Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan meningkat diberbagai bidang di

Indonesia telah mewujudkan peningkatan kualitas kesehatan

penduduk. Salah satu outcome atau dampak dari keberhasilan

pembangunan nasional dibidang kesehatan dan kesejahteraan sosial

yang telah dirasakan antara lain adalah meningkatnya angka rata-rata

Usia Harapan Hidup (UHH) penduduk. Peningkatan rata-rata usia

harapan hidup tersebut mencerminkan bertambah panjangnya masa

hidup penduduk lanjut usia (Afriyanti, dalam syam, 2012).

Hasil survey badan kesehatan dunia World Health Organization

(WHO) mengatakan bahwa jumlah lansia Indonesia pada tahun 2010

tersebut sudah menduduki sebesar 9,77% dari jumlah total penduduk

Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa perkembangan jumlah lansia di

Indonesia sangat pesat dan diperkirakan pada abad ke-21 ini akan

terjadi peningkatan jumlah penduduk usia tua atau Era Of Population

Aging dimana jumlah penduduk lansia di Indonesia akan meningkat

dengan cepat dan secara potensial dapat menimbulkan permasalahan

yang mepengaruhi kelompok penduduk lainnya (Hardywinoto, dalam

Nurfianti dkk, 2016).

1
Meningkatnya jumlah lansia maka membutuhkan penanganan

yang serius karena secara alamiah lansia itu mengalami penurunan

baik dari segi fisik, biologi, maupun mentalnya dan hal ini tidak

terlepas dari masalah ekonomi, sosial dan budaya, sehingga perlu

adanya peran serta keluarga dan adanya peran sosial dalam

penanganannya. Menurunnya fungsi berbagai organ lansia menjadi

rentan terhadap penyakit yang bersifat akut atau kronis (Purnomo,

dalam syam, 2012).

Masalah muskuloskeletal seperti arthritis dan gangguan pada

tulang menjadi masalah yang sering terjadi pada lansia karena

mepengaruhi mobilitas dan aktivitas yang merupakan hal vital bagi

kesehatan total lansia. Arthritis dan gangguan pada tulang

menyebabkan munculnya nyeri sendi. Nyeri sendi merupakan nyeri

yang dirasakan dibagian persendian dan sekitarnya akibat proses

inflamasi maupun terjadi secara idiopatik (Yatim, dalam nurfiati dkk,

2016)

Nyeri sendi memiliki prevalensi nyeri muskuloskeletal yang

paling banyak terjadi pada lansia. Fenomena ini terjadi karena lanjut

usia merupakan usia yang paling rentan terkait dengan disabilitas dan

perubahan degeneratif (Hardywinoto, dalam nurfiati dkk, 2016).

Salah satu faktor pencetus nyeri sendi adalah osteoarthritis

(OA) karena nyeri sendi merupakan keluhan utama yang muncul pada

penderita OA (Schaible dkk, dalam Nurfianti dkk, 2016).

2
Penegertian osteoartritis.................

OA dapat menyerang semua sendi, prediksi yang sering adalah

pada sendi-sendi yang menanggung beban berat badan seperti

panggul, lutut, dan sendi tulang belakang bagian lumbal bawah.

(Riskesdas, dalam Nurfianti dkk, 2016).

Di Amerika sekitar 37 juta penduduk menderita peyakit sendi,

yang berarti 1 dari 7 orang Amerika menderita penyakit sendi. Pada

kelompok umur >55 tahun, penderita gangguan sendi lebih banyak

pada perempuan dan kebanyakan sakit sendi bentuk oateoarthritis

(Yatim F, dalam Lukitasari dkk, 2014).

Di Indonesia osteoartritis (OA) merupakan salah satu jenis

penyakit rematik yang paling banyak di temukan pada golongan usia

lanjut yaitu berkisar 50-60% (Muchid dkk, dalam Nurfianti dkk, 2016).

Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,

(Depkes RI, dalam Lukitasari dkk, 2014), secara umum prevalensi

penyakit sendi di Indonesia sangat tinggi sebesar 30,3%. Pada usia

45-55 tahun prevalensinya sebesar 46,3%, usia 55-64 tahun sebesar

56,4%, usia 65-74 tahun sebesar 62,9% dan usia lebih 75 tahun

sebesar 65,4%.

