id
KARYA TULIS
Periode ………………….
Oleh :
..................................
NIP ……………………………………
2015
URAIAN
1. Nama : …………………………………………..
2. NIP : …………………………………………..
3. Pangkat/Golongan : …………………………………………..
4. Jabatan : …………………………………………..
…………………………………………………….
…………………………………………………….
b. …………………………………………………….
…………………………………………………….
…………………………………………………….
c. …………………………………………………….
…………………………………………………….
…………………………………………………….
d. …………………………………………………….
…………………………………………………….
…………………………………………………….
Mengetahui …………………………………
……………………….. ………………………..
ABSTRAK
Dengan adanya reward tersebut siswa menjadi senang dalam pembelajaran, semangat
menjawab pentanyaan dari guru, aktif mengikuti pelajaran dan aktif dalam diskusi.
Mempersiapkan pelajaran atau belajar dirumah. Hal ini mencerminkan bahwa siswa sudah
mulai termotivasi.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penyusunan karya tulis ini dapat berjalan lancar. Hanya dengan anugerah dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul “PENINGKATAN
PERHATIAN ORANG TUA DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DENGAN PEMBERIAN
REWARD DI SDN CEKAL KECAMATAN TIMANG GAJAH KABUPATEN BENER MERIAH
PROVINSI ACEH”.
2. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bener Meriah lewat Kepala Bagian Tata Usaha
yang telah memberikan informasi dan kesempatan tentang Ujian Kenaikan Pangkat
Penyesuaian Ijasah periode ……….2015.
3. Kepala UPT Dinas Pendidikan Timang Gajah beserta staf yang telah memberikan
kelengkapan administrasi.
4. Kepala SDN Cekal dan semua dewan guru yang telah memberikan semangat dan
motivasi.
5. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penulisan karya tulis ini.
Semoga semua pihak yang telah membantu selesainya pembuatan karya tulis ini senantiasa
mendapatkan limpahan rahmat dan barokah dari Allah SWT dan penulisan karya tulis ini
dapat berguna bagi penulis khususnya dan Guru PAI pada umumnya.
………………, ……..2015.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
URAIAN JABATAN/TUPOKSI....................................................................... ii
ABSTRAK.......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR........................................................................................ iv
DAFTAR ISI....................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
C. Reward ..................................................................................... 22
A. Gambaran Permasalahan.............................................................. 36
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 54
B. Saran............................................................................................ 55
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, merupakan program Pemerintah untuk menjawab
kebutuhan dan tantangan zaman. Berdasarkan Undang-undang Pendidikan Nasional No.
20/2003. Pemerintah berupaya meningkatkan taraf kehidupan rakyat dengan mewajibkan
semua warga negara Indonesia yang berusia 7-12 tahun dan 12-15 tahun untuk menamatkan
pendidikan dasar dengan program 6 tahun di SD dan 3 tahun di SLTP secara merata. Tidak
relevan bila di zaman modern ini masih ada anak-anak Indonesia yang tidak bersekolah dan
ada pula yang masih buta huruf. Oleh karena itu pemerintah berusaha meningkatkan kualitas
manusia melalui jenjang pendidikan dasar.
Namun diawal tahun 2013 lahirlah istilah Pendidikan Menengah Universal yang selanjutnya
disingkat dengan PMU merupakan rintisan wajib belajar 12 tahun. Mentri Pendidikan dan
Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menjelaskan Pendidikan menengah Universal 12
tahun ditempuh untuk menjaring usia produktif di Indonesia. Pemerintah akan mewajibkan
program Pendidikan Menengah Universal (PMU) atau pendidikan gratis hingga SMA. Oleh
karena itu, pemerintah mengamandemen Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur soal wajib belajar 9 tahun menjadi wajib belajar
12 tahun.
Sementara menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003:16) pendidikan adalah segala upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Proses belajar disini adalah belajar dalam rangka pendidikan formal di sekolah, sejak sekolah
rendah sampai ke tingkat yang tertinggi. Sejalan dengan hal tersebut, maka banyak orang
beranggapan bahwa bila seseorang telah keluar dari sekolah berarti ia telah selesai proses
belajarnya. Bagaimana hidupnya, mereka serahkan pada hasil belajar yang dicapainya
sehingga belajar menentukan corak kehidupan seseorang di dalam masyarakat. Bahkan
mereka menerima kenyataan ini dengan sepenuhnya, seperti terjadi pada masyarakat
pedesaan yang terdiri dari keluarga tani dan buruh yang mempunyai taraf hidup yang masih
rendah (Soelaiman Joesoef, 1979:16).
Namun pendidikan masih merupakan konsep yang belum jelas, bahkan masih terus
diperdebatkan di kalangan para orang tua yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai
petani. Sebagian besar dari mereka memiliki pandangan bahwa pendidikan di sekolah belum
atau tidak mampu menjamin kehidupan yang akan datang. Pendidikan tidak akan pernah
memiliki kemampuan untuk mempertahankan tradisi bertani yang mereka jalani. Serta
selalu beranggapan bahwa informasi tentang pendidikan sangat mahal harganya, sehingga
masyarakat yang kehidupan sehari-harinya bertani sulit untuk mencapainya.
Mengutip pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi NAD dalam keterangan pers di
Media Center PDMD, Banda Aceh yang menyebutkan bahwa anak usia sekolah dasar di
Provinsi NAD dilaporkan berhenti sekolah karena berbagai sebab, satu diantaranya adalah
faktor ketidakmampuan ekonomi orang tuanya.
Nana Syaodih Sukmadinata (2004:6) keluarga sering disebut sebagai lingkungan pertama,
sebab dalam lingkungan inilah pertama-tama anak mendapatkan pendidikan, bimbingan,
asuhan, pembiasaan, dan latihan. Keluarga bukan hanya menjadi tempat anak dipelihara dan
dibesarkan, tetapi juga tempat anak hidup dan dididik pertama kali. Tetapi pada kenyataan
gejala meningkatnya kepedulian orang tua terhadap pendidikan anak-anak mereka, belum
disertai dengan meningkatnya kesadaran orang tua atas peranannya sebagai pendidik bagi
anak-anak di dalam keluarga. Hal ini terbukti hasil pendidikan anak kebanyakan diserahkan
pada pendidikan formal maupun nonformal. Pendidikan keluarga merupakan hal yang
sifatnya rutin berlangsung setiap hari, bahkan setiap saat, karena dalam kenyataannya tidak
mengenal istirahat, apalagi libur panjang. Materi yang diberikan orang tua pada anak, antara
orang tua satu dengan orang tua lainnya tidak jauh berbeda yakni berkaitan aspek-aspek
kerohanian, budi pekerti, keterampilan dan pengetahuan dasar yang dapat dikembangkan
lebih lanjut di sekolah maupun dalam masyarakat, serta tempat dimana mereka bekerja kelak
dikemudian hari.
Orang tua siswa di SDN Cekal Kabupaten Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi
NAD sebagian besar adalah petani, karena kondisi geografis dari daerah yang memang
mendukung untuk lahan pertanian. Kondisi perekonomian masyarakat tersebut menyebabkan
adanya keengganan untuk menyekolahkan anaknya hingga ke tingkat yang lebih tinggi.
Pendidikan bukan prioritas utama lagi bagi mereka. Mereka akan lebih memilih untuk
bekerja untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka terlebih dahulu. Mereka tidak sadar bahwa
pendidikan itu sangat penting bagi masa depan dan pembangunan wilayah mereka sendiri.
Persoalan pendidikan merupakan permasalahan semua orang, karena setiap orang sejak dulu
hingga sekarang selalu berusaha mendidik anak anaknya atau anak-anak yang diserahkan
kepada guru untuk dididik. Pada era globalisasi sekarang ini menuntut adanya sumber daya
manusia yang berkualitas tinggi. Untuk itu dalam menciptakan sumber daya manusia tersebut
salah satunya adalah melalui pendidikan. Tidak hanya itu saja, yang terpenting adalah dalam
proses belajarnya harus adanya motivasi bagi siswa karena motivasi merupakan dorongan
atau kemampuan untuk melakukan suatu kegiatan belajar agar tercipta tujuan yang
diharapkan sehingga fungsi motivasi adalah sebagai pendorong, penggerak, dan pengarahan
kegiatan siswa dalam belajar.
Di dalam kegiatan belajar mengajar peran motivasi baik instrinsik maupun ekstrinsik sangat
diperlukan. Dengan motivasi siswa dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif,
mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar. Sekarang ini
masih dijumpai guru mengabaikan hal-hal kecil seperti kurangnya memberi suatu
penghargaan kepada siswa, atau memberikan reward kepada siswa yang berprestasi, seperti
cara mengajar dimana guru memberikan materi pembelajaran dengan menggunakan reward
terhadap kebaikan ketika murid bisa melakukan sesuatu dengan hasil ketekunannya.
Reward merupakan hal yang menggembirakan bagi anak dan dapat menjadi pendorong atau
motivasi belajar bagi anak. Reward yaitu segala yang diberikan guru berupa penghormatan
yang menyenangkan siswa atas dasar hasil baik yang telah dicapai dalam proses pendidikan
tujuannya memberikan motivasi kepada siswa agar dapat melakukan hal yang terpuji dan
berusaha untuk meningkatkan prestasi. Dalam agama Islam reward terbukti dengan adanya
pahala Allah SWT akan melipat gandakan pahala bagi siapa saja yang berbuat kebaikan
termasuk dalam hal memberi reward, ini dikarenakan kita telah berbuat baik pada orang lain
(siswa) yaitu memberi hadiah yang dapat menyenangkan hati orang lain. Seperti yang telah
dijelaskan di atas bahwa reward merupakan alat pendidikan represif yang menyenangkan,
reward juga dapat menjadi pendorong atau motivasi bagi siswa untuk belajar yang lebih baik
lagi (Indrakusuma, 1993:159).
