Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pengembangan perbibitan ternak diarahkan ada peningkatan mutu ternak


,sumber daya ternak , daya lingkungan masyarakat ,pengawasan mutu dan
pemanfaatan teknologi untuk mendapatkan kualitas bibit yang unggul.dan untuk
tercapainya tujuan ini di perlukan pengawasan bibit sesuai dengan standar ,salah
satu langkah pengawasan adalah perlunya dilakukan pemilihan/penilaian terhadap
sapi tersebut.
Seleksi atau pemilihan sapi yang akan dipelihara merupakan salah satu fak
tor penentu dan mempunyai nilai strategis dalam upaya mendukung terpenuhinya
kebutuhan daging, sehingga diperlukan upaya pengembangan pembibitan sapi pot
ong secara berkelanjutan. Hal inilah yang melatarbelakangi dibuatnya makalah ten
tang Dasar Seleksi Performance Pada Ternak Bibit Sapi Potong.
1.2. Rumusan Masalah

a. Pengertian Seleksi ?

b. Macam-macam Seleksi ?

c. Apa itu seleksi ganda dan metode-metode Seleksi ganda?

1.3.Tujuan

a. Untuk mengetahui Pengertian Seleksi

b. Untuk mengetahui macam-macam Seleksi

c. untuk mengetahui Seleksi ganda dan metode-metode nya.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Seleksi
Dalam konteks pemuliabiakan ternak , seleksi adalah suatu proses memilih
ternak yang disukai yang akan dijadikan sebagai tetua untuk generasi
berikutnya.Tujuan umum dari seleksi adalah untuk meningkatkan produktifitas
ternak melalui perbaikan mutu genetic bibit. Dengan seleksi , ternak yang
mempunyai sifat yang diinginkan akan dipelihara , sedangkan ternak-ternak yang
mempunyai sifat yang tidak diinginkan akan disingkirkan. Dalam melakukan
seleksi , tujuan seleksi harus ditetapkan terlebih dahulu, missal pada sapi , tujuan
seleksi ingin meningkatkan produksi berat badab , daya tahan, atau kecepatan
pertumbuhan.
 Karakter-karakter yang diseleksi :
1. Ketahanan terhadap cuaca, suhu dan kekeringan.
2. Ketahanan terhadap sejenis hama.
3. Meningkatkan mutu dan jumlah kawinan
4. Membuang karakter-karakter buruk atau yang tak ekonomis, sehingga
karakter-karakter baik saja yang menonjol.

 Sifat genetis suatu spesies sangat heterozigot. Di karenakan:


1. Tempat hidup berbeda-beda, daya dan arah mutasi pun berbeda-beda pada
gen yang sama.
2. Lingkungan berbeda ekspresi suatu gen yang sama bias berbeda
3. Kawin acak (random) selalu terjadi di alam, dan makin acak perkawinan
makin heterozigot lah genotipe.

 Tahap-tahap seleksi :
1. Memilih bibit
2. Mencari lingkungan dan cara yang paling cocok dan ekonomis bagi
pembiakan bibit
3. Mengadakan breeding
4. Membuat mutasi induksi
5. Memilih hasil breeding atau mutasi yang paling baik dan cocok pada suatu
daerah
6. Menyebarkan bibit hasil breeding atau mutasi induksi yang terpilih.

 Dua hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan seleksi:


1. Tujuan seleksi harus jelas, misalnya kalau pada sapi apakah tujuannya untuk
meningkatkan produksi susu atau produksi daging, atau keduanya.
2. Seleksi perlu waktu yaitu dalam melakukan seleksi kita akan memerlukan
waktu sesuai dengan tujuan dan jenis ternak yang diseleksi. Kemajuan seleksi
dipengeruhi oleh beberapa factor, yaitu :
a. Seleksi Diferensial (S)
Seleksi diferensial adalah keunggulan ternak-ternak yang terseleksi
terhadap rata-rata populasi (keseluruhan ternak).
b. Heritabilitas
Kata heritabilitas berasal dari bahasa inggris “Heritability” yang
berarti kekuatan/ kemampuan penurunan suatu sifat. Kata ini digunakan
untuk mengungkapkan kekuatan suatu sifat diturunkan pada generasi
berikutnya.Dalam pemuliabiakan ternak nilai ini perlu diketahui sebelum
melakukan perbaikan mutu bibit/genetik ternak.Kegunaan diketahuinya
nilai heritabilitas adalah sebagai berikut:
 mengetahui kekuatan suatu sifat akan diturunkan oleh tetua
padaanaknya
 merupakan suatu petunjuk tentang keberhasilan program
pemuliabiakan
 semakin tinggi nilai heritabilitas, semakin baik program perbaikan
mutubibit yang diharapkan
c. Interval Generasi
Interval generasi dapat diartikan sebagai rata-rata umur tetua/induk
ketika anaknya dilahirkan. Setiap jenis ternak mungkin mempunyai
interval generasi yang berbeda. Interval generasi dipengaruhi oleh umur
pertama kali ternak tersebut dikawinkan dan lama bunting, dengan
demikian interval generasi dipengeruhi oleh faktor lingkungan seperti
pakan dan tatalaksana. .

