Ruang Lingkup Hukum Jaminan terdapat dalam KUH Perdata dan KUH
Dagang mengatur sepenuhnya atau berkaitan dengan penjaminan utang.
Disamping itu terdapat pula undang-undang tersendiri yaitu UU No.4 Tahun 1996
dan UU No.42 Tahun 1999 yang masing-masing khusus mengatur tentang
lembaga jaminan dalam rangka penjaminan. Materi peraturan perundang-
undangan tersebut memuat ketentuan-ketentuan yang secara khusus mengatur
tentang hal-hal yang berkaitan dengan penjaminan utang, antara lain mengenai
prinsip-prinsip hukm jaminan, lembaga-lembaga jaminan, objek jaminan utang,
penanggung utang, dan sebagainya.
Gadai
Gadai adalah salah satu lembaga jaminan yang dapat digunakan untuk
mengikat objek jaminan utang yang berupa barang bergerak. Gadai diatur oleh
ketentuan-ketentuan Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUH Perdata.
1) Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu
barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau
seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si
berpiutang itu untuk meng ambil pelunasan dari barang tersebut secara
didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya; dengan
mengecualikan biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah
dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan,
biaya-biaya tersebut harus didahulukan (Pasal 1150).
2) Persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi
pembuktian persetujuan pokok (Pasal 1151)
3) Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang bawa diletakkan
dengan membawa barang yang dijadikan objek gadai di bawah kekuasaan
si berpiutang ataupun di bawah kekuasaan seorang pihak ketiga, tentang
siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak (Pasal 1152 ayat pertama)
4) Tidak sah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam
kekuasaan si berutang atau si pemberi gadai, ataupun yang kembali atas
kemauan si berpiutang (Pasal 1152 ayat kedua)
5) Hak gadai hapus apabila barang yang dijadikan objek gadai keluar dari
kekuasaan si penerima gadai. Apabila barang tersebut hilang dari tangan
penerima gadai atau dicuri darinya, ia berhak menuntutnya kembali
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1977 ayat kedua, sedangkan apabila
barang tersebut kembali diperolehnya, hak gadai dianggap tidak pernah
hilang (Pasal 1152 ayat ketiga)
6) Hal tidak berkuasanya si pemberi gadai untuk bertindak bebas dengan
barang yang dijadikan objek gadai tidak dapat dipertanggungjawabkan
kepada si berpiutang yang telah menerima barang tersebut dalam gadai,
dengan tidak mengurangi hak pihak yang kehilangan atau kecurian bar tu,
untuk menuntutnya kembali (Pasal 1152 ayat keempat)
7) Apabila si berutang atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajiban-
kewajibannya, maka tidak diperkenankan si berpiutang memiliki barang
yang dijadikan objek gadai (Pasal 1154 ayat kesatu). Segala janji yang
bertentangan dengan ketentuan tersebut adalah batal (Pasal 1154 ayat
kedua)
Penanggungan Utang
Penanggungan utang adalah suatu perjanjian penjaminan utang yang
sangat terkait kepada perorangan (individu atau badan hukum) yang mengikatkan
dirinya sebagai jaminan atas utang dari pihak peminjam dan pihak yang
mengikatkan dirinya disebut penanggung atau penjamin. Penanggungan utang
diatur oleh Pasal 1820 sampai Pasal 1850 KUH Perdata.
Penanggungan utang merupakan jaminan utang yang bersifat perorangan. Akan
tetapi, dalam hal ini diartikan pula dapat diberikan oleh suatu badan di samping
oleh perorangan disebut dengan sebutan borgtocht.
1) Penanggungan utang adalah suatu persetujuan yang dibuat oleh seorang
pihak ketiga untuk kepentingan pihak pemberi pinjaman dengan
mengikatkan dirinya guna memenuhi perikatan pihak peminjam bila pihak
peminjam wanprestasi terhadap pihak pemberi pinjaman (Pasal 1820 KUH
Perdata).
