Anda di halaman 1dari 41

SMF/ BAGIAN RADIOLOGI REFERAT

RSUD DR TC HILLERS MAUMERE AGUSTUS 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

Gambaran Osteomyelitis Pada Foto Roentgen

Disusun Oleh :

Saskia Salsa N (1408010002)

Pembimbing :

dr. Martina Widayanti, M.Sc, Sp. Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK

SMF/ BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

RSUD DR. T.C. HILLERS

MAUMERE

2018
LEMBAR PENGESAHAN DEWAN PENGUJI

Referat ini dengan judul : Gambaran Osteomyelitis Pada Foto Roentgen atas

Nama: Saskia Salsa Nissabilla NIM: 1408010002 Program Studi Pendidikan

Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana telah disajikan dalam

kegiatan kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit saraf RSUD DR. T.C. Hillers

Maumere pada Agustus 2018.

Mengetahui pembimbing:

Pembimbing Klinik

1. dr. Martina Widayanti, M.Sc, Sp. Rad 1. ……………………............

Ditetapkan di : Maumere

Tanggal : Agustus 2018


DAFTAR ISI

Hal

Halaman Judul............................................................................................. i

Halaman Pengesahan .................................................................................. ii

Daftar Isi...................................................................................................... iii

Bab 1 Pendahuluan ...................................................................................... 1

Bab 2 Tinjauan Pustaka ............................................................................... 4

2.1 Definisi ............................................................................................ 4


2.2 Anatomi ........................................................................................... 4
2.3 Etiologi ............................................................................................ 6
2.4 Klasifikasi ...................................................................................... 7
2.5 Faktor Resiko .................................................................................. 9
2.6 Patogenesis dan Patofisiologi .......................................................... 9
2.7 Gambaran Klinis ............................................................................. 13
2.8 Diagnosa ......................................................................................... 15
2.9 Gambaran Radiologi ....................................................................... 17
2.10 Penatalaksanaan ............................................................................ 28
2.11 Diagnosa banding .......................................................................... 29
2.12 Komplikasi .................................................................................... 33
2.13 Prognosis ....................................................................................... 34
Bab 3 Kesimpulan ...................................................................................... 35

Daftar Pustaka ............................................................................................. 37


1

BAB 1

PENDAHULUAN

Sistem muskuloskeletal manusia merupakan jalinan berbagai jaringan,

baik itu jaringan pengikat, tulang maupun otot yang saling berhubungan, sangat

khusus, dan kompleks. Fungsi utama sistem ini adalah sebagai penyusun bentuk

tubuh dan alat untuk bergerak. Oleh karena itu, jika terdapat kelainan pada sistem

ini maka kedua fungsi tersebut juga akan terganggu. Infeksi muskuloskeletal

merupakan penyakit yang umum terjadi dapat melibatkan seluruh struktur dari

sistem muskuloskeletal dan dapat berkembang menjadi penyakit yang berbahaya

bahkan membahayakan jiwa(1).

Osteomielitis (Oste-berasal dari bahasa Yunani yaitu osteon, berarti

tulang, myelo artinya sumsum, dan-itis berarti peradangan secara sederhana

berarti infeksi tulang atau sumsum tulang dan sering dikaitkan dengan hancurnya

kortikal tulang. Penyakit ini memiliki dua manifestasi yaitu osteomyelitis

hematogenous dan contiguous osteomyelitis dengan atau tanpa insufisiensi

vaskular. Baik hematogenous dan contiguous osteomyelitis mungkin lebih lanjut

diklasifikasikan sebagai akut atau kronis. Osteomyelitis paling sering timbul

daripatah tulang terbuka, infeksi pada kaki penderita diabetes, atau terapi bedah

pada luka tertutup.Osteomielitis akut terutama ditemukan pada anak-anak. Tulang

yang sering terkena ialah femur bagian distal, tibia bagian proksimal, humerus,

radius dan ulna bagian proksimal dan distal, serta vertebra(1,2).

Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan

bakteri bahkan idiopatik, dapat menghasilkan osteomielitis, tetapi paling sering


2

disebabkan oleh bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Penyebab

osteomielitis pyogenik adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%),

Escherichia coli, Pseudomonas, dan Klebsiella. Pada periode neonatal,

Haemophilus influenzae dan kelompok B streptokokus seringkali bersifat

patogen(3).

