Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN AKHIR PENELITIAN

PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN (SAINS)


TAHUN ANGGARAN 2016

PENGUJIAN SENYAWA ETIL-p-METOKSI SINAMAT HASIL


ISOLASI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga) DAN
DERIVAT AMIDASINYA SEBAGAI OBAT PENENANG
(SEDATIV-HIPNOTIK)

TIM PENELITI :
Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt
Dr. Azrifitria, M.Si, Apt
Nita Fitriani

PUSAT PENELITIAN DAN PENERBITAN (PUSLITPEN)


LP2M UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2016

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan penelitian yang berjudul “Pengujian Senyawa Etil-p-metoksi sinamat Hasil


Isolasi Rimpang Kencur (Kaempferia galanga) dan Derivat Amidasinya Sebagai
Obat Penenang(Sedatif-Hipnotik)” merupakan laporan akhir pelaksanaan penelitian
yang dilakukan oleh “Dr.Nurmeilis, M.Si, Apt., Dr. Azrifitria, M.Si, Apt., dan Nita
fitriani ”, dan telah memenuhi ketentuan dan kriteria penulisan laporan akhir penelitian
sebagaimana yang ditetapkan oleh Pusat Penelitian dan Penerbitan (PUSLITPEN),
LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Oktober 2016

Peneliti,

Dr. NURMEILIS, M.Si, Apt


NIP.19740730 200501 2 003

Mengetahui;

Kepala Pusat Ketua Lembaga,


Penelitian dan Penerbitan (PUSLITPEN) Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

WAHDI SAYUTI, MA. M. ARSKAL SALIM, GP., MA., PhD


NIP. 19760422 200701 1 012 NIP. 19700901 199603 1 003

2
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Yang bertanda tangan di bawah ini;


Nama : Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt
Jabatan : Dosen
Unit Kerja : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Alamat : Jl. Kertamukti, Ciputat, Tangerang Selatan
dengan ini menyatakan bahwa:

1. Judul penelitian “Pengujian Senyawa Etil-p-metoksi sinamat Hasil Isolasi


Rimpang Kencur (Kaempferia galanga) dan Derivat Amidasinya Sebagai
Obat Penenang(Sedatif-Hipnotik)” merupakan karya orisinal saya.
2. Jika di kemudian hari ditemukan fakta bahwa judul, hasil atau bagian dari
laporan penelitian saya merupakan karya orang lain dan/atau plagiasi, maka saya
akan bertanggung jawab untuk mengembalikan 100% dana hibah penelitian
yang telah saya terima, dan siap mendapatkan sanksi sesuai ketentuan yang
berlaku serta bersedia untuk tidak mengajukan proposal penelitian kepada
Puslitpen LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selama 2 tahun berturut-turut.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Jakarta, Oktober 2016

Yang Menyatakan,

Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt


NIP.19740730 200501 2 003

3
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirohiim.

Alhamdulillah, Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
Rahmat dan RidhoNya dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan ini
hingga dapat diselesaikan. Penelitian ini berjudul: “Pengujian Senyawa Etil-p-metoksi
sinamat Hasil Isolasi Rimpang Kencur (Kaempferia galanga) dan Derivat Amidasinya
Sebagai Obat Penenang(Sedatif-Hipnotik). Penelitian dengan kategori “Penelitian Ilmu
Pengetahuan (Sains) Tahun Anggaran 2016” ini mendapat bantuan dana dari Lembaga
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
kami mengucapkan terima kasih karena telah diberikan kepercayaan untuk melakukan
penelitian ini serta semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat pada laporan
penelitian ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan sarannya. Semoga hasil
penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin

Jakarta, Oktober 2016

Penulis

4
ABSTRAK

Etil p-metoksi sinamat (EPMS) sebagai komponen utama yang terkandung


dalam rimpang kencur (Kaempferia galanga) berpotensi sebagai obat baru dan
pengembangan obat baru ini dilakukan dengan modifikasi strukturnya secara
amidasi. Secara empiris, ekstrak rimpang kencur (Kaempferia galanga) telah
digunakan untuk meperbaiki kualitas tidur dan meminimalkan tingkat stress, maka
perlu dilakukan pengujian aktivitas sedatif hipnotik secara praklinik pada hewan
coba terhadap kandungan utamanya yaitu EPMS juga derivat amidasinya. Desain
penelitian ini adalah penelitian prospektif eksperimental, dengan rancangan acak
lengkap, menggunakan hewan coba. Penelitian dimulai dengan isolasi senyawa
EPMS dari simplisia rimpang kencur dan dibuat derivat amidasinya. Amidasi
EPMS dilakukan dengan mereaksikannya dengan etanolamin dengan perbandingan
5 mmol:10 mmol. penyiapan larutan uji dengan beberapa dosis EPMS dan
derivatnya, aklitimasi hewan coba dan uji aktivitas sedatif hipnotik pada tikus putih
jantan dengan pengamatan aktivitas motorik, refleks cahaya, denyut nadi, daya
cengkram pada alat rotarod, persentase efek lamanya tidur, dibandingkan dengan
kontrol dan pembanding obat diazepam.
Hasil reaksi amidasi senyawa EPMS dengan etanolamin menghasilkan
senyawa N-(hidroksietil) p-metoksi sinamamida dengan rendemen 61,32%. Hasil
uji aktivitas menunjukan bahwa senyawa EPMS dan derivatnya mempunyai efek
sedatif hipnotik yang bermakna dibandingkan kontrol negatif (p<0,05) dimana
senyawa EPMS mempunyai aktivitas yang lebih kuat dibandingkan senyawa
derivat amidasinya.

Kata kunci : rimpang kencur, Etil p-metoksi sinamat (EPMS), sedatif-hipnotik

5
ABSTRACT

6
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL 1
LEMBAR PENGESAHAN 2
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI 3
KATA PENGANTAR 4
ABSTRAK 5
ABSTRACT 6
DAFTAR ISI 7
DAFTAR GAMBAR 9
DAFTAR TABEL 10
DAFTAR LAMPIRAN 11
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 12
1.2 Perumusan Masalah 13
1.3 Tujuan Penelitian 13
1.4 Manfaat Penelitian 13
1.5 Hipotesa 13
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tanaman Kencur 14
2.2 Tinjauan Senyawa Etil p-metoksisinamat 16
2.3 Tinjauan senyawa Etanolamin 17
2.4 Reaksi Amidasi 18
2.5 Iradiasi Microwave 18
2.6 Obat golongan sedatif hipnotik 19
2.7 Tinjauan hewan percobaan 22
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 24
3.2 Alat dan Bahan 24
3.3 Rancangan penelitian 24
3.4 Preparasi sampel 25
3.5 Isolasi EPMS dari rimpang kencur 25

7
3.6 Rekristalisasi dan Identifikasi EPMS 25
3.7 Reaksi amidasi EPMS 26
3.8 Uji Aktivitas sedatif hipnotik 26
3.9 Analisa data 27
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 28
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 38
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 42

8
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1. Tanaman kencur dan rimpang kencur 6


2. Gambar 2.2. Struktur senyawa EPMS 9
3 Gambar 2.3. Struktur etanolamin 12
4 Gambar 2.4. Reaksi amidasi EPMS dengan etanolamin 25
5 Gambar 4.1. Spektrum IR isolat kencur 30
6 Gambar 4.2. Spektrum H-NMR isolat kencur 31
7 Gambar 4.3. Spektrum GCMS isolat kencur 32
8 Gambar 4.4 Fragmentasi assa isolat kencur 33
9 Gambar 4.5 Pola fragmentasi isolat kencur 33
10 Gambar 4.6 Kristal EPMS dan amidasi EPMS 34
11 Gambar 4.7 Hasil spot KLT 34
12 Gambar 4.8 Pola fragmentasi senyawa amidasi EPMS 36

9
DAFTAR TABEL

1. Tabel 4.1. Bilangan gel. Absorbansi IR 30


2. Tabel 4.2. Pergeseran kimia HNMR 32
3. Tabel.4.3 Karakteristik SPMS 33
4. Tabel 4.4. Karakteristik senyawa amidasi EPMS 35
5. Tabel 4.5. Hasil pengamatan aktivitas motorik 36
6. Tabel 4.6. Rerata onset dan durasi tidur 36