2.2. Macam-macam Seleksi


Berdasarkan prosesnya, seleksi dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Seleksi Alam
Pada seleksi alam ada kekuatan yang secara alami bertanggungjawab
terhadap proses yang menentukan individu-individu ternak dapat bertahan pada
lingkungan tertentu. Pada umumnya seleksi alam terjadi pada hewan yang hidup
dialam bebas.
2. Seleksi buatan
Merupakan kebaikan dari seleksi alam, karena pada dasarnya seleksi
melibatkan campur tangan manusia. Manusia memilih ternak-ternak sesuai
dengan criteria yang telah ditentukan.

2.2. Sumber Informasi Untuk Seleksi


Langkah awal pada pelaksanaan seleksi adalah tersedianya informasi
tentang keunggulan ternak (selanjutnya dikenal dengan istilah nilai pemuliaan, NP
atau Breeding Value). Mengingat bahwa tujuan perbaikan mutu genetik adalah
untuk menghasilkan genotype sebaik mungkin yang akan lebih mengefesiensikan
produksi pada lingkungan tertentu. Maka langkah mencapai hal tersebut adalah
melalui estimasi NP. Sumber informasi yang digunakan untuk mengestimasi nilai
pemuliaan ada empat, yaitu :
1. Seleksi Individu (Performance Test)
Yaitu seleksi untuk ternak bibit yang didasarkan pads catatan produktifitas
masing-masing ternak. Seleksi individual pada ternak sapi adalah cara seleksi
yang paling sederhana dan mudah dilakukan di pedesaan dengan dasar bobot
sapih anak sapi yang ada dan sebagainya. Seleksi individu adalah metoda seleksi
yang paling sederhana paling banyak digunakan untuk memperbaiki potensi
genetik ternak. Seleksi ini sering dilakukan jika :
a) Fenotip ternak yang bersangkutan bias diukur baik pada jantan atau betina.
b) Nilai heritabilitas atau keragaman genetic tinggi. Seleksi bisa dilakukan
dengan memilih ternak-ternak terbaik berdasarkan nilai pemuliaan.
Dalam aplikasi dilapangan, jika memungkinkan, nilai heritabilitas dan
nilai pemuliaan ternak jantan dan betina dipisah, kemudian dipiilih ternak-ternak
terbaik sesuai keperluan untuk pengganti. Pada ayam pedaging, seleksi individu
sering dan lebih mudah ddilakukan karena sifat tumbuh bisa diukur langsung baik
pada jantan ataupun betina. Demikian juga lingkungan yang diberikan biasanya
sama, seperti dalam satu kandang ayam-ayam berasal dari tetasan yang sama,
pakan sama, dan perlakuan yang sama. Sering seleksi hanya berdasarkan
pertimbangan fenotip saja tidak perlu menduga nilai pemuliaan. Seleksi individu
akan semakin rumit apabila banyak faktor yang mempengaruhi fenotip , seperti
pada domba , babi , dan sapi perah. Sebagai contoh, apabila kita ingin memilih
domba berdasarkan berat saja, maka yang akan terpilih adalah domba-domba
jantan yang berasal dari kelahiran tunggal, padahal domba yang berasal dari
kelahiran kembar mungkin mempunyai potensi genetik tinggi.