Osteomielitis akut di Amerika Serikat menyerang 0,1-1,8% dari populasi

orang dewasa sehat, dan menyerang 1 dari 5000 anak di AS. Sedangkan di negara

berkembang termasuk Indonesia insiden osteomielitis masih lebih tinggi

dibandingkan negara-negara maju dan masih menjadi masalah utama dalam

bidang ortopedi , meskipun insiden yang tepat tidak diketahui. Sekitar 50% kasus

osteomielitis terjadi pada lima tahun pertama kehidupan. Terjadi lebih sering pada

laki-laki dibanding perempuan. Di Indonesia osteomielitis masih menjadi masalah

karena tingkat higienitas yang masih rendah, diagnosis yang terlambat, angka

kejadian tuberkulosis yang masih tinggi, pengobatan osteomielitis yang

memerlukan waktu lama dan biaya yang tinggi, serta banyak pasien dengan

fraktur terbuka yang datang terlambat dan sudah menjadi osteomielitis(4).

Diagnosis infeksi tulang dan sendi biasanya dapat dibuat dari tanda-tanda

yang tampak pada pemeriksaan fisik. Pada lokasi perifer seperti efusi sendi dan

dan nyeri pada metafisis yang terlokalisir, dengan atau tanpa pembengkakan,

membuat diagnosis relatif mudah. Namun pada panggul, pinggul, tulang

belakang, tulang belikat dan bahu, penegakan diagnosis terjadinya infeksi sulit

untuk ditentukan. Sehingga, pemeriksaan penunjang, dalam hal ini, pencitraan

dapat memudahkan dan menegakkan diagnosis dari osteomielitis. Pemeriksaan


3

pencitraan radiaografi yang dapat dilakukan ialah foto polos, Computed

Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan radionuklir.

Pemeriksaan tersebut dapat memudahkan dokter dalam menegakkan diagnosis

osteomielitis(1).
4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Osteomielitis (Oste-berasal dari bahasa Yunani yaitu osteon, berarti

tulang, myelo artinya sumsum, dan-itis berarti peradangan secara sederhana

berarti infeksi tulang atau sumsum tulang dan sering dikaitkan dengan hancurnya

kortikal tulang. Infeksi pada tulang dapat terjadi melalui aliran darah, trauma dan

fiksasi internal (implant). Dalam kepustakaan lain dinyatakan bahwa osteomielitis

adalah radang tulang yang disebabkan oleh organism piogenik, walaupun berbagai

agen infeksi lain juga dapat menyebabkannya. Ini dapat tetap terlokalisasi atau

dapat tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa

dan periosteum(1,5).

2.2 ANATOMI

Tulang Panjang

Pada tulang ini, panjangnya lebih besar daripada lebarnya. Tulang ini mempunyai

corpus berbentuk tubular, diafisis, dan biasanya dijumpai epifisis pada ujung-

ujungnya. Selama masa pertumbuhan, diafisis dipisahkan dari epifisis oleh

kartilago epifisis. Bagian diafisis yang terletak berdekatan dengan kartilago

epifisis disebut metafisis. Corpus mempunyai cavitas medullaris di bagian tengah

yang berisi sumsum tulang. Bagian luar corpus terdiri atas tulang kompakta yang

diliputi oleh selubung jaringan ikat yaitu periosteum. Ujung-ujung tulang panjang
5

terdiri atas tulang spongiosa yang dikelilingi oleh selapis tipis tulang kompakta.

Facies artikularis ujung-ujung tulang diliputi oleh kartilago hialin. Tulang-tulang

panjang yang ditemukan pada ekstremitas antara lain tulang humerus, femur, ossa

metacarpi, ossa metatarsal dan phalanges(6).

Gambar 2.1 Tulang Panjang.

Gambar 2.2 Anatomi Radiologi Tulang


6

Keterangan gambar 2.2 :

1. Articular cartilage

2. Subarticular of epiphyse

3. Epiphysis

4. Epiphyseal line

5. Metaphysis

6. Diaphysis

2.3 ETIOLOGI

A. Berdasarkan Usia Pasien

Mikroorganisme tertentu yang diisolasi dari pasien dengan osteomielitis yang

disebabkan bakteri sering dikaitkan dengan usia pasien(8).