Data dari (Riskesdas, dalam Lukitasari dkk, 2014) bahwa

jumlah penduduk di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdapat

23,1% yang mengalami penyakit sendi yang didiagnosa oleh tenaga

kesehatan dan 34,2% yang mengalami penyakit sendi dengan gejala.

3
Sedangkan jumlah penyakit sendi yang diderita oleh lansia pada umur

55-64 tahun berjumlah 28,5% dengan diagnosa oleh tenaga

kesehatan dan 56,4% dengan gejala, pada umur 65-75 tahun

berjumlah 33,5% dengan diagnosa oleh tenaga kesehatan dan 62,9%

dengan gejala, pada umur 75+ tahun berjumlah 35,1% dengan

diagnosa oleh tenaga kesehatan dan 65,4% dengan gejala.

Dengan keberadaan nyeri akibat OA lutut ini, lansia yang

menderita nyeri kemudian membatasi pergerakan pada bagian yang

nyeri sehingga luas gerak sendi kesemua arah berkurang. Bila

gerakan pasif lebih dominan dari pada gerakan aktif dapat

menyebabkan kekakuan dan gangguan pada otot sendi (Isbagio,

dalam Nurfianti dkk, 2016). Nyeri dan kaku sendi yang bertahan lama

dapat menghentikan secara permanen fungsional sendi. Penghentian

fungsional sendi ini dapat membatasi aktivitas fisik lansia, selanjutnya

lansia mengalami penurunan dari quality of life (Hopman-Rock et al.,

dalam Nurfianti dkk, 2016).

Tindakan pertahanan yang dapat dilakukan untuk mengurangi

nyeri agar sendi mampu difungsikan yaitu secara farmakologis atau

tindakan pemberian obat-obatan, dan tindakan non farmakologis

seperti edukasi pasien, terapi fisik, okupasional, aplikasi dingin atau

panas, latihan fisik, istirahat dan merawat persendian, penurunan

berat badan, akupunktur, dan terapi bedah sebagai pilihan terakhir

(Muchid dkk, dalam Nurfianti dkk, 2016).

4
Para peneliti menemukan bahwa olahraga tiga kali seminggu

secara signifikan memperbaiki kesehatan pasien-pasien arthritis

termasuk OA (Stevenson et al., dalam Nurfianti dkk, 2016). Oleh

karena pemberian terapi farmakologis memiliki risiko tinggi

menghasilkan efek yang kurang baik bagi kesehatan lansia dengan

berbagai penurunan fungsi tubuh maka terapi non farmakologis

seperti pemberian aktivitas olahraga fisik ini menjadi alternatif terbaik

untuk mengatasi nyeri lansia (Capezuti, dalam Nurfianti dkk, 2016).

Salah satu dari olahraga fisik yang sederhana dan mudah dilakukan

adalah senam rematik (Nurhidayah, dalam Nurfianti dkk, 2016).

Senam rematik merupakan senam yang befokus pada

mempertahankan lingkup gerak sendi secara maksimal. Tujuan dari

senam rematik ini yaitu mengurangi nyeri sendi dan menjaga

kesehatan jasmani penderita rematik. Keuntungan lain dari senam

rematik yaitu tulang menjadi lebih lentur, otot tetap kencang,

memperlancar peredaran darah, menjaga kadar lemak darah tetap

normal, tidak mudah mengalami cidera, dan kecepatan reaksi sel

tubuh menjadi lebih baik (Heri, dalam Nurfianti dkk, 2016).

Dalam penelitian Nurfianti dkk, 2016 tentang pengaruh senam

rematik terhadap perubahan skala nyeri pada lansia dengan

osteoarthritis lutut di Panti Werdha Sinar Abadi Kota Singkawang

didapakan hasil terdapat pengaruh senam rematik terhadap

perubahan skala nyeri pada lansia dengan osteoarthritis lutut berupa

5
penurunan skala nyeri pada kelompok perlakuan dan kelompok

kontrol, dimana hasil uji beda mean kedua kelompok menunjukkan

adanya perbedaan perubahan skala nyeri, skala nyeri kelompok

perlakuan lebih rendah daripada kelompok kontrol, sehingga

Penurunan skala nyeri lebih efektif pada kelompok menggunakan

senam rematik dari pada kelompok yang tidak diberikan senam

rematik.