2. Seleksi Silsilah (Pedigree Selection)


Seleksi yang dilakukan berdasarkan pada silsilah seekor ternak. Seleksi
inidilakukann untuk memilih ternak bibit pada umur muda, sementara hewan
muda tersebut belum dapat menunjukkan sifat-sifat produksinya. Pemilihan Bibit
Ternak (contoh : ternak kambing/domba) Pemilihan bibit ternak bertujuan untuk
memperoleh bangsa-bangsa ternak yang memiliki sifat-sifat produktif potensial
seperti memiliki persentase kelahiran anak yang tinggi, kesuburan yang tinggi,
kecepatan tumbuh yang baik serta ppersentasi karkas yang baik dan sebagainya.
Kriteria - kriteria yang biasa dipergunakan sebagai pedoman dalarn rangka
melaksanakan seleksi atau pemilihan bibit ialah : bangsa ternak, kesuburan dan
persentase kelahiran anak, temperamen dan produksi susu induk, produksi daging
dan susu, recording dan status kesehatan temak tersebut.
 Bangsa
Pemilihan jenis ternak misalnya (kambing/domba) yang hendak diternakan
biasanya dipilih dari bangsa ternak kambing/domba unggul
 Kesuburan dan persentase kelahiran anak yang tinggi
Seleksi calon induk maupun pejantan yang benar jika dipilih dan turunan
yang beranak kembar dan mempunyai kualitas kelahiran anak yang baik.
 Temperamen dan jumlah produksi susu induk
Induk yang dipilih hendaknya sebaiknya memiliki temperamen yang baik,
mau merawat anaknya serta selalu siap untuk menyusui anaknya.
 Penampilan Eksterior
Penampilan eksterior ternak bibit harus menunjukkan kriteria yang baik
untuk bibit baik ternak jantan maupun betinanya (induk). Untuk memberikan
penilaian keadaan atau penampilan eksterior dapat dilakukan dengan melakukan
perabaan/pengukuran ataupun pengamatan.
3. Uji Keturunan (Progeny Test)
Sering suatu sifat hanya muncul pada salah satu jenis kelamin saja
,misalnya produksi susu. Tetapi keunggulan potensi genetik ternak jantan
untuk produksi susu juga sangat penting, karena pada umumnya ternak jantan
dapat mengawini banyak betina. Apabila keadaan ini terjadi, maka bisa dilakukan
uji Zuriat.Uji Zuriat adalah suatu uji terhadap seekor atau sekelompok
ternak berdasarkan performance atau tampilan dari anak-anaknya. Uji ini lazim
digunakan untuk evaluasi pejantan karena pejantan biasanya
banyak menghasilkan keturunan. Keberhasilan uji Zuriat tergantung pada syarat-
syara berikut ini :
 Pejantan diuji sebanyak-banyaknya (minimal 5-10 ekor tergantung jumlah
anak yang dihasilkan).
 Pengawinan pejantan dengan betina dilakukan secara acak untuk
menghindari jantan-jantan mengawini betina yang sangat bagus atau sangat
jelek.
 Jumlah anak per pejantan diusahakan sebanyak mungkin (minimal 10 anak)
 Jangan dilakukan seleksi terhadap anak-anaknya sebelum uji selesai.
 Anak-anak seharusnya diperlakukan sama untuk mempermudah
dalammembandingkan.
4. Seleksi Kekerabatan (Family Selection)
Yaitu seleksi individu atas dasar performans kerabat-kerabatnya (misalnya
saudara tiri sebapak atau saudara kandung). Seleksi kerabat dilakukan untuk
memilih calon pejantan sapi perah dengan tujuan untuk meningkatkan produksi
susu yang tidak dapat diukur pada ternak sapi jantan, dengan mengukur produksi
kerabat-kerabat betinanya yang menghasilkan susu. Seleksi kekerabatan biasa
dilakukan apabila :
 Nilai heritabilitas rendah
 Ternak betina banyak menghasilkan keturunan
 Ternak diberi perlakuan khusus sehingga tidak bisa dipakai sebagai
pengganti.

