Anda di halaman 1dari 4

Sebuah Perspekif Imunologi pada Sepsis Noenatal

Pendahuluan
Disamping telah adanya upaya bersama secara internasional, mortalitas infeksi neonatus masih
tinggi dibeberapa wilayah di dunia, khususnya pada bayi prematur. Perkembangan terbaru flow
cytometry dan rangkaian teknologi generasi selanjutnya memebrikan temuan besar berupa
pemahaman yang lebih terintegrasi dari perkembangan sistem imun tubuh manusia dalam konteks
lingkungan mikrobialnya. Kami meninjau dan fokus pada bagaimana dampak maturasi sistem
imun inkomplet BBL sebelum masa gestasi lengkap pada kerentanan BBL terhadap infeksi serta
membahas implikasi klinis guna desain yang lebih akurat dari diagnosis sesuai usia dan strategi
preventif sepsis neonatal.

Konsekuensi Klinis Sepsis Neonatal


Pada tahun 2015 satu juta neonatus meninggal karena infeksi secara global.1 Infeksi neonatal terus
menjadi penyebab utama kematian neonates. Meskipun dengan perwatan medis yang optimal,
infeksi neonates tetap lazim terjadi bahkan di Negara maju, terutama pada BBLR. Sepsis sulit
untuk didiagnosis pada BBL dan fatal jika tidak segera diobati. Pengobatannya pun rumit karena
kurangnya sensitivitas kultur bakteri dan penanda diagnositk yang akurat yang dapat melebihi
pengukuran hitung jumlah darah dan CRP. Pengobatan antibiotik semakin rumit dengan
munculnya resistensi kuman contohnya dibeberapa pusat perawatan di Amerika Utara. Masalah
yang kompleks ini membuat kita perlu lebih memahami penyebab imunologis dari sepsis BBL di
tingkat mekanistik untuk meningkatkan aspek diagnostic dan terapeutik. Banyak kasus sepsis
dapat dicegah dengan imunisasi, namun vaksin saat ini dirancang berdasarkan asumsi maturitas
system imun orang dewasa yang berbeda dengan system imun BBL dan bayi muda. Melalui
kemajuan teknologi terbaru, kami meninjau perkembangan mukosa system imun BBL, interaksi
dengan microbiome yang mempengaruhi kesehatan neonatal, perubahan metabolism energy sel
dasar yang dapat berdampak pada aktivitas sel imun, kerentanan spesifik neonates terhadap
infeksi. Penemuan ini memberikan lebih banyak pandangan terintegrasi dari perkembangan
system imun manusia selama janin dan periode awal neonates, sehingga membuka peluang baru
untuk meningkatkan diagnosis dan terapi sepsis neonatal.
Kotak 1. Prematuritas pada Manusia
Masa kehamilan normal manusia adalah 40 minggu. Prematuritas didefinisikan sebagai bayi lahir
kurang dari 37 minggu gestasi. Bayi yang lahir dibawah usia 22 minggu tidak dapat bertahan
hidup meski dengan perawatan medis yang optimal. Bayi premature menghadapi masalah
kesehatan jangka pendek dan panjang. Karena perkembangan organ yang belum sempurna
seperti pada paru-paru dan organ abdomen, bayi membutuhkan intervensi perwatan intensif.
Namun intervensi ini membuat pajanan risiko infeksi yang lebih besar secara hematogen. Saat
lahir di bawah 32 minggu, BBL belum matang secara fisiologis dan imunologis, terutama neonates
yang lahir kurang dari 29 minggu. Infeksi bayi premature biasanya terjadi di bulan pertama
melibatkan genus Candida, Staphylococcus epidermidis dan esherichia coli, yang biasanya tidak
mengancam orang dewasa.

Perkembangan Imu selama Ontogeny Fetal


Dibanding orang dewasa, bayi memiliki risiko infeksi yang lebih tinggi. Hal ini membuat kita
fokus pada perkembangan system imun BBL premature. Seperempat dari semua bayi yang lahir
dibawah usia 32 minggu berisiko mengalami perkembangan infeksi serius selama periode
neonatal. Perkembangan bayi pada tahap ini sangat immunocompromised karena maturasi yang
tidak lengkap dari mekanisme pertahanan imun bawaan dan adaptif.
Myelopoesis dimulai di yolk sac sekitar minggu ke 3 kehamilan, diikuti hepar setelah minggu ke
5. Sampai minggu 20 ke minggu 22 hepar memikul hampir seluruh produksi sel hematopoetik,
yang setelah itu produksi sel darah merah diambil alih terutama di sumsum tulang.
Komposisi sel myeloid diteliti dengan baik selama kehamilan. Neutrofil sangat penting dalam
melindungi bayi baru lahir dari infeksi. Namun neutrophil membentuk sel darah dalam proporsi
yang sangat sedikit sampai sekitar minggu ke 32. Akibatnya sel ini menjadi paling sulit dipelajari
selama periode ini. Pada BBL prematur, neutrophil kurang mampu membentuk perangkap
ekstarseluler neutrofil, yang mana merupakan kisi kisi DNA ekstraseluler, kromarin dan protein
antibakteri yang memediasi pembunuhan mikroorganisme ekstraseluler melalui generasi spesies
oksigen reaktif poten.
Dibanding sel myeloid lain, monosit lebih baik dipelajari sebagian karena jumlahnya yang relatif
tinggi pada darah di tali pusat. Seperti jenis sel imun lain, monosit mengenal pathogen melalui
PRRS bawaan untuk mengenali struktur mikroba, yang terdiri dari endosomal, sitoplasma dan
detektor antimikroba ekstraseluler seperti Reseptor Toll-like (TLRs), nucleotide-binding
oligomerization domain-containing protein (NOD) dan NOD like receptors (NLRs), C-type lectin
receptors (CLRs) dan retinoic acid-iducible gene I (RIG-I) dan RIG-I like receptors (RLRs).
Sebelum minggu 29, mayoritas monosit janin menampilkan fenotip dewasa ditandai dengan
ekspresi CD14 yang rendah. Monosit ini memainkan peran lebih dominan di perbaikan bentuk
jaringan daripada respon imun yang bersifat menyerang. Pengenalan imun antimikroba dan
presentasi antigen juga terganggu secara signifikan pada periode ini, bahkan pada high CD12-
expressing monocytes klasik, karena berkurangnya ekspresi reseptor dan pemberian sinyal
intraseluler. Sistem komplemen juga mengalami gangguan fungsional pada neonates premature,
dibukikan dengan penurunan protein komplemen C3a, factor H, Faktor I, juga membatasi
presentasi pathogen dan clearance. Bahkan, dibawah 20-24 mgg kehamilan, sedikit aktivitas
terdeteksi do PRRS ekstraseluler. Sebagai perbandingan, aktivitas PRR meningkat ke level yang
sebanding dengan bayi di sekitar 24 minggu sampai sekitar 33 minggu kehamilan, dengan aktivitas
awal di endosomal (TLR 7,8 dan 9), intrasitoplasmik (NLRs), diikuti PRRS intraseluler (TLR 1,
2, 4, dan 5 dan Dectin-1 receptor). Setelah 33 minggu, perubahan aktivitas PRR lebih sederhana
terdeteksi sampai masa kehamilan.

Kotak 2 Kepentingan Relatif dari system imun bawaan dan adaptif pada neonates
Sistem imun bawaan merupakan pertahanan yang cepat dan lini pertama. Terdiri dari sel myeloid
seperti, makrofag, neutrofil, basophil, eosinophil, monosit dan sel limfoid bawaan. Sistem imun
adaptif berkemampuan memperoleh memori imunologi untuk berbagai antigen, sehingga
meningkatkan respon imun pada pajanan berikutnya. Sel imun adaptif terutama terdiri dari sel
limfosit B dan T. Sebagian data terakhir menunjukan system imun bawaan dapat mengalami suatu
bentuk memori imunologi disebut ‘training’ yang dimediasi melalui perubahan epigenetic. Selama
ontogeny, sel myeloid berkembang lebih awal di masa kehamilan dibanding sel limfoid. Imunitas
adaptif memberikan perlindungan imunologi yang lebih terhadap infeksi meskipun memerlukan
waktu bertahun-tahun sejak paparan. Oleh karena itu, disbanding orang dewasa, imunologi bayi
baru lahir harus lebih mengandalkan imunitas bawaan.

Pentingnya pematangan hierarkis “inside out” ini dalam fungsi PPR selama ontogeny janin masih
belum jelas. Namun mungkin memiliki implikasi klinis yang penting. Hali ini menguatkan baik
dengan beberapa kerentanan mikroba klinis diamatai pada bayi premature awal. Sebagai contoh,
aktivitas TLR 2, memainkan peran utama pada presentasi Coagulase of negative Staphylococci
(CoNS), berkembang lambat pada kehamilan. Sejalan dengan itu , infeksi ini adalah yang paling
umum saat usia dibawah 30 mgg. Pengetahuan tentang pematangan PRRS di tahap perkembangan
juga penting karena peran adjuvant reseptor in mengambil bagian selama imunisasi. Bayi
premature cenderung menunjukkan penurunan signifikan respon antibody terhadap vaksin rutin,
pola ini juga tercermin pada orang tua.

Anda mungkin juga menyukai