Dalam hal ini penulis ingin melihat efektifitas penerapan senam

rematik dalam menurunkan nyeri sendi pada lansia dengan

osteoartritis yang disusun dalam karya tulis ilmiah dengan judul

“Penerapan senam rematik dalam menurunkan skala nyeri pada

lanjut usia dengan osteoartritis lutut”

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah asuhan keperawatan dengan pemberian terapi senam

rematik dalam menurunkan nyeri sendi pada lansia dengan

osteoartritis di kabupaten Aceh Besar.

C. Tujuan Penelitian

Mengambarkan asuhan keperawatan dengan pemberian terapi senam

rematik dalam menurunkan nyeri sendi pada lansia dengan

osteoartritis di kabupaten Aceh Besar.

6
D. Manfaat Penelitian

1. Masyarakat

Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam meningkatkan

kemandirian pasien nyeri osteoartritis melalui terapi senam rematik.

2. Bagi pengembangan Ilmu dan Teknologi keperawatan

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang

keperawatan dalam meningkatkan kemandirian pasien osteoartritis

melalui terapi senam rematik.

3. Penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan prosedur terapi

senam rematik pada pasien osteoartritis.

4. Institusi Akper Kesdam Iskandar Muda Banda Aceh

Menjadi informasi serta referensi dalam meningkatkan serta

mengembangkan ilmu keperawatan khususnya bidang

keperawatan osteoartritis dalam metode pembelajaran.

7
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. KONSEP OSTEOARTRITIS LUTUT

1. Pengertian

Osteoartritis yang di kenal sebagai penyakit sendi

degenerative atau osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi)

merupakan kelainan sendi yang paling sering di temukan dan

kerap kali menimbulkan ketidak mampuan (disabilitas) (C

Suzanne, dalam Aspiani, 2014)

Sedangkan menurut (Efendi Dkk, dalam Aspiani 2014)

Osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang

mengenai sendi yang dapat digerakan, terutama sendi penumpu

badan, dengan gambaran patologis yang karakteristik berupa

buruknya tulang rawan sendi serta terbentuknya tulang-tulang

baru pada sub kondrial dan tepi-tepi tulang yang membentuk

sendi, sebagai hasil akhir terjadi perubahan biokimia,

metabolisme, fisiologis, dan fatologis secara serentak pada jarigan

tulang yang membentuk persendian.

Osteoartritis (juga disebut penyakit degeneratif endi, hipertropi

artritis, artritis senescent, dan osteoartrosis) adalah gangguan

yang berkembang secara lambat, tidak simetris, dan noninflamasi

8
yang terjadi pada sendi-sendi yang digerakkan, khususnya pada

sendi-sendi yang menahan berat tubuh. Osteoartritis ditandai oleh

degenerasi kartaligo sendi dan oleh pembentukan tulang baru

pada bagian pinggir sendi. Kerusakan pada sendi-sendi akibat

penuaan diperkirakan memainkan suatu peran penting dalam

perkembangan osteoartritis. Perubahan degeneratif

meneyebabkan kartaligo yang secara normal halus, putih, tembus

cahaya menjadi buram dan kuning, dengn permukaan yang kasar

dan area malacia (pelunakan). Ketidak lapisan kartaligo menjadi

lebih tipis, permukaan tulang tubuh semakin dekat satu sama lain.

Inflamasi skunder dari membran sinovial mungkin mengikuti. Pada

saat permukaan sendi menipiskan kartaligo, tulang subkondrial

meningkat kepadatanya dan menjadi sklerosis (Mickey, 2012).

Osteoarthrosis atau osteoarthritis (OA) merupakan penyakit

sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago

sendi. Vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan kaki paling sering

terkena OA (Soeroso, dalam Santosa 2018).

Osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang

mengenai sendi-sendi penumpu berat badan dengan gambaran

patologis yang berupa memburuknya tulang rawan sendi, yang

merupakan hasil akhir dari perubahan biokimiawi, metabolisme

fisiologis maupaun patologis yang terjadi pada persendian

(Dharmawirya, dalam Santosa, 2018).