10
DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1. Foto alat dan bahan penelitian 42


2. Lampiran 2. Alur penelitian 44
3. Lampiran 3. Skema isolasi Rimpang kencur 45
4. Lampiran 4. Hasil statistik onset 46
5. Lampiran 5. Hasil statistik durasi 50
6. Lampiran 6. Hasil statistik nadi 53

11
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Etil p-metoksisinamat (EPMS) merupakan komponen utama yang
dikandung oleh rimpang kencur (Kaempferia galanga). Secara tradisional,
masyarakat Indonesia telah memanfaatkan kencur sebagai bumbu masakan,
penghilang rasa lelah dan obat batuk. Di Malaysia tumbuhan ini digunakan untuk
membuat obat kumur, serta daun dan rimpangnya dikunyah untuk mengobati batuk
atau ditumbuk untuk digunakan sebagai obat luar pada kulit (Kusuma, 2011). Di
India kencur digunakan oleh masyarakat secara tradisional untuk mengobati
inflamasi, obesitas dan diabetes melitus (Achutan & Padikkala, 1997). Ekstrak dan
minyak atsiri dari kencur telah dikethaui memiliki aktivitas antibakteri dan anti
jamur (Tewtrakul et.al, 2005), mosquito repellent and larvasida (Liu et.al, 2014,
Kim et.al, 2008), anti-tuberculosis, sedative (Ali et.al., 2015), antikanker (Liu et.al,
2010), hipolipidemik (Achutan & Padikkaia, 1997), analgetik dan anti-inflamasi
(Umar et.al, 2012), hipopigmentasi (Ko et.al, 2014). Di Jepang ekstrak rimpang
kencur telah digunakan untuk meperbaiki kualitas tidur dan meminimalkan tingkat
stress (Huang L, 2008).
Hasil isolasi dari rimpang kencur telah diperoleh senyawa EPMS sebagai
komponen utama sebanyak 70% dari total kandungan senyawa kimianya. Senyawa
etil p-metoksisinamat merupakan senyawa potensial sebagai bahan dasar sintesa
untuk turunan sinamat karena memiliki gugus fungsi ester yang sangat reaktif
sehingga mudah ditransformasikan dengan gugus fungsi lainnya seperti gugus
amina. Transformasi gugus fungsi ester menjadi gugus fungsi amida dapat
dilakukan dengan mereaksikan langsung dengan pereaksi senyawa amina seperti
etanolamin pada kondisi tertentu (Barus, 2009). Berdasarkan penelitian terdahulu
telah dilakukan modifikasi struktur EPMS secara amidasi (Komala dkk, 2014) dan
telah diuji aktivitas antiinflamasinya oleh Reza (2015). Namun belum ada yang
melaporkan aktivitas dari EPMS sebagai penenang dan obat tidur (sedatif-hipnotik).
Sedatif akan mengurangi cemas dan menimbulkan efek menenangkan dengan
sedikit atau tanpa efek atas fungsi motorik atau mental. Obat hipnotik akan
menimbulkan kantuk serta mendorong mulai dan dipertahankannya keadaan tidur

12
yang sejauh mungkin yang menyerupai keadaan tidur alamiah (Katzung, et al,
2007).
Maka pada penelitian ini dilakukan uji praklinik pada tikus galur Sprague
Dawley untuk melihat aktivitas sedatif-hipnotik dari senyawa hasil isolasi rimpang
kencur dan modifikasi strukturnya secara amidasi, diharapkan dapat menggantikan
senyawa sintetik yang sudah ada seperti diazepam, fenobarbital dan dengan
modifikasi strukturnya (derivat amidasi) dapat meningkatkan efek terapi dan
mengurangi efek samping.

1.2 Perumusan Masalah


EPMS hasil isolasi rimpang kencur sangat berpotensi sebagai obat baru
dalam penanganan gangguan tidur dan stres, namun belum diketahuinya aktivitas
senyawa EPMS ini dan modifikasi strukturnya sebagai obat penenang dan obat
tidur.

1.3 Tujuan penelitian


1.3.1 Isolasi senyawa EPMS dari rimpang kencur dan modifikasi strukturnya
secara amidasi dengan iradiasi microwave
1.3.2 Melihat efek /aktivitas sedatif-hipnotik dari senyawa hasil isolasi rimpang
kencur (EPMS) dan senyawa hasil modifikasi amida (amidasi EPMS) pada
tikus putih galur Sprague Dawley.

1.4 Manfaat penelitian


Memperoleh informasi baru mengenai manfaat kencur dengan senyawa
aktifnya (EPMS) serta senyawa derivat amidasinya sebagai obat penenang atau obat
tidur, dan dari hasil uji praklinik ini memungkinkan untuk diteruskan ke uji klinik

1.5 HIPOTESA
1.5.1 Senyawa EPMS dan modifikasi amidasinya memiliki aktivitas sebagai
sedatif-hipnotik pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley
1.5.2 Penambahan gugus amida pada senyawa etil p-metoksisinamat akan
mempengaruhi aktivitas sebagai sedatif hipnotik.

13
II. LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Tumbuhan Kencur


Kencur (Kaempferia galanga Linn.) sudah sejak lama dikenal dan ditanam
di Indonesia. Tanaman ini diperkirakan berasal dari daerah Asia Tropika. Sebagian
kalangan menduga bahwa asal usul kencur adalah dari kawasan Indo-Malaysia.
Daerah penyebaran kencur meluas ke kawasan Asia Tenggara dan Cina. Dalam
perkembangan selanjutnya, diketahui bahwa keluarga Zingiberaceae ini merupakan
salah satu jenis temu-temuan yang dipakai dalam obat tradisional (Rukmana, 1994).
a. Tempat Tumbuh (Roemantyo et al., 1996)
Dalam suatu literatur dikatakan bahwa kencur merupakan tanaman asli
Asia Tropika. Jenis ini sekarang tersebar luas di hampir seluruh kepulauan
Indonesia, umumnya ditanam oleh penduduk untuk kebutuhan keluarga. Kencur
ditemukan hanya ditanam, terutama di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pengamatan di
berbagai tempat di Jawa Timur, seperti di daerah Malang, Lawang dan Blitar. Di
Jawa Barat, petani yang mengusahakan kencur dalam jumlah banyak hanya di
beberapa daerah saja seperti di Bogor, Cianjur, Sukabumi, Tasikmalaya dan
Ciamis. Sedangkan di daerah Jawa Tengah penanaman kencur dilakukan didaerah
Ungaran, Magelang, Salatiga, Boyolali, Karanganyar, Sleman dan Bantul.
Berdasarkan peta letak distribusi tipe tanah di Jawa, diketahui bahwa
kencur dapat tumbuh baik di berbagai tipe tanah, yaitu: latosol, regosol, kombinasi
antara latosol-androsol, legosol-latosol serta regosol-litosol. Dari peta curah hujan
di jawa, diketahui bahwa kencur dapat beradaptasi di daerah yang basah (9 bulan
basah) maupun yang sedang (5-6 bulan basah dan 5-6 bulan kering) dan mencakup
areal kira-kira 60% dari luas pulau jawa, umumnya terletak di daerah dengan
ketinggian antara 80 – 600 mdpl kencur yang ditanam di kawasan pegunungan
dengan ketinggian lebih dari 600 mdpl mempunyai resiko pertumbuhan yang
kurang baik.

14
(a) (b)
Gambar 2.1. Tumbuhan kencur (a) dan rimpang kencur (b)

b. Klasifikasi Kencur (USDA)


Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Zingiberidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia L.
Spesies : Kaempferia galanga L.

c. Kandungan Kimia Kaempferia galanga Linn.


Kandungan kimia dalam ekstrak minyak atsiri dari kencur yang telah diteliti
oleh Umar et al. (2012) diantara nya yaitu 1,21-Dokosadin (1,47%), asam
tridekanoat (1,81%), pentadekan (2,08%), asam propionat (4,71%), beta-sitosterol
(B) (9,88%) dan kandungan kimia terbesar yang terdapat didalam kencur yaitu Etil
p-metoksisinamat (80,05%). Selain itu pada penelitian Singh et al. (2013) juga
disebutkan bahwa terdapat kandungan eukaliptol (9,59%), karvon (11,13%),
pentadekan (11,13%) dan metil sinamat (23,23%).

15
d. Aktifitas Farmakologi Kaempferia galanga L.
Ekstrak minyak atsiri kencur memiliki aktivitas antibakteri (antiinfeksi)
dan antijamur dengan konsentrasi 10% memiliki daya hambat sementara (< 24 jam)
terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Serratia marcescens serta
terhadap jamur Candida albicans, Penicillium sp. dan terhadap Aspergillus nigrum
tidak mempunyai daya hambat. Sedangkan daya hambat terhadap Streptococcus
faecalis, Aerobacter aerogenes, Escherichia coli, Proteus sp., Serratia marcescens
lebih dari 24 jam. (Astuti et al., 1996). Batang kencur juga memiliki efek
antimikroba yang mampu menghambat bakteri dan jamur pada zona hambatnya dan
memiliki aktivitas antioksidan (Rao, 2014). Kencur memiliki aktifitas sebagai
antiinflamasi dan analgesik (Vittalrao et al., 2011) dan kandungan minyak atsiri
sebagai antiinflamasi (Hasanah et al., 2011). Di Asia Tropika, Kencur sering
digunakan sebagai pengobatan tradisional untuk mengobati pembengkakan, encok,
batuk, disentri, diare dan sakit perut. Telah dilakukan penelitian untuk mendukung
klaim penggunaan tradisional pada ekstrak kencur, seperti menunjukkan
menaticidal, obat nyamuk dan larvasida, antimikroba, vasorelaksan, anti neoplastik,
anti alergi, antioksidan, analgesik dan efek penyembuhan luka (Umar et al., 2012).
Selain itu kencur mampu mengobati proses penyembuhan luka bakar dari ekstrak
alkohol Kaempferia galanga Linn. pada tikus galur wistar. Telah diketahui bahwa
ekstrak etanol Kaempferia galanga Linn. dapat mempercepat proses epitelisasi
pada jaringan luka dengan memfasilitasi proliferasi sel epitel, memiliki efek
prohealing yang baik, dan salah satu komponen dari kencur yaitu flavonoid yang
berperan sebagai antioksidan yang merupakan komponen penting dalam
penyembuhan luka (Tara et al., 2006).

2.2 Tinjauan Senyawa Etil p-metoksisinamat

Etil p-metoksisinamat (EPMS) atau C12H14O3 merupakan salah satu


senyawa yang dihasilkan dari isolasi rimpang kencur (Kaempferia galanga L). Etil
p-metoksisinamat termasuk senyawa turunan asam sinamat yang dengan demikian
jalur biosintesis senyawa EPMS adalah melalui jalur biosintesis asam sikhimat. Etil
p-metoksisinamat termasuk ke dalam senyawa ester yang mengandung cincin
benzen dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang

16
mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat
menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil
asetat, metanol, air dan n-heksan (Barus, 2009). Hasil penelitian pada pemilihan
pelarut pada suhu kamar didapat bahwa heksan adalah pelarut yang paling sesuai
ditandai dengan persen hasil isolasi tertinggi yaitu 2,111 % yang diikuti dengan
etanol yatu 1,434 %, dan etil asetat 0,542% sedangkan dengan aquades tidak
terdapat kristal (Taufikkurohmah et al., 2008).

Gambar 2.2 Struktur Senyawa etil p-metoksisinamat


[Sumber: www.chemicalbook.com]

2.3 Etanolamin
Etanolamin atau sering disebut dengan 2-aminoetanol atau
MonoEtanolAmina (MEA) merupakan sebuah larutan kental, alkohol amino yang
bersifat higroskopis dengan bau ammonia. Didistribusikan dalam jaringan biologis
dan merupakan komponen dari lesitin. Biasa digunakan sebagai surfaktan, reagen
fluorimetrik, dan untuk menghilangkan CO2 dan H2S dari gas alam dan gas lainnya
(Pubchem). Berat molekul = 61,08. Etanolamin diperoleh dalam skala besar dengan
amonolisis etilen oksida. Etanolamin adalah cairan viskos dengan berat jenis 1,02,
bersifat higroskopis, berbau amoniak, titik lebur = 10,3oC dan titik didih 170,8oC.
Senyawa ini dapat bercampur dengan air, methanol dan aseton. Larut pada suhu
25oC dalam benzene, 14% eter, 2,1% CCl4, 02% n-heptan (Merck, 1976).
Etanolamin digunakan untuk menghilangkan gas asam dari pipa gas. Etanolamin
mengasorpsi CO2 dan H2S, tapi dietanolamin mampu mengabsorpsi karbonil
sulfide. Karena bersifat basa lemah, etanolamin dapat menghasilkan senyawa lain
dengan gas asam dimana senyawa ini akan terurai oleh aliran uap dan etanolamin
dapat diregenerasi kembali untuk dipakai (Wittcoff, H. A, 2004).

17
Gambar 2.3 Struktur senyawa etanolamin (Pubchem).

2.4 Reaksi Amidasi dengan Etanolamin


Reaksi amidasi dilakukan dengan mereaksikan etil p-metoksisinamat
dengan etanolamin sebagai reagen. Reaksi ini ditujukan untuk mengubah gugus
ester menjadi gugus amida dengan penambahan amin primer. Senyawa amida yang
terbentuk selanjutnya diujikan aktivitas sedatif hipnotiknya. Reaksi ini berlangsung
melalui iradiasi microwave pada daya 600 watt selama 5 menit dalam erlenmeyer
tertutup. Pemilihan daya dan waktu tersebut berdasarkan optimasi yang dilakukan
reza dkk, 2012. Reaksi ini dilakukan dalam erlenmeyer tertutup dimana reaksi
dilakukan berulang dengan perbandingan reaksi EPMS (5 mmol) dan etanoalmin
(10 mmol). Reaksi amidasi etil p-metoksisinamat dengan etanolamin dapat dilihat
pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Reaksi amidasi EPMS dengan etanolamin

2.5. Iradiasi Microwave


Energi alternatif “iradiasi microwave” dapat digunakan untuk proses sintesis
senyawa organik. Dalam spektrum radiasi elektromagnetik, daerah radiasi
gelombang mikro terletak antara radiasi inframerah dan gelombang
radio.Gelombang mikro mempunyai panjang gelombang 1 mm – 1 m dengan

18
frekuensi antara 0,3 – 300 GHz. Pada umumnya, untuk menghindari interferensi,
peralatan microwave biasanya diatur dengan panjang gelombang 12,2 cm dengan
frekuensi 2,45 GHz (Lidstrom et al, 2001). Radiasi gelombang mikro merupakan
radiasi nonionisasi yang dapat memutuskan suatu ikatan sehingga menghasilkan
energi yang dimanifestasikan dalam bentuk panas melalui interaksi antara zat atau
medium. Energi tersebut dapat direfleksikan, ditransmisikan atau diabsorbsikan
(Varma, 2001).

Prinsip Dasar Mekanisme Reaksi dengan Metode Iradiasi Microwave


Secara teoritis ada dua proses mekanisme yang terjadi pada metode iradiasi
microwave, yaitu mekanisme polarisasi dipolar dan mekanisme secara konduksi.
a. Mekanisme secara polarisasi dipolar
Prinsip dari mekanisme ini adalah terjadinya polarisasi dipolar sebagai
akibat adanya interaksi dipol-dipol antara molekul-molekul polar ketika di
radiasikan dengan microwave. Dipol tersebut sangat sensitif terhadap medan listrik
yang berasal dari luar sehingga dapat mengakibatkan terjadinya rotasi pada molekul
tersebut sehingga menghasilkan sejumlah energi (Lidstrom et al, 2001). Energi
yang dihasilkan pada proses tersebut adalah energi kalor sehingga hal tersebut
dikenal dengan istilah efek termal (pemanasan dielektrik) (Perreux, 2001).
b. Mekanisme secara konduksi
Mekanisme secara konduksi terjadi pada larutan-larutan yang mengandung
ion. Bila suatu larutan yang mengandung partikel bermuatan atau ion diberikatan
suatu medan listrik maka ion-ion tersebut akan bergerak. Pergerakan tersebut akan
mengakibatkan peningkatan kecepatan terjadinya tumbukan sehingga akan
mengubah energi kinetik menjadi energi kalor.

2.6 Obat golongan Sedatif Hipnotik

Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat


(SSP) yang realtif tidak selektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang
atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan
anestesi, koma dan mati, bergantung pada dosis. Pada dosis terapi obat sedatif
menekan aktivitas, menurunkan respons terhadap perangsangan emosi dan

19
menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta
mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis (Katzung, 2007).
Obat tidur dapat dibenarkan penggunaannya pada insomnia yang ringan,
misalnya pada keadaan stres ringan, seperti perubahan status pekerjaan,
meninggalnya anggota keluarga, dan bila perlu juga pada jet-lag. Penggunaannya
hendaknya dibatasi sampai 1-3 malam dan tidak lebih dari 1-2 minggu untuk
memperkecil resiko toleransi dan ketergantungan. Pemberian obat secara bertahap
dihentikan setelah pasien dapat tidur kembali dengan nyenyak. Seringkali
penggunaan yang intermitten sudah mencukupi (Tjay dan Rahardja, 2002)
Sebagian besar obat-obat hipnotik-sedatif mengubah lama berbagai stadium
tidur (misalnya, menekan tidur dengan gerakan mata cepat/rapid eye movement
(REM) sleep), dan pasien akan mengalami „rebound insomnia‟ kalau obat-obat
tersebut dihentikan. Banyak diantara obat-obat hipnotiksedatif dalam
penggunaannya harus hati-hati karena dapat mengganggu kesadaran di siang hari
Penempatan senyawa utama ke kelompok hipnotik-sedatif menunjukan
bahwa guna terapi utamanya untuk menyebabkan sedasi (bersamaan dengan
hilangnya ansietas) atau untuk mendorong tidur. Sedatif efektif (atau obat
ansiolitik) akan mengurangi ansietas dan menimbulkan efek menenangkan dengan
sedikit atau tanpa efek atas fungsi motorik atau mental. Obat hipnotik akan
menimbulkan kantuk serta mendorong mulai dan dipertahankannya keadaan tidur
yang sejauh mungkin yang menyerupai keadaan tidur alamiah. Efek hipnotik
melibatkan depresi susunan saraf pusat yang lebih menonjol daripada sedasi dan ini
dapat dicapai dengan sebagian besar obat sedatif hanya dengan meningkatkan dosis
(Katzung, 1989).

a. Turunan Barbiturat
Turunan barbiturat merupakan sedatif yang banyak digunakan secara luas
sebelum diketemukannya turunan benzodiazepin. Turunan barbiturat bekerja
sebagai penekan pada aksis serebrospinal dan menekan aktivitas saraf, otot rangka,
otot polos dan otot jantung. Turunan barbiturat dapat menghasilkan derajat depresi
yang berbeda yaitu sedasi, hipnotik atau anestesi, tergantung pada struktur
senyawa, dosis dan cara pemberian (Siswandono dan Soekardjo, 2000).

20
Mekanisme kerja Turunan barbiturat bekerja dengan menekan transmisi
sinaptik pada sistem pengaktifan retikula di otak dengan cara mengubah
permeabilitas membran sel sehingga mengurangi rangsangan sel postsinaptik dan
menyebabkan deaktivasi korteks serebral (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
Berdasarkan masa kerjanya turunan barbiturat dibagi menjadi empat
kelompok yaitu :
2.2.1.1 Turunan barbiturat dengan masa kerja panjang (6 jam atau lebih),
contoh barbital, mefobarbital dan fenobarbital.
2.2.1.2 Turunan barbiturat dengan masa kerja sedang (3-6 jam),
contoh : alobarbita, amobarbital, aprobarbital dan butabarbital.
2.2.1.3 Turunan barbiturat dengan masa kerja pendek (0,5-3 jam),
contoh : siklobarbital, heptabarbital, heksetal, pentobarbital
2.2.1.4 Turunan barbiturat dengan masa kerja sangat pendek (kurang dari 0,5 jam),
Contoh : tiopental, tiamital dan metoheksital
(Siswandono dan Soekardjo, 2000).

b. Turunan Benzodiazepin
Turunan benzodiazepin adalah obat pilihan yang banyak digunakan sebagai
sedatif-hipnotik karena mempunyai efikasi dan batas keamanan lebih besar
dibanding turunan sedatif-hipnotik lain, yang antara lain menyangkut efek samping,
pengembangan toleransi, ketergantungan obat, interaksi obat dan kematian akibat
kelebihan dosis. Penggunaan jangka panjang, terutama dalam dosis tinggi, dapat
menimbulkan ketergantungan fisik dan mental (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
Mekanisme kerja Turunan benzodiazepin menekan transmisi sinaptik pada
sistem pengaktifan retikula di otak dengan cara mengubah permeabilitas membran
sel sehingga mengurangi rangsangan sel postsinaptik dan terjadi deaktivasi korteks
serebral. Turunan benzodiazepin mengikat reseptor khas di otak dan meningkatkan
transmisi sinaptik GABA-ergik (gama-aminobutyric acid) dengan cara
meningkatkan pengaliran klorida pada membran postsinaptik dan menurunkan
pergantian neropinefrin, katekolamin, serotonin dan lain-lain amin biogenik dalam
otak, dan hal ini kemungkinan bertanggung jawab pada beberapa efek
farmakologisnya (Siswandono dan Soekardjo, 2000).

21
2.7 Tinjauan Hewan Percobaan
a. Klasifikasi Tikus Putih
Menurut Suckow (2006) klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus) adalah :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Order : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Rattus
Species : Rattus norvegicus

b. Biologis Tikus Putih


Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja
dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari
dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau
pangamatan laboratorium. Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu
dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding
dengan mamalia lainnya. Selain itu, penggunaan tikus sebagai hewan percobaan
juga didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan kemampuan hidup tikus hanya 2-
3 tahun dengan lama reproduksi 1 tahun.
Kelompok tikus laboratorium pertama-tama dikembangkan di Amerika
Serikat pada tahun 1775. Penyebaran spesies tikus pada mulanya yaitu melalui
Norwegia yang disebut dengan “tikus norwegia” yang kemudian berganti menjadi
norvegicus (spesies) (Suckow, 2006). Pada percobaan ini digunakan tikus putih
jantan sebagai binatang percobaan karena tikus putih jantan dapat memberikan hasil
penelitian yang lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh adanya siklus menstruasi
dan kehamilan seperti pada tikus betina. Tikus putih jantan juga mempunyai
kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih
stabil dibanding tikus betina. Tikus putih sebagai hewan percobaan relatif resisten
terhadap infeksi dan sangat cerdas. Tikus putih tidak begitu bersifat fotofobik
seperti halnya mencit dan kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak

22
begitu besar. Aktifitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia disekitarnya. Ada
dua sifat yang membedakan tikus putih dari hewan percobaan yang lain, yaitu
bahwa tikus putih tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di
tempat esofagus bermuara ke dalam lubang dan tikus putih tidak mempunyai
kandung empedu (Fauziah, 2010).
Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus putih
dapat tinggal sendirian di dalam kandang dan hewan ini lebih besar dibandingkan
dengan mencit, sehingga untuk percobaan laboratorium, tikus putih lebih
menguntungkan daripada mencit (Fauziah, 2010). Keunggulan tikus putih
dibandingkan tikus liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan
perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Secara umum,
berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan berat badan tikus liar.
Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40 g, dan berat dewasa rata-rata
200-250 g, tetapi bervariasi tergantung pada galur. Galur Sprague Dawley
merupakan galur yang paling besar diantara galur yang lain.
Terdapat beberapa galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian.
Galur-galur tersebut antara lain : Wistar, Sprague Dawley, Long Evans, dan
Holdzman. Dalam penelitian ini digunakan galur Sprague Dawley dengan ciri-ciri
berwarna putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada badannya
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Tikus ini pertama kali diproduksi oleh
peternakan Sprague Dawley. Tikus Sprague Dawley merupakan jenis outbred tikus
albino serbaguna secara ekstensif dalam riset medis. Keuntungan utamanya adalah
ketenangan dan kemudahan penanganannya.

