesuai indikasi.
g. Pasang/pertahankan makanan sedikit melalui selang enterik/tambahan
bila dibutuhkan.
h. Awasi pemeriksaan laboraturium, contoh albumin serum,kreatinin,
transferin, nitrogen urea urine.
i. Berikan insulin sesuai indikasi.

4. Perfusi jaringan tidak efektif b/d penurunan atau interupsi aliran


darah arteri / vena
Tujuan : Aliran darah pasien ke jaringan perifer adekuat
Intervensi :
a. Kaji warna, sensasi, gerakan, dan nadi perifer.
b. Tinggikan ekstremitas yang sakit.
c. Ukur TD pada ektremitas yang mengalami luka bakar
(untuk mengetahui kekuatan aliran darah ke daerah yang mengalami
luka bakar)
d. Dorong latihan gerak aktif
e. Kolaborasi Pertahankan penggantian cairan
f. Awasi elektrolit terutama natrium, kalium, dan kalsium
g. Hindari injeksi IM atau SC
DAFTAR PUSTAKA

Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.


Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A.
Davis Company. Philadelpia.
Guyton & Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran
EGC. Jakarta
Herdman, T. Heater. (2012). NANDA International Diagnosis keperawatan definisi dan
klasifikasi 2012-2014. EGC : Jakarta.
Hudak & Gallo. (2008). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta.
Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo Surabaya. (2011). Pendidikan Keperawatan
Berkelanjutan (PKB V) Tema: Asuhan Keperawatan Luka Bakar Secara Paripurna.
Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
Mansjoer, A. (2002). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FK-UI : Jakarta
Smeltzer And Bare (2009) Keperawatan Medikal Bedah Brunner and suddart Textbook of
Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293
– 1328.
Sylvia A. Price. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4 Buku 2.
Penerbit Buku Kedokteran Egc, Jakarta
Wilkinson, Judith, 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC. EGC : Jakarta.
PEMBELAJARAN JARAK JAUH ( PJJ )
KABUPATEN BERAU

Anda mungkin juga menyukai