9
2. Etiologi

Menurut Irga, (dalam Wahyuningsih, 2009) etiologi penyakit

ini tidak diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor

resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit

Osteoartritis antara lain umur, obesitas, trauma, genetik,

hormon, jenis kelamin, penyakit otot, lingkungan:

a. Umur

Dari semua faktor risiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor

ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi, dan beratnya

osteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya umur.

Hal ini disebabkan karena adanya hubungan antara umur

dengan penurunan kekuatan kolagen dan proteoglikan pada

kartilago sendi. Rata – rata laki – laki mendapat osteoartritis

sendi lutut pada umur 59 tahun dengan puncaknya pada usia

55 - 64 tahun, sedang wanita 65,3 tahun dengan puncaknya

pada usia 65 – 74 tahun.

b. Jenis kelamin

Pada orang tua yang berumur lebih dari 55 tahun, prevalensi

terkenanya osteoartritis pada wanita lebih tinggi dari pria.

Usia kurang dari 45 tahun osteoartritis lebih sering terjadi

pada pria dari wanita.

10
c. Suku bangsa (Ras)

Osteoartritis primer dapat menyerang semua ras meskipun

terdapat perbedaan prevalensi pola terkenanya sendi pada

osteoartritis. Orang kulit putih cenderung lebih sering

terkena osteoartritis dibandingkan dengan orang kulit hitam.

Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup

maupun perbedaan frekuensi pada kelainan kongenital dan

pertumbuhan.

d. Genetik

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis.

Adanya mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen

struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti

kolagen, proteoglikan berperan dalam timbulnya

kecenderungan familial pada osteoartritis.

e. Kegemukan dan penyakit metabolik

Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan

tekanan mekanik pada sendi penahan beban tubuh, dan

lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut. Kegemukan

ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada

sendi yang menanggung beban, tetapi juga dengan

osteoartritis sendi lain, diduga terdapat faktor lain (metabolik)

yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain

penyakit jantung koroner, diabetes melitus dan hipertensi.

11
f. Cedera sendi (trauma)

Cedera sendi, terutama pada sendi – sendi penumpu berat

tubuh seperti sendi pada lutut berkaitan dengan risiko

osteoartritis yang lebih tinggi.Trauma lutut yang akut

termasuk robekan terhadap ligamentum krusiatum dan

meniskus merupakan faktor timbulnya osteoartritis lutut.

g. Pekerjaan

Penelitian HANES I mendapatkan bahwa pekerja yang

baynak membebani sendi lutut akan mempunyai risiko

terserang osteoartritis lebih besar disbanding yang tidak

banyak membebani lutut.

h. Olah raga Berat

Osteoartritis juga behubungan dengan berbagai olah raga

yang membebani lutut dan atau panggul, seperti lari

maraton, sepak bola dan sebagainya.

3. Kelasifikasi

Berdasarkan patogenesisnya, menurut Pratiwi, (2015).

osteoartritis dibedakan menjadi osteoartritis primer dan

osteoartritis sekunder

a. Osteoartritis primer disebut juga osteoartritis idiopatik adalah

osteoartritis yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada

12
hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses

perubahan lokal pada sendi.

b. Osteoartritis sekunder adalah osteoartritis yang didasari oleh

adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik,

pertumbuhan dan imobilisasi yang lama. osteoartritis primer

lebih sering ditemukan daripada osteoartritis sekunder

Penyakit ini bersifat progresif lambat, umumnya terjadi pada

usia lanjut, walaupun usia bukan satu-satunya faktor risiko.

4. Patofisiologi

Patofisiologi penyakit osteoartritis menurut Aspiani, (2014)

yaitu sebagai berikut :

Penyakit sendi degenaratif merupakan suatu penyakit kronik,

tidak meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan

merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami

kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan

tulang baru pada tepi sendi.

Proses degenerasi ini disebabkan proses pemecahan

kondrosit yang merupakan unsur rawan sendi. Pemecahan

tersebut diduga diawali oleh stres biomekanik tertentu.

Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya

polisakarida protein yang membentuk matriks disekeliling

kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan.

Sendi yang paling sering terkena adalh sendi yang harus

13
menanggungberat badan, seperti panggul, lutut, dan kolumna

vertebrasis. Sendi intrfalang distal dan proksimasi.

Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan

terbatasnya gerkan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri

yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau

kurang digunakanya sendi tersebut.

Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan

karena peristiwa-peristiwa tertentu minsalnya cidera sendi

infeksi sendi deformitas kogenital dan penyakit peradangan

sendi lainya akan menyebakan trauma pada kartaligo yang

bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehinga menyebabkan fraktur

ada ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang

pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi

dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan

rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi,

deformitas, adanya hipertropi atau nodulus.

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinis penyakit osteoartritis menurut Aspiani,

(2014), yaitu sebagai berikut:

Gejala-gejala utama adalah adanya nyeri pada sendi yang

terkena, terutama pada waktu bergerak. Umumnya timbul

secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku, kemudian timbul

rasa nyeri yang berkurang saat istirahat. Terdapat hambatan

14
pada pergerakan sendi, kaku pagi, krefitas, pembesaran sendi,

dan perubahan gaya berjalan

a. Rasa nyeri pada sendi

Merupakan gambaran primer pada osteoartritis, nyeri akan

bertambah apabila sedang melakukan sesuatu kegiatan fisik.

b. Kekurangan dan keterbatasan gerak

Biasanya akan berlangsung 15- 30 dan timbul setelah

istirahat atau saat memulai kegiatan fisik.

c. Peradangan

Sinovitis skunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan

cairan dalam ruang sendi akan menimbulkan pembengkakan

dan perengangan sampai sendi yang semua ini akan

menimbulkan rasa nyeri.

d. Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan

aktivitas lama dan akan berkurang pada waktu istirahat.

Mungkin ada hubunganya dengan keadaan penyakt yang

telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat.

Nyeri biasanya berlokasi pada sendi yang terkena tetapi

dapat menjalar, minsalnya pada osteoartritis coxae nyeri

dapat dirasakan dilutut, bokong sebelah lateril, dan tungkai

atas nyeri dapat timbul pada waktu dingin, akan tetapi hal ini

belum dapat diketahui penyebabnya.

15
e. Pembengkakan sendi

Pembengkakan sendi merupakan reaksi peradangan karena

pengumpulan cairan dalam ruang sendi biasanya teraba

panas tanpa adanya kemerahan.

f. Deformitas

Disebabkan oleh distruksi lokal rawan sendi.

g. Ganguan Fungsi

Timbul akibat ketidak serasian antara tulang pembentuk

sendi.

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemriksaan penunjang menurut Aspiani, (2014), pada penderita

osteoartritis yaitu:

a. Laboratorium

1) Reaksi aglutinasi positif.

2) LED meningkat.

3) Protein C Reaktif: positif pada massa inkubasi.

4) SDP meningkat pada prose inflamasi.

5) Ig (igG dan IgM) meningkat menunjukkan proses

autoimun.

b. Foto Rontgen

16
Menunjukkan penurunan progresif massa kartaligo sendi

sebagai penyempitan rongga sendi.

c. Serologi

Cairan sinovial dalam batas normal.

d. Tes-tes Khusus

1) Tes Ballotement (mengoyang-goyangkan objek didalam

cairan)

Caranya: recessussuprapatellaris itu dikosongkan

dengan menekanya dengan satu tangan, sementara itu

dengan jari tangan lainya patella ditekan kebawah.

Dalam keadaan normal patella tidak dapat ditekan ke

bawah, tapi bila terdapat banyak cairan sendi pada lutut

akibat osteoartritis maka patella seperti terangkat

sehingga ada sedikit gerakan ke atas bawah dan kadang

terasa seolah-olah patella “mengetik” pada dasar keras

itu.

2) Tes Fluktuasi

Caranya ibu jari telunjuk dari satu tangan diletakan

disebelah kanan dan kanan patella, bila kemudian

recessus suprapatellaris itu dikosongkan mengunakan

tangan lainya, maka ibu jari dan jari telunjuk tadi seolah-

olah terdorong oleh perpindahan cairan dalam lutut.

