Anda di halaman 1dari 21

PENGESAHAN

Laporan Praktikum Pemantauan dan Pengukuran Faktor Kimia dengan Judul :


Pengukuran Debu Personal di Pertigaan Jalan Depan Gedung F Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Kelompok VI

Telah disahkan pada :

Hari .........................Tanggal .......................................... 2017

Dosen Pengampu Pembimbing Praktikum

Iwan Suryadi, SKM., M.Kes Soraya Noor Fadhila, A.Md


NIP. 1990061520161001 NIK. 1990080220150401

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang............................................................................. 1
B. Tujuan .......................................................................................... 2
C. Manfaat ........................................................................................ 2
BAB II. LANDASAN TEORI ......................................................................... 4
A. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 4
B. Perundang-undangan ................................................................... 9
BAB III. HASIL ................................................................................................ 10
A. Gambar Alat, Cara Kerja, dan Prosedur Pengukuran .................. 10
B. Hasil Pengukuran, dan Perhitungan ............................................ 13
BAB IV. PEMBAHASAN ................................................................................. 14
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 16
A. Simpulan ...................................................................................... 16
B. Saran ............................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 18
LAMPIRAN

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Debu merupakan partikel padat yang terbentuk karena adanya
kegiatan alami atau mekanik seperto penghalusan (grinding) penghancuran
(cruhsing), peledakan (blasting), pengayakan (shaking) atau pengeboran
(drilling). Adanya partikel debu di tempat kerja dapat memberikan efek
ketidak nyamanan dalam bekerja dan debu-debu dari jenis tertentu dapat
memberikan pengaruh negatif terhadap kesehatan tenaga kerja. Debu total
terdiri dari bermacam-macam elemen dan senyawa dengan berbagai ukuran
partikel, mulai dari ukuran yang terkecil sampai dengan ukuran 100 micron.
Pengukuran kadar debu total dilakukan dengan
Pengambilan sample (sampling) dilakukan pada zona pernafasan
pekerja (breathing zone). Media sampling yang digunakan adalah filter yang
bersifat hidrofobik dengan ukuran pori 0,5 micron (misalnya dari jenis PVC,
fiberglass). Debu yang berdiameter antara 0,5 sampai 2,5 mikron disebut
dengan debu respirabel yang dapat mengendap di bronkiolus dan alveoli,
serta dapat mengakibatkan pneumokonois (Faridawati, 1995)
Pencemaran udara oleh partikel dapat disebabkan karena peristiwa
alamiah dan dapat pula disebabkan karena ulah manusia, lewat kegiatan
industri dan teknologi. Partikel yang mencemari udara banyak macam dan
jenisnya, tergantung pada macam dan jenis kegiatan industri dan teknologi
yang ada. Mengenai macam dan jenis partikel pencemar udara serta sumber
pencemarannya telah banyak Secara umum partikel yang mencemari udara
dapat merusak lingkungan, tanaman, hewan dan manusia. Partikel-partikel
tersebut sangat merugikan kesehatan manusia. Pada umumnya udara yang
telah tercemar oleh partikel dapat menimbulkan berbagai macam penyakit
saluran pernapasan atau pneumoconiosis.
Pada saat orang menarik nafas, udara yang mengandung partikel akan
terhirup ke dalam paru-paru. Ukuran partikel (debu) yang masuk ke dalam

1
2

paru-paru akan menentukan letak penempelan atau pengendapan partikel


tersebut. Partikel yang berukuran kurang dari 5 mikron akan tertahan di
saluran nafas bagian atas, sedangkan partikel berukuran 3 sampai 5 mikron
akan tertahan pada saluran pernapasan bagian tengah. Partikel yang
berukuran lebih kecil, 1 sampai 3 mikron, akan masuk ke dalam kantung
udara paru-paru, menempel pada alveoli. Partikel yang lebih kecil lagi,
kurang dari 1 mikron, akan ikut keluar saat nafas dihembuskan.
Berdasarkan hal tersebut Menteri Tenaga Kerja mengeluarkan Surat
Edaran tentang Nilai Ambang Batas (NAB) kadar debu di udara dengan
nomor SE 01/MEN/1997, bahwa NAB kadar debu di udara tidak boleh
melebihi 3,0 mg/m3. Oleh karena itu dibutuhkan pengetahuan yang cukup
tentang dampak debu terhadap paru untuk dapat mengenali kelainan yang
terjadi dan melakukan usaha pencegahan.

