Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Berdasarkan WHO (2012), rubela adalah penyakit

infeksi virus RNA yang menular dan belum ada pengobatan

khusus untuk infeksi rubela. Virus rubela bersifat

teratogen terhadap janin jika menginfeksi wanita hamil

terutama wanita yang tidak memiliki proteksi immunologi

spesifik (Santis et al.,2005). Wanita hamil yang

terinfeksi rubela pada awal trimester pertama

kehamilan, dapat meningkatkan risiko terinfeksinya

fetus lebih dari 80% (Reddy et al.,2006). Infeksi

rubela kongenital pada fetus dapat mengakibatkan sel

tubuh janin tidak berkembang atau rusak sehingga

terjadi abortus, bayi lahir mati, serta defek permanen

yang disebut dengan Sindrom Rubela Kongenital (Burg and

Janis.,2007). Sindrom rubela kongenital merupakan salah

satu kasus terbanyak yang menyebabkan terjadinya

kecacatan pada bayi dan anak di negara berkembang. Saat

ini diperkirakan sekitar 110.000 infant mengalami

sindrom rubela kongenital (SRK) setiap tahunnya

(Robertson et al.,2003). Berdasarkan data model

statistik Centers for Disease Control and Prevention

(CDC) tahun 2010, mengestimasikan 46.621 bayi yang baru

1
2

lahir menderita SRK setiap tahun pada tahun 2000-

2009 di South East Asian Region (SEAR), akan tetapi

masih banyak data yang belum tercatat mengenai angka

kejadian kasus SRK di negara berkembang.

Manifestasi klinis sindrom rubela kongenital (SRK)

disebut trias rubela yaitu berupa gangguan jantung,

gangguan mata serta gangguan pendengaran (Banatvala and

Brown.,2004). Tuli sensorineural adalah gangguan

pendengaran yang paling sering terjadi pada anak dengan

SRK (Dammeyer.,2010). Kasus tuli sensorineural pada

anak dengan SRK sekitar 80% merupakan tuli dengan

derajat berat dan sangat berat (Bento et al.,2005).

Tuli sensorineural juga merupakan delayed

manifestation dari sindrom rubela kongenital pada anak,

akan tetapi sampai saat ini belum diketahui pasti

patogenesis (Dammeyer.,2010). Hal tersebut menyebabkan

sulitnya mendiagnosis dan mendeteksi tuli kongenital

pada bayi dan anak, khususnya akibat infeksi rubela

kongenital yang asimptomatik (Reddy et al.,2006). Orang

tua baru menyadari anak mengalami tuli kongenital saat

anak berumur 2-5 tahun karena awal-awal tahun tersebut

baru dapat teramati pertumbuhan dan perkembangannya,

khususnya kemampuan bicara dan bahasa pada anak (Smith

et al.,2005). Anak dengan tuli kongenital dapat


3

mengakibatkan keterlambatan bicara, gangguan bahasa,

penyimpangan perilaku sosial serta penurunan kemampuan

kognitif (Moeller.,2000).

Bayi dan anak yang mempunyai memiliki riwayat

terinfeksi rubela dalam kandungan memiliki risiko 10,2

kali lebih besar mengalami ketulian dibandingkan yang

tidak memiliki faktor risiko, oleh karena itu bayi baru

lahir dengan faktor risiko seharusnya menjalani

screening untuk tes pendengaran. Tes screening

pendengaran adalah deteksi awal agar dilakukannya

intervensi secara dini (JCIH.,2000). Tes pendengaran

yang objektif, non-invasif, dan praktis untuk memeriksa

bayi dan anak adalah Brainstem Evoked Response

Audiometry (BERA), akan tetapi banyak rumah sakit di

beberapa negara tidak memiliki alat tes pendengaran

untuk bayi dan anak yaitu BERA (Wrighston.,2007).

RSUP Dr. Sardjito adalah salah satu rumah sakit

yang mempunyai fasilitas alat tes pendengaran BERA,

akan tetapi belum ada penelitian mengenai frekuensi

gangguan pendengaran dengan infeksi rubela pada pasien

bayi dan anak di RSUP Dr.Sardjito.


4

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di

atas, memberi dasar bagi peneliti untuk merumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut :

Berapakah frekuensi gangguan pendengaran pada bayi

dan anak yang terinfeksi rubela di RSUP Dr.Sardjito

pada tahun 2010-2013?

I.3. Tujuan

Tujuan khusus : Memperoleh data frekuensi gangguan

pendengaran pada pasien bayi dan anak yang terinfeksi

rubela di RSUP Dr.Sardjito pada tahun 2010-2013.

I.4. Manfaat

I.4.1. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi kepada masyarakat mengenai jumlah angka

kejadian/frekuensi gangguan pendengaran pada bayi dan

anak yang terinfeksi rubela di RSUP Dr.Sardjito pada

tahun 2010-2013. Penelitian ini diharapkan mampu memacu

masyarakat untuk menyadari pentingnya dilakukan

screening tes pendengaran pada bayi yang memiliki

riwayat infeksi rubela maternal agar dapat dilakukan

intervensi secara dini.


5

I.4.2. Bagi akademik

Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan

mahasiswa dan kalangan akademisi lainnya mengenai

frekuensi gangguan pendengaran dengan infeksi rubela

pada pasien bayi dan anak di RSUP Dr.Sardjito pada

tahun 2010-2013. Data pada penelitian ini dapat

dipergunakan sebagai bahan masukan dalam upaya

peningkatan screening ketulian pada bayi yang memiliki

faktor risiko infeksi rubela maternal.

I.4.3. Bagi Pengembangan penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data

penunjang bagi penelitian selanjutnya serta mampu

memacu para peneliti lain untuk mengembangkannya lebih

luas sehingga lebih banyak pengetahuan yang dapat

diketahui.

I.5. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang gangguan pendengaran pada anak

dengan infeksi rubela telah dilakukan di beberapa

negara. Pada tahun 2005, penelitian di Brazil terdapat

23 anak dilakukan tes pendengaran menggunakan alat BERA

dan OAE. Subjek penelitian adalah bayi dengan rata-rata

usia 6 bulan dengan ibu riwayat ibu terinfeksi rubela

dan didapatkan hasil 80% anak yang mengalami kasus tuli

sensorineural derajat sangat berat akibat infeksi


6

rubela kongenital (Bento et al.,2005). Penelitian pada

RSUD Soetomo surabaya didapatkan 9 dari 23 anak dengan

riwayat ibu terinfeksi rubela dalam kandungan mengalami

tuli sensorineural (Ramdani et al.,2009).

Pada penelitian ini akan dilakukan perhitungan

frekuensi gangguan pendengaran pada bayi dan anak

dengan usia 0 bulan sampai 18 tahun yang terinfeksi

rubela RSUP Dr.Sardjito pada tahun 2010-2013. Tes

pendengaran dilakukan dengan alat tes pendengaran BERA

untuk mengetahui derajat gangguan pendengaran yang

dialami bayi dan anak. Penelitian ini merupakan

penelitian deskriptif.

Anda mungkin juga menyukai