Tabel 2.1 Tabel Etiologi Osteomielitis Berdasarkan Usia(8)

BAYI(<1 TAHUN) ANAK (1-16 TAHUN) DEWASA (>16

TAHUN)

Group B Streptococci Staphylococcus aureus Staphylococcus

Epidermidis

Staphylococcus aureus Streptococcus pyogens Staphylococcus aureus

Escherichia coli Haemophilus influenzae Pseudomonas aeruginosa

Serattia marcescens
7

Escherichia coli

B. Berdasarkan Angka Kejadian(8)

a. Staphylococcus aureus dan Staphylococci koagulase- negatif yang paling

utama menyebabkan osteomielitis, kira-kira 50% kasus.

b. Sekitar >25% termasuk Streptococci, Enterococci, Pseudomonas spp.,

Enterobacter spp., Proteus spp., Escherichia coli, Serattia spp., anaerob.

c. Kasus jarang (<5%) termasuk Mycobacterium Tuberkulosis, Mybocaterium

Avium complex, dimorphic fungi, Candida spp., Aspergilus spp., Mycoplasma

spp., Tropheryma whipplei, Brucella spp., Salmonella spp., dan Actynomyces spp.

d. Pada osteomielitis hematogen infeksi biasanya monomikrobial, sedangkan

infeksi contigous biasanya polimikrobial.

2.4 Klasifikasi(1)

A. The lee dan Waldvogel

Klasifikasi ini mengelompokan osteomielitis berdasarkan etiologi seperti

onset (akut dan kronik), mekanisme ( Contigous dan hematogen), dan ada atau

tidaknya vaskularisasi yang cukup. Klasifikasi ini sedikit membantu dalam proses

penyembuhan.
8

B. Cierny- Mader

Tabel 2.2 Sistem Staging Osteomielitis Cierny-Mader Anatomycal Type(1)

Anatomycal Type

I Medullary Infeksi terbatas pada tulang intramedular. Contoh:

Osteomielitis Hematogen.

II Superficial Mengenai korteks superfisial saja

III Localized Mengenai medula dan korteks yang terlokalisir.

IV Diffuse Mengenai medula dan korteks yang difus.

Gambar 2.3 Klasifikasi Osteomielitis berdasarkan Anatomycal Type

Klasifikasi Cierny- Mader mengembangkan sistem klasifikasi untuk

osteomielitis berdasarkan dari kriteria anatomis dan fisiologis, untuk menentukan

derajat infeksi. Kriteria fisiologis dibagi tiga kelas berdasarkan tiga tipe jenis host.
9

Host kelas A memiliki respon pada infeksi dan operasi. Host kelas B memiliki

kemampuan imunitas yang terbatas dan penyembuhan luka yang kurang baik.

Ketika hasil penatalaksanaan berpotensi lebih buruk dibandingkan keadaaan

sebelum penanganan, maka pasien digolongkan menjadi host kelas C. Sedangkan

kriteria anatomis dibagi menjadi empat tipe, seperti yang sudah dipaparkan pada

tabel 2.2 diatas.

2.5 Faktor Resiko

Pemakaian prosthetic adalah salah satu faktor resiko, begitu juga dengan

pembedahan ortopedi dan fraktur terbuka. Pasien yang beresiko tinggi mengalami

osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan,

penurunan kekebalan tubuh atau penderita diabetes. Selain itu, pasien yang

menderita artritis reumatoid, telah di rawat lama dirumah sakit, mendapat terapi

kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi

sekarang atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani

pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus,

mengalami nekrosis insisi marginal atau dehisensi luka, atau memerlukan

evakuasi hematoma pascaoperasi (Iwan,2012).

2.6 Patogenesis dan Patofisiologi(1)

Penyebaran osteomielitis terjadi melalui 2 cara :

1.Penyebaran Umum

oMelalui sirkulasi darah berupa bakteremia dan septikemia


10

oMelalui embolus infeksi dan menyebabkan infeksi multifokal pada daerah lain 2.

2. Penyebaran Khusus

oSubperiosteal abses akibat penerobosan abses melalui periost

oSelulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai bawah kulit

oPenyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi artritis septik

oPenyebaran ke medula tulang sekitarnya sehingga sistem sirkulasi dalam tulang

terganggu. Hal ini mengakibatkan kematian tulang lokal dengan terbentuknya

tulang mati yang disebut 'sekuestrum'

Teori perjalanan infeksi :

1.Teori Vaskular (Trutea) Pembuluh darah di daerah metafisis berkelok-kelok dan

membentuk sinus sehingga mengakibatkan aliran darah menjadi lambat dan

bakteri mudah berkembang

2.Teori Fagositosis (Rang) Daerah metafisis merupakan daerah pembentukan

sistem retikulo endotelial. Fagosit matur => fagosit bakteri. Fagosit imatur =>

tidak memfagosit bakteri, tapi malah merupakan tempat berkembang biak yang

baik.

3.Teori Trauma Trauma artifisial => hematom di daerah epifisis. Bila ada fokus

infeksi yang berjalan di darah => terjadi infeksi di daerah hematom.


11

Patofisiologi

Gambar 2.4 Patofisiologi Osteomielitis

Infeksi terjadi ketika mikroorganisme masuk melalui darah, secara langsung dari

benda– benda yang terinfeksi atau luka tembus. Trauma, iskemia dan benda asing

dapat meningkatkan risiko invasi mikroorganisme ke tulang melalui bagian yang

terpapar sehingga organisme tersebut lebih mudah menempel. Pada daerah infeksi

fagosit datang mengatasi infeksi dari bakteri tersebut, namun dalam waktu yang
12

bersamaan fagosit juga mengeluarkan enzim yang dapat mengakibatkan tulang

menjadi lisis. Bakteri dapat lolos dari proses tersebut dan akhirnya menempel

pada bagian tulang yang lisis dengan cara masuk dan menetap pada osteoblas dan

membungkus diri dengan protective polysaccharide-rich biofilm. Jika tidak

dirawat tekanan intramedular akan meningkatdan eksudat menyebar sepanjang

korteks metafisis yang tipis mengakibatkan timbulnya abses subperiosteal. Abses

subperiosteal dapat meningkat dan menyebar pada bagian tulang yang lain

Pus dapat menyebar melalui pembuluh darah, mengakibatkan peningkatan

tekanan intraosseus dan gangguan pada aliran darah.5 Hal ini dapat

mengakibatkan timbulnya trombosis. Nekrosis tulang mengakibatkan hilangnya

peredaran darah periosteal. Nekrosis pada segmen besar tulang mengakibatkan

timbulnya sequestrum. Sequestra ini memuat bagian infeksius yang mengelilingi

bagian tulang yang sklerotik yang biasanya tidak mengandung pembuluh darah.

Kanal haversian diblok oleh jaringan parut dan tulang dikelilingi oleh bagian

periosteum yang menebal dan jaringan parutotot. Sequestra merupakan muara dari

mikroorganisme dan mengakibatkan timbulnya gejala infeksi. Abses juga dapat

keluar dari kulit membentuk sinus. Sinus kemungkinan tertutup selama beberapa

minggu atau bulan memberikan gambaran penyembuhan, dapat terbuka (atau

muncul di tempat lain) ketika tekanan jaringan meningkat.Antibiotik tidak dapat

menembus bagian yang avaskular dan tidak efektif dalam mengatasi infeksi.

Terbentuknya formasi tulang baru (involucrum) secara bersamaan karena

periosteum berusaha untuk membentuk dinding atau menyerap fragmen sequestra

dan membentuk stabilitas tulang baru. Involucrum memiliki morfologi yang


13

bervariasi dan memiliki reaksi periosteal yang agresif yang dapat mengakibatkan

timbulnya keganasan. Jika respon periosteal minimal, hilangnya segmen tulang

secara fokal maupun segmental tidak dapat dihindarkan. Sequestra secara dapat

diserap sebagian maupun penuh sebagai akibat dari respon inang atau tergabung

dalam involucrum.

Gambaran morfologis dari osteomyelitis kronis adalah adanya bagian

tulang yang nekrosis ditandai dengan tidak adanya osteosit yang hidup.

Kebanyakan mengandung sel mononuklear, granula dan jaringan fibrosa

menggantikan tulang yang diserap oleh osteoklas. Jika diwarnai beberapa macam

organisme dapat ditemukan. Terdapat risiko munculnya artritis septik pada daerah

dimana metafisis terdapat pada bagian intrartikular (proksimal femur, proksimal

radius, proksimal humerus, distal fibula). Risiko meningkat pada anak – anak

berusia kurang dari 2 tahun sebagai akibat dari uniknya aspek pembuluh darah

pada anak – anak. Pembuluh darah metafisis dan epifisis berhubungan sampai

sekitar umur 12 -18 tahun dimana fisis berperan sebagai perisai mekanik terhadap

penyebaran infeksi.

2.7 Gambaran Klinis(3)

Gejala hematogenous osteomyelitis biasanya berajalan lambat namun progresif.

Direct ostoemyelitis umumnya lebih terlokalisasi dan jelas.

Gejala pada hematogenous osteomyelitis pada tulang panjang umumnya adalah:

- Demam tinggi mendadak.


14

- Kelelahan.

- Iritabilitas.

- Malaise.

- Terbatasnya gerakan.

- Edem lokal yang disertai dengan erytem dan nyeri pada

penekanan.

Pada Hematogenous osteomyelitis pada tulang belakang:

- Onsetnya bertahap.

- Riwayat episode bekteriemi akut.

- Kemungkinan berhubungan dengan insufisiensi vaskular.

- Edem lokal, eritem, dan nyeri pada penekanan.

Pada Kronik osteomyelitis :

- Ulkus yang tidak kunjung sembuh.

- Drainase saluran sinus.

- Kelelahan yang berkepanjangan.

- Malaise.
15

Pada pemeriksaan fisik ditemukan :

- Demam ( timbul hanya pada 50 % neonatus ).

- Edem.

- Terasa hangat.

- Berfluktuasi.

- Nyeri pada palpasi.

- Terbatanya gerakan ekstremitas.

- Drainase saluran sinus.

2.8 Diagnosa (1,8)

Diagnosa seringkali ditentukan secara klinis ( didapatkan dari anamnesis,

pemfis) dan dikombinasi dengan pemeriksaan penunjang ( lab, radiologi,

histopatologi)

 Pemeriksaan darah lengkap- pemeriksaan sel darah putih dapat normal

maupun meningkat, penanda inflamasi (laju endap darah) biasanya

meningkat, dapat juga dilakukan kultur darah untuk melihat bakteri

penyebab.

 Pemeriksaan radiologis dilakukan atas alasan : (1) untuk mengevaluasi

keterlibatan tulang, misalnya infeksi aktif intramedulla, pembentukan

abses di atas jaringan nekrotik, sekuestrasi, dan fibrosis; dan (2) untuk
16

identifikasi keterlibatan jaringan lunak (sellulitis, abses, dan saluran

sinus) (Kishner, 2012; Khan, 2013).

 Pemeriksaan radiologi awal adalah foto polos. Bukti radiografi dari

osteomielitis akut pertama kali diusulkan oleh adanya edema jaringan

lunak pada 3-5 hari setelah terinfeksi. Perubahan tulang tidak terlihat

untuk 14-21 hari dan pada awalnya bermanifestasi sebagai elevasi

periosteal diikuti oleh lucencies kortikal atau meduler. Dengan 28 hari,

90% pasien menunjukkan beberapa kelainan. Sekitar 40-50%

kehilangan fokus tulang yang menyebabkan terdeteksinya lucency

pada film biasa.

 MRI

MRI efektif dalam deteksi dini dan lokalisasi operasi osteomyelitis.

Penelitian telah menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan

radiografi polos, CT, dan scanning radionuklida dan dianggap sebagai

pencitraan pilihan. Sensitivitas berkisar antara 90-100%. Tomografi

emisi positron (PET) scanning memiliki akurasi yang mirip dengan

MRI

 Radionuklida scanning tulang

Tiga fase scan tulang, scan gallium dan scan sel darah putih menjadi

pertimbangan pada pasien yang tidak mampu melakukan pencitraan

MRI. Sebuah fase tiga scan tulang memiliki sensitivitas yang tinggi

dan spesifisitas pada orang dewasa dengan temuan normal pada

radiograf. Spesifisitas secara dramatis menurun dalam pengaturan


17

operasi sebelumnya atau trauma tulang. Dalam keadaan khusus,

informasi tambahan dapat diperoleh dari pemindaian lebih lanjut

dengan leukosit berlabel dengan 67 gallium dan / atau indium 111.

 CT scan

CT scan dapat menggambarkan kalsifikasi abnormal,pengerasan, dan

kelainan intracortical. Hal ini tidak direkomendasikan untuk

penggunaan rutin untuk mendiagnosis osteomyelitis tetapi sering

menjadi pilihan pencitraan ketika MRI tidak tersedia.

 Ultrasonografi

Teknik sederhana dan murah telah menjanjikan, terutama pada anak

dengan osteomielitis akut. Ultrasonografi dapat menunjukkan

perubahan sejak 1-2 hari setelah timbulnya gejala. Kelainan termasuk

abses jaringan lunak atau kumpulan cairan dan elevasi periosteal.

Ultrasonografi memungkinkan untuk petunjuk ultrasound aspirasi.

Tidak memungkinkan untuk evaluasi korteks tulang.

 Biopsi-Panduan radiologi atau biopsi untuk pembedahan, bisa menjadi

pilihan utama dalam pemberian antibiotik, ini direkomendasikan untuk

mengindentifikasi organisme penyebab.

2.9 Gambaran Radiologi(9)

Dalam beberapa kasus, gambaran radiologis pada osteomielitis spesifik pada satu

regio atau pada tipe-tipe infeksi tertentu, contohnya :


18

 Abses brodie

Abses brodie adalah abses intraosseus yang dihubungkan dengan fokus

infeksi dari subakut piogenik osteomielitis

Pada gambaran foto polos abses brodie akan menunjukan:

- Lesi litik yang sering berbentuk oval yang terletak pada sumbu

memanjang tulang

- Dikelilingi pinggiran tebal berupa sklerosis yang reaktif yang

memudar kedalam tulang sekitarnya

- Dapat disertai pembengkakan jaringan disekitarnya

- Dapat bertahan selama berbulan-bulan

Gambar 2.5 Abses Brodie pada tulang tibia


19

Gambar 2.6 Abses Brodie pada tulang radius

 Sclerosing osteomyelitis of Garré

Sclerosing osteomyelitis of Garré adalah tipe yang spesifik dari

osteomielitis kronis, yang kebanyakan menyerang anak-anak dan

remaja. Tulang akan menebal, terjadi sklerosis yang berlebihan dan

hilangnya diferensiasi dari korteks dan medulla, dan disertai periosteal

reaction berupa onion skinning.


20

Gambar 2.7 Sclerosing osteomyelitis of Garré pada tulang femur


21

Gambar 2.8 Sclerosing osteomyelitis of Garré pada tulang radius

Pada gambaran radiologi umumnya osteomyelitis akan menunjukkan :

 Foto polos x-ray :

- Terlihat normal pada awalnya, tetapi dapat pula ditemukan

terjadinya pembengkakan jaringan lunak disekitar tulang yang

terjadi 3-10 hari setelah infeksi.

- Sekitar 5-7 hari setelah infeksi pada anak-anak dan 14 hari setelah

infeksi pada dewasa akan timbul kelainan seperti :

Periosteal reaction, destruksi tulang, endosteal scalloping

(penipisan korteks tulang bagian dalam)


22

Gambar 2.9 Periosteal reaction pada acute osteomyelitis

Gambar 2.10 Destruksi Tulang pada osteomyelitis


23

Gambar 2.11 Endosteal Scalloping

Gambar 2.12 Perkembangan Osteomielitis


24

Gambar 2.13 Osteomielitis pada foto polos

Pada osteomyelitis kronik dapat terbentuk sekuestrum, involukrum dan kloaka.

Sekuestrum adalah serpihan tulang yang telah mati karena terhentinya suplai

darah dan kemudian terlepas dari tulangnya yang masih hidup yang terbentuk ±

20 hari setelah infeksi terjadi, diikuti pembentukan tulang baru disekitar

sekuestrum ± 30 hari setelah infeksi. Sedangkan kloaka adalah bagian terbuka dari

involukrum yang memungkinkan penyaluran keluar akumulasi pus dan materi-


25

materi nekrotik keluar dari tulang yang mati tersebut, jika saluran ini meluas ke

permukaan kulit maka saluran yang meluas tersebut disebut sinus tract.

Gambar 2.14 Temuan foto polos pada osteomielitis kronik


26

Gambar 2.15 Osteomieltis di foto polos kaki


27

Gambar 2.16 Vertebral osteomyelitis padaa vertebra T6-T7 dengan end plate

destruction
28

2.10 Penatalaksanaan(1,3)

Jika osteomielitis dicurigai pada pemeriksaan klinis, contoh darah dan cairan

harus diambildan pengobatan dimulai segera tanpa menunggu konfirmasi akhir

diagnosis. Ada 4 aspek pentingdalam manajemen pasien: (1)pengobatan suportif

untuk nyeri dan dehidrasi, (2)pembebatan areayang terkena (3) terapi antibiotik

dan (4) drainase pembedahan.

Pengobatan dini dengan antibiotik, sebelum terjadi destruksi tulang yang

luas atau nekrosis,menghasilkan hasil yang terbaik dan harus diberikan secara

parenteral minimal 4 minggu dan biasanya 6 minggu untuk mencapai pengobatan

optimal. Kombinasi penggunaan antimikroba dengan pembedahan harus selalu

dipertimbangkan. Pada kondisi tertentu misalnya osteomielitis hematogenakut

biasanya tidak memerlukan pembedahan, pada kondisi lain misalnya fraktur yang

terinfeksi(consolidated infected fracture), pembedahan juga diperlukan untuk

membersihkan benda asing.

Jika antibiotik diberikan sedini mungkin, biasanya drainase tidak

diperlukan. Akan tetapi, jika dalam 36 jam sejak mulai pengobatan tidak

ditemukan perbaikan gejala, atau bahkan sebelumitu ditemukan tanda pus yang

dalam (bengkak, edem, fluktuasi), dan sangat pastinya jika didapatkanpus pada

aspirasi, abses harus didrainase dengan operasi terbuka menggunakan anastesi

umum.Sekali tanda infeksi ditemukan, pergerakan dibatasi dan anak dibolehkan

berjalan denganmenggunakan kruk. Pembebanan penuh biasanya dimungkinkan


29

setelah 3-4 minggu.Pada osteomielitis hematogen subakut, penatalaksanaan secara

konservatif jika diagnosistidak diragukan, immobilisasi dan antibiotik selama 6

minggu memberikan perbaikan. Kadangpengobatan bisa memerlukan waktu 6-12

bulan. Jika diagnosis diragukan, biopsi dengan operasiterbuka dibutuhkan dan lesi

dikuret. Kuretase juga diindikasikan jika x-ray tidak menunjukkanperbaikan

setelah pengobatan konservatif.

Osteomielitis kronik pada dewasa lebih sukar untuk diterapi dan umumnya

diobati denganpemberian antibiotik dan tindakan bedah. Terapi antibiotik empiris

biasanya tidak direkomendasikan.Tergantung pada tipe osteomielitis kronik,

pasien diobati dengan antibiotik parenteral selama 2sampai 6 minggu. Tindakan

bedah bervariasi dari mulai drainase terbuka abses atau sekuestrektomisampai

amputasi. Akan sangat efektif jika dilakukan debridement ekstensif semua

jaringan nekrotik dan granulasi bersamaan dengan rekonstruksi tulang dan defek

jaringan lunak serta pemberian antibiotik .

2.11 Diagnosa Banding(7)

Biasanya, gambaran radiografi osteomyelitis sangat karakteristik dan diagnosis

mudah dibuat sesuai dengan riwayat klinis, dan pemeriksaan radiologis tambahan.

Namun demikian, ostemyelitis dapat juga meniru kondisi lainnya seperti tumor

tulang.
30

1. Osteo Sarkoma

Merupakan tumr ganas primer tulang yang paling sering dengan prognosis yang

buruk. Kebanyakan penderita berumur antara 10-25 tahun. Paling sering

ditemukan sekitar lutut, yaitu lebih dari 50% tulang . Tulang yang sering terkena

adalah femur distal, tibia proksimal, humerus proksimal, dan pelvis. Pada tulang

panjang, tumor biasanya mengenai bagian metafisis. Garis epifisier merupakan

barrier dan tumor jarang menembusnya.

Gambaran radiologik : tampak destruksi tulang yang berasal pada medula dan

terlihat sebagai daerah yang radiolusen dengan batas yang tidak tegas. Pada

stadium dini terlihat reaksi periosteal seperti garis- garis tegak (sunray

appearance) dengan membesarnya tumor, selain korteks juga tulang subperiosteal

akan dirusak oleh tumor yang meluas ke luar tulang, berbentuk segitiga (segitiga

codman). Pada stadium dini gambaran tumor ini sukar dibedakan dengan

osteomielitis.
31

Gambar 2.17 Osteosarcoma dengan osteomielitis


32

Gambar 2.18 Sunburst Periosteal Reaction pada Osteosarcoma

2. Sarkoma Ewing

Tumor ganas primer ini paling sering mengenai tulang panjang. Kebanyakan

diafisis. Tulang yang juga sering terkena adalah pelvis dan tulang iga. 75% dari

penderita dibawah umur 20 tahun, paling sering antara 5-15 tahun. Gambaran

radiologik : tampak lesi destruksi yang bersifat infiltrat yang berasal dimedula,

pada foto terlihat sebagai daerah - daerah radiolusen. Tumor cepat merusak

korteks dan tampak reaksi periosteal, sebagai garis- garis yang berlapis –lapis

menyerupai kulit bawang onion peel appearance. Tumor membesar dengan cepat,

biasanya dalam beberapa minggu tampak destruksi tulang yang luas dan
33

pembengkakan jaringan lunak yang besar karena infiltrasi tumor ke jaringan

sekitar tulang

2.19 Ewing Sarcoma

2.12 Komplikasi(1)

Komplikasi yang dapat terjadi adalah:

1.Abses tulang

2.Abses paravertebral/epidural

3.Bakteremia

4.Fraktur

5.Selulitis jaringan lunak

6.Sinus jaringan lunak


34

2.13 Prognosis(8)

Ketika pengobatan didapatkan, hasil akhir dari osteomielitis biasanya bagus.