3) Tes Lekuk

17
Caranya dengan memakai pungung tangan, kita

mengusapi “lekuk kecil” disebelah medial palleta ke arah

proximal, sehingga dikosongkan dari cairanya. kemudian

kita melaksanakan gerakan mengusap yang sama pada

patella bagian lateral, maka lekuk kecil yang medial itu

akan kelihatan terisi cairan.

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan menurut Aspiani (2014) pada penderita

osteoartritis yaitu:

a. Pencegahan

1) Penurunan berat badan.

2) Pencegahan cedera.

3) Screening sendi paha.

4) Pendekatan ergonomik untuk memodifikasi stres akibat

kerja.

b. Terapi Farmakologi

Sampai sekarang belum ada-obatan spesifik yang khas

untuk osteoartritis, oleh karena patogenesisnya yang belum

jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa

sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak

mampuan. Obat-obat anti inflamasinonsteroid bekerja

sebagai analgentik dan sekaligus mengurangi sinovitis,

18
meskipun tidak bisa memperbaiki atau menghentikan proses

patologis osteoartritis.

1) Acetamiophen

Merupakan obat pertama yang direkomendasikan oleh

dokter karena relatif aman dan efektif untuk mengurangi

rasa sakit.

2) NASAIDs (nosteroid anti inflammatory drugs)

Dapat mengatasi rasa sakit dan peradangan pada send.

Efek samping, yauitu menyebabkan sakit perut dan

ganguan fungsi ginjal.

3) Topical pain

Dalam bentuk creamatau spray yang bisa digunakan

langsung pada kulit yang terasa sakit.

4) Tramadol

Tidak mempunyai efek samping seperti yang ada pada

acetaminophen dan NASAIDs.

5) Mild narcotic painkillers

Mengandung analgesik seperti codein atau hydrocodone

yang efetif mengurangi rasa sakit pada penderita

osteoartritis.

6) Corticosteroids

19
Efektif mengurangi rasa sakit.

7) Hyaluronic acid

Merupakan glycosaminoglycan yang tersusun oleh

disacchardies of glucuronic acid dan N-

acetyangluosamine. Disebut juga viscosupplementation.

Digunakan dalam perawatan pasien osteoartritis.

8) Glucosamine dan chondrotin sulfate

Mengurangi pengobatan untuk pasien osteoartritis pada

lutut.

c. Terapi konservatif

Kompres hangat, mengistirahatkan sendi, pemakaian alat-

alat orthotik untuk menyanga sendi yang mengalami

inflamasi.

d. Terapi Non Farmakologi

1) Olahraga

Olahraga yang dilakukan adalah olahraga yang tidak

terlalu berat dan tidak menyebabkan bertambahnya

kompresi atau tekanan atau terauma pada sendi, yaitu

minsalnya berenang dan mengunakan sepeda statis.

Olahraga selain berfungsi untuk mengurangi rasa sakit

dan kaku juga bermamfaat untuk mengontrol berat

badan.

2) Proteksi/ perlindungan sendi

20
Sendi dijaga dari berbagai aktivitas sehari-hari dan

pekerjaan yang dapat menambah stres/tekanan pada

sendi.

Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena

mekanisme tubuh yang kurang baik. Perlu dihindari

aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit,

pemakaian tongkat alat-alat listrik yang dapat

memperingan kerja sendi jua perlu diperhatikan. Beban

pada lutut berlebihan karena kaki yang tertekuk

(pronatio).

3) Terapi panas atau dingin

a) terapi panas digunakan untuk mengurangi rasa

sakit,membuat otot-otot sekitar sendi menjadi rileks

dan melancarkan peredaran darah. Terapi panas

dapat diperoleh dari kompres dengan air

hangat/panas, sinar IR (infra merah) dan alat-alat

terapi lain seperti SWD/MWD.

b) Terapi dingin digunakan untuk mengurangi bengkak

pada sendi dan mengurangi rasa sakit. Terapi dingin

biasamya dipakai saat kondisi masih akut. Dapat

diperoleh dengan kompres.

4) Diet

21
Diet untuk menurunkan berat badan pasien

Osteoartritis yang gemuk harus menjadi program utama

pengobatan Osteoartritis. Penurunan berat badan

seringkali dapat mengurangi timbulnya keluhan dan

peradangan.

