Anda di halaman 1dari 18

RESUME BUKU

Buku : Hukum Jaminan (Hak Jaminan, Hak Tanggungan dan Eksekusi


Hak Tanggungan)
Pengarang : Darwis Anatami

Hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang mengatur atau


berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang piutang (pinjaman uang) yang
terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.
Dalam pelaksanaan penilaian jaminan utang dari segi hukum, pihak pemberi
pinjaman seharusnya melakukannya menurut (berdasarkan) ketentuan hukum
yang berkaitan dengan objek jaminan utang dan ketentuan hukum tentang
penjaminan utang yang disebut sebagai hukum jaminan.

Ruang Lingkup Hukum Jaminan terdapat dalam KUH Perdata dan KUH
Dagang mengatur sepenuhnya atau berkaitan dengan penjaminan utang.
Disamping itu terdapat pula undang-undang tersendiri yaitu UU No.4 Tahun 1996
dan UU No.42 Tahun 1999 yang masing-masing khusus mengatur tentang
lembaga jaminan dalam rangka penjaminan. Materi peraturan perundang-
undangan tersebut memuat ketentuan-ketentuan yang secara khusus mengatur
tentang hal-hal yang berkaitan dengan penjaminan utang, antara lain mengenai
prinsip-prinsip hukm jaminan, lembaga-lembaga jaminan, objek jaminan utang,
penanggung utang, dan sebagainya.

Prinsip-prinsip Hukum Jaminan


Beberapa prinsip hukum jaminan sebagaimana yang diatur oleh ketentuan-
ketentuan KUH Perdata adalah sebagai berikut:
1) Kedudukan Harta Pihak Peminjam
Pasal 1131 KUH Perdata mengatur tentang kedudukan harta pihak
peminjam, yaitu bahwa harta pihak peminjam adalah sepenuhnya merupakan
jaminan (tanggungan) atas utangnya Pasal 1131 KUH Perdata menetapkan bahwa
semua harta pihak peminjam, baik yang berupa harta bergerak maupun yang tidak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari
merupakan jaminan atas perikatan utang pihak peminjam. Ketentuan Pasal 1131
KUH Perdata merupakan salah satu ketentuan pokok dalam hukum jaminan, yaitu
mengatur tentang kedudukan harta pihak yang berutang (pihak peminjam) atas
perikatan utangnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata pihak
pemberi pinjaman akan dapat menuntut pelunasan utang pihak peminjam dari
semua harta yang bersangkutan, termasuk harta yang masih akan dimiliki-nya di
kemudian hari. Pihak pemberi pinjaman mempunyai hak untuk menuntut
pelunasan utang dari harta yang akarn diperoleh oleh pihak peminjam di
kemudian hari.

2) Kedudukan Pihak Pemberi Pinjaman


Berdasarkan ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa
kedudukan pihak pemberi pinjaman dapat dibedakan atas dua golongan, yaitu (1)
yang mempunyai kedudukan berimbang sesuai dengan piutang masing-masing
dan (2) yang mempunyai kedudukan didahulukan dari pihak pemberi pinjaman
yang lain berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan. Pasal 1132 KUH
Perdata menetapkan bahwa harta pihak peminjam menjadi jaminan bersama bagi
semua pihak pemberi pinjaman, hasil penjualan harta tersebut dibagi-bagi
menurut keseimbangan, kecuali apabila diantara pihak pemberi pinjaman itu
mempunyai alasan yang sah untuk didahulukan. Pihak pemberi pinjaman yang
mempunyai kedudukan didahulukan lazim disebut sebagai kreditor preferen dan
pihak pemberi pinjaman yang mempunyai hak berimbang disebut sebagai kreditor
konkuren.

3) Larangan memperjanjikan pemilikan objek jaminan utang oleh pihak


pemberi pinjaman
Pihak pemberi jaminan dilarang memperjanjikan akan memiliki objek
jaminan utang bila pihak peminjam ingkar janji (wanprestasi). Larangan bagi
pihak pemberi pinjaman untuk memperjanjikan akan memiliki objek jaminan
utang sebagaimana yang ditetapkan dalam ketentuan-ketentuan lembaga jaminan
tersebut tentunya akan melindungi kepentingan pihak peminjam dan pihak
pemberi pinjaman lainnya, terutama bila nilai objek jaminan melebihi besarnya
utang yang dijamin. Pihak pemberi pinjaman yang mempunyai hak berdasarkan
ketentuan lembaga jaminan dilarang secara serta-merta menjadi pemilik objek
jaminan utang bila pihak peminjam ingkar janji