Prognosismenjadi lebih buruk pada osteomielitis kronik, bahkan jika dilakukan

pembedahan, abses dapatterjadi sampai beberapa minggu, bulan atau tahun

setelahnya. Amputasi biasanya dibutuhkan,terutama pada pasien dengan diabetes

atau diabetes atau kurangnya sirkuasi darah.


35

BAB 3

KESIMPULAN

Osteomielitis (Oste-berasal dari bahasa Yunani yaitu osteon, berarti

tulang, myelo artinya sumsum, dan-itis berarti peradangan secara sederhana

berarti infeksi tulang atau sumsum tulang dan sering dikaitkan dengan hancurnya

kortikal tulang. Terdapat banyak organisme penyebab osteomyelitis kronis namun

penyebab terbanyak adalah Staphylococus Aureus. Proses patologis yang timbul

meliputi adanya infeksi yang menyebabkan timbulnya peningkatan tekanan

intramedullar dan adanya eksudat. Adanya gangguan aliran darah mengakibatkan

timbulnya iskemik tulang dan formasi sequestrum. Adanya abses kemungkinan

keluar dari kulit membentuk sinus. Pada waktu yang sama periosteum

kemungkinan berusaha membentuk dinding atau berusaha menyerap sequestra

dan membentuk formasi tulang baru yakni involucrum. Pasien kemungkinan

mengeluh tentang adanya nyeri tulang kronik dan sinus yang sering keluar.

Demam biasanya tidak spesifik kecuali jika sinus yang tersumbat mengakibatkan

adanya infeksi jaringan lunak.

Pemeriksaan penunjang atau penCtraan yang dapat dilakukan adalah foto

polos, CT scan, MRI, dan Radioisotop bone scan, yang memiliki keunggulan

masing-masing. Pada pemeriksaan foto polos radiologi akan kita dapatkan

hilangnya gambaran f asia, gambaran litik pada tulang (radiolusen), sekuester dan

involukrum. Pada CT scan pun akan didapatkan gambaran serupa, namun

gambaran tampak lebih jelas, gambaran didapat dari segala arah. Jaringan yang
36

keras secara umum lebih baik ditunjukan oleh CT scan. Gambaran MRI lebih

jelas menunjukkan perluasan patologis tulang dan jaringan lunak sekitarnya.

Sedangkan pemeriksaan scan radioisotop sensitif untuk osteomielitis disebabkan

sifat radioisotop pada bone scan akan memperlihatkan daerah kerusakan sel tulang

atau gambaran kehitaman yang memusat padadaerah sel-sel yang rusak, namun

tidak spesifik, karena kerusakan sel tidak hanya ditunjukan oleh osteomielitis saja.

Gambaran radiografi foto polos ostemyelitis sangat khas dan diagnosis dapat

mudah dibuat disesuaikan dengan riwayat klinis, sehingga pemeriksaan radiologis

tambahan lainnya seperti CT, dan MRI jarang diperlukan.


37

DAFTAR PUSTAKA

1. Parsonnet J and Maguire JH. Osteomyelitis. In: Kasper DL, Braudwald E,

FauciAS, Hauser SL, Longo DL and Jameson JL. Harrison’s Principles of

Internal Medicine. 16th edition. New York. McGraw Hill.2005. 745-9

2. Spiegel DA and Penny JN. Chronic Osteomyelitis in Children. Techniques

in orthopaedic. 2005; 20. 2

3. Reddy SC, Zgonis MH and Aurbach JD. Musculosceletal Infection. In:

Chin KR and Samir M. Orthopaedic Key Review Concepts. 1st edition.

Philadelphia. Lipincott Wiliam and Wilkins. 2008.48-51

4. Auh JS. Retrospective Assessment of Subacute or Chronic Osteomyelitis

in Children and Young Adults. Radiologic Clinics of North America.

2001; 1

5. Dorland WA, Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. p. 702, 1003.

6. Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologis Untuk Para Medis, Cetakan

kedua puluh Sembilan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006. p.

141-142.

7. Malueka RG. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Yogyakarta. Pustaka

Cendikiawan Press. 2007.103-5

8. Zuluaga AF, Galvis W, Saldarriaga JG, Agudelo M, Salahazar BE, Vesga

O.Etiologic Diagnosis of Chronic Osteomyelitis. Arch Intern Med. 2006.

166:95 100.
38

9. Ho, F., & Gaillard , F. (2015). Osteomyelitis. Radiology Reference

Article,1–6.Retrieved from

http://radiopaedia.org/articles/osteomyelitis?rads

Anda mungkin juga menyukai