2.3. Seleksi Ganda


Pada kenyataannya seleksi terhadap sifat tunggal relative jarang dilakukan.
Misalnya saja, pemula ternak (breeder) sapi perah menyeleksi sekaligus produksi
susu dan kadar lemak susu, pembibit sapi potong menyeleksi bobot lahir, bobot
sapih dan bobot umur satu tahun, dan sebagainya.
Tujuan seleksi banyak sifat adalah meningkatkan nilai pemuliaan hasil
kombinasi sejumlah sifat (aggregate breeding value) pada suatu populasi.
Peningkatan nilai pemuliaan pada suatu populasi mengandung arti peningkatan
nilai pemuliaan per individu ternak untuk sifat-sifat tertentu. Pemuliaan ternak
dalam mengusahakan ternak sudah menetapkan sifat-sifat yang akan
dipertahankan pada ternaknya.

Metode-metode seleksi sifat ganda


1. Tandem selection
Yang dimaksudkan dengan tandem selection (TS) atau seleksi berurutan adalah
seleksi yang dilakukan untuk memperoleh keunggulan sifat atas dasar pencapaian
target seleksi (batas seleksi standard yang harus dipenuhi). Bila target untuk satu
sifat sudah tercapai, maka seleksi dilanjutkan terhadap sifat lainnya.
Tahapan seleksi tandem
 Seleksi pertama dilakukan untuk sifat yang paling penting
 Setelah tujuan untuk sifat pertama telah dicapai, upaya seleksi ditargetkan
sifat yang paling penting berikutnya, dan dilakukan untuk jumlah generasi
tertentu.
Pada pelaksanaannya, metode TS ini mempunyai beberapa kelebihan dan
kekurangan. Keuntungannya adalah :
 Tidak begitu banyak membutuhkan ternak untuk keperluan seleksi. Hal ini
karena hanya memilih satu sifat saja. Dengan intensitas seleksi relative ketat,
maka pemuliaan ternak dapat memperoleh ternak-ternak yang menunjukkan
penampilan terbaik sesuai dengan kriteria sifat yang diseleksi.
 Tidak begitu banyak memerlukan data. Hal ini terkait dengan jumlah ternak
yang tidak begitu banyak yang diperlukan untuk proses seleksi dan biaya
operasional seleksi.
Sementara itu, kekurangan pada metode TS ini adalah diperlukan waktu
yang lebih lama untuk memperoleh aggregate breeding value. Hal ini karena pada
satu generasi hanya bisa diperbaiki satu sifat, padahal untuk memenuhi
kriteria seleksi sebagaimana yang ditetapkan oleh pemulia ternak mungkin saja
bisa sampai beberapa generasi.
2. Independent Culling Level
Metode seleksi independent culling level (ICL) sering disebut sebagai
metode penyingkiran bebas bertingkat, yaitu metode seleksi yang diberlakukan
terhadap sekelompok ternak berdasarkan atas keunggulan beberapa sifat selama
satu masa kehidupan ternak yang diperhitungkan sejak kelahiran sampai dengan
kematian. Pada metode ICL ini target seleksi ditentukan untuk setiap sifat.

Metode ICL cukup disukai oleh pemulia ternak karena tingkat kemudahan
dalam penggunaannya. Metode ini mempunyai beberapa kelebihan dan
kekurangannya. Secara prinsip, kelebihan metode tandem selection menjadi
kekurangan metode ICL, yaitu :
 Untuk memperoleh ternak-ternak unggul yang memenuhi standard beberapa
sifat yang diseleksi dibutuhkan jumlah ternak yang relative banyak.
 Terkait dengan banyaknya ternak yang harus diseleksi, konsekuensinya adalah
membutuhkan dana yang banyak pula yaitu pada awal pelaksanaan seleksi
Kelebihan metode ICL adalah memerlukan waktu yang relatife lebih singkat
disbanding TS. Sebagaimana metode TS, data-data yang digunakan untuk
keperluan seleksi pada ICL harus distandarisasi kebatas tertentu.
3. Index selection
Metode index selection (IS) atau seleksi indek adalah seleksi yang
diberlakukan pada ternak dengan menerapkan indeks terhadap sifat-sifat yang
menjadi criteria seleksi. Pendugaan nilai pemuliaan seekor ternak dilakukan
dengan menggunakan semua sifat yang dipertimbangkan. Caranya adalah
menghitung indeks melalui perkalian pengukuran tiap sifat dengan masing-masing
faktor pembobotnya kemudiam dijumlahkan. Suatu indeks dapat ditampilkan
sebagai berikut :
I = biXI+ b2X2+.......+bnXn
Keterangan :
I = indeks seekor ternak
b = faktor pembobot
X = pengukuran untuk sifat, diekspresikan sebagai selisih dari rataan kelompok
N = jumlah sifat yang diukur.
Seleksi indeks banyak digunakan pada peternakan yang lingkungannya
relatif seragam. Untuk keakuratan seleksi ini , parameter genetik seperti nilai
heritabilitas, korelasi genetik, dan korelasi fenotif antara sifat harus diketahui.
Nilai indeks dapat dibentuk dengan menggunakan rumus :
I=(Pi – P) / P
Ket :
I=Nilai Indeks,
Pi=Performa ternak,
P=Nilai rata-rata. Membuat indeks berdasarkan nilai pemuliaan menggunakan
rumus : NP=h²(Pi – P) Indeks I=h²(Pi-P)+ h²(Pi-P)