Pada akhirnya, pemberian reward memberikan dampak yang positif bagi pembentukan
kepribadian anak, yaitu sebagai pemicu timbulnya motivasi untuk berbuat baik yang tidak
bisa muncul begitu saja dari seseorang di usia dini. Namun dalam prakteknya, hal ini harus
senantiasa diawasi dan diarahkan, baik oleh orang tua maupun pendidik, sehingga anak tidak
menjadi salah paham dan orientasinya tetap terkontrol pada motivasinya untuk bertingkah
laku sesuai yang diharapkan, bukan pada keinginan mencapai reward.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kurang maksimalnya motivasi dan
prestasi belajar yang dicapai sebagian peserta didik di SDN Cekal Kabupaten Timang Gajah
Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD dipengaruhi oleh kurangnya motivasi belajar siswa
dan perhatian orang tua, terutama ketika belajar di rumah. Untuk itu hal ini harus segera
ditindaklanjuti dan dicari solusi yang terbaik yang dapat menumbuhkan motivasi belajar
siswa dan kesadaran orang tua akan pentingnya perhatian orang tua dan terhadap motivasi
dan prestasi belajar anak.
Berdasarkan permasalahan tersebut, kami selaku salah seorang guru di SDN Cekal
Kabupaten Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD merasa tertarik untuk
menulis permasalahan tersebut secara lebih mendalam yang dituangkan dalam bentuk karya
tulis dengan judul: “PENINGKATAN PERHATIAN ORANG TUA DAN MOTIVASI
BELAJAR SISWA DENGAN PEMBERIAN REWARD DI SDN CEKAL KECAMATAN
TIMANG GAJAH KABUPATEN BENER MERIAH PROVINSI ACEH”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis uraikan pada bagian terdahulu, sesuai
dengan dengan judul skripsi yang penulis kemukakan, maka masalah-masalah yang dapat
penulis identifikasi adalah sebagai berikut :
1. Sebagian siswa prestasi belajar khususnya pembelajaran PAI yang dicapainya masih
rendah,
2. Kurangnya perhatian orang tua terhadap kegiatan belajar siswa disebabkan sebagian
besar orang tua siswa bekerja sebagai buruh dan petani sehingga sebagian besar waktu
mereka dihabiskan untuk bekerja membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
keluarga,
C. Batasan Masalah
Banyak faktor yang dapat dikaji untuk ditindaklanjuti dalam penulisan ini terkait rendahnya
prestasi belajar. Mengingat adanya keterbatasan baik dari segi waktu, dana, tenaga dan
pengalaman penulis, sehingga dalam penulisan ini dibatasi masalah upaya peningkatan
motivasi belajar dan upaya peningkatan perhatian orang tua siswa dengan menerapkan sistem
reward pada siswa di SDN Cekal Kabupaten Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah
Provinsi NAD.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah serta pembatasan masalah yang
telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah penulisan adalah :
2. Bagaimana upaya meningkatkan perhatian orang tua terhadap motivasi belajar siswa
dengan menerapkan sistem reward?
E. Tujuan Penulisan
Suatu kegiatan tertentu pasti memiliki yang ingin dicapai, demikian pula dengan penulisan
ini. Adapun tujuan dalam penulisan karya tulis ini adalah:
2. Untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar siswa dengan diterapkan reward dalam
pembelajaran PAI di SDN Cekal Kabupaten Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah
Provinsi NAD.
F. Manfaat Penulisan
Hasil penulisan karya tulis akan memberi manfaat yang bagi penulis maupun instansi
pendidikan khususnya di SDN Cekal Kabupaten Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah
Provinsi NAD sebagai berikut :
1. Bagi Siswa
Hasil penulisan tindakan kelas ini sangat menguntungkan siswa karena siswa merupakan
obyek langsung, yang dikenai tindakan semestinya ada perubahan-perubahan dalam diri
siswa dapat termotivasi untuk tetap belajar.
2. Bagi Sekolah
3. Bagi guru
Dengan melaksanakannya penulis tindakan kelas ini guru dapat mengetahui secara cepat dan
bertambah wawasan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran dengan menggunakan
reward / dalam pembelajaran bagi siswa.
4. Bagi penulis
Penulis dapat mengetahui cara meningkatkan motivasi belajar siswa dengan pemberian
reward / hadiah.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
1. Pengertian Perhatian
Kata “perhatian”, sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Namun kata “perhatian”
menurut Sumadi Suryabrata (2006:14) sendiri tidaklah selalu digunakan dalam arti yang
sama. Beberapa contoh dapat menjelaskannya, sebagai berikut.
b. Dengan penuh perhatian dia mengikuti pembelajaran yang diberikan oleh guru yang baru
itu.
Kedua contoh di atas menggunakan kata perhatian, arti kata tersebut baik di masyarakat
sehari-hari maupun dalam bidang psikologi mempunyai makna yang kira-kira sama. Dalam
hal tersebut jika diambil intinya, para psikolog mendefinisikan mengenai perhatian menjadi
dua macam, sebagai berikut.
b. Perhatian adalah banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktifitas yang
dilakukan (Sumadi Suryabrata, 2006: 14).
Untuk dapat menangkap maksudnya hendaklah pengertian tersebut tidak dilepaskan dari
konteksnya (kalimatnya). Perhatian sebagai salah satu aktivitas psikis, dapat dimengerti
sebagai keaktifan jiwa yang dipertinggi.
Perhatian menurut Abu Ahmadi (2003: 145) yaitu keaktifan jiwa yang diarahkan kepada
sesuatu objek, baik di dalam maupun di luar dirinya. Perhatian berhubungan erat dengan
kesadaran jiwa terhadap sesuatu objek yang direaksi pada sesuatu waktu. Terang tidaknya
kesadaran seseorang terhadap sesuatu obyek tertentu tidak tetap, ada kalanya kesadaran
seseorang meningkat (menjadi terang), dan ada kalanya menurun (menjadi samar-samar).
Taraf kesadaran seseorang akan meningkat kalau jiwa orang tersebut dalam mereaksi sesuatu
meningkat juga. Apabila taraf kekuatan kesadaran seseorang naik atau menjadi giat karena
suatu sebab, maka orang tersebut berada pada permulaan perhatian. Perhatian timbul dengan
adanya pemusatan kesadaran seseorang terhadap sesuatu.
Berdasarkan pengertian-pengertian perhatian yang telah dijabarkan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa perhatian merupakan suatu kesadaran jiwa seseorang yang ditujukan pada
suatu objek atau kumpulan objek tertentu yang berada dalam diri maupun di luar diri. Ketika
seseorang sedang memperhatikan suatu benda misalnya, ini berarti seluruh aktivitas individu
dicurahkan atau dikonsentrasikan pada benda tersebut. Namun dalam waktu yang sama
individu juga dapat memperhatikan objek yang banyak sekaligus. Hal ini, tentunya tidak
semua objek diperhatikan secara sama. Dalam proses memperhatikan itu, terdapat aktivitas
penyeleksian terhadap stimulus yang diterima oleh individu. Dalam proses memperhatikan
juga terdapat korelasi yang positif antara perhatian dengan kesadaran. Perhatian itu sangat
dipengaruhi oleh perasaan dan suasana hati, serta ditentukan oleh kemauan. Sesuatu yang
dianggap luhur, mulia, dan indah akan sangat mengikat perhatian. Demikian pula sesuatu hal
yang dapat menimbulkan rasa nyeri dan ketakutan, akan mencekam perhatian. Sebaliknya,
segala sesuatu yang membosankan, sepele, dan terus-menerus berlangsung tidak akan bisa
mengikat perhatian.
Sebuah perhatian tidak timbul begitu saja pada diri seseorang. Di bawah ini akan diuraikan
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perhatian menurut Abu Ahmadi (2003: 150)
sebagai berikut.
a. Pembawaan
Adanya pembawaan tertentu yang berhubungan dengan objek yang direaksi, maka sedikit
atau banyak akan timbul perhatian terhadap objek tertentu.
Meskipun dirasa tidak ada bakat pembawaan tentang suatu bidang, tetapi karena hasil
daripada latihan-latihan atau kebiasaan, dapat menyebabkan timbulnya perhatian terhadap
bidang tersebut.
c. Kebutuhan
d. Kewajiban
Kewajiban mengandung tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh orang yang bersangkutan.
Bagi orang yang bersangkutan dan menyadari atas kewajibannya, maka orang tersebut tidak
akan bersikap masa bodoh dalam melaksanakan tugasnya, oleh karena itu orang tersebut akan
melaksanakan kewajibannya dengan penuh perhatian.
e. Keadaan Jasmani
Keadaan tubuh yang sehat atau tidak, segar atau tidak, sangat mempengaruhi perhatian
seseorang terhadap sesuatu objek.
f. Suasana Jiwa
Keadaan batin, perasaan, fantasi, pikiran dan sebagainya sangat mempengaruhi perhatian
seseorang, mungkin dapat membantu, dan sebaliknya dapat juga menghambat.
g. Suasana di Sekitar
Seberapa kuat perangsang yang bersangkutan dengan objek itu sangat mempengaruhi
perhatian individu. Kalau objek itu memberikan perangsang yang kuat, maka perhatian yang
akan individu tunjukan terhadap objek tersebut kemungkinan besar juga. Sebaliknya kalau
objek itu memberikan perangsang yang lemah, perhatian juga tidak begitu besar. Jadi banyak
sekali faktor yang dapat mempengaruhi perhatian seseorang terhadap orang lain, meliputi
pembawaan, latihan, kebiasaan, kebutuhan, kewajiban, keadaan jasmani, suasana jiwa,
suasana lingkungan sekitar, kuat atau tidaknya rangsangan yang dapat menimbulkan
perhatian.
Manusia hidup di lingkungan rumah yaitu keluarga, yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-
anak mereka. Ayah dan ibu itulah yang disebut orang tua yang akan bertanggung jawab untuk
merawat, mendidik, dan membesarkan anak-anaknya hingga mereka mampu hidup mandiri.
UU RI No. 1 tahun 1974 Bab X (E. Oswari, 1982: 139) mengungkapkan tentang “Hak dan
Kewajiban Orang Tua dan Anak” pasal 45 ayat (1) yang berbunyi “Kedua orang tua wajib
memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya”. Serta ayat (2) yang berbunyi
“Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) dalam pasal ini berlaku sampai anak itu
kawin atau berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua
orang tua putus”.
Orang tua adalah pendidik sejati, pendidik karena kodratnya. Oleh karena itu, kasih sayang
orang tua terhadap anak-anaknya hendaklah kasih sayang yang sejati pula. Para teoritis yang
menganut paham “environmentalisme” berpendapat, “Tidak ada anak yang sukar, yang ada
ialah orang tua yang sukar (problem children are the product of problem parents” (Alex
Sobur, 2003: 150).
Bagus Santoso (2010: 23) mengemukakan pendapatnya tentang perhatian orang tua, yaitu
pemusatan kesadaran jiwa berupa tenaga, pikiran dan perasaan, dari orang tua kepada
anaknya, ditransformasikan dalam berbagai cara untuk memberikan motivasi atau dorongan
positif terhadap anaknya dalam usaha mencapai prestasi belajar yang optimal. Dari uraian-
uraian tersebut dapat disimpulkan pengertian perhatian orang tua, adalah suatu kesadaran
orang tua dalam mendidik, membimbing, dan merawat anak-anaknya (baik berbentuk
tindakan maupun ucapan) dengan penuh rasa kasih sayang agar anak-anak dapat meraih cita-
cita dan hidup mandiri. Orang tua yang terdiri dari ayah dan ibu ini masing-masing
mempunyai peranan dalam keluarganya. Akan tetapi meskipun ayah dan ibu mempunyai
peranan masing-masing, tujuan mereka tidaklah lepas dari kewajiban untuk mendidik,
membimbing, dan merawat anak-anaknya.
Ngalim Purwanto (2007: 78) mengemukakan beberapa peranan seorang ibu dan ayah di
rumah, sebagai berikut.
Orang tua dalam memberikan perhatian tidaklah harus dengan suatu hal yang mahal, atau
yang berlebihan. Perhatian dapat ditunjukkan dengan hal-hal yang kecil yang dimulai dengan
kebiasaan dalam keluarga. Bentuk perhatian orang tua tidaklah terbatas pada satu perilaku
atau tindakan.
Berikut ini beberapa contoh bentuk perhatian orang tua kepada anak-anaknya menurut Abu
Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004: 85-88).
a. Orang tua dapat memberikan dorongan anak dalam belajar (motivasi belajar).
b. Orang tua memberikan penghargaan atau pujian atas apa yang dilakukan si anak, karena
penghargaan kepada anak-anak dapat menimbulkan mental yang sehat bagi anak.
c. Orang tua hendaknya meluangkan waktu untuk berbincang-bincang dengan anak anak,
sehingga tercipta hubungan yang nyaman, tenang, dan harmonis diantara keluarga.
d. Orang tua hendaknya membicarakan tentang kebutuhan anak-anak yang diinginkan.
e. Orang tua menyediakan tempat belajar yang nyaman dan kondusif untuk anak dalam
belajar. Selain itu juga menyediakan sumber-sumber belajar dan peralatan yang dapat
mendukung aktivitas belajar.
Selain pendapat di atas, GenioFam (2009: 22) menyatakan bahwa kebutuhan anggota
keluarga dari bangun tidur sampai tidur lagi berbeda-beda, oleh karena itu orang tua
hendaknya memperhatikan kebutuhan anak baik secara fisik maupun psikis. Kebutuhan yang
bersifat fisik sebagai berikut.
a. Makanan, jika menu masakan yang sama setiap hari, akan menimbulkan rasa bosan bagi
anak. Anak akan malas makan, dengan kondisi tersebut anak menjadi lemas, tidak
bersemangat, dan dapat mengganggu konsentrasi belajar anak.
b. Sandang, merupakan kebutuhan anak dalam berpakaian. Jika anak berpakaian dengan
nyaman, maka anak dalam melakukan aktivitas juga akan merasa nyaman (tidak terganggu).
c. Tempat tinggal anak, jika tempat tinggal anak tidak kondusif atau tidak nyaman, secara
otomatis anak tidak akan betah berada di rumah maka anak akan keluar rumah. Tinggal di
rumah saja tidak betah apalagi untuk belajar di rumah.
d. Teknologi, perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak selalu memberikan dampak
positif bagi penggunanya, misalnya internet, handphone, game, dan lain sebagainya. Maka
perlu ditanamkan pada anak bahwa teknologi yang digunakan adalah yang bisa dimanfaatkan
untuk membantu dalam proses pendidikan.
e. Fasilitas yang dapat mendukung pendidikan anak, misalnya sumber belajar, peralatan
sekolah anak.
B. Motivasi Belajar
Pengertian belajar menurut Morgan, mengatakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang
relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau
pengalaman (Wisnubrata, 1993:3). Sedangkan menurut Moh. Surya (1981 : 32) belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya
dengan lingkungan. Pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang. Pengertian
motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak baik dari dalam diri maupun luar siswa
(dengan menciptakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu) yang
menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang
dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai. Ada tiga komponen dalam motivasi, yaitu
: 1. Kebutuhan 2. Dorongan 3. Tujuan (Koesworo 1989 ; Siagian 1989 ; Shein 1991 ; Biggs
dan Tlefe, 1987)
2. Jenis-jenis Motivasi
Makmun (2005 : 37) membagi motivasi kedalam beberapa kelompok sebagai berikut :
Motif Primer merupakan motif yang tidak dipelajari yang untuk ini digunakan istilah
Dorongan (Drive) Motif ini dibedakan dalam : Dorongan fisiologis yang bersumber pada
kebutuhan organis antara lain rasa lapar, haus, istirahat. Dorongan psikologis/ dorongan
kejiwaan dalam diri seseorang, seperti rasa takut, kasih sayang dan lainnya.
b. Motif sekunder, merupakan motif yang berkembang akibat adanya pengalaman, atu
dipelajari. Termasuk dalam motif sekunder ini adalah motif berprestasi, motif- motif social
sepeti ingin diterima, status, dan sebagainya.
Pentingnya peranan motivasi dalam proses pembelajaran perlu dipahami oleh pendidik agar
dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan
sebagai dorongan. Dua anak memiliki kemampuan yang sama dan diberikan peluang serta
kondisi yang sama untuk mencapai tujuan kinerja dan hasil-hasil yang dicapai oleh anak yang
termotivasi akan lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak termotivasi. Hal ini dapat
diketahui dari pengalaman dan pengamatan sehari-hari. Peran motivasi dalam proses
pembelajaran, motivasi belajar siswa dapat dianalogikan sebagai bahan bakar untuk
menggerakkan mesin motivasi belajar yang memadai akan medorong siswa berperilaku aktif
untuk prestasi didalam kelas.
a. Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan tanpa motivasi tidak akan timbul
suatu perbuatan, misalnya belajar.
Hukum dari motivasi mengatakan bahwa partisipan/ peserta harus punya keinginan untuk
belajar, dia harus siap untuk belajar dan harus punya alasan untuk belajar.Pelatih menemukan
bahwa jika peserta mempunyai motivasi yang kuat untuk belajar atau rasa keinginan untuk
berhasil. Jika kita gagal menggunakan hukum kesesuaian (appropriateneness) tersebut dan
mengabaikan untuk membuat material relevan, kita akan secara pasti akan kehilangan
motivasi peserta.
Setiap usaha yang dilakukan mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Semakin jelas tujuan
yang ingin dicapai, akan semakin kuat dorongan untuk belajar.
Dengan mengetahui hasil belajar, siswa terdorong untuk lebih giat belajar. Apabila hasil
belajar itu mengalami kemajuan, siswa akan berusaha untuk mempertahankan atau meningkat
intensitas belajarnya untuk mendapatkan prestasi yang lebih baik dikemudian hari. Prestasi
yang rendah menjadikan siswa giat belajar guna memperbaikinya.
d. Partisipasi
Dalam kegiatan mengajar perlu diberikan kesempatan pada siswa untuk berpartisipasi dalam
seluruh kegiatan belajar. Dengan demikian kebutuhan siswa akan kasih sayang dan
kebersamaan dapat diketahui, karena siswa merasa dibutuhkan dalam kegiatan belajar itu.
C. Reward
1. Pengertian Reward
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa reward adalah hadiah (sebagai
pembalasan jasa), hukuman (balasan). Dari definisi ini dapat dipahami bahwa reward dalam
Bahasa Indonesia bisa dipakai untuk balasan yang baik maupun yang buruk. Sementara itu
dalam Bahasa Arab “reward” diistilahkan dengan tsawab. Kata tsawab juga berarti pahala,
upah, dan balasan. Dalam Al Qur’an, khususnya ketika kitab suci ini berbicara tentang apa
yang akan diterima oleh seorang baik di dunia maupun di akhirat dari amal perbuatannya
(Armai, 2002:127). Dalam pembahasan yang lebih luas, pengertian istilah “reward” dapat
dilihat sebagai berikut:
a. Reward adalah alat pendidikan preventif dan represif yang menyenangkan dan bisa
menjadi pendorong atau motivator belajar bagi siswa.
b. Reward adalah hadiah terhadap perilaku baik dati anak didik dalam proses pendidikan.
Reward adalah alat pendidikan represif yang menyenangkan. Reward diberikan kepada anak
yang telah menunjukkan hasil-hasil baik dalam pendidikannya. Baik, baik dalam hal
kerajinannya, kelakuannya, tingkah lakunya, dengan singkat hal-hal yang menyangkut
kepribadiannya, maupun baik dalam hal-hal berprestasi belajarnya. Atau dapat dikatakan
reward adalah penilaian yang bersifat positif terhadap belajarnya murid (Indrakusuma,
1993:46).
Selanjutnya pendidik bermaksud juga supaya dengan reward itu anak menjadi lebih giat lagi
usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi prestasi yang telah dapat dicapainya.
dengan kata lain, Reward adalah salah satu alat pendidikan. Jadi dengan sendirinya maksud
reward itu ialah sebagai alat untuk mendidik anak-anak supaya anak dapat merasa senang
karena perbuatan atau pekerjaannya mendapat penghargaan. Umumnya anak mengetahui
bahwa pekerjaan atau perbuataanya yang menyebabkan ia mendapat reward itu baik.
Selanjutnya pendidik bermaksud juga supaya dengan reward itu anak menjadi lebih giat lagi
usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi prestasi yang telah dapat dicapainya.
dengan kata lain, anak menjadi lebih keras kemauannya untuk bekerja atau berbuat yang
lebih giat lagi. Jadi maksud reward itu yang terpenting bukanlah hasilnya yang dicapai
seorang anak, melainkan dengan hasil yang telah dicapai anak itu. Pendidikan bertujuan
membentuk kata hati dan kemauan yang lebih baik dan lebih keras pada anak itu.
Jika reward itu adalah alat mendidik, reward tidak boleh menjadi bersifat sebagai “upah”.
“Upah” ialah sesuatu yang mempunyai nilai sebagai “ganti rugi” dari suatu pekerjaan atau
suatu jasa. Upah adalah sebagai pembayar suatu tenaga kerja, pikiran atau pekerjaan yang
telah dilakukan oleh seseorang. Besar kecilnya upah memiliki perbandingan yang tertentu
dengan berat ringannya pekerjaan atau banyak sedikitnya hasil yang telah dicapai seorang
anak yang pada suatu ketika menunjukkan hasil yang lebih dari pada biasanya, mungkin
sangat baik diberi reward. Dalam hal ini guru hendaknya bijaksana jangan sampai reward itu
menimbulkan iri hati pada anak yang lain yang merasa dirinya lebih baik atau lebih pandai,
tetapi tidak mendapat reward. Adakalanya seorang guru perlu pula memberi reward kepada
seluruh kelas (Purwanto, 1985:182).
Jadi dapat disimpulkan bahwa reward adalah suatu cara yang digunakan oleh seseorang untuk
memberikan suatu penghargaan kepada seseorang karena sudah mengerjakan suatu hal yang
benar, sehingga seseorang itu bisa semangat lagi dalam mengerjakan tugas tersebut.
Contohnya seorang guru telah memberikan penghargaan atau pujian kepada siswanya yang
telah menjawab pertanyaan dengan baik, maka siswa itu semangat lagi dalam mengerjakan
tugas. Reward merupakan respon terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan
kemungkinan terulang kembali perilaku tersebut. Reward dapat dilakukan secara verbal
ataupun non verbal dengan prinsip kehangatan, keantusiasan dan kebermakanaan (Mulyasa,
2011:77).
Reward ialah respon positif terhadap suatu tingkah laku tertentu dari siswa yang
memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali (Alma, 2008:30). Dalam kegiatan
belajar mengajar, reward (penguatan positif) mempeunyai arti penting. Tingkah laku dan
penampilan siswa yang baik, diberi penghargaan dalam bentuk senyuman ataupun kata-kata
pujian. Pemberian reward dalam kelas akan mendorong siswa meningktkan usahanya dalam
kegiatan belajar mengajar dan mengembangkan hasil belajar.
2. Tujuan
Menurut Buchari Alma (2008:30) tujuan dari adanya reward yaitu
d. Mengontrol dan mengubah sikap suka mengganggu dan menimbulkan tingkah laku
belajar yang produktif,
Menurut Mulyadi (2009:37) adapun komponen-komponen yang perlu dipahami dan dikuasai
penggunaannya oleh guru agar ia dapat memberikan penguatan secara bijaksana adalah:
a. penguatan verbal yaitu penguatan berupa kata-kata, pujian, pengakuan, dorongan yang
dipergunakan untuk menguatkan tingkah laku dan penampilan siswa.
b. penguatan non verbal yaitu penguatan berupa mimik dan gerakan badangerakan badan,
pengutan dengan cara mendekati, penguat dengan bentukan, penguat dengan kegiatan yang
menyenangkan dan penguat berupa simbol atau benda.
a. Verbal Reinforcement meliputi komentar ungkapan pujian seperti baik, bagus, hebat,
benar sekali.
4. Macam-Macam Reward
Menurut Amier Daien Indrakusuma (2002:159) reward yang kita berikan kepada murid dapat
berupa macam-macam. Namun pada garis besarnya, kita dapat membedakan reward itu
kedalam empat macam yaitu:
a. Pujian
Pujian adalah satu bentuk reward yang paling mudah dilaksanakan. Pujian dapat berupa kata-
kata seperti: baik, bagus, bagus sekali dan sebagainya, tetapi dapat juga berupa kata-kata
yang bersifat sugestif, misalnya: nah, lain kali akan lebih baik lagi, kiranya kau sekarang
telah lebih rajin belajar dan sebagainya. Disamping yang berupa kata-kata, pujian dapt pula
berupa isyarat-isyarat atau pertanda-pertanda. Misalnya dengan menunjukkan ibu jari atau
jempol, dengan menepuk bahu anak, dengan tepuk tangan dan sebagainya.
b. Penghormatan
Reward yang berupa penghormatan ini dapat berbentuk dua macam pula. Pertama berbentuk
semacam penobatan. Yaitu anak yang mendapat penghormatan diumumkan dan ditampilkan
dihadapan teman-temanya. Dapat juga dihadapan teman-teman sekelas maupun teman-teman
sekolah. Kedua, penghormatan yang berbentuk pemberian kekuasaan untuk melakukan
sesuatu. Misalnya, kepada anak yang berhasil menyelasaikan satu soal yang sulit, disuruh
mengerjakannya dipapan tulis untuk dicontoh teman-temannya. Anak yang rajin diserahi
wewenang atau tugas mengurus perpustakaan sekolah.
c. Hadiah
Yang dimaksud dengan hadiah disini adalah reward yang berbentuk pemberian yang berupa
barang. Reward yang berupa pemberian barang ini disebut juga reward materiil. Reward
materiil, yaitu hadiah yang berupa barang-barang ini dapat terdiri dari alat-alat keperluan
sekolah, seperti pensil, penggaris, buku tulis, buku pelajaran, dan lain sebagainya. Pemberian
reward yang berupa barang ini sering mendatangkan pengaruh yang negatif pada belajar
siswa. Yaitu bahwa hadiah itu lalu menjadi tujuan dari belajar anak. Anak belajar bukan
karena ingin manambah pengetahuan, tetapi belajar dengan tujuan ingin mendapatkan hadiah.
Jadi berikan hadiah berupa barang ini jika dianggap perlu, dan pilihlah pada saat yang tepat.
Misalnya kepada anak yang kurang mampu, menjelang waktu Hari Raya Tahun Baru.
d. Tanda Penghargaan
Jika hadiah adalah reward yang berupa barang, maka tanda penghargaan adalah
kebalikannya. Tanda penghargaan tidak dinilai dari segi harga dan kegunaan barang-barang
tersebut, seperti halnya pada hadiah. Melainkan, tanda penghargaan dinilai dari segi kesan
atau nilai-kenagnya. Oleh karena itu reward atau tanda penghargaan ini disebut juga reward
symbolis. Reward symbolis ini dapat berupa surat-surat tanda penghargaan, surat surat tanda
jasa, sertifikat-sertifikat, piala-piala dan sebagainya.
b. Guru memberi kata-kata yang menggembirakan (pujian) seperti “rupanya sudah baik
pula tulisanmu, Min. Kalau kamu terus berlatih, tertentu akan lebih baik lagi.
c. Pekerjaan dapat juga menjadi suatu reward. Contoh “engkau akan segera saya beri soal
yang lebih sukar sedikit, ali, karena yang nomor 3 ini rupa-rupanya agak terlalu baik engkau
mengerjakannya”.
d. Reward yang ditujukan kepada seluruh kelas sering sangat perlu. Misalnya,” karena saya
lihat kalian telah bekerja dengan baik dan lekas selesai, sekarang saya akan mengisahkan
sebuah cerita yang bagus sekali”. Reward untuk seluruh kelas dapat juga berupa beryanyi
atau pergi berdarmawisata.
e. Reward dapat juga berupa benda-benda yang menyenangkan dan berguna bagi anak-
anak. Misalnya, pensil, buku tulis, gula gula, atau makanan yang lain. Tetapi dalam hal ini
guru harus sangat berhati-hati dan bijaksana sebab dengan benda-benda itu mudah benar
reward berubah menjadi upah bagi siswa.
c. bervariasi,
e. bersifat pribadi
a. kehangatan,
b. kebermaknaan,
Berbagai macam cara yang dapat dilakukan dalam memberi reward, antara lain:
a. Pujian yang indah, diberikan agar anak lebih bersemangat dalam belajar.
b. Imbalan materi atau hadiah, karena tidak sedikit anak-anak yang termotivasi dengan
pemberian hadiah.
d. Tanda penghargaan, hal ini sekaligus menjadikan kenang kenangan bagi murid atas
prestasiyang diperolehnya.
e. Wasiat kepada orang tua. Maksudnya melaporkan segala sesuatu yang berkenaan dengan
kebaikan murid di sekolah, kepada orang tuanya di rumah. (Armai, 2002:127)
a. Kelebihan
Diakui bahwa pendekatan reward memiliki banyak kelebihan, namun secara umum dapat
disebutkan sebagai berikut:
1) Memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap jiwa anak didik untuk melakukan
perbuatan yang positif dan bersifat progresif
2) Dapat menjadi pendorong bagi anak-anak didik lainnya untuk mengikuti anak yang telah
memperoleh pujian dan gurunya; baik dalam tingkah laku, sopan santun ataupun semangat
dan motivasinya dalam berbuat yang lebih baik lagi. Proses ini sangat besar kontribusinya
dalam memperlancar pencapaian tujuan pendidikan.
b. Kelemahan
Di samping mempunyai kelebihan pendekatan reward juga memiliki kelemahan antara lain:
2) Umumnya reward membutuhkan alat tertentu serta membutuhkan biaya dan lain-lainnya.
1. Konsep Pendididikan
Jadi pendidikan adalah usaha untuk membimbing anak. Pendidikan seperti yang diungkapkan
dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan.
Definisi pendidikan lainnya yang dikemukakan oleh M. J. Langeveld (Revrisond Baswir dkk,
2003: 108) bahwa:
Dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pengertian pendidikan yang tertuang dalam Undang-Undang Sisdiknas tersebut menjelaskan
bahwa pendidikan sebagai proses yang di dalamnya seseorang belajar untuk mengetahui,
mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya untuk
menyesuaikan dengan lingkungan di mana dia hidup. Hal ini juga sebagaimana yang
dinyatakan oleh Muhammad Saroni (2011: 10) bahwa, “pendidikan merupakan suatu proses
yang berlangsung dalam kehidupan sebagai upaya untuk menyeimbangkan kondisi dalam diri
dengan kondisi luar diri. Proses penyeimbangan ini merupakan bentuk survive yang
dilakukan agar diri dapat mengikuti setiap kegiatan yang berlangsung dalam kehidupan.”
Beberapa konsep pendidikan yang telah dipaparkan tersebut meskipun terlihat berbeda,
namun sebenarnya memiliki kesamaan dimana di dalamnya terdapat kesatuan unsur-unsur
yaitu: pendidikan merupakan suatu proses, ada hubungan antara pendidik dan peserta didik,
serta memiliki tujuan.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditegaskan bahwa pendidikan merupakan suatu proses
reorganisasi dan rekonstruksi (penyusunan kembali) pengalaman yang bertujuan menambah
efisiensi individu dalam interaksinya dengan lingkungan.
2. Tujuan Pendidikan
Melalui pendidikan selain dapat diberikan bekal berbagai pengetahuan, kemampuan dan
sikap juga dapat dikembangkan berbagai kemampuan yang dibutuhkan oleh setiap anggota
masyarakat sehingga dapat berpartisipasi dalam pembangunan. Tujuan pokok pendidikan
adalah membentuk anggota masyarakat menjadi orang-orang yang berpribadi,
berperikemanusiaan maupun menjadi anggota masyarakat yang dapat mendidik dirinya
sesuai dengan watak masyarakat itu sendiri, mengurangi beberapa kesulitan atau hambatan
perkembangan hidupnya dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun mengatasi
problematikanya (Nazili Shaleh Ahmad, 2011: 3).
Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Barbara dkk tersebut tampak bahwa, pendidikan
merupakan dasar bagi pembangunan ekonomi dan masyarakat. Pendidikan merupakan kunci
untuk menciptakan ide-ide baru dan teknologi yang sangat penting dalam keberlanjutan
pembangunan, bahkan dengan pendidikan pula akan meningkatkan produktivitas tenaga
kerja.
Dari berbagai tujuan pendidikan yang telah dikemukakan dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa, tujuan pendidikan adalah membentuk sumber daya manusia yang handal dan
memiliki kemampuan mengembangkan diri untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Hal
ini berarti, dengan pendidikan anak akan memiliki bekal kemampuan dasar untuk
mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara ataupun
sebagai bagian dari anggota masyarakat dunia. Dengan pendidikan pula, memungkinkan
sesorang memiliki kesempatan untuk dapat meningkatkan taraf hidupannya menjadi lebih
baik dan sejahtera.
Fuad Ihsan (2008: 26) bahwa “sekolah dasar sebagai satu kesatuan
dilaksanakan dalam masa program belajar selama 6 tahun.” Mencermati
kedua pernyataan Suharjo dan Fuad Ihsan dapat dijelaskan bahwa sekolah
dasar merupakan jenjang pendidikan yang berlangsung selama enam tahun.
Proses pendidikan menjadi bagian yang tidak terpisahkan atau bagian integral dari
pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebagai subjek sekaligus objek pembangunan.
Dengan demikian, pendidikan harus mampu melahirkan SDM yang berkualitas dan tidak
menjadi beban pembangunan dan masyarakat, yaitu SDM yang menjadi sumber kekuatan
atau sumber pengerak (driving forces) bagi seluruh proses pembangunan dan kehidupan
masyarakat. Sekolah memainkan peran yang sangat penting sebagai dasar pembentukan
sumber daya manusia yang bermutu. Melalui sekolah, anak belajar untuk mengetahui dan
membangun keahlian serta membangun karakteristik mereka sebagai bekal menuju
kedewasaan.“ The school function as a socializing agent by providing the intellectual and
social experiences from which children develop the skill, knowledge, interest, and attitudes
that characterize them as individuals and that shape their abilities to perform adult roles”
(Berns, 2004: 212-213).
a. Menuntun pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, bakat dan minat siswa.
f. Terampil untuk hidup di masyarakat dan dapat mengembangkan diri sesuai dengan asas
pendidikan seumur hidup.
Dalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat belajar secara
efektif dan efisien menuju tercapainya tujuan pembelajaran. Salah satu langkah untuk
memiliki strategi itu ialah harus menguasai teknik teknik penyajian, atau biasanya disebut
metode mengajar. Memahami dan mempraktikan metode mengajar adalah suatu keniscayaan,
karena dari sini guru akan tahu metode mana yang bisa membuat pelajaran menjadi aktif,
kreatif, dan menyenangkan. Dalam proses pembelajaran tentu ada kegagalan dan
keberhasilannya. Ada dua indikator yang dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan belajar
mengajar. Pertama, daya serap terhadap bahan pelajaran yang diajarkan agar mencapai
prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok. Kedua, perilaku yang digariskan
dalam tujuan pembelajaran yang telah dicapai siswa, baik secara individual maupun
kelompok (Ma’mur, 2001: 27).
Kegagalan belajar siswa tidak sepenuhnya berasal dari diri siswa tersebut tetapi bisa juga dari
guru yang tidak berhasil dalam membangkitkan semangat siswa untuk belajar. Keberhasilan
belajar siswa tidak lepas dari motivasi siswa yang bersangkutan, oleh karena itu pada
dasarnya motivasi berprestasi merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan siswa.
Motivasi sudah diyakini mempunyai peranan yang penting dalam aktivitas belajar seseorang.
Tidak ada seseorang pun yang belajar tanpa motivasi. Tidak ada motivasi berarti tidak ada
kegiatan belajar. Siswa yang mempunyai motivasi dalam belajar selalu yakin dapat
menyelesaikan setiap pekerjaan yang dilakukan. Setiap tugas yang diberikan oleh guru tidak
dihadapi dengan gelisah, tetapi dihadapi dengan tenang dan percaya diri. Oleh karena itu
pemberian reward akan sangat membantu siswa terutama membantu dalam hal peningkatan
hasil belajar, sebab dengan menggunakan metode reward siswa menjadi semangat dan
memiliki minat yang besar terhadap motivasi belajar. Siswa juga akan lebih termotivasi jika
dari hasil belajarnya tersebut mendapatkan penghargaan (reward) yang memuaskan dari guru
atau pihak pengajar sebagai tanda penghargaan atas hasil belajarnya tersebut.
Peran orang tua dalam meningkatkan prestasi belajar siswa sangatlah penting. Hal tersebut
dapat diwujudkan dengan memberikan perhatian pada anakny, supaya prestasinya dapat
tercapai secara maksimal. McClelland (Alex Sobur, 2003: 285) menyatakan bahwa perbedaan
seseorang untuk berprestasi sudah tampak sejak anak berusia lima tahun. Hal tersebut erat
hubungannya dengan kehidupan keluarga, terutama besar pengaruhnya ketika anak berusia
delapan sampai sepuluh tahun. Dorongan atau kebutuhan seseorang untuk berprestasi adalah
sesuatu yang dibawa sejak lahir, namun di pihak lain kebutuhan berprestasi ini ditumbuhkan,
dikembangkan, dan merupakan hasil dari mempelajari interaksi dengan lingkungan.
Lingkungan hidup anak yang pertama dan terutama adalah lingkungan keluarga. Orang tua
yang dapat mendidik anak-anaknya dengan cara memberikan pendidikan yang baik tentu
akan sukses dalam belajarnya, sebaliknya orang tua yang tidak mengindahkan pendidikan
anak-anaknya, acuh tak acuh, bahkan tidak memperhatikan sama sekali tentu tidak akan
berhasil dalam belajarnya (Abu Ahmadi, 2002: 288). Jika anak sudah sulit untuk belajar,
maka hal tersebut akan berakibat pada prestasi belajarnya. Anak akan malas-malasan, akan
nakal, anak menjadi suka membolos, dan sebagainya.
Selain uraian di atas, Abu Ahmadi (2002: 289) menyatakan bahwa hubungan orang tua dan
anaknya yang baik adalah hubungan yang penuh pengertian yang disertai dengan bimbingan
dan bila perlu hukuman-hukuman, dengan tujuan untuk memajukan belajar anak. Dari uraian
yang telah diungkapkan dapat disimpulkan betapa pentingnya perhatian orang tua dalam
menumbuhkan, mengembangkan, membimbing, serta memberikan dorongan bagi anak dalam
mencapai prestasi belajar yang lebih baik. Prestasi belajar anak tidak timbul begitu saja,
namun ada pihak yang sangat berperan dalam pendidikan anak yaitu salah satunya orang tua.