2) Penanggungan utang sangat berkaitan dengan perjanjian pokok yang sah
(Pasal 1821 KUH Perdata). Perjanjian penanggungan utang bukan suatu
perjanjian pokok. Perjanjian penanggungan utang adalah perjanjian
accessoir
3) Perikatan penanggungan utang para penanggung berpindah kepada ahli
warisnya (Pasal 1826 KUH Perdata)
4) Peminjam yang diwajibkan memberikan seorang penanggung harus
mengajukan seseorang yang mempunyai kecakapan hukum untuk
mengikatkan dirinya, cukup mampu untuk memenuhi perikatannya dan
berdiam di Indonesia (Pasal 1827 KUH Perdata)
5) Penanggung tidak diwajibkan membayar kepada pemberi pinjaman
selainnya jika pihak peminjam lalai, sedangkan harta pihak peminjam
adalah yang terlebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya
(Pasal 1831 KUH Perdata)
6) Penanggung tidak dapat menuntut supaya harta pihak peminjam lebih
dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya:
a) apabila ia telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut supaya
harta pihak peminjam lebih dahulu disita dan dijual
b) apabila ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan pihak
peminjam utama secara tanggung-menanggung, yang akibat-akibat
perikatannya diatur menurut asas-asas yang ditetapkan untuk utang
tanggung-menanggung,
c) jika pihak peminjam dapat mengajukan suatu tangkisan yang hanya
mengenai dirinya sendiri secara pribadi;
d) jika pihak peminjam berada di dalam keadaan pailit;
e) dalam halnya penanggungan yang diperintahkan oleh hakim
7) Penanggung yang telah membayar utang pihak peminjam, menggantikan
demi hukum segala hak pihak pemberi pinjaman terhadap pihak peminjam
(Pasal 1840 KUH Perdata)
8) Perikatan yang diterbitkan dari penanggungan hapus karena sebab-sebab
yang sama, sebagaimana yang menyebabkan berakhirnya perikatan-
perikatan lainnya (Pasal 1845 KUH Perdata)
UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Ciri-ciri Hak Tanggungan
1) Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada
pemegangnya
2) Selalu mengikuti objek jaminan utang dalam tangan siapapun objek
tersebut berada
3) Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas
4) Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya
2. Pengertian Kredit
Pengertian kredit terdapat dalam ketentuan Pasal 1 angka 11 UU
Perbankan Indonesia 1992/1998. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga. Suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan sebagai kredit
perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1) Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
penyediaan uang
2) Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain
3) Adanya kewajiban melunasi utang
4) Adanya jangka waktu tertentu
5) Adanya pemberian bunga kredit
Pemberian kredit adalah usaha yang sah bagi Bank sesuai dengan pasal 6
hurub b dan Pasal 13 huruf b UU Perbankan Indonesia 1992/1998 sehingga bank
tidak dapat digolongkan sebagai rentenir atau lintah darat tetapi sebagai penyalur
dana masyarakat. Menurut Pasal 8 UU Perbankan Indonesia 1992/1998, dalam
melaksanakan kegiatan usahanya yang berupa pemberian kredit, bank antara lain:
1) Bank wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam
atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi
utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan (Pasal 8 ayat (1);
2) memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (Pasal 8 ayat 2);
Kewajiban bank memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan
sebagaimana yang ditetapkan oleh ketentuan Pasal 8 ayat (2) lebih lanjut diatur
dengan SK Direksi BI No. 27/162/KE/DIR. SK Direksi Bl tersebut menetapkan
kewajiban semua Bank Umum untuk memiliki dan menerapkan Kebijaksanaan
Perkreditan Bank (KPB) dalam pelaksanaan kegiatan perkreditannya dan juga
Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB). Hal yang harus dimuat dalam KPB,
yaitu:
(1) prinsip kehati-hatian dalam perkreditan;
(2) organisasi dan manajemen perkreditan
(3) kebijaksanaan persetujuan
(4) pengawasan kredit
(5) penyelesaian kredit bermasalah.
Fungsi Jaminan Kredit Perbankan ditinjau dari sisi bank maupun dari sisi debitur
dapat dikemukakan lebih lanjut sebagai berikut.
1. Jaminan Kredit sebagai Pengamanan Pelunasan Kredit
Bank sebagai badan usaha yang memberikan kredit kepada debitur wajib
melakukan upaya pengamanan agar kredit tersebut dapat dilunasi debitur yang
bersangkutan. Kredit yang tidak dilunasi oleh debitur baik seluruhnya maupun
sebagian akan merupakan kerugian bagi bank. Kerugian yang menunjukkan
jumlah yang relatif besar akan memengaruhi tingkat kesehatan bank dan
kelanjutan usaha bank. Oleh karena itu, sekecil apa pun nilai uang dari kredit yang
telah diberikan kepada debitur harus tetap diamankan sesuai dengan prinsip
kehati-hatian.