Respon Terkorelasi Terhadap Seleksi

Bila diketahui korelasi genetic antar sifat, heritabilitas masing-masing


sifat, intensitas seleksi dan simpangan baku fenotipe, maka dapat diduga besarnya
perubahan yang menyertai seleksi terhadap salah satu sifat. Respon terkorelasi
mungkin disebabkan oleh beberapa mekanisme. Pertama, penyebabnya adalah
pautan. Jika dua gen utama yang mempengaruhi dua sifat adalah gen yang terpaut,
keduanya seolah-olah seperti satu kesatuan. Akibatnya, bila ada upaya seleksi
kearah satu ssifat akan berakibat pada perubahan frekuensi pada sifat yang lain.
Dampak pautan ini bersifat sementara, karena ada kemungkinan terjadinya
kombinasi baru pada saat pembentukan individu baru.

Kedua, adanya pengaruh gen pleiotropik. Pada prinsipnya yang


dimaksudkan dengan gen pleiotropik adalah salah satu gen yang mempengaruhi
lebih dari satu sifat.

Seleksi Menurut Perundang-undangan

Persyaratan khusus seleksi ternak sapi potong menurut peraturan menteri


pertanian nomor 54 tahun 2006, persyaratan khusus yang harus dipenuhi untuk
masing-masing rumpun sapi yaitu sebagai berikut:

1. Sapi Peranakan Ongole (PO)

Kualitatif Kuantitatif

- Warna bulu putih keabu-abuan; Betina umur 18-24 bulan

- Kipas ekor (bulu cambuk ekor) dan Tinggi gumba:

bulu sekitar mata berwarna hitam; Kelas I minimal 116 cm;

- Badan besar, gelambir longgar Kelas II minimal 113 cm;

bergantung; Kelas III minimal 111 cm.

- Punuk besar; Panjang badan:

- Leher pendek; Kelas I minimal 124 cm;

- Tanduk pendek. Kelas II minimal 117 cm;

Kelas III minimal 115 cm.

Jantan umur 24-36 bulan

Tinggi gumba:

Kelas I minimal 127 cm;

Kelas II minimal 125 cm;

Kelas III minimal 124 cm.


Panjang badan:

Kelas I minimal 139 cm;

Kelas II minimal 133 cm;

Kelas III minimal 130 cm.

Pedoman Pembibitan Sapi Potong Yang Baik

2. Sapi Sumba Ongole (SO)

Kualitatif Kuantitatif

- Warna keputih-putihan; Betina umur 18-24 bulan

- Kepala, leher, gumba, lutut, warna Tinggi gumba:

gelap terutama pada yang jantan; Kelas III minimal 112 cm

- Kulit sekeliling mata, bulu mata, Jantan umur 24-36 bulan

moncong, kuku kaki dan bulu Tinggi gumba:

cambuk ekor warna hitam; Kelas III minimal 118 cm

- Tanduk pendek, kuat, mula-mula

mengarah keluar, lalu ke belakang;

- Badan besar, gelambir longgar dan

tergantung;

- Punuk besar persis di atas skapula;

- Leher pendek.

Pedoman Pembibitan Sapi Potong Yang Baik

3. Sapi Madura

Kualitatif Kuantitatif
- Warna merah bata atau merah coklat Betina umur 18-24 bulan

campur putih dengan batas tidak jelas Tinggi gumba:

pada bagian pantat; Kelas I minimal 108 cm;

- Tanduk kecil pendek mengarah ke Kelas II minimal 105 cm;

sebelah luar; Kelas III minimal 102 cm.