5) Dukungan psikososial

Dukungan psikososial diperlikan pasien osteoartritis

oleh karena sifatnya yang menahun dan ketidak

mampuanya yang ditimbulkanya. Disatu pihak pasien

ingin menyembunyikan ketidak mampuanya, dipihak

lain dia ingin orang lain turut memikirkan penyakitnya.

Pasien Osteoartritis sering kali keberatan untuk

memakai alat-alat bantu karena faktor psikologis.

e. Persoalan seksual

Ganguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis

terutama pada tulang belakang, paha dan lutut, sering kali

diskusi karena ini harus dimulai dari dokter karena biasanya

pasien engan mengutarakanya.

f. Fisoterapi

Fisiotrapi berperan penting pada penetalaksanaan

Osteoartritis, meliputi terapi panas dan dingin dan program

latihan yang tepat. Pemakaian yang pasnas diberikan

sebelum latihan untuk mengurangi rasa nyeri dan

22
kekakuan. Pada sendi yang masih aktif sebaiknya diberi

dingin dan obar-obat gosok jangan dipakai sebelum

pemanasan.

g. Oprasi

Oprasi dapat dipertimbangkan pada pasien osteoartritis

dengan kerusakan sendi yang nyata dengan nyeri yang

menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan yang dilakukan

adalah osteotomy untuk mendeteksi ketidak lurusan atau

ketidak sesuaian, debridement sendi untuk menghilangkan

fragmen tulang rawan sendi, pembersihan osteofit.

h. Akupuntur

Dapat mengurangi rasa sakit dan merangsang fungsi sendi.

(Aspiani, 2014).

B. Asuha Keperawatan Pada Lansia Dengan osteoartritis

1. Pengkajian

Pengkajian pada studi kasus ini penulis mengacu pada

pengkajian gangguan sistem muskuloletal menurut Aspiani

(2014) yaitu:

a. Identitas

Identitas klien yang biasa dikaji pada penyakit sistem

muskuloskeletal adalah usia, karena ada beberapa penyakit

23
muskuloskletal banyak terjadi pada klien diatas usia 60

tahun.

b. Keluhan utama

Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan

penyakit muskuloskletal seperti: Rheumatroid Arthritis, Gout

Arthritis , Osteoartritis dan Osteoporosis adalah klien

mengeluh nyeri pada persendian yang terkena, adanya

keterbatasan gerak yang menyebabkan keterbatasan

mobilitas.

c. Riwayat penyakit sekarang

Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit

yang diderita klien dan mulai timbulnya keluhan yang

dirasakan sampai klien dibawa ke Rumah Sakit, dan apakah

pernah memeriksakan diri ke tempat lain selain Rumah Sakit

umum serta pengobatan apa yang pernah diberikan dan

bagaiman perubahanya dan data apa yang didapatkan saat

pengkajian.

d. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat penyakit

muskuloskletal sebelumnya, riwayat pekerjaan pada pekerja

yang berhubungan dengan adanya riwayat penyakit

24
muskuloskleteal, pengunaan obat-obatan, riwayat

mengkonsumsi alkohol dan merokok.

e. Riwayat penyakit keluarga

Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang

menderita penyakit yang sama karena faktor

genetik/keturunan.

f. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum.

Keadaan umum klien lansia yang mengalami ganguan

muskuloskletal biasanya lemah.

2) Kesadaran klien biasanya Composmentis dan Apatis.

3) Tanda-Tanda Vital:

a) Suhu meningkat (>37oC).

b) Nadi meningkat (N: 70-82x/menit).

c) Ekanan darah meningkat atau dalam batas normal.

d) Pernafasan biasanya mengalami normal atau

meningkat.

4. Pemeriksaan Review of system (ROS)

a) Sistem Pernafasan (B1:Breathing)

dapat ditemukan peningkatan rekuensi nafas atau

masih dalam batas normal.