23
III. METODOLOGI PENELITIAN

a. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia obat, Laboratorium
Farmakologi dan Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Mei hingga Oktober 2016.

b. Alat dan bahan


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Timbangan analitik
(AND GH-202 dan Wiggen Hauser), Vacuum rotary evaporator (SB-1000 Eyela),
digital water bath (SB-100 Eyela), spektrometri 1H-NMR (500 Hz, JEOL), lemari
pendingin, Gas Chromatography Mass Spectrometer (GCMS QP2010 Shimadzu),
timbangan analitik, pelat aluminium KLT silika gel 60 F254 (Merck), microwave
oven (samsung), lemari asam, erlenmeyer, gelas piala, rak, labu reaksi, labu ukur,
corong, corong pisah, pipet eppendorf, pipet tetes, blender, termometer, chamber
KLT, mikropipet, batang pengaduk, pinset, spatula, pH meter, kertas saring, kapas,
aluminium foil, vial, dan botol. timbangan hewan (Ohauss), kandang tikus beserta
tempat makanan dan minum, spuit 1 cc, pinset,
Bahan yang digunakan yaitu tanaman kencur (Kaempferia galanga L.) yang
diperoleh dari kebun Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro),
pelarut heksan, etil asetat, etanol p.a (Merck) natrium hidroksida (Merck), aquades.

c. Rancangan Penelitian
Desain penelitian ini adalah penelitian prospektif eksperimental, memakai
Rancang Acak Lengkap (RAL) bersifat komparatif.
Kegiatan yang dilakukan adalah isolasi senyawa epms dan derivat
amidasinya, pengamatan berat badan tikus, uji aktivitas sedatif hipnotik pada tikus
ptutih jantan berupa pengamatan aktivitas motorik, daya cengkram pada alat
rotarod dibandingkan dengan kontrol dan pembanding.

24
d. Preparasi Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Etil-parametoksi sinamat
(EPMS) yang diisolasi dari rimpang kencur Kaempferia galanga. Kaempferia
galanga diperoleh dari kebun Balitro (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat)
di wilayah Sukabumi, Jawa Barat. Determinasi tumbuhan kencur (Kaempferia
galanga L.) dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani, Puslit Biologi,
LIPI Cibinong.

e. Isolasi EPMS dari rimpang kencur


Serbuk kencur yang telah kering sebanyak selanjutnya diekstraksi dengan
menggunakan pelarut organik n-heksana dengan menggunakan metoda maserasi.
Pada tahap pertama rimpang kencur yang telah kering dan halus dimaserasi dengan
n-heksana. Setiap 3 hari hasil maserasi di saring dengan menggunakan kertas saring
sehingga didapatkan filtrat dan ampas. Ampas selanjutnya dimaserasi lagi dengan
pelarut heksana sampai hasil maserasi menunjukkan warna hamper jernih.
Selanjutya ampas dimaserasi dengan etil asetat dengan proses yang sama dengan
ekstraksi dengan n-heksana. Terkahir jika maserat etil asetat telah menunjukkan
warna cendrung jernih, maka ampas selanjutnya dimaserasi dengan menggunakan
metanol. Maserat yang didapatkan dari proses ekstraksi masing-masing pelarut n-
heksana, etil asetat dan metanol selanjutnya diuapakan pelarutnya dengan
menggunakan vacuum rotary evaporator untuk mendapatkan ekstrak kental n-
heksana.

f. Rekristalisasi dan Identifikasi Senyawa Etil Para-metoksi Sinamat (EPMS)


Ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol disimpan didalam lemari
pendingin sehingga terbentuk kristal. Kristal yang terbentuk pada filtrat dipisahkan
dengan penyimpanan. Kristal yang diperoleh dimurnikan menggunakan n-heksan
dan rekristalisasi dengan cara melarutkan kristal dalam n-heksan dan beberapa tetes
metanol dan kemudian dibiarkan pada suhu kamar sehingga terbentuk kristal
kembali. Kristal dipisahkan dengan penyaringan. Kristal murni dilarutkan dalam etil

25
asetat dan dicek menggunakan KLT dengan eluen n-heksan : etil asetat
perbandingan 9:1. Lalu dilakukan identifikasi terhadap kristal yang didapat.
g. Reaksi Amidasi Etanolamin
Sebanyak 1,060 gram EPMS (5 mmol) dilarutkan ke dalam 10 mL
etanolamin kemudian diiradiasi dalam microwave oven tanpa modifikasi dengan
kekuatan 600 watt selama 5 menit dalam erlenmeyer tertutup. Kemudian hasil reaksi
dipartisi dengan aquades dan etil asetat. Lapisan etil asetat dikeringkan dengan
Na2SO4 anhidrat lalu diuapkan dan dimurnikan dengan pelarut heksan

h. Metode pengujian aktivitas sedatif hipnotik


 Penyiapan hewan coba dan pembuatan larutan uji
Hewan coba 80 ekor tikus putih jantan dengan berat 20-40 gram
diaklimatisasi (diadaptasikan dengan kondisi kandangnya) selama 2 minggu dan
pastikan tikus dalam kondisi sehat yang akan dipakai dalam pengujian. Tikus
kemudian dibagi menjadi delapan kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol
(pensuspensi), kelompok pembanding diazepam dosis 2 mg/kgBB mencit,
kelompok yang diberikan EPMS dosis rendah, sedang dan tinggi (100, 200 dan 400
mg/kg BB), kelompok derivat amidasi dosis rendah, sedang dan tinggi (100, 200
dan 400 mg/kg BB). Larutan uji dibuat dengan mensuspensikan senyawa EPMS
dengan Na CMC 1%
 Pengujian sedatif hipnotik pada alat rotarod
Tikus diberikan larutan uji secara oral, dan pembanding secara
intraperitoneal kemudian diletakan diatas alat uji rotarod. Amati daya cengkram
tikus pada alat tersebut serta catat pengamatan aktivitas motoriknya, refleks cahaya,
ukur denyut nadi dan nafasnya.
 Uji waktu tidur dengan penginduksi tiopental natrium
Tiopental natrium diberikan kepada mencit (40 mg/kgBB) secara
intraperitoneal (ip), 30 menit setelah diberikan larutan uji secara oral dan larutan
pembanding secara ip. Amati waktu mulai timbulnya efek (waktu antara pemberian
tiopental sampai hilangnya refleks) dan durasi (lamanya tidur) yaitu mulai
hilangnya refleks sampai kembali normal.
Persentase efek dihitung berdasarkan rumus :

26
Efek (%) = durasi tidur rata-rata kelompok uji
durasi tidur rata-rata kelompok kontrol

i. Analisa data
Data yang diperoleh diolah secara statistik menggunakan SPSS. Analisis
yang dilakukan adalah kenormalan dan uji homogenitas . Kemudian untuk melihat
hubungan antara kelompok perlakuan, dilakukan analisis varian satu arah
(ANOVA) jika data terdistribusi normal dan homogen. Jika terdapat perbedaan
signifikan antar kelompok, dilakukan analisis uji Beda Nyata Terkecil (BNT).
Namun, jika data tidak terdistribusi normal dan homogen maka dilakukan analisis
Kruskal Walis

27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil isolasi rimpang kencur


Proses isolasi dimulai dari ekstraksi (skema terdapat pada Lampiran 3)
simplisia kencur dengan metode maserasi menggunakan pelarut n-heksan.
Maserasi dilakukan dengan cara merendam rimpang kencur dengan pelarut n-
heksan selama 4-5 hari pada temperatur kamar. Maserasi dipilih karena baik untuk
senyawa-senyawa yang tidak tahan terhadap panas dan memiliki beberapa
keuntungan diantaranya peralatan yang dibutuhkan sederhana dan proses
pengerjaannya mudah (Tiwari et al., 2011). Penggunaan n-heksan sebagai pelarut
berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Taufikurohmah, Rusmini dan
Nurhayati (2008) menyatakan bahwa kepolaran senyawa etil p-metoksisinamat
lebih mendekati heksan karena senyawa etil p-metoksisinamat memiliki 2 gugus
yang mendukung sifat non polar yaitu gugus ester dan lingkar benzen, sedangkan
gugus yang mendukung kearah polar hanya satu yaitu karbonil dalam gugus ester.
Filtrat hasil maserasi yang didapat kemudian dipekatkan menggunakan
vacuum rotary evaporator untuk menguapkan pelarut n-heksan dan untuk
menghasilkan ekstrak. Ekstrak yang didapat kemudian dilakukan proses
rekristalisasi. Senyawa etil pmetoksisinamat akan mengkristal pada suhu ruang
sehingga tahap isolasi bisa menjadi lebih mudah. Hampir 80% dari ekstrak kental
yang didapat mengkristal saat dibiarkan di suhu ruang (Umar et al., 2012).
Rekristalisasi senyawa dilakukan dengan dua tahapan yaitu proses pemisahan
kristal dan pencucian kristal. Pemisahan kristal dilakukan dengan menambahkan
pelarut n-heksan pada ekstrak kental yang masih berwarna coklat, kemudian
disaring. Pada tahap ini bertujuan untuk memisahkan kristal etil p-metoksisinamat
dari kandungan ekstrak lainnya. Selanjutnya dilakukan proses pencucian kristal etil
p-metoksisinamat yang bertujuan untuk memisahkan pengotor yang menempel
pada kristal sehingga didapatkan kristal yang murni yang berwarna putih.
Penggunaan pelarut n-heksan dan Etanol 96% pada tahap ini bertujuan untuk
memisahkan senyawa semi polar yang sulit terpisah dari kristal etil p-
metoksisinamat (Mufidah, 2015 dengan modifikasi).

28
Kristal yang didapat berwarna putih kemudian dilakukan pengecekan dengan
KLT. Eluen yang digunakan adalah heksan:etil asetat perbandingan 9:1,
didapatkan nilai Rf= 0,7 .
Penyiapan simplisia dilakukan di Laboratorium penelitian I, FKIK UIN
Jakarta. Sebanyak 55 Kg rimpang kencur segar dirajang dan dihaluskan hingga
didapat serbuk rimpang kencur sebanyak 7,97 Kg. pembuatan serbuk simplisia
bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel simplisia dan memperluas
permukaan simplisia, sehingga simplisia akan lebih banyak kontak dengan pelarut
ketika diekstraksi dan menghasilkan banyak kristal yang tersari ke dalam pelarut
yang selanjutnya dimaserasi dengan menggunakan pelarut n-heksan hingga
dilakukan proses isolasi. Kristal yang didapat sebanyak 323,7 gram. Hasil
rendemen kristal etil p-metoksisinamat adalah 4,06 %

4.2 Identifikasi Etil p-metoksisinamat

Identifikasi senyawa hasil isolasi dari rimpang kencur dilakukan secara


organoleptis (berdasarkan bentuk, warna dan bau) dan dengan beberapa instrumen.
a. Secara organoleptis
Kristal hasil isolasi rimpang kencur yang didapatkan adalah berupa kristal,
yang berwarna putih dan berbau khas, dengan titik leleh 49 – 52 C

b. Spektrofotometri IR
Dari hasil analisis spektrofotometri IR diperoleh penafsiran spektrum IR dari
berbagai bilangan gelombang absorbansi gugus fungsi yang spesifik seperti
terlihat pada gambar dan tabel dibawah ini.

29
Gambar 4.1 spektrum IR

Tabel 4. 1 bilangan gelombang absorbansi IR pada gugus fungsi tertentu

c. Spektrofotometri H-NMR
Spektrum 1H-NMR memberikan sinyal pada pergeseran kimia 1,33 ppm
(3H) berbentuk triplet dan juga pada 4,25 ppm (2H) berbentuk quartet. Sinyal
ini lebih downfield karena berikatan dengan oksigen. Spektrum 1H-NMR juga
memberikan sinyal pada pergeseran kimia 3,82 ppm (3H) berbentuk singlet.
Sinyal ini lebih downfield karena berikatan dengan Oksigen (-OCH3, metoksi).
Pergeseran kimia 6,31 ppm (1H) berbentuk doublet memiliki hubungan dengan
puncak pada pergeseran kimia 7,65 ppm (1H) berbentuk doublet, dengan rentang
nilai konstanta kopling yang dekat yaitu 15,6 dan 16,26 Hz. Bentuk tersebut
adalah olefin dengan proton berkonfigurasi trans. Kemudian pada pergeseran
kimia 6,9 ppm-7,4 ppm (4H) merupakan proton-proton dari benzen dengan dua
subtitusi. Pola sinyal ini menunjukkan bahwa 2 proton yang ekivalen terkopling

30
secara ortho dengan 2 proton yang ekivalen lainnya, yang kemudian
menunjukkan bahwa sinyal ini adalah sinhyal H 5/9 dan H 6/8. Dari data yang
diperoleh, senyawa hasil isolasi dari kencur (Kaempferia galanga L.) adalah etil
pmetoksisinamat

Gambar 4.2 Spektrum H-NMR isolat rimpang kencur

31
Hasil analisis 1H-NMR menggunakan pelarut CDCl3 menunjukkan nilai
pergeseran kimia (δ) seperti tercantum pada tabel 4.2 berikut

Tabel 4.2 Pergeseran kimia H-NMR

d. Spektrofotometri GC-MS
Uji kemurnian kristal etil p-metoksisinamat dilakukan untuk membuktikan
bahwa senyawa tersebut merupakan senyawa murni. Uji kemurnian yang dilakukan
O
yaitu dengan mengukur titik leleh yang dihasilkan 48-52 C serta dengan
pengukuran Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS) menunjukkan bahwa
senyawa isolat kencur muncul pada waktu 9,892 dan memiliki berat molekul 206,0
dengan fragmentasi massa pada 161; 134; 117; 89; 63 dan 39. Literatur untuk
senyawa etil p-metoksisinamat menunjukkan bahwa senyawa tersebut muncul pada
waktu retensi 9,90 dengan berat molekul 206,4 serta memiliki fragmentasi massa
pada 161; 134; 118; 103; 69; 63 dan 39 (Umar et al., 2012) .

Gambar 4.3. Spektrum GC senyawa etil p-metoksisinamat

32
Gambar 4.4. Fragmentasi MS etil p-metoksisinamat

Gambar 4.5. Pola Fragmentasi etil p-metoksisinamat

Tabel 4.3 Karakteristik Senyawa Etil p-metoksisinamat



Parameter hasil pengamatan/hasil uji Ket
Bentuk Kristal Pengamatan visual
Warna Putih
Bau Aromatik khas
Titik leleh 49 – 52 C Menggunakan alat melting
point
Waktu retensi 9,878 Menggunakan GC-MS
Berat molekul 206,0 g/mol Menggunakan GC-MS

33
4.3 Derivat EPMS secara amidasi
Reaksi amidasi dilakukan dengan mereaksikan etil pmetoksisinamat dengan
etanolamin sebagai reagen. Reaksi ini ditujukan untuk mengubah gugus ester
menjadi gugus amida dengan penambahan amin primer. Senyawa amida yang
terbentuk selanjutnya diujikan aktivitas sedatif hipnotiknya. Reaksi ini berlangsung
melalui iradiasi microwave pada daya 600 watt selama 5 menit dalam erlenmeyer
tertutup. Reaksi ini dilakukan dalam erlenmeyer tertutup dimana reaks dilakukan
berulang dengan perbandingan reaksi EPMS (5 mmol) dan etanoalmin (10 mmol).

Gambar 4.6. a) Etil p-metoksisinamat; b) Senyawa hasil amidasi

Gambar 4.7 . Hasil spot KLT: 1. EPMS, 2. Sampel amidasi, 3. Senyawa amidasi standar

34
Tabel 4.4. Karakteristik senyawa hasil amidasi

Parameter hasil pengamatan/hasil uji Ket


Bentuk Serbuk Pengamatan visual
Warna Krem
Bau Tidak berbau
Titik leleh 121 - 125 C Menggunakan alat melting
point
Waktu retensi 9,878 Menggunakan GC-MS
Berat molekul 206,0 g/mol Menggunakan GC-MS

Identifikasi Senyawa Hasil Amidasi


Senyawa hasil modifikasi dapat diidentifikasi dengan melihat perbandingan
nilai Rf seluruh senyawa yang di KLT menggunakan eluen etil asetat : metanol
dengan perbandingan 9:1.
Berdasarkan nilai Rf, dapat diketahui tingkat kepolaran dari senyawa
modifikasi. Etil p-metoksisinamat memiliki nilai Rf tertinggi yang menujukkan
bahwa senyawa etil p-metoksisinamat memiliki polaritas yang rendah. Senyawa A
memiliki nilai Rf yang lebih rendah dibandingkan etil pmetoksisinamat. Hal ini
dapat dilihat dari nilai Rf etil p-metoksisinamat yaitu 0,9 dan nilai Rf senyawa A
adalah 0,65. Gugus etil pada ester diganti menjadi etanolamin, dimana gugus amina
(NH) dan gugus hidroksi (OH) yang terdapat pada etanolamin meningkatkan
polaritas dari senyawa tersebut.
Elusidasi struktur senyawa A dilakukan dengan analisa menggunakan
Spektrofotometri IR, GCMS, 1H NMR, dan 13C NMR. Hasil analisis
Spektrofotometri IR menunjukkan penafsiran spektrum IR senyawa A dari berbagai
bilangan gelombang absorbansi gugus fungsi yang spesifik seperti yang tertera pada
tabel 4.1 (Lampiran 7). dari data tersebut dapat dilihat pita absorbansi pada
bilangan gelombang ν 3000-2500 cm-1 menandakan adanya CH pada aromatik.
Selain itu keberadaan aromatik juga ditandai dengan munculnya pita absorbansi
pada bilangan gelombang ν 1596,16 cm-1 (C=C). Pada bilangan gelombang ν
886,33 cm-1 menandakan bahwa gugus aromatik tersebut tersubtitusi para. Pada
bilangan gelombang ν 1648,24 cm-1 menandakan adanya gugus karbonil (C=O)
pada senyawa A dan juga terdapat gugus eter (C-O) yang ditandai oleh pita
absorbansi pada bilangan gelombang ν 1250,89 cm-1. Kemudian ditemukan pita

35
absorbansi pada bilangan gelombang ν 3500-2500 cm-1 yang merupakan frekuensi
serapan spesisfik dari OH yang terdapat pada etanolamin. Keberadaan NH ditandai
oleh pita absorbansi pada bilangan gelombang ν 3411,29 cm-1 dan pada bilangan
gelombang ν 1067,5 cm-1 menandakan keberadaan C-N. Hal ini memperkuat
bahwa etil p metoksisinamat telah bereaksi dengan etanolamin membentuk amida

Gambar 4.8 pola fragmentasi massa senyawa A (amidasi EPMS)

4.4 Hasil Uji Aktivitas


Uji aktivitas sedatif hipnotik dilakukan dengan parameter pengamatan
aktivitas motorik dan induksi tidur menggunakan diazepam. Obat sedtatif hipnotik
bekerja menekan sistem saraf pusat dengan mengurangi kepekaan korteks otak
sehingga aktivitas fisiologis menjadi ringan dan menimbulkan efek menenangkan
dan menyebabkan tidur yang tergantung pada dosis. EPMS bisa mempercepat
timbunya efek (mulai tidur) dan meningkatkan lamanya tidur. Hasil menunjukan
bahwa senyawa EPMS dan turunan amidasinya menunjukan efek sedatif
(menenangkan ) dan hipnotik (tidur). EPMS memperpanjang durasi (lama tidur) obat
diazepam sedangkan senyawa amidasi EPMS justru memperpendek waktu tidur, hal
ini bisa disebabkan karena senyawa amidasi EPMS lebih polar dibandingkan EPMS
maka kemungkinan mekanismenya untuk melintasi sawar darah otak lebih rendah
dan efek yang dihasilkan juga lebih rendah.

36
Tabel 4.5 Hasil pengamatan aktivitas motorik
Kelompok aktivitas motorik refleks cahaya nadi

kontrol negatif ada aktivitas ada refleks 56,4


kontrol positif tidak ada aktivitas tidak ada refleks
EPMS 100 mg/kg tidak ada aktivitas tidak ada refleks 37,2
EPMS 200 mg/kg tidak ada aktivitas tidak ada refleks 38,6
EPMS 400 mg/kg tidak ada aktivitas tidak ada refleks 35
Amidasi EPMS 100
mg/kg tidak ada aktivitas tidak ada refleks 33,4
Amidasi EPMS 200
mg/kg tidak ada aktivitas tidak ada refleks 64,2
Amidasi EPMS 400
mg/kg tidak ada aktivitas tidak ada refleks 49,8

Hasil statistik Anova 1 arah untuk onset hipnotik (waktu mulainya timbul efek tidur)
menunjukan bahwa senyawa EPMS dosis 100, 200 dan 400 mg/kg dan senyawa
amidasi EPMS dosis 100, 200 dan 400 mg/kg mempunyai efek sedasi- hipnotik yang
signifikan dibandingkan kontrol negatif (p<0,05). Kemudian dilanjutkan uji beda
nyata terkecil untuk melihat perbedaan antar kelompok, hasilnya menyatakan bahwa
tidak ada perbedaan yang bermakna untuk onset tidur antara senyawa EPMS 100,
200 dan 400 mg/kg dengan senyawa amidasi dosis 400 mg/kg, sedangkan untuk
senyawa amidasi dosis 100 dan 200 mg/kg ada perbedaan. yang bermakna . Hal ini
menunjukan efek hipnotik senyawa amidasi EPMS lebih kecil dibandingkan senyawa
EPMS. Sementara untuk durasi tidur menunjukan senyawa EPMS dosis 100 mg/kg
menunjukan efek yang sama dengan diazepam, maka belum ada efek untuk
meningkatkan durasi tidur diazepam, tetapi pada dosis 200 dan 400 mg/kg telah
terlihat efeknya untuk memperpanjang waktu tidur diazepam. Sedangkan senyawa
amidasinya terlihat justru memperpendek durasi tidur. Hasil statistik secara lengkap
terdapat di lampiran

37
Tabel.4.6 Rerata Onset dan durasi tidur senyawa EPMS dan amidasi EPMS
Kelompok Rerata (menit)
onset sedasi onset tidur durasi tidur

kontrol negatif 0 0 0
kontrol positif 10,4 22,8 40,8
EPMS 100 mg/kg 10,2 14 49,6
EPMS 200 mg/kg 11,4 15,8 91
EPMS 400 mg/kg 8,6 11,8 77,4
Amidasi EPMS 100
mg/kg 22,2 41,2 28,6
Amidasi EPMS 200
mg/kg 30,8 33,2 22,8
Amidasi EPMS 400
mg/kg 9,4 10,8 17,2

efek sedasi hipnotik EPMS dan amidasi EPMS


100
90
80
waktu (menit)

70
60
50
40
30 onset sedasi
20
10 onset tidur
0
durasi tidur
kontrol kontrol EPMS EPMS EPMS Amidasi Amidasi Amidasi
negatif positif 100 200 400 EPMS EPMS EPMS
mg/kg mg/kg mg/kg 100 200 400
mg/kg mg/kg mg/kg
kelompok perlakuan