B. Tujuan
1. Untuk memahami pengertian tentang debu.
2. Untuk mengetahui sifat, sumber, dan komposisi debu.
3. Dapat mengetahui jenis- jenis debu yang dapat menggangu kesehatan
manusia
4. Untuk mengetahui dampak kesehatan yang disebabkan oleh debu.
5. Untuk mengetahui cara pengukuran kadar debu dengan menggunakan
alat Personal Dust Sampler.
6. Untuk mengetahui kadar debu yang di hasilkan dengan menggunakan
alat Personal Dust Sampler.
7. Untuk mengetahui bagian-bagian alat Personal Dust Sampler

C. Manfaat
1. Bagi Praktikan
a. Dapat mengetahui jenis- jenis debu yang dapat menggangu
kesehatan manusia
3

b. Untuk mengetahui cara pengukuran kadar debu dengan


menggunakan alat Personal Dust Sampler.
c. Untuk mengetahui kadar debu yang dihasilkan dengan menggunakan
alat Personal Dust Sampler.
d. Dapat menambah pengetahuan mengenai pengukuran kadar debu
dan pengaruh atau dampak terhadap kesehatan.
2. Bagi Program Studi Diploma 3 Hiperkes & Keselamatan Kerja
a. Dapat menambah referensi dan kepustakaan oleh program studi
Diploma 3 Hiperkes & Keselamatan Kerja.
b. Dapat menciptakan mahasiswa Diploma 3 Hiperkes & Keselamatan
Kerja menjadi lebih bermutu, memiliki daya saing dan mempunyai
etos kerja yang baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
Debu merupakan partikel padat yang terbentuk karena kekuatan alami
atau mekanik seperti penghalusan (grinding), penghancuran (crusing),
peledakan (blasting), pengayakan (shaking) atau pengeboran (driling) dari
bahan-bahan organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu, bijih logam,
arang batu, butir-butir zat padat dan sebagainya (Suma’mur, 2010). Debu
umumnya berasar dari gabungan secara mekanik dan material yang berukuran
kasar yang melayang-layang di udara yang bersifat toksik bagi manusia.
Menurut Departemen Kesehatan RI, partikel-partikel debu di udara
mempunyai sifat:
1. Sifat pengendapan
Sifat pengendapan adalah sifat debu yang cemderung selalu mengendap
karena gaya gravitasi bumi. Namun karena kecilnya ukuran debu,
kadang-kadang debu ini relatif tetap berada di udara.
2. Sifat permukaan basah
Sifat permukaan debu akan cenderung sellau basah, dilapisi oleh lapiran
air yang sangat tipis. Sifat ini penting dalam pengendalian debu dalam
tempat kerja.
3. Sifat penggumpalan
Oleh karena permukaan debu selalu basah, sehingga dapat menempel
satu sama lain dan dapat menggumpal. Turbulensi udara meningkatkan
pembentukan penggumpalan debu. Kelembaban di bawah saturasi, kecil
pengaruhnya terhadap penggumpalan debu. Kelembaban yang melebihi
tingkat huminitas di atas titik saturasi mempermudah penggumpalan
debu. Oleh karena itu partikel debu bisa merupakan inti dari pada air
yang berkonsentrasi sehingga partikel menjadi besar.

4
5

4. Sifat listrik statis


Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang
berlawanan. Dengan demikian, partikel dalam larutan debu mempercepat
terjadinya proses penggumpalan.
5. Sifat optis
Debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancarkan sinar
yang dapat terlihat dalam kamar gelap.
Polutan partikel masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui
sistem pernafasan, oleh karena itu pengaruh yang merugikan terutama terjadi
pada sistem pernafasan. Faktor lain yang paling berpengaruh terhadap sistem
pernafasan terutama adalah ukuran partikel, karena ukuran partikel yang
menentukan seberapa jauh penetrasi partikel ke dalam pernafasan. Debu-debu
yang berukuran 5-10 mikron akan ditahan oleh jalan pernafasan bagian atas,
sedangkan yang berukuran 3-5 mikron ditahan oleh bagian tengah jalan
pernafasan.
American Lung Association membagi penyakit paru akibat kerja mejadi
dua kelompok besar: Pneumokoniosis disebabkan karena debu yang masuk
ke dalam paru serta penyakit hipersensitivitas seperti asma yang disebabkan
karena reaksi yang berlebihan terhadap polutan di udara (Suma’mur, 2009).
Menurut Suma’mur (2010), debu yang dapat menimbulkan gangguan
kesehtan bergantung dari:
1. Solubility
Jika bahan-bahan kimia penyusun debu mudah larut dalam air, maka
bahan-bahan itu akan larut dan langsung masuk ke pembuluh darah
kapiler alveoli. Apabila bahan-bahan tersebut tidak mudah larut, tetapi
ukurannya kecil, maka partikel-partikel itu dapat memasuki dinding
alveoli, lalu ke saluran limpa atau ke ruang peri bronchial menuju ke luar
bronchial oleh rambut-rambut getar di kembalikan ke atas.
2. Komposisi kimia debu
a. Inert dust
6

Golongan debu ini tidak menyebabkan kerusakan atau reaksi fibrosis


pada paru. Efeknya sangat sedikit atau tidak ada sama sekali pada
penghirupan normal.
b. Poliferal dust
Golongan debu ini di dalam paru akan membentuk jaringan parut
atau fibrosis. Fibrosis ini akan membuat pengerasan pada jaringan
alveoli sehingga mengganggu fungsi paru. Debu golongan ini
menyebabkan fibrocytic pneumoconiosis, contohnya: debu silika,
asbestosis, kapas, berilium dan sebagainya.
c. Tidak termasuk inert dust dan poliferatif dust
Kelompok debu ini merupakan kelompok debu yang tidak tahan di
dalam paru, namun dapat ditimbulkan efek iritasi yaitu debu yang
bersifat asam atau asam kuat.
3. Konsentrasi debu
Semakin tinggi konsentrasi debu di udara tempat kerja, maka semakin
besar kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan.
4. Ukuran partikel debu
Ukuran partikel besar akan di tangkap oleh saluran nafas bagian atas.
Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada
saluran pernafasan. Dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai
target organ sebagai berikut:
a. Ukuran 5-10 mikron: ditahan di saluran nafas bagian atas (gangguan
pharyngitis)
b. Ukuran 3-5 mikron: ditahan di saluran nafas bagian tengah (asma
bronchitis)
c. Ukuran 1-3 mikron: mengendap pada alveoli (pneumokoniosis)
d. Ukuran 0,1-1 mikron: tidak mudah mengendap, hinggap di
permukaan alveoli.
e. Ukuran <0,1 mikron: tidak hinggap di permukaan alveoli dan selaput
lendir karena adanya gerak brown (dapat keluar msuk permukaan
alveoli).
7

Pembagian debu dibedakan atas dasar sifatnya dan ada juga yang
didasarkan pada efeknya. Secara garis besar ada tiga macam debu, yaitu:
1. Debu organik seperti debu kapas, debu daun-daunan tembakau dan
sebagainya.
2. Debu mineral yang merupakan senyawa kompleks seperti: silikon
dioksida, silikon trioksida dan sebagainya.
3. Debu metal, seperti timah hitam, merkuri, aseton dan lain-lain (Depkes
RI, 2003).
Menurut Riyadi (1981), partikel debu dapat dibedakan menjadi 2
berdasarkan kelompok pencemar udara, antara lain:
1. Menurut wujud fisik (biologis)
Menurut wujud fisik, debu didefinisikan sebagai partikel benda padat
yang terjadi karena proses mekanis terhadap benda padat, dimana masih
dipengaruhi oleh gravitasi.
2. Menurut wujud kimia (mineral)
Menurut wujud kimia, debu dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Debu organik
Adalah debu yang berasal dari benda hidup, misalnya debu kapas,
debu kayu, debu tembakau, debu gandum, dan lain-lain.
b. Debu anorganik
1) Yang berasal dari logam
Misalnya debu timah hitam, debu timah putih, debu besi, dan
lain-lain.
2) Yang berasal bukan dari logam
Misal debu batubara, debu yang mengandung silika, debu asbes,
silikat karbon, dan lain-lain.
Debu dalam konsentrasi rendah bila dihidap oleh manusia terus
menerus dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan kelainan pada
saluran napas yang berupa restriksi, obstruksi, ataupun kombinasi keduanya.
Pemaparan debu organik pada umunya akan menyebabkan obstruksi pada
saluran nafas (Anonim, 2010).
8

Menurut Siswanto (1991), pembagian debu bila ditinjau dari segi


bahayanya bagi kesehatan, antara lain:
1. Nuisance Dust
Yaitu debu yang mengganggu kenikmatan kerja. Debu ini tidak
menyebabkan terjadinya fibrosis, tetapi menyebabkan iritasi pada kulit,
selaput lendir atau hanya menyebabkan endapan pada mata dan hidung.
2. Proliferative Dust
Yaitu debu yang menyebabkan terjadinya fibrosis jaringan paru, sehingga
ekosistem jaringan paru akan berkurang, misalnya debu silika bebas,
debu asbes, debu arang, dan lain-lain.
3. Mixed Dust Fibrosis
adalah pemaparan terhadap campuran debu silika bebas dan debu-debu
anorganik lainnya, yang dapat menyebabkan mixed dust fibrosis.
Salah satu alat pelindung diri yang digunakan untuk
meminimalisir masuknya debu ke saluran pernafasan yaitu masker.
Masker digunakan untuk pada tempat-tempat kerja tertentu dan
seringkali udaranya kotor yang diakibatkan oleh bermacam-macam hal
antara lain:
a. Debu-debu kasar dari penggerinderaan atau pekerjaan sejenis.
b. Racun dan debu halus yang dihasilkan dari pengecatan atau asap.
c. Uap sejenis beracun atau gas beracun dari pabrik kimia.
d. Gas beracun seperti CO2 yang menurunkan konsentrasi oksigen
diudara.
Untuk mencegah masuknya kotoran-kotoran tersebut, kita dapat
menggunakan alat yang biasa desebut dengan “masker” (pelindung
pernafasan). Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan
masker yaitu:
1. Bagaimana cara menggunakan secara benar.
2. Macam dan jenis dari kotoran yang perlu dihindari.
3. Lamanya menggunakan alat tersebut.
Jenis-jenis masker dan penggunaanya adalah:
9

1. Masker Penyaring Debu


Masker penyaring debu ini berguna untuk melindungi
pernafasan dari serbuk-serbuk logam, penggerindaan atau serbuk
kasar lainnya.
2. Masker berhidung
Masker ini dapat menyaring debu atau benda lain sampai
ukuran 0,5 mikron, bila kita sulit bernafas waktu memakai alat ini
maka hidung-hidungnya harus diganti karena filternya telah
tersumbat oleh debu.
Hal yang perlu diingat dalam penggunaan masker berhidung
adalah: Memasang masker ini harus menempel baik pada wajah. Untuk
memeriksa ini tempelkan selembar kertas atau telapak tangan pada
hidung. Bila masker terpasang baik pada wajah, maka kertas atau telapak
tangan akan tertarik.
1. Karena hidungnya dua buah, maka dalam pemasangannya jangan
terbalik.
2. Bersihkanlah masker setelah pemakaian dan lepaskan hidung-
hidungnya.

B. Perundang-Undangan
1. Kepmenkes No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
2. Permenaker No. Per.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja.
3. SNI 16-7058-2004 tentang Pengukuran Kadar Debu Total Udara di
Tempat Kerja.
4. SNI 7325:2009 tentang Metoda Pengukuran Kadar Debu Respirabel di
Udara Tempat Kerja Secara Perseorangan
5. SNI 19-0232-2005 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Zat Kimia di
Udara Tempat Kerja.
BAB III

HASIL

A. Gambar Alat, Cara Kerja, dan Prosedur Pengukuran


1. Gambar Alat

10
11

Peralatan yang diperlukan, meliputi:


a. Personal Dust Sampler: alat untuk menentukan Respiral Dust (RD)
di udara atau debu yang dapat lolos melalui filter bulu hidung
manusia selama bernafas.
1) Holder
2) Tombol ON/OFF
3) Flow meter
4) Flow adjustment
5) Selang silikon atau selangTeflon
b. Timbangan Analitik: Untuk mengukur partikel suspensi yang
terdapat pada kertas saring/filter, Sensitivitasnya 0,01 mg
1) Piringan timbang
2) Tombol pengaturan
c. Pinset : untuk mengambil kertas filter dengan cara menjepit
d. Desikator: tempat menyimpan sampel yang harus bebas air
1) Penutup desikator
2) Wadah untuk zat
3) Silika gel
e. Kaset Holder: sebagai media pembawa kertas saring dari tempat
pengukuran ke laboratorium.
f. Bahan : Glass Microfibre Filter : untuk memisahkan partikel
suspensi dengan cairan, atau untuk memisahkan antara zat terlarut
dengan zat padat desikator yang berguna untuk mengeringkan
padatan.

2. Cara Kerja
a. Masukkan filter sampel yang telah ditimbang dn diberi identitas ke
dalam pompa penghisap Personal Dust Sampler dengan
menggunakan pinset.
b. Sambungkan selang silikon ke dalam “IN” yang ada di alat Personal
Dust Sampler ke dalam Personal Dust Sampler.
12

c. Letakkan rangkaian Personal Dust Sampler ke dalam Personal Dust


Sampler Holder.
d. Ikatkan sabuk pada Personal Dust Sampler Holder untuk
memudahkan pemasangan alat pada pekerja.
e. Pasang alat Personal Dust Sampler (PDS) pada pinggang pekerja
dengan pompa penghisap diletakkan pada krah baju pekerja.
f. Hidupkan alat pada saat Personal Dust Sampler (PDS) sudah
terpasang pada pekerja dengan mengatur pula kecepatan laju aliran
udara (flowrate) pada 2,5 liter/menit.
g. Lama pengambilan contoh dapat dilakukan selama beberapa menit
hingga satu jam (tergantung pada kebutuhan, tujuan dan kondisi di
lingkungan kerja/tempat kerja).
h. Setelah selesai pengambilan data, matikan alat Personal Dust
Sampler (PDS).
i. Ambil filter lalu pindahkan ke kaset filter (tempat filter)
menggunakan pinset.

3. Prosedur Pengukuran
a. Persiapan
1) Simpan filter blanko dan filter sampel di dalam desikator
sehingga diperoleh berat filter konstan (±24 jam).
2) Setiap filter baik filter blanko maupun filter sampel diberi
identitas atau label.
3) Timbang filter blanko dan filter sampel hingga diperoleh berat
konstan kemudian catat beratnya sebagai B1 untuk filter blanko
dan W1 untuk filter sampel.
b. Pengambilan Sampel
1) Rangkai dan pasangkan pada tenaga kerja dengan posisi pompa
penghisap udara pada pinggang tenaga kerja dan respirabel
sampler holder pada krah baju (zona pernapasan).
13

2) Hidupkan pompa penghisap udara dan lakukan pengambilan


sampel dengan kecepatan aliran udara 1,7 liter/menit.
3) Pengambilan sampel dilakukan selama minimal 6 jam secara
terus menerus.
4) Setelah selesai pengambilan sampel alat dimatikan, debu pada
bagian luar pemegang filter dibersihkan untuk menghindari
kontaminasi kemudian tutup kedua ujungnya.
5) Filter–filter tersebut dibawa ke laboratorium kemudian
dimasukkan dalam desikator sampai diperoleh berat konstan.
c. Penimbangan
1) Simpan filter blanko dan filter sampel di dalam desikator
sehingga diperoleh berat filter konstan (±24 jam).
2) Setiap filter baik filter blanko maupun filter sampel diberi
identitas atau label.
3) Timbang filter blanko dan filter sampel hingga diperoleh berat
konstan kemudian catat beratnya sebagai B2 untuk filter blanko
dan W2 untuk filter sampel.

B. Hasil Praktikum dan Perhitungan


1. Hasil Praktikum
No Nama B1 B2 W1 W2 f t V C Analisa
3
(mg) (mg) (mg) (mg) (l/menit) (menit) (liter) (mg/m )
1 Aziz 5,40 5,41 5,60 5,82 2,5 20 50 4,2 Melebihi
NAB
2. Perhitungan
V =fxt 0,22−0,01
C = 0,05
= 2,5 l/menit x 20 menit 0,21
= 0,05
= 50 liter
(W2 − W1 )− (B2 − B1 ) = 4,2 mg/m3
C = V
(5,82−5,60)− (5,41−5,40)
= 0,0025 x 20
BAB IV
PEMBAHASAN

Pengukuran debu personal dilakukan oleh probandus Aziz yang berada di


sekitar trotoar pertigaan depan gedung F Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret. Tempat tersebut biasa digunakan untuk tenaga kerja kebersihan untuk
membersihkan area di sekitar trotoar pertigaan depan gedung F Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di
Tempat Kerja yaitu kandungan NAB partikel respirabel maksimal diudara adalah
3 mg/m3 untuk debu lingkungan sedangkan di hasil pengukuran kadar debu total
yang dilakukan di sekitar trotoar pertigaan depan gedung F Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret melebihi NAB sehingga kurang aman untuk tenaga
kerja kebersihan yang membersihkan di sekitar trotoar pertigaan depan gedung F
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Dalam pengukuran debu dengan menggunakan alat PDS (Personal Dust
Sampler), kelompok kami mengambil sample udara di sekitar trotoar pertigaan
depan gedung F Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret dengan durasi
pengambilan sample udara selama 30 menit.
Pada pengukuran kadar debu didapatkan berat filter contoh sebelum
pengambilan (W1) contoh yaitu 5,60 gram dan berat filter contoh ketika
dimasukkan pada alat PDS (W2) yaitu 5,82 gram. Kemudian, berat filter blanko
sebelum pengambilan contoh (B1) yaitu 5,40 gram dan berat filter blanko sesudah
pengambilan contoh (B2) yaitu 5,41 gram. Kecepatan aliran udara (flowrate) pada
alat PDS menunjukkan angka 2,5 liter/menit sehingga didapatkan hasil volume
sebesar 50 liter.
Dari hasil pengukuran kadar debu total yang telah kelompok kami lakukan
dengan menggunakan alat PDS (Personal Dust Sampler) didapatkan hasil kadar
debu total personal yaitu 4,2 mg/m3. Maka, Nilai Ambang Batas partikel
respirabel pada debu lingkungan yang berada di sekitar trotoar pertigaan depan