- Tubuh kecil, kaki pendek; Jantan umur 24-36 bulan

- Gumba pada betina tidak jelas, pada Tinggi gumba:

jantan berkembang baik. Kelas I minimal 121 cm;

Kelas II minimal 110 cm;

Kelas III minimal 105 cm.

4. Sapi Bali

Kualitatif Kuantitatif

tina: Betina umur 18-24 bulan

- Warna bulu merah; Tinggi gumba:

- Lutut ke bawah berwarna putih; Kelas I minimal 105 cm;

- Pantat warna putih berbentuk Kelas II minimal 97 cm;

setengah bulan; Kelas III minimal 94 cm.

- Ujung ekor berwarna hitam; Panjang Badan:

- Garis belut warna hitam di punggung; Kelas I minimal 104 cm;

- Tanduk pendek dan kecil; Kelas II minimal 93 cm;

- Bentuk kepala panjang dan sempit; Kelas III minimal 89 cm.

- Leher ramping.

Jantan: Jantan umur 24-36 bulan


- Warna bulu hitam; Tinggi gumba:

- Lutut ke bawah berwarna putih; Kelas I minimal 119 cm;

- Pantat putih berbentuk setengah Kelas II minimal 111 cm;

bulan; Kelas III minimal 108 cm.

- Ujung ekor hitam; Panjang badan:

- Tanduk tumbuh baik warna hitam; Kelas I minimal 121 cm;

- Bentuk kepala lebar; Kelas II minimal 110 cm;

- Leher kompak dan kuat. Kelas III minimal 106 cm.

Pedoman Pembibitan Sapi Potong Yang Baik

5. Sapi Aceh

Kualitatif Kuantitatif

- Warna bulu coklat muda, coklat Betina umur 18-24 bulan

merah (merah bata), coklat hitam, Tinggi gumba:

hitam dan putih, abu-abu, kulit hitam Kelas III minimal 100 cm

memutih ke arah sentral tubuh; Jantan umur 24-36 bulan

- Betina berpunuk kecil; Tinggi gumba:

- Jantan punuk terlihat jelas Kelas III minimal 105 cm

Sapi Brahman

Kualitatif Kuantitatif

- Warna pada yang jantan putih abuabu,

pada betina putih/abu-abu atau

merah;

- Badan besar, kepala relatif besar.

Betina umur 18-24 bulan

Tinggi gumba:
Kelas III minimal 112 cm

Jantan umur 24-36 bulan

Tinggi gumba:

Kelas III minimal 125 cm

BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Seleksi adalah suatu proses memilih ternak yang disukai yang akan
dijadikan sebagai tetua untuk generasi berikutnya.Tujuan umum dari seleksi
adalah untuk meningkatkan produktifitas ternak melalui perbaikan mutu genetic
bibit.Seleksi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan mutu genetik ternak.
Seleksi untuk memilih ternak didasarkan atas empat sumber informasi, yaitu 1)
dirinya sendiri, 2) keturunannya, 3)silsilah moyangnya, dan 4) saudaranya.
Seleksi terhadap satu sifat relative lebih sederhana dibandingkan dengan seleksi
terhadap banyak sifat. Di dalam seleksi ada beberapa metode yang harus
dilakukan, yaitu : Tandem selection, Independent Culling Level, dan Index
selection.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Santosa.2012.Seleksi dan Pemilihan Bibit Bakalan Pada Usaha Ternak


Potong.

Noor Rahman. R, 2004. Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suyadi, S.Maylinda, H.Nugroho, dan Kuswati. 2008. Pengembangan Marker


Genetik untuk Seleksi Pertumbuhan Sapi Potong Lokal. Laporan Penelitian
Rusnas. Kerjasam Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Dengan
Kementerian Riset dan Teknologi. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
Malang

Peraturan Menteri Pertanian, Nomor : 54/permentan/ot.140/10/2006. Pedoman


Pembibitan Sapi Potong yang Baik (Good Breeding Practice). Jakarta

Nugroho, CP. 2008. Agribisnis Teknik Ruminansia. Departemen Pendidikan


Nasional.Pane Ismed, 1986. Pemuliabiakan Ternak Sapi. PT. Gramedia. Jakarta.

Warwick, E. J. 1995. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai