Anda di halaman 1dari 10

Makalah

Spesialite dan Terminologi Kesehatan

“ Anti asma, Anti tusif, Mukolitik, Ekspektoran, Dekongestan “

Di Susun Oleh :
Kelompok 1
Vira Kartika Julia Buamona 1603022
Nurlina Ridwan 1603054
Sulaiman 1603002

Program Studi DIII Farmasi


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Manado
T.A 2018-2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya bagi Allah Swt, Tidak ada daya dan upaya selain darinya.
Semoga kita selalu dilimpahkan rahmat dan karunianya dalam mengarungi kehidupan ini.
Salawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Beserta
keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikutinya sampai akhir zaman di manapun mereka
berada.
Alhamdulillah dengan izin dan kehendak dari Nyalah, sehingga makalah ini dapat kami
selesaikan. Makalah ini Dengan Sub judul “Anti asma, Anti tusif, Mukolitik, Ekspektoran,
Dekongestan”. Dengan penjelasan dalam makalah ini diharapkan kepada para pembaca lebih
memahami tentang pengertian Anti asma, Anti tusif, Mukolitik, Ekspektoran, Dekongestan.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan gambaran tentang materi yang harus selesaikan dan juga semua pihak yang turut
membantu menyelesaikan makalah ini.
Terakhir, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah ini, agar makalah ini lebih sempurna pada masa yang akan datang.

Manado, 10 Desember 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran pernapasan yang melibatkan
berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam berbagai
tingkat, obstruksi saluran pernapasan dan gejala pernapasan (mengi dan sesak). Obstruksi
jalan napas umumnya bersifat reversibel, namun dapat menjadi kurang reversibel bahkan
relatif non reversibel tergantung berat dan lamanya penyakit (Priyanto, 2009).
Batuk merupakan sebuah gejala penyakit yang paling umum dimana prevalensinya
dijumpai pada sekitar 15 % pada anak-anak dan 20% pada orang dewasa. Satu dari sepuluh
pasien yang berkunjung ke praktek dokter setiap tahunnya memiliki keluhan utama batuk.
Batuk dapat menyebabkan perasaan tidak enak, gangguan tidur, mempengaruhi aktivitas
sehari-hari dan menurunkan kwalitas hidup. Batuk dapat juga menimbulkan berbagai
macam komplikasi seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, sakit kepala, pingsan,
herniasi diskus, hernia inguinalis, patah tulang iga, perdarahan subkonjungtiva, dan
inkontinensia urin. Batuk merupakan refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru
dari trauma mekanik, kimia dan suhu. Batuk juga merupakan mekanisme pertahanan paru
yang alamiah untuk menjaga agar jalan nafas tetap bersih dan terbuka dengan jalan :
1. Mencegah masuknya benda asing ke saluran nafas.
2. Mengeluarkan benda asing atau sekret yang abnormal dari dalam saluran nafas.
Batuk menjadi tidak fisiologis bila dirasakan sebagai gangguan. Batuk semacam itu
sering kali merupakan tanda suatu penyakit di dalam atau diluar paru dan kadang-kadang
merupakan gejala dini suatu penyakit. Batuk mungkin sangat berarti pada penularan
penyakit melalui udara ( air borne infection ). Batuk merupakan salah satu gejala penyakit
saluran nafas disamping sesak, mengi, dan sakit dada. Sering kali batuk merupakan
masalah yang dihadapi para dokter dalam pekerjaannya sehari-hari. Penyebabnya amat
beragam dan pengenalan patofisiologi batuk akan sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis dan penanggulangan penderita batuk.
Menurut KKM (2007) sangat penting untuk mengobati batuk dengan jenis obat batuk
yang benar. Menurut Beers (2003) pengobatan batuk secara umumnya dapat
diklasifikasikan berdasarkan jenis batuknya berdahak atau tidak. Jenis-jenis obat batuk
yang terkait dengan batuk yang berdahak dan tidak berdahak yang dibahaskan di sini
adalah mukolitik, ekspektoran dan antitusif.
Dekongestan nasal adalah alfa agonis yang banyak digunakan pada pasien rinitis
alergikaatau rinitis vasomotor dan pada pasien ISPA dengan rinitis akut. Obat ini
menyebabkanvenokonstriksi dalam mukosa hidung melalui reseptor alfa 1 sehingga
mengurangi volume mukosadan dengan demikian mengurangi penyumbatan hidung.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa itu Anti asma?
b. Apa itu Antitusif?
c. Apa itu Mukolitik?
d. Apa itu Ekspektoran?
e. Apa itu Dekongestan?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui pengertian Anti asma, antitusif, mukolitik, ekspektoran,
dekongestan serta contoh-contoh obat masing-masing.

1.4 Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui pengertian Anti asma, antitusif, mukolitik, ekspektoran,
dekongestan serta contoh-contoh obat masing-masing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anti Asma


A. Definisi
Asma merupakan penyakit inflamasi di mana ukuran diameter jalan napas menyempit
secara kronis akibat edema dan tidak stabil (Neal, 2006). Kata asma (asthma) berasal dari
bahasa Yunani yang Berarti “terengah-engah“. Menurut National Asthma Education and
Prevention Program (NAEPP) pada National Institute of Health (NIH) Amerika, asma
didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronik pada paru yang dicirikan oleh obstruksi
saluran napas yang bersifat reversibel, inflamasi jalan napas, peningkatan respon jalan napas
terhadap berbagai rangsangan (Ikawati, 2006). Bronkospasme atau bronkokontriksi terjadi
ketika jaringan paru terpejan oleh faktor ekstrinsik dan intrinsik yang merangsang respon
bronkokonstriksi. Faktor-faktor yang merangsang serangan asma (bronkospame) mencakup
kelembaban, perubahan tekanan udara, perubahan temperatur, asap, uap (debu, asap, parfum),
kekecewaan emosi dan alergi terhadap partrikel dari bulu binatang, makanan dan obat-obatan
seperti aspirin, indometesin dan ibuprofen (Kee dan Hayes, 1996).

B. Contoh Obat yang beredar dipasaran


 Obat Kontrol Jangka Panjang
- Kortikosteroid Inhalasi
- Cromolyn
- Omalizumab (anti-IgE)
 Obat Kontrol Jangka Pendek
- Ipratropium
- Prednison
- Prednisolon (Steroid Oral)

2.2 Antitusif
A. Definisi
Menurut Martin (2007) antitusif atau cough suppressant merupakan obat batuk yang
menekan batuk, dengan menurunkan aktivitas pusat batuk di otak dan menekan respirasi.
Misalnya dekstrometorfan dan folkodin yang merupakan opioid lemah. Terdapat juga
analgesik opioid seperti kodein, diamorfin dan metadon yang mempunyai aktivitas
antitusif. Menurut Husein (1998) antitusif yang selalu digunakan merupakan opioid dan
derivatnya termasuk morfin, kodein, dekstrometorfan, dan fokodin. Kebanyakannya
berpotensi untuk menghasilkan efek samping termasuk depresi serebral dan pernafasan.
Juga terdapat penyalahgunaan. Antitusif adalah obat yang menekan refleks batuk, digunakan pada
gangguan saluran nafas yang tidak produktif dan batuk akibat teriritasi. Secara umum
berdasarkan tempat kerja obat antitusif dibagi atas antitusif yang bekerja di perifer dan
antitusif yang berkerja di sentral. Antitusif yang bekerja di sentral dibagi atas golongan
narkotik dan non-narkotik.
B. Contoh Obat yang beredar dipasaran

 Dextrometorfan
 Kodein
 Difenhidramin

2.3 Mukolitik
A. Definisi
Mukolitik merupakan obat yang bekerja dengan cara mengencerkan sekret saluran
pernafasan dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida
dari sputum (Estuningtyas, 2008). Agen mukolitik berfungsi dengan cara mengubah
viskositas sputum melalui aksi kimia langsung pada ikatan komponen mukoprotein. Agen
mukolitik yang terdapat di pasaran adalah bromheksin, ambroksol, dan asetilsistein
(Estuningtyas, 2008).

B. Contoh Obat yang ada dipasaran


1. BROMHEKSIN
Bromheksin merupakan derivat sintetik dari vasicine. Vasicine merupakan suatu
zat aktif dari Adhatoda vasica. Obat ini diberikan kepada penderita bronkitis atau
kelainan saluran pernafasan yang lain. Obat ini juga digunakan di unit gawat darurat
secara lokal di bronkus untuk memudahkan pengeluaran dahak pasien. Menurut
Estuningtyas (2008) data mengenai efektivitas klinis obat ini sangat terbatas dan
memerlukan penelitian yang lebih mendalam pada masa akan datang. Efek samping
dari obat ini jika diberikan secara oral adalah mual dan peninggian transaminase serum.
Bromheksin hendaklah digunakan dengan hati-hati pada pasien tukak lambung. Dosis
oral bagi dewasa seperti yang dianjurkan adalah tiga kali, 4-8 mg sehari. Obat ini
rasanya pahit sekali.
2. AMBROKSOL
Ambroksol merupakan suatu metabolit bromheksin yang memiliki mekanisme
kerja yang sama dengan bromheksin. Ambroksol sedang diteliti tentang kemungkinan
manfaatnya pada keratokonjungtivitis sika dan sebagai perangsang produksi surfaktan
pada anak lahir prematur dengan sindrom pernafasan (Estuningtyas, 2008).
3. ASETILSISTEIN
Asetilsistein (acetylcycteine) diberikan kepada penderita penyakit
bronkopulmonari kronis, pneumonia, fibrosis kistik, obstruksi mukus, penyakit
bronkopulmonari akut, penjagaan saluran pernafasan dan kondisi lain yang terkait
dengan mukus yang pekat sebagai faktor penyulit (Estuningtyas, 2008). Ia diberikan
secara semprotan (nebulization) atau obat tetes hidung. Asetilsistein menurunkan
viskositas sekret paru pada pasien radang paru. Kerja utama dari asetilsistein adalah
melalui pemecahan ikatan disulfida. Reaksi ini menurunkan
Viskositasnya dan seterusnya memudahkan penyingkiran sekret tersebut. Ia juga
bisa menurunkan viskositas sputum. Efektivitas maksimal terkait dengan pH dan
mempunyai aktivitas yang paling besar pada batas basa kira-kira dengan pH 7 hingga
9. Sputum akan menjadi encer dalam waktu 1 menit, dan efek maksimal akan dicapai
dalam waktu 5 hingga 10 menit setelah diinhalasi. Semasa trakeotomi, obat ini juga
diberikan secara langsung pada trakea.

2.4 Ekspektoran
A. Definisi
Ekspektoran merupakan obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran
pernafasan (ekspektorasi). Penggunaan ekspektoran ini didasarkan pengalaman empiris.
Tidak ada data yang membuktikan efektivitas ekspektoran dengan dosis yang umum
digunakan. Mekanisme kerjanya diduga berdasarkan stimulasi mukosa lambung dan
selanjutnya secara refleks merangsang sekresi kelenjar saluran pernafasan lewat nervus
vagus, sehingga menurunkan viskositas dan mempermudah pengeluaran dahak. Obat yang
termasuk golongan ini ialah ammonium klorida dan gliseril guaiakoiat (Estuningtyas,
2008).

B. Contoh Obat yang beredar dipasaran


1. AMMONIUM KLORIDA
Menurut Estuningtyas (2008) ammonium klorida jarang digunakan sebagai terapi
obat tunggal yang berperan sebagai ekspektoran tetapi lebih sering dalam bentuk
campuran dengan ekspektoran lain atau antitusif. Apabila digunakan dengan dosis
besar dapat menimbulkan asidosis metabolik, dan harus digunakan dengan hati-hati
pada pasien dengan insufisiensi hati, ginjal, dan paru-paru. Dosisnya, sebagai
ekspektoran untuk orang dewasa ialah 300mg (5mL) tiap 2 hingga 4 jam. Obat ini
hampir tidak digunakan lagi untuk pengasaman urin pada keracunan sebab berpotensi
membebani fungsi ginjal dan menyebabkan gangguan keseimbangan elektrolit.
2. GLISERIL GUAIAKOLAT
Penggunaan gliseril guaiakolat didasarkan pada tradisi dan kesan subyektif pasien
dan dokter. Tidak ada bukti bahwa obat bermanfaat pada dosis yang diberikan. Efek
samping yang mungkin timbul dengan dosis besar, berupa kantuk, mual, dan muntah.
Ia tersedia dalam bentuk sirup 100mg/5mL. Dosis dewasa yang dianjurkan 2 hingga 4
kali, 200-400 mg sehari.

2.5 Dekongestan
A. Definisi
Dekongestan nasal adalah alfa agonis yang banyak digunakan pada pasien rinitis
alergikaatau rinitis vasomotor dan pada pasien ISPA dengan rinitis akut. Obat ini
menyebabkanvenokonstriksi dalam mukosa hidung melalui reseptor alfa 1 sehingga
mengurangi volume mukosadan dengan demikian mengurangi penyumbatan hidung.Obat
golongan ini disebut obat adrenergik atau obat simptomimetik, karena obat inimerangsang
saraf simpatis.
Kerja obat ini digolongkan 7 jenis :
1. Perangsangan organ perifer : otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, misal :
vasokontriksi mukosa hidung sehingga menghilangkan pembengkakan mukosa
pada konka.
2. Penghambatan organ perifer : otot polos usus dan bronkus, misal : bronkodilatasi.
3. Perangsangan jantung : peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi.
4. Perangsangan Sistem Saraf Pusat : perangsangan pernapasan dan aktivitas
psikomotor.
5. Efek metabolik : peningkatan glikogenolisis dan lipolisis.
6. Efe endokrin : modulasi sekresi insulin, renin, dan hormon hipofisis.
7. Efek prasipnatik : peningkatan pelepasan neurotransmiter.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Meskipun batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan sekret
dan benda asing dari saluran napas, tetapi bila gejala ini berlangsung lama dan terus
menerus, akan sangat menggagu bahkan dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Untuk
itu perlu ditanggulangi dengan baik. Pengobatan batuk yang paling baik adalah dengan
menghilangkan faktor penyebabnya yaitu dengan mengatasi berbagai macam gangguan atau
penyakit yang merangsang reseptor batuk. Batuk kronik pada perokok paling baik
ditanggulangi dengan menghentikan kebiasaan merokok. Pengobatan simptomatik
diberikan apabila penyebab batuk tidak dapat ditentukan dengan tepat, bila batuk tidak
berfungsi dengan baik atau sangat mengganggu serta dikhawatirkan akan menimbulkan
komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Priyanto, 2009, Farmakoterapi dan Terminologi Medis, hal 143-155 Leskonfi, Depok.

Kee, J.L. dan Hayes, E.R.,1996, Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan, hal 140-145,
435-443, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Ari Estuningtyas., Azalia Arif. 2008. Obat Lokal. In Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Aadesanjaya, “Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)”,


http;//aadesanjaya.blogspot.com/2011/01/criteria-ketuntasan-minimal.html., diakses tanggal
8 Desember 2018

Anda mungkin juga menyukai