25
b) Sistem sirkulasi (B2: Bleeding)

Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apikal,

sirkulasi, prifer, warna, dan kehangatan.

c) Sistem Pernafasan (B3: Brain)

kaji adanya hilangnya gerakan/sensasi, spasme otot,

terlihat kelemahan/hilang fungsi. Pegerakan

mata/kejelasan melihat, dilatasi pupil. Agitasi

(mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas).

d) Sistem perkemihan (B4: Bleder)

Perubahan pola berkemih, seperti inkontinesia urin,

disuria,distensi kandung kemih, warna dan bau urin,

dan kebersihanya.

e) Sistem pencernaan (B5: Bowel)

Kontispasi, konsisten feses, frekuensi eliminasi,

auskultasi bising usus, anoreksia adanya distensi

abdomen, nyeri tekan abdomen.

f) Sistem muskuluskletal (B6: Bone)

Kaji adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin

terlokalisasi pada area jaringan, dapat berkurang

pada imobilisasi, kekuatan otot, kontraktur, atrofi

otot, laserasi kulit dan perubahan warna.

g. Pola fungsi kesehatan

26
Yang perlu dikaji adalah aktivitas apasaja yang dilakukan

sehubungan dengan adanya nyeri pada persendian, ketidak

mampuan mobilisasi.

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Menggabarkan persepsi, pemeliharaan, dan

penanganan kesehatan.

2) Pola nutrisi

Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan, dan

elektrolit, nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan

menelan, mual/muntah, dan makanan kesukaan.

3) Pola eliminasi

Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih,

defekasi, ada tindakanya, masalah defekasi, masalah

nutrisi, dan penggunaan kateter.

4) Pola tidur dan istirahat

Mengambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi

terhadap energi, jumlah jam tidur pada siang dan

malam,masalah tidur, dan insomnia.

5) Pola aktivitas dan istirahat

Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi

pernafasan, dan sirkulasi, riwayat penyakit jantung,

27
frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan.

Pengkajian Indeks KATZ.

6) Pola hubungan dan peran

Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan

peranMenggambarkan dan mengetahui hubungan

dan peran klien terhadap anggota keluarga dan

masyarakat tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya

rumah, dan masalah keuangan, pengkajian APGAR

keluarga (Tabel APGAR Keluarga).

7) Pola sensori dan kognitif

menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola

persepsi sensori meliputi pengkajian penglihatan,

pendengaran, perasaan, dan penciuman.

8) Pola persepsi dan konsep diri

Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan

persepsi terhadap kemapuan konsep diri. Konsep diri,

harga diri, peran, identitas diri. Manusia sebagai

sistem terbuka dan makhluk bio-psiko-sosio-kultural-

spritual, kecemasan ketakutan, dan dampak terhadap

saki.

9) Pola seksual dan reproduksi

Menggambarkan kepuasan/masalah terhadap

seksualitas .

28
10) Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping

Menggambarkan kemampuan untuk menangani

stress.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai

keyakinan termaksuk spiritual.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan osteoartritis menurut Aspiani (2014)

yaitu:

a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen injuri

(biologi, kimia, fisik, psikologis) ditandai dengan klien

melaporkan adanya nyeri pada persendian, ekspresi

wajah meringis.

b. Kerusakan moblitas fisik berhubungan dengan nyeri

dan ketidaknyamanan, kerusakan neuromuskuler,

kehilangan integritas struktur tulang, kekakuan sendi

atau kontraktur.

c. Kurang pengetahuan berubungan dengan kurang

paparan, mudah lupa, misinterpretasi informasi

ditandai dengan klien mengungkapkan adanya

masalah, klien mengikuti instruksi tidak akurat.

29
d. Cemas berhubungan dengan krisis situasional,

perubahan status kesehatan, stres, ancaman

terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian

ditandai dengan produktivitas berkurang, kontak mata

buruk, klien tampak gelisah, klien mudah tersinggung,

klien tampak khawatir, klien tampak cemas, respirasi

meningkat, nadi meningkat, suara gemetar, refleks

meningkat, wajah tegang, anoreksia, kelelahan

peningkatan tekanan darah, klien sulit berkosentrasi.

e. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan

pengobatan penyakit, trauma atau cidera,

pembedahan ditandai dengan klien mengungkapkan

mengenai perubahan dalam penampilan, struktur dan

fungsi, perasaan negatif tentang tubuh, perasaan

tidak berdaya.

30

Anda mungkin juga menyukai