Gambar 4.9 Grafik efek sedatif-hipnotik EPMS dan amidasi EPMS

38
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Senyawa EPMS hasil isolasi rimpang kencur dimodifikasi strukturnya secara
amidasi dengan iradiasi microwave menghasilkan senyawa yang lebih polar
yaitu N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida (BM. 221)
2. Senyawa EPMS dan derivat amidasi EPMS mempunyai aktivitas sedatif
hipnotik yang signifikan dibandingkan kontrol negatif (p< 0,05), namun
derivat amidasi EPMS lebih rendah aktivitasnya dibandingkan EPMS

5.2 Saran
1. Perlu dilakukan modifikasi struktur yang lebih nonpolar dari EPMS untuk
mendapatkan aktivitas sedatif hipnotik yang lebih tinggi
2. Perlu dilakukan pengujian aktivitas lainnya dan toksisitasnya pada hewan coba
untuk mendapatkan data preklinik yang lengkap supaya bisa lanjut ke uji klinik

39
DAFTAR PUSTAKA

Achutan, C.R., Padikkala, J., 1997. Hypolidemic effect of Alpinia Galanga (Rasna) and
kaempferia Galanga (Kachoori). Indian Journal of Chnical Biochemistry, 1997,
12 (1), 55-58 55
Ali MS, Dash PR, Nasrin M. 2015. Study of sedative activity of different extract of
Kaempferia galangal in swiss albino mice. BMC Complementary & Alternative
Medicine 15, 1-5.
Astuti, Yuni; Dian Sundari; M. Wien Winarno. 1996. Tanaman Kencur (Kaempferia
galanga L.) Informasi Tentang Fitokimia dan Efek Farmakologi. Warta
Tumbuhan Obat Indonesia.
Fauziah Ermawati, Elly. 2010. Efek Antipiretik Ekstrak Daun Pare (Momordica
charantia L.) Pada Tikus Putih Jantan. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Gupta BD, Dandya PC. 1971. A pharmacologycal analysis of behaviour in rat, Jpn J
Pharmacol
Hasanah, Aliya Nur; Fikri Nazaruddin; Ellin Febrina; dan Ade Zuhrotun. 2011. Analisis
Kandungan Minyak Atsiri dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Rimpang
Kencur (Kaempferia galanga L.) Jurnal Matematika & Sains. Vol. 16 No. 3
He ZH, Yue GGL, Lau CBS, Ge W, But PPH. 2012. Antiangiogenic effects and
mechanisms of trans-ethyl p-methoxycinnamate fro Kaempferia galangal L. J
agric Food chem., 60, 11309-11317.
Huang L, Yagura T, Chen S. 2008. Sedative activity of hexane extract of Kaempferia
galangal L and its active compounds. Journal of ethnopharmacology. 120, 123-
125.
Katzung, Betram G. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 7. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Ko, H-J, Kim, H-J, Kim, S.Y., Yun, H-., Baek, K-J., Kwon, Y.S., Whang, W.K. Choi,
H-R., Park, K-C, Kim, D-S. 2014. Hypopigmentary Effects of Ethyl P-
Methoxycinnamate Isolated from Kaempferia galanga Phytotherapy
Research.Volume 28, 274–279.

40
Komala, I., Supandi, Nurhasni. 2014. Evaluasi pengaruh modifikasi struktur senyawa
EPMS yang diisolasi dari rimpang kencur (kaempferia galanga) terhadap
aktivitas antiinflamasinya. Pulitpen, LP2M UIN Jakarta
Kusuma, I., Yusuf, H. 2011. Phospholipid complex as a carrier of Kaempfaria galanga
rhizome extract to improve its analnesic activity. International Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 3, 44-46.
Kuichi F., Nakamura N, Tsuda Y, Kondo K, Yoshimura H. 1988. Studies on crude frugs
effective on visceral larva migrans. Larvicidal principles in Kaempferia rhizome.
Chem.. pharm. Bull, 36, 412-415.
Kim NJ. Byun SB, Cho JE, Chung K, Ahn YJ. 2008. Larvicidal activity of Kaempferia
galanga rhizome phenylpropanoids towards three masquito species. Pest Manag
Sci, 64, 857-862.
Lakshmanan, D., Werngren, J., Jose, L., Suja, K.P., Nair, M.S.Varma, R.L.,
Mundayoor, S. Hoffner, S., Kumar, A. 2011. Ethyl p- methoxycinnamate
isolated from a traditional anti-tuberculosis medicinal herb inhibits drug resistant
strains of Mycobacterium tuberculosis in vitro. Fitoterapia 82, 757–76.
Liu B, Liu F., Chen, C., Gao, H. 2010. Supercritical carbon dioxide extraction of ethyl
p-methoxycinnamate from Kaempferia galanga L. rhizome and its apoptotic
induction in human HepG2 cells Natural Product Research Vol. 24, 1927–1932.
Liu, XC, Liang Y, Shi WP, Liu QZ, ZhouL, Liu Z. 2014. Repellent and insectisidal
effect of the essential oil of Kaempferia galanga rhizome to liposcelis
bostrychophila (Psocoptera: Liposcelidae). J.econ.entomol, 107, 1706-1712.
Othman R, Ibrahim, H, Mohd MA, Mustafa MR, Awang K. 2006. Bioassay-guided
isolation of a vasorelaxant active compound from Kaepferia galangal L.
Phytomedicine 13, 61-66.
Rao V., Narasinga dan DSVGK Kaladhar. 2014. Antioxidant And Antimicrobial
Activities of Rhizome Extracts Of Kaempferia galanga. World Journal of
Pharmacy And Pharmaceutical Science 3, 1180-1189
Reza, M. 2015. Amidasi senyawa EPMS melalui reaksi langsung dengan iradiasi
microwave dan uji aktivitas antiinflamasi. Skripsi FKIK UIN Jakarta
Suckow, Mark A; Weisbroth, Steven H; Franklin, Craig L. 2006. The Laboratory Rat
2nd Edition. American College of Laboratory: British Library

41
Tara V., Shanbag; Sharma Candrakala; Adiga Sachidananda; Bairy Laximinarayana
Kurady; Shenoy Smita; Shenoy Ganesh. 2006. Wound Healing Activity of
Alkoholic Extract of Kaempferia galanga in Wistar Rats. Indian J.physiol
Pharmacol 50 (4) : 384-390
Tewtrakul S, Yuenyongsawad, S, Kummee, S, Atsawajaruwan, L. 2005. Chemical
componenrs and biological activities of volatile oil of Kaempferia galangan
Linn. Songklanakarin J.Sci.Technol., 27, 503-507
Tjay dan Rahardja. 2002. Obat-obat penting
Turner, RA. 1965. Anticonvulsant screening method in pharmacology. New york and
london academic press.
Umar, Muhammad I, Asmawi, M., Z., Sadikun, A. Atangwho, I.J., Yam, F. Y., Altaf, R.
and Ahmed, A. 2012. Bioactivity-Guided Isolation of Ethyl-p-
methoxycinnamate, an Anti-inflammatory Constituent, from Kaempferia
galanga L.Extracts. Molecules 2012, 17, 8720-8734.
Umar, M. I., Asmawi, M. Z., Sadikun, A., Majid, A.M.S.A.,Al-Suede, F. S. R. Hasan,
L.E.A., Altaf., R., Ahamed, M. B. H. 2014. Ethyl-p-methoxycinnamate isolated
from kaempferia galanga inhibits inflammation by suppressing interleukin- 1,
tumor necrosis factor-a, and angiogenesis by blocking endothelial functions
CLINICS 69, 134-144.
USDA (united states departement of agriculture). Natural resource conservation service.
Akses online via http://plants.usda.gov/(Diakses pada tanggal 9 Desember 2015)
Vittalrao, Amberkar Mohanbabu; Tara Shanbhag; Meena Kumari K; K. L. Bairy And
Smita Shenoy. 2011. Evaluation Of Antiinflammatory And Analgesic Activities
Of Alcoholic Extract Of Kaempferia galanga in Rats. Indian J Physiol
Pharmacol 2011; 55 (1) : 13–24

42
43

Anda mungkin juga menyukai