Keterkaitan jaminan kredit dengan pengamanan kredit dapat disimpulkan
dari ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata sehingga merupakan upaya lain atau
alternatif yang dapat digunakan bank untuk memperoleh pelunasan kredit pada
waktu debitur ingkar janji kepada bank. Bila di kemudian hari debitur ingkar janji,
yaitu tidak melunasi utangnya kepada bank sesuai dengan ketentuan perjanjian
kredit akan dilakuan pencairan (penjualan) atas objek jaminan kredit yang
bersangkutan. Hasil pencairan jaminan kredit tersebut selanjutnya diperhitungkan
oleh bank untuk pelunasan kredit debitur yang telah dinyatakan sebagai kredit
macet.
Fungsi jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit baru akan
muncul pada saat kredit dinyatakan sebagai kredit Selama kredit telah dilunasi
oleh debitur, tidak akan teriadi pencairan jaminan kreditnya. Hal ini sangat
berkaitan dengan kepentingan bank yang menyalurkan dananya kepada debitur
yang sering dikatakan mengandung risiko. Dengan adanya jaminan kredit yang
dikuasai dan diikat bank sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,
pelaksanaan fungsi tersebut akan terlaksana pada saat debitur ingkar janji.
Terhadap objek jaminan yang tidak diikat melalui suatu lembaga jaminan, bank
biasanya menempuh kebijaksanaan antara lain sebagai berikut:
1) Pencantuman klausula jaminan kredit dalam perjanjian kredit
2) Penguasaan dokumen objek jaminan kredit oleh bank
3) Penyerahan surat kuasa menjual oleh debitur kepada bank
4) Penyerahan surat pernyataan dari pihak ketiga
5) Penyerahan surat pernyataan dari pihak debitur kepada bank
6) Pembatan cessie dan standing instruction
7) Penerimaan aksep
Kepastian hukum atas objek jaminan kredit harus diupayakan oleh bank
agar dapat melindungi kepentingannya terhadap pelunasan kredit oleh debitur.
Jaminan kredit merupakan salah satu upaya untuk mengamankan pelunasan kredit
bila debitur ingkar janji, tidak memenuhi kewajiban kepada bank pemberi kredit.
Sehubungan dengan upaya untuk mengamankan pemberian kredit melalui
penerimaan objek jaminan kredit, terhadap objek jaminan kredit tersebut
seharusnya dilakukan penilaian dan pengikatannya berdasarkan ketentuan hukum
yang berlaku dan peraturan intern bank. Penilaian atas objek jaminan kredit
meliputi penilaian dari segi hukum dan dari segi ekonominya. Penilaian dari segi
hukum untuk mengetahui tentang kelayakan hukum atas objek jaminan kredit.
Suatu objek jaminan kredit yang tidak layak secara hukum sebaiknya ditolak oleh
bank walaupun dari segi ekonomi dinilai cukup berharga. Penilaian ekonomi atas
objek jaminan kredit sebaiknya dilakukan setelah bank melakukan penilaian
hukumnya. Dalam kegiatan perbankan banyak ditemukan kasus tentang jaminan
kredit yang mempunyai nilai ekonomi tinggi tetapi sulit dieksekusi karena terkait
dengan permasalahan hukum.
Pengikatan atas objek jaminan kredit bertujuan untuk memberikan
kepastian hukum bagi bank dalam menguasai objek jaminan kredit. Pengikatan
objek jaminan yang sempurna yang dapat memberikan kepastian hukum bagi
bank adalah sepanjang dilakukan melalui lembaga jaminan. Lembaga jaminan
yang dapat digunakan untuk mengikat objek jaminan kredit dapat berupa gadai,
hipotek, hak tanggungan, dan jaminan fidusia. Masing-Masing lembaga jaminan
tersebut diatur oleh peraturan perundang-undangan tersendiri dalam hukum positif
di Indonesia. Pemenuhan ketentuan pengikatan objek jaminan kredit dari masing-
masing lembaga jaminan tersebut memberikan kepastian hukum kepada bank dan
pihak-pihak lain yang berkepentingan. Bank akan terlindungi bila kemudian objek
jaminan kredit yang diterimanya dicairkan pada saat debitur ingkar janji kepada
bank. Sebaliknya bila objek jaminan kredit tidak dikat melalui salah satu lembaga
jaminan yang berlaku, terdapat kemungkinan permasalahan pada saat objek
jaminan kredit akan dilakukan pencairannya. Sering kali kedudukan bank menjadi
sulit karena tidak mempunyai hak-hak seperti halnya yang diberikan oleh
ketentuan lembaga jaminan kepada pihak kreditor.