Akan tetapi pada kenyataannya, orang tua sekarang kurang memperhatikan kebutuhan anak,
baik yang bersifat fisik maupun psikis.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Gambaran Permasalahan
Sebagian besar pekerjaan orang tua siswa adalah petani, karena kondisi geografis dari daerah
yang memang mendukung untuk lahan pertanian. Kondisi perekonomian masyarakat tersebut
menyebabkan adanya keengganan untuk menyekolahkan anaknya hingga ke tingkat yang
lebih tinggi. Pendidikan bukan prioritas utama lagi bagi mereka. Mereka akan lebih memilih
untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka terlebih dahulu. Mereka tidak sadar
bahwa pendidikan itu sangat penting bagi masa depan dan pembangunan wilayah mereka
sendiri.
Kurangnya motivasi belajar siswa menjadi salah satu penyebab ketidakaktifan siswa bisa
terlihat dari sikap yang ditunjukan selama proses belajar dan mengajar, seperti lebih banyak
diam bahkan melamun atau takut untuk berbicara menyampaikan ide gagasan yang terlintas
dalam benaknya. Hal itu jelas tidak baik karena dapat membuat siswa kurang memahami
terhadap apa yang disampaikan oleh guru jika mereka tidak berani bertanya atas apa yang
kurang jelas atau tidak bisa menjawab pertanyaan dan menyampaikan pendapat di dalam
kelas. Pada akhirnya hasil belajar siswa akan kurang memuaskan, karena siswa yang pasif
tingkat penguasaannya rendah. Memunculkan keberanian bertanya dan memotivasi siswa
untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran sebagai bentuk keterlibatan aktif mereka dalam
pembelajaran memerlukan adanya rangsangan dan kondisi yang mendukung. Dalam
mengatasi beberapa persoalan tersebut dibutuhkan sebuah strategi atau metode untuk melatih
siswa agar mau terlibat aktif selama proses pembelajaran. Strategi yang dilaksanakan adalah
dengan meningkatkan perhatian orang tua kepada proses pembelajaran mengajaar anak-
anaknya dengan menerapkan salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan yaitu
metode pemberian reward. Diharapkan penerapan strategi tersebut dapat meningkatkan
perhatian orang tua siswa serta motivasi belajar siswa.
Penelitian dilakukan di SDN Cekal Kecamatan Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah
Provinsi NAD, yaitu siswa kelas I sampai dengan kelas VI pada mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam pada Tahun Pelajaran 2014/2015.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di SDN Cekal Kecamatan Timang Gajah
Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD pada pembelajaran PAI, terlihat bahwa kompetensi
siswa masih rendah. Hal ini bisa terlihat dari nilai hasil evaluasi peserta didik pada mata
pelajaran PAI yang telah dilakukan dimana sebagian besar peserta didik memperoleh nilai di
bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=75).
Penjelasan mengenai nilai rata-rata kelas pada pembelajaran PAI sebagaimana dijelaskan
pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.1 Perbandingan Nilai Rata-Rata Kelas dengan Nilai Kriteria Ketuntasan
Mengajar (KKM) Semester 1 Tahun Pelajaran 2014/2015
Rendahnya prestasi belajar peserta didik dipengaruhi oleh tingkat pemahaman dan keinginan
untuk belajar dari peserta didik terhadap materi yang disajikan dikarenakan beberapa faktor,
diantaranya faktor dari guru dan peserta didik sendiri. Faktor dari guru dikarenakan, guru
kurang memiliki keterampilan menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif saat
pembelajaran atau selalu menggunakan pembelajaran yang monoton, sedangkan faktor dari
peserta didik dikarenakan pemahaman materi dan motivasi untuk belajar masih kurang.
Kedua faktor tersebut menimbulkan perbedaan pendapat antara kedua belah pihak sehingga
terjadi hambatan dalam transformasi ilmu pengetahuan yang menimbulkan pembelajaran
berjalan kurang efektif. Selain itu, peranan dan perhatian orang tua serta yang guru juga
kurang memberikan motivasi belajar pada siswa saat kegiatan pembelajaran berlangsung,
sehingga mengakibatkan siswa merasa kurang diperhatikan oleh guru dan keaktifan siswa
berkurang.
Perhatian orang tua dalam kegiatan belajar siswa penting artinya bagi keberhasilan belajar
siswa tersebut. Untuk itu, perlu dilaksanakan upaya untuk meningkatkan perhatian tersebut.
Upaya tersebut di antaranya ialah meningkatkan kesadaran orang tua siswa tentang
pentingnya perhatian orang tua melalui dialog dan mengadakan pelatihan bagi orang tua
siswa tentang bagaimana mendampingi anaknya agar dapat membantu mereka belajar dengan
kualitas yang optimal. Upaya ini penting dilakukan karena orang tua merupakan salah satu
faktor instrumental dan faktor lingkungan (Suryabrata, 1990; Parkay,1992).
Setelah diadakan kegiatan dialog pentingnya perhatian orang tua dalam kegiatan belajar
siswa dan pelatihan peningkatan keterampilan pendampingan belajar siswa, perhatian orang
tua dalam kegiatan belajar siswa meningkat baik secara kuantitas maupun secara kualitas.
Perubahan positif tersebut karena tepatnya tindakan yang dilakukan bagi peningkatan
perhatian orang tua dalam kegiatan belajar siswa dan kesungguhan orang tua siswa dalam
peningkatan dirinya bagi pendampingan terhadap kegiatan belajar anak. Kesungguhan orang
tua siswa tersebut merupakan perwujudan dari hakikat manusia yang memiliki
kecenderungan aktualisasi diri (Glasser, 1969). Salah satu karakteristik siswa sekolah dasar
khususnya siswa-siswa di kelas tinggi ialah membutuhkan guru, orang tua atau orang dewasa
lainnya untuk membantu mereka menyelesaikan tugas dan pemenuhan kebutuhannya
(Nasution, 1993).
Demikian pula anak-anak usia SD bila didorong dan diperkuat tingkah lakunya maka akan
meningkat aktivitas produktifnya (Erikson, 1963). Dorongan dan penguatan ini bisa berupa
perhatian, pujian, dan penyediaan sarana dan prasaran belajar anak. Sebaliknya, jika orang
tua dan orang dewasa lainnya kurang memberikan perhatian dan dorongan pada anak maka
mereka cenderung melemah semangatnya sehingga rendah aktivitas produktifnya. Tepatnya
tindakan yang dilakukan penelitian ini karena perlakuan yang diberikan menangani ketiga
aspek perilaku orang tua siswa secara simultan dan komprehensif.
Ketiga aspek tersebut adalah aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek kognitif dan
afektif orang tua siswa ditingkatkan melalui dialog, sedangkan aspek psikomotorik
dikembangkan melalui pelatihan. Jadi, secara kognitif, mereka memahami pentingnya
partisipasi orang tua dalam kegiatan belajar siswa, secara afektif sadar bahwa peran serta
orang tua sangat penting bagi keberhasilan belajar siswa, sedangkan secara psikomotorik
orang tua terampil mendampingi anaknya dalam kegiatan belajar. Temuan ini sejalan dengan
beberapa penelitian yang dilakukan Gainesville (dalam Parkay, 1992) dan Scheck (dalam
Paolucci, 1977).
Menurut Afia Rosdiana : 2005 dalam rangka mengoptimalkan peran orang tua terhadap
pendidikan anak setidaknya meliputi tiga aspek, yaitu : Interaksi orang tua- anak, komunikasi
orang tua-guru, dan penyediaan sarana dan lingkungan edukasi. Dan ketiga aspek tersebut
merupakan kesatuan yang saling melengkapi. Sebagaimana dikatakan oleh Hasbullah (1999),
keluarga merupakan satu kesatuan hidup (sistem sosial), dan keluarga hendaknya
menyediakan situasi belajar bagi seluruh anggotanya. Pola asuh atau interaksi edukasi dalam
keluarga merupakan bagian totalitas proses pendidikan yang memiliki muatan
multidimensional dan mempengaruhi pembentukan kepribadian anak kelak.
Setidaknya ada tiga alasan mengapa tingkat interaksi orang tua –anak sangat penting, yaitu:
Pertama, keluarga memberikan pengalaman pertama dalam kehidupan seorang anak, dimana
pengalaman pertama selalu memberikan dampak yang istimewa dan berarti dalam suatu
rentang kehidupannya. Kedua, bahwa pengalaman dalam keluarga akan selalu terjadi secara
berulang-ulang.Sedang yang ketiga, sejak awal interaksi keluarga selalu memberikan warna
emosional yang menempatkannya sebagai suatu yang unik bagi masing masing
keluarga.Selain interaksi dengan anak, keperdulian orang tua terhadap aktifitas anak di
”sekolah” juga merupakan perannya dalam pendidikan anak. Adanya kesepahaman antar
orang tua dengan guru di sekolah tentang proses pembelajaran yang sedang dilalui anak. Wall
(1975) dalam bukunya Contructive Education for children, menegaskan bahwa aspek dasar
pendidikan adalah adanya pengetahuan dan pemahaman timbal balik antara rumah dan
sekolah. Dan yang ketiga adalah penyediaan lingkungan dan sarana edukatif. Tidaklah sulit
untuk memahami bahwa orang tua adalah pemikul tanggung jawab pendidikan anak yang
utama dan pertama. Sedangkan Sekolah berperan sebagai patner yang mengoptimalkan
perkembangan anak. Dengan demikian tugas pendidikan anak akan sangat terbantu jika
rumah mampu menciptakan sebagai tempat tinggal yang nyaman sekaligus wahana dan
sumber pendidikan. Dalam hal ini, penyedia lingkungan dan sarana edukatif bagi anak.
Dari permasalahan-permasalahan di atas maka kita mencoba mencari solusi agar perhatian
orang tua dan kualitas guru menjadi tinggi di Indonesia antara lain dapat di tempuh dengan
cara :
2. Upaya Meningkatkan Perhatian Orang Tua
Tulisan artikel atau leaflet yang berkaitan dengan pendidikan serta program-program sekolah
yang mendukung terciptanya pelaksanaan pembelajaran yang baik secara rutin (sebulan
sekali/ dua mingguan) untuk menambah pemahaman orang tua tentang pentingnya
pendidikan bagi anak.
setiap bulan diadakan pertemuan rutin dengan orang tua, guru, dan komite sekolah dalam
membahas dan mengevaluasi hasil-hasil pelaksanana pembelajaran anak minimal
dilaksanakan setiap 2 bulan sekali. Pertemuan ini dapat dimanfaatkan untuk
menginformasikan tentang perkembangan anak secara spesifik dan diskusi tanya jawab
tentang kondisi anak. Hal yang penting agar orang tua dapat hadir perlu diberi angket tentang
waktu yang rata-rata orang tua dapat menghadiri pertemuan tersebut.
c. Home Visit
Kunjungan ini menjadi penting sekali karena mengeratkan hubungan antara sekolah
khususnya guru PAI dengan orang tua. Dengan demikian akan terjadi komuniasi yang efektif
antar orang tua dengan guru tentang perkembangan anaknya lebih terbuka dan spesifik.
d. Buku Penghubung.
Buku ini merupakan sarana secara tertulis antara guru khususnya guru PAI dengan orang tua
yang dapat diakses setiap hari. Namun biasanya laporan aktifitas anak di sekolah terkesan
rutinitas dan formalitas. Kedepannya harus di ubah, sehingga buku penghubung benar-benar
dapat dijadikan jembatan informasi, baik kegiatan rutin maupun permasalahan-permasalahan
anak di sekolah atau di rumah.
e. Majalah Dinding.
Papan pengumuman yang ada kiranya dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai upaya
membuka wawasan orang tua tentang perkembangan anak. Bukan sekedar menempel
kebijakan sekolah namun juga artikel-artikel singkat dan praktis dalam perkembangan anak,
yang tentunya secara rutin ”di update”.
Ketika anak masuk lembaga pertama kali jika memungkinkan orang tua dikumpulkan satu
hari Full untuk di beri arahan diskusi tanya jawab tentang program sekolah, dan penyamaan
persepsi tentang pentingnya pendidikan bagi anak. Sekolah menginformasikan program-
program, kurikulum, dan pengunaan metode di sekolah. sehingga ketimpangan perlakuan
antara di rumah dengan di sekolah dapat diminimalisir sejak awal.
Perhatian orang tua dalam bentuk keterlibatannya terhadap kegiatan pendidikan anaknya di
sekolah salah satunya bisa dilihat dari karakteristik keluarga. Keluarga pekerja dan keluarga
yang melibatkan seorang ibu bekerja penuh waktu, cenderung kurang memiliki perhatian
semestinya terhadap pendidikan anak-anak mereka. Termasuk juga, orang tua siswa sekolah
dasar cenderung lebih terlibat dalam pendidikan anak-anak mereka daripada orang tua pada
siswa yang lebih tua. Bentuk perhatian orang tua terhadap pendidikan anak dan pencapaian
prestasi anak di sekolah adalah sangat besar, dimana perhatian yang dimaksud tidak hanya
terbatas pada penyediaan sarana dan fasilitas pendidikan yang diperlukan anak semata,
melainkan keterlibatan langsung orang tua di dalam prosesnya. Semoga bermanfaat dan
menjadikan anda orang tua yang lebih peduli lagi terhadap proses pendidikan putra-putrinya
di sekolah.
3. Peningkatan Motivasi Belajar dengan Sistem Reward pada Pembelajaran PAI di SDN
Cekal Kecamatan Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD
Dalam memberikan reward seorang guru hendaknya dapat mengetahui siapa yang berhak
mendapat reward, seorang guru harus selalu ingat akan maksud dari pemberian reward itu.
Seorang siswa yang pada suatu ketika menunjukkan hasil lebih baik dari biasanya, mungkin
sangat baik diberikan reward. Dalam hal ini seorang guru hendaknya bijaksana, jangan
sampai reward menimbulkan iri hati pada siswa yang lain yang merasa diriya lebih pandai,
tetapi tidak mendapat reward. Kalau kita perhatikan apa yang diuraikan tentang maksud
ganjaran, bilamana dan siapa yang perlu mendapat reward, serta reward apakah yang baik
untuk diberikan kepada seseorang.
1) Untuk memberi ganjaran yang pedagogis perlu sekali guru mengenal betul betul murid-
muridnya dan tahu menghargai dengan tepat. Reward yang tidak tepat dapat membawa akibat
yang tidak diinginkan;
2) Ganjaran yang diberikan kepada seorang anak janganlah menimbulkan rasa cemburu
atau iri hati bagi anak yang lain yang merasa pekerjaannya juga lebih baik, tetapi tidak
mendapat reward;
3) Memberikan reward hendaknya hemat, terlalu kerap atau terus menerus memberikan
reward akan menjadi hilang arti reward tersebut sebagai alat pendidikan;
5) Pendidik harus berhati-hati memberikan reward, jangan sampai reward yang diberikan
kepada anak-anak diterimanya bagi upah dari pada jerih payah yang telah dilakukannya.
Ada beberapa pendapat para ahli pendidikan terhadap reward sebagai alat pendidikan yang
berbeda-beda. Sebagian menyetujui dan menganggap penting dipakai sebagai alat untuk
membentuk kata hati siswa. Sebaliknya ada pula para ahli-ahli pendidikan yang tidak suka
sama sekali.
Mereka berpendapat bahwa reward itu dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat pada
siswa. Menurut pendapat mereka, seorang guru hendaklah mendidik siswa supaya
mengerjakan dan berbuat yang baik dengan tidak mengharapakan imbalan, pujian, tetapi
semata-mata karena pekerjaan atau perbuatan itu memang kewajibannya. Sedangkan
pendapat yang terakhir terletak diantara keduanya, sebagai seorang pendidik hendaklah
menginsafi bahwa yang dididik adalah siswa yang masih lemah kemauannya dan belum
mempunyai kata hati seperti orang dewasa. Dari mereka belumlah dapat dituntut supaya
mereka mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk atas kemauan dan
keinsafannya sendiri. Perasaan kewajiban mereka masih belum sempurna, bahkan pada siswa
yang masih kecil boleh dikatakan belum ada. Untuk itu, maka reward sangat diperlukan pula
bagi siswa dan berguna bagi pembentukan kata hati dan kemauan.
Mengenai masalah reward, perlu penulis bahas tentang tujuan yang harus dicapai dalam
pemberian reward. Hal ini dimaksudkan, agar dalam berbuat sesuatu bukan karena perbuatan
semata-mata, namun ada sesuatu yang harus dicapai dengan perbuatannya, karena dengan
adanya tujuan akan memberi arah dalam melangkah. Tujuan yang harus dicapai dalam
pemberian reward adalah untuk lebih mengembangkan motivasi yang bersifat instrinsik dari
motivasi ekstrinsik, dalam artian siswa melakukan suatu perbuatan, maka perbuatan itu
timbul dari kesadaran siswa itu sendiri. Dan dengan reward itu, juga diharapakan dapat
membangun suatu hubungan yang positif antara guru dan siswa, karena reward itu adalah
bagian dari pada penjelmaan dari rasa cinta kasih sayang seorang guru kepada siswa. Jadi,
maksud dari reward itu yang paling terpenting bukanlah hasil yang dicapai seorang siswa,
tetapi dengan hasil yang dicapai siswa, guru bertujuan membentuk kata hati dan kemauan
yang lebih baik da lebih keras kepada siswa. Seperti halnya telah disinggung diatas, bahwa
reward disamping merupakan alat pemdidikan reprensif yang menyenangkan, reward juga
dapat menjadi pendorong atau motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik.
b. Prinsip Penerapan Pemberian Reward pada Pembelajaran PAI di SDN Cekal Kecamatan
Timang Gajah Kabupaten Bener Meriah Provinsi NAD
2) Pemberian penghargaan atau hadiah harus ada batasnya. Pemberian hadiah tidak bisa
menjadi metode yang dipergunakan selamanya. Proses ini cukup difungsikan hingga tahapan
penumbuhan kebiasaan saja. Manakala proses pembiasaan dirasa telah cukup, maka
pemberian hadiah harus diakhiri. Maka hal terpenting yang harus dilakukan adalah
memberikan pengertian sedini mungkin kepada anak tentang pembatasan ini.
3) Penghargaan berupa perhatian. Alternatif bentuk hadiah yang terbaik bukanlah berupa
materi, tetapi berupa perhatian, baik verbal maupun fisik. Perhatian verbal bisa berupa
komentar-komentar pujian, seperti, ’Subhanallah’, Alhamdulillah’, indah sekali gambarmu’.
Sementara hadiah perhatian fisik bisa berupa pelukan, atau acungan jempol.
5) Distandarkan pada proses, bukan hasil. Banyak orang lupa, bahwa proses jauh lebih
penting daripada hasil. Proses pembelajaran, yaitu usaha yang dilakukan anak, adalah
merupakan lahan perjuangan yang sebenarnya. Sedangkan hasil yang akan diperoleh nanti
tidak bisa dijadikan patokan keberhasilannya
Peranan Reward dalam proses pengajaran cukup penting terutama sebagai factor aksternal
dalam mempengaruhi dan mengarahkan perilaku siswa. Hal ini derdasarkan atas berbagai
pertimbangan logis, diantaranya Reward ini dapat menimbulkan motivasi belajar siswa dan
dapat mempengaruhi perilaku positif dalam kehidupan siswa.
Manusia selalu mempunyai cita-cita, harapan, dan keinginan. Inilah yang dimanfaatkan oleh
metode Reward. Maka dengan metode ini seseorang mengerjakan perbuatan baik atau
mencapai suatu prestasi yang tertentu diberikan suatu Reward yang menarik sebagai imbalan.
Reward merupakan alat pendidikan yang mudah dilaksanakan dan sangat menyenangkan bagi
para siswa. Untuk itu, Reward dalam suatu proses pendidikan sangat dibutuhkan
kebenarannya demi meningkatkan motivasi belajar siswa. Maksud dari pendidik memberikan
Reward kepada siswa adalah supaya siswa menjadi lebih giat lagi usahanya untuk
memperbaiki atau mempertinggi prestasi yang telah dicapainya, dengan kata lain siswa
menjadi lebih keras kemauannya untuk belajar lebih baik.
Sebagai sebuah metode dalam pendidikan, reward mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan metode ini adalah bisa menjadi motivasi untuk melakukan perbuatan yang sama
atau bahkan perbuatan yang lebih baik lagi, karena di dalam reward ada arah (tujuan) yang
dapat dijadikan pola perilaku berikutnya. Kelemahannya, jika metode ini diberikan secara
berlebihan dan kurang tepat, maka anak akan timbul sikap sombong karena menganggap
dirinya selalu hebat.
Berdasarkan pangalaman di lapangan, anak sekolah dasar amat senang apabila usaha
belajarnya dihargai dan mendapat pengakuan dari guru, walaupun amat sederhana. Oleh
karena itu, para guru nampaknya jangan terlalu pelit untuk menberikan penghargaan, selama
dilakukan dengan memperhatikan waktu dan cara yang tepat. Penghargaan itu sendiri dapat
dimaknai sebagai alat pengajaran dalam rangka pengkondisian siswa menjadi senang belajar.
Tujuannya adalah untuk mendorong siswa agar lebih giat belajar, memberi apresiasi atas
usaha mereka, dan menumbuhkan persaingan yang sehat antar siswa untuk meningkatkan
prestasi.
Pemberian penghargaan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara dan sesuai kesempatan
yang ada. Penulis membaginya dalam beberapa macam, yakni dalam bentuk ucapan, tulisan,
barang/benda dan penghargaan khusus. Seyogyanya penghargaan ini dapat menjadi
kebanggaan siswa akan eksistensi dirinya, yang nantinya meningkatkan rasa percaya diri dan
motivasi diri.
Hal ini dapat dilakukan setiap hari, ketika siswa mengerjakan tugas atau PR. Penghargaan ini
diberikan dengan cara guru menuliskan di buku catatan atau tugas siswa, berupa kata pujian,
terutama bagi siswa yang berhasil mendapat nilai bagus (80-100). Kalimat pujian tersebut
diantaranya “ selamat, you are the best student “ , “ Alhamdulillah, kamu anak pintar “ , “
pacu terus prestasimu “ ,
Berbagai benda sebenarnya dapat dijadikan alat penghargaan, baik benda yang sudah ada
maupun yang telah dimodifikasi/disiapkan. Penulis misalnya memberikan penghargaan
berupa bintang, terbuat dari kertas karton/asturo berukuran kecil bagi siswa yang mendapat
nilai tinggi (80-100) baik latihan soal, tugas maupun PR. Kalung medali pelajaran, terbuat
dari gabus yang menyerupai sebuah medali dengan menggunakan tali warna. Medali dibuat
khusus untuk setiap mata pelajaran, dan diberikan kepada siswa setiap selesai ulangan harian.
Siswa yang mendapat nilai tertinggi dalam ulangan harian berhak menerima medali.
Sewaktu-waktu tidak ada salahnya apabila guru memberikan penghargaan berupa uang jajan,
walaupun dengan nilai nominal yang relatif kecil. Bagi siswa terkadang bukan besar kecilnya
uang tetapi kebanggaan mendapatkannya dari guru yang dicintainya.
4) Penghargaan khusus
Penghargaan ini sifatnya spontan dan insidental, di mana siswa yang berhasil menjawab
dengan tepat pertanyaan dari guru dimungkinkan untuk istirahat atau pulang terlebih dahulu.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan pada penulisan karya tulis ini maka dapat disimpulkan hasil-hasilnya
sebagai berikut:
1. Bentuk perhatian orang tua terhadap pendidikan anak dan pencapaian prestasi anak di
sekolah adalah sangat besar, diharapkan perhatian yang dimaksud tidak hanya terbatas pada
penyediaan sarana dan fasilitas pendidikan yang diperlukan anak semata, melainkan
keterlibatan langsung orang tua di dalam prosesnya. Semoga bermanfaat dan menjadikan
anda orang tua yang lebih peduli lagi terhadap proses pendidikan putra-putrinya di sekolah.
Pentingnya partisipasi orang tua dalam kegiatan belajar siswa dapat meningkatkan kuantitas
dan kualitas partisipasi orang tua dalam kegiatan belajar siswa. Dialog antara pihak orang tua,
guru dan sekolah dapat meningkatkan kualitas partisipasi orang tua dalam kegiatan belajar
siswa.
3. Motivasi adalah dorongan yang ada dalam diri siswa untuk melakukan kegiatannya
sendiri yang berhubungan dengan proses belajar mengajar guna meraih keberhasilan setinggi-
tingginya dalam prestasi akademiknya
B. Saran-saran
1. Bagi Guru
a. Bagi para guru, pahlawan tanpa tanda jasa, hendaknya lebih intensif memberikan reward
dalam kegiatan belajar mengajar. Sebab, berdasarkan penelitian ini terbukti bahwa pemberian
reward sangat mempengaruhi keaktifan belajar siswa. Semakin intensif dalam memberikan
reward dalam proses pembelajaran, maka siswa-siswa semakin aktif dalam belajar.
c. Penerapan reward hendaknya bisa diterapkan kembali oleh guru dalam pembelajaran yang
disesuaikan dengan keadaan siswa
e. Pada saat guru menerapkan reward, guru seharusnya memberi pengarahan kepada siswa
terlebih dahulu agar belajar tidak hanya untuk mendapatkan reward.
2. Bagi Siswa
a. Keaktifan merupakan salah satu faktor penting dalam belajar. Untuk itu para siswa
hendaknya berusaha untuk meningkatkan keaktifan belajarnya, sehingga dapat mendapatkan
prestasi belajar yang baik.
a. Siswa hendaknya lebih semangat dalam belajar agar mendapat nilai yang baik.
b. Siswa jangan belajar hanya karena semata-mata untuk mendapatkan reward tetapi jadikan
reward itu sebagai motivasi.
Orang tua hendaknya selalu memberikan perhatian, bimbingan serta motivasi kepada siswa
untuk meningkatkan semangatnya dalam belajar dan mencapai prestasi yang maksimal.
Perhatian sedikit apapun dari orang tua terhadap kegiatan belajar misalnya mengawasi waktu
belajar anak, pasti akan menumbuhkan semangat belajar yang lebih untuk mencapai prestasi
belajar optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono. (2004). Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1993)
Arief Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta:PT Intermasa, 2002)
Bagus Santoso. (2010). Korelasi Antara Perhatian Orang Tua dengan Prestasi Belajar
Pendidikan Kewarganegaraan Pada Siswa Kelas V SDN Gembongan Sentolo Kulon Progo
tahun 2010. Skripsi tidak diterbitkan. PGSD: UNY
Berns, R.M. (2004). Child, family, school, community, socialization and support. Australia:
Thomson.
Bruns, B., Mingat, A., & Rakotomalala, R. (2003). Achieving Universal Primary Education
by 2015: A Chance for Every Child. Washington, DC: The World Bank
Buchari Alma, 2008, Guru Profesional Menguassai Metode Dan Terampil Belajar (Bandung:
Alfabeta)
Erikson, EH. 1963. CHILDHOOD & SOCIETY edisi kedua. New York : Norton.
Glaser, B.G., & Strauss, A.L. (1969). The Discovery of Grounded Theory. Chicago: Aldine
Hasbullah. 1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
Jamal Ma’mur Asmani. (2001). Sekolah Life Skills, Lulus Siap Kerja. Yogyakarta: Diva
Press.
Kyridis, A., Tsakiridou, E., Zagkos, C., Koutouzis, M. & Tziamtzi, C. (2011). “Educational
inequalities and school dropout in greece”. International Journal of Education, Vol 3, No. 2:
1-15
Muhammad Saroni. (2011). Orang miskin bukan orang bodoh. Yogyakarta: Bahtera Buku.
Nazili Shaleh Ahmad. (2011). Pendidikan dan masyarakat: Kajian peran pendidikan dalam
bidang sosial, politik, ekonomi, dan budaya. perkembangan pendidikan di negara maju,
berkembang dan terbelakang. Yogyakarta: Sabda Media.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Panpan Achmad Fadjri. (2000). Analisis kualitas sumber daya manusia menurut kota di
Indonesi a”, Warta Demografi, 30 No.3: 34-39
Paolucci, B., Hall, O.A. & Axinn, N.W. 1977. Family Decision Making an Ecosystem
Approach. New York: John Wiley & Sons.
Parkay, F.W. dan Stanford, B.H. 1992. Becoming a Teacher: Accepting the Challenge of a
Profession. Second Edition. USA. Allyn and Bacon.
Rosdiana. Afia,(2006). Partisipasi Orang Tua Terhadap Pendidikan. Dalam Jurnal Visi
PTK-PNF. Direktorat PTK-PNF Depdiknas. Jakarta.
Santrock, J.W. (2004). Life span development. Boston: McGraw-Hill Hogher Education.
Soelaiman, Joesoef. (1979), Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Suharjo. (2006). Mengenal pendidikan sekolah dasar: Teori dan praktek. Jakarta:
Depdiknas.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja. Rosda
Karya.
Surya, Moh. 1981. Pengantar Psikologi Pendidikan. Bandung: FIP IKIP Bandung
Tilaar H.A.R. (2002). Perubahan sosial dan pendidikan: Pengantar pedagogik transformatif
untuk Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
Wall, W.D. (1975). Constructive Education For Children. Paris: The Unesco Press.