14
15

gedung F Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret melebihi standar yang


telah ditentukan pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di
Tempat Kerja yaitu 3 mg/m3 untuk debu lingkungan.
Oleh karena itu harus dilakukan pencegahan dengan cara mengurangi jam
kerja dan menambah waktu istirahat agar pekerja kebersihan tidak terpapar debu
respirabel dalam waktu yang lama. Selain itu pencegahan dapat dilakukan dengan
cara semua tenaga kerja kebersihan menggunakan APD berupa masker, masker
yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan ukurannya sehingga pemakaian
masker tidak mengganggu aktivitas dan kenyamanan pemakainya.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Dari hasil praktikum, maka dapat diambil kesimpulan bahwa PDS PDS
(Personal Dust Sampler) adalah alat untuk mengukur kadar debu personal.
Setelah melakukan praktikum, kami telah mengetahui fungsi dan cara
menggunakan PDS (Personal Dust Sampler) sebagai alat pengukur kadar
debu personal. Setelah dilakukan pengukuran di sekitar trotoar pertigaan
depan gedung F Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret diperoleh
kadar debu personal 4,2 mg/m3 dan melebihi NAB sesuai dengan
Permenakertrans 13/Men/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas debu total
faksi respirabel di tempat kerja adalah 3 mg/m3. Dari hasil pengukuran yang
telah dilakukan di sekitar trotoar pertigaan depan gedung F Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret nilai kadar debu total melebihi nilai
ambang batas (3 mg/m3), maka wilayah tersebut kurang aman untuk tenaga
kerja kebersihan, Oleh karena itu harus dilakukan pencegahan dengan cara
mengurangi jam kerja dan menambah waktu istirahat agar pekerja kebersihan
tidak terpapar debu respirabel dalam waktu yang lama. Selain itu pencegahan
dapat dilakukan dengan cara semua tenaga kerja kebersihan menggunakan
APD berupa masker.

B. Saran
1. Bagi Praktikan
a. Sebaiknya saat praktek mahasiswa lebih memperhatikan saat
asistensi agar tidak terjadi kesalahan saat melakukan prosedur kerja.
b. Praktikan diharapkan agar lebih terampil dan teliti dalam mengukur
tingkat kebisingan ketika melakukan pengukuran agar hasil yang
didapat lebih valid.

16
17

2. Bagi Program Studi Diploma 3 Hiperkes & Keselamatan Kerja


a. Sebaiknya praktikan dijelaskan lebih rinci tentang fungsi, bentuk dan
cara pengukuran PDS (Personal Dust Sampler) tersebut sehingga
praktikan dapat memahaminya lebih dalam.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun, 2017, Buku Panduan Praktikum Semester III: Pemantauan dan
Pengukuran Faktor Kimia, Surakarta: Program D.III Hiperkes &
Keselamatan Kerja FK UNS.

Wijarnako, B 2015, Penggunaan Alat Pelindung Diri Dalam Pekerjaan Proyek,


PPPPTK BOE Malang, 15 Oktober 2017,
http://www.vedcmalang.com/pppptkboemlg/index.php/menuutama/departem
en-bangunan-30/1489-bmgg-wijanarko

Faridawati, R. 1995. Penyakit Paru Obstruktif Kronik Dan Asma Akibat Kerja.
Jakarta : Journal Of The Indonesia Association Of Pulmonologist

Suma’mur. 2010. Hiegene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja (HIPERKES).


Jakarta : CV Sagung Seto
Depkes. R.I, 2003. Modul Pelatihan Bagi Fasilitator Kesehatan Kerja. Depkes
RI: Pusat Kesehatan Kerja.
Riyadi, S. 1981. Pecemaran Udara Dan Dasar Pokok-Pokok Penanggulangan,
Surabaya : Jawa Timur Departeman Tenaga Kerja.
Anonim. 2010. Pengukuran Kapasitas Paru. www.digilib.unnes.ac.id. (Sitasi 23
September 2013)
Siswanto. 1991. Penyakit Paru Kerja. Balai Hiperkes Dan Keselamatan Kerja.
Surabaya : Jawa Timur Departemen Tenaga Kerja.

18
LAMPIRAN

19

Anda mungkin juga menyukai