Gadai
Gadai adalah salah satu lembaga jaminan yang dapat digunakan untuk
mengikat objek jaminan utang yang berupa barang bergerak. Gadai diatur oleh
ketentuan-ketentuan Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUH Perdata.
1) Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu
barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau
seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si
berpiutang itu untuk meng ambil pelunasan dari barang tersebut secara
didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya; dengan
mengecualikan biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah
dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan,
biaya-biaya tersebut harus didahulukan (Pasal 1150).
2) Persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi
pembuktian persetujuan pokok (Pasal 1151)
3) Hak gadai atas benda-benda bergerak dan atas piutang bawa diletakkan
dengan membawa barang yang dijadikan objek gadai di bawah kekuasaan
si berpiutang ataupun di bawah kekuasaan seorang pihak ketiga, tentang
siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak (Pasal 1152 ayat pertama)
4) Tidak sah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam
kekuasaan si berutang atau si pemberi gadai, ataupun yang kembali atas
kemauan si berpiutang (Pasal 1152 ayat kedua)
5) Hak gadai hapus apabila barang yang dijadikan objek gadai keluar dari
kekuasaan si penerima gadai. Apabila barang tersebut hilang dari tangan
penerima gadai atau dicuri darinya, ia berhak menuntutnya kembali
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1977 ayat kedua, sedangkan apabila
barang tersebut kembali diperolehnya, hak gadai dianggap tidak pernah
hilang (Pasal 1152 ayat ketiga)
6) Hal tidak berkuasanya si pemberi gadai untuk bertindak bebas dengan
barang yang dijadikan objek gadai tidak dapat dipertanggungjawabkan
kepada si berpiutang yang telah menerima barang tersebut dalam gadai,
dengan tidak mengurangi hak pihak yang kehilangan atau kecurian bar tu,
untuk menuntutnya kembali (Pasal 1152 ayat keempat)
7) Apabila si berutang atau pemberi gadai tidak memenuhi kewajiban-
kewajibannya, maka tidak diperkenankan si berpiutang memiliki barang
yang dijadikan objek gadai (Pasal 1154 ayat kesatu). Segala janji yang
bertentangan dengan ketentuan tersebut adalah batal (Pasal 1154 ayat
kedua)

Penanggungan Utang
Penanggungan utang adalah suatu perjanjian penjaminan utang yang
sangat terkait kepada perorangan (individu atau badan hukum) yang mengikatkan
dirinya sebagai jaminan atas utang dari pihak peminjam dan pihak yang
mengikatkan dirinya disebut penanggung atau penjamin. Penanggungan utang
diatur oleh Pasal 1820 sampai Pasal 1850 KUH Perdata.
Penanggungan utang merupakan jaminan utang yang bersifat perorangan. Akan
tetapi, dalam hal ini diartikan pula dapat diberikan oleh suatu badan di samping
oleh perorangan disebut dengan sebutan borgtocht.
1) Penanggungan utang adalah suatu persetujuan yang dibuat oleh seorang
pihak ketiga untuk kepentingan pihak pemberi pinjaman dengan
mengikatkan dirinya guna memenuhi perikatan pihak peminjam bila pihak
peminjam wanprestasi terhadap pihak pemberi pinjaman (Pasal 1820 KUH
Perdata).
2) Penanggungan utang sangat berkaitan dengan perjanjian pokok yang sah
(Pasal 1821 KUH Perdata). Perjanjian penanggungan utang bukan suatu
perjanjian pokok. Perjanjian penanggungan utang adalah perjanjian
accessoir
3) Perikatan penanggungan utang para penanggung berpindah kepada ahli
warisnya (Pasal 1826 KUH Perdata)
4) Peminjam yang diwajibkan memberikan seorang penanggung harus
mengajukan seseorang yang mempunyai kecakapan hukum untuk
mengikatkan dirinya, cukup mampu untuk memenuhi perikatannya dan
berdiam di Indonesia (Pasal 1827 KUH Perdata)
5) Penanggung tidak diwajibkan membayar kepada pemberi pinjaman
selainnya jika pihak peminjam lalai, sedangkan harta pihak peminjam
adalah yang terlebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya
(Pasal 1831 KUH Perdata)
6) Penanggung tidak dapat menuntut supaya harta pihak peminjam lebih
dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya:
a) apabila ia telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut supaya
harta pihak peminjam lebih dahulu disita dan dijual
b) apabila ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan pihak
peminjam utama secara tanggung-menanggung, yang akibat-akibat
perikatannya diatur menurut asas-asas yang ditetapkan untuk utang
tanggung-menanggung,
c) jika pihak peminjam dapat mengajukan suatu tangkisan yang hanya
mengenai dirinya sendiri secara pribadi;
d) jika pihak peminjam berada di dalam keadaan pailit;
e) dalam halnya penanggungan yang diperintahkan oleh hakim
7) Penanggung yang telah membayar utang pihak peminjam, menggantikan
demi hukum segala hak pihak pemberi pinjaman terhadap pihak peminjam
(Pasal 1840 KUH Perdata)
8) Perikatan yang diterbitkan dari penanggungan hapus karena sebab-sebab
yang sama, sebagaimana yang menyebabkan berakhirnya perikatan-
perikatan lainnya (Pasal 1845 KUH Perdata)
UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Ciri-ciri Hak Tanggungan
1) Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada
pemegangnya
2) Selalu mengikuti objek jaminan utang dalam tangan siapapun objek
tersebut berada
3) Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas
4) Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya

UU Nomor 42 Tahun 1999 tentnag Jaminan Fidusia


Jaminan fidusia adalah lembaga jaminan yang dapat digunakan untuk
mengikat objek jaminan yang berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak
khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. Objek jaminan
fidusia tetap dalam penguasaan pemiliknya.
Ciri-ciri jaminan fidusia diantaranya adalah memberikan hak kebendaan,
memberikan hak didahulukan kepada kreditor, memungkinkan kepada pemberi
jaminan fidusia untuk tetap menguasai objek jaminan utang, memberikan
kepastian hukum, dan mudah dieksekusi.

Hukum Jaminan dan Kredit Perbankan


Salah satu kegiatan usaha perbankan adalah berupa pemberian kredit.
Pemberian kredit merupakan pemberian pinjaman uang oleh bank kepada anggota
masyarakat yang umumnya disertai dengan penyerahan jaminan kredit oleh
debitur (peminjam). Terhadap penerimaan jaminan kredit tersebut terkait dengan
berbagai ketentuan hukum jaminan.
Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang prinsip-prinsip hukum
jaminan, pengikatan jaminan, lembaga jaminan, eksekusi dan penjualan jaminan,
penanggungan utang, dan lainnya sepenuh nya wajib dan seharusnya dipatuhi
bank dalam rangka kegiatan pemberian kreditnya. Bank sebagai badan usaha yang
wajib dikelola berdasarkan prinsip kehati-hatian tidak terlepas dari ketentuan
hukum yang berlaku agar dapat mengamankan dan melindungi kepentingannya.
Jaminan kredit yang diterima bank dari debitur termasuk sebagai salah satu objek
yang berkaitan dengan kepentingan bank. Jaminan kredit tersebut harus dapat
diyakini sebagai jaminan yang baik dan berharga sehingga akan dapat memenuhi
fungsi-fungsinya, antara lain dengan memerhatikan aspek hukum yang terkait
termasuk aspek hukum jaminan.

Kredit Perbankan di Indonesia


Landasan hukum yang pokok untuk kegiatan Indonesia pada sat ini adalah
UU Perbankan Indonesia 1992/1998. Undang-undang tersebut mengatur tentang
kelembagaan operasional bank komersial di Indonesia, yaitu bank yang melayani
kebutuhan jasa perbankan masyarakat. Bank komersial (commercial bank)
merupakan istilah digunakan bagi bank-bank yang melakukan kegiatan usaha
suatu badan usaha dengan melayani anggota masyarakat memerlukan jasa
perbankan.

1. Pemberian Kredit menurut Ketentuan UU Perbankan Indonesia 1992/1998


Pemberian kredit adalah salah satu kegiatan usaha yang sah bagi Bank
Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Pasal 1 angka 2 UU Perbankan Indonesia
1992/1998 menetapkan pengertian bank sebagai berikut. "Bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak."
Dari rumusan pengertian bank sebagaimana yang ditetapkan oleh
ketentuan undang-undang tersebut di atas, dapat diketahui bahwa kredit adalah
salah satu bentuk kegiatan usaha bank dalam rangka menyalurkan dananya kepada
masyarakat. Kredit terkait dengan pelaksanaan fungsi bank sebagai suatu badan
usaha. Fungsi utama bank sebagaimana yang ditetapkan oleh ketentuan Pasal 3
UU Perbankan Indonesia 1992/1998 adalah sebagai penghimpun dan penyalur
dana masyarakat. Pemberian kredit merupakan salah satu bentuk kegiatan usaha
bank yang berkaitan dengan penyaluran dana bank ke masyarakat.

2. Pengertian Kredit
Pengertian kredit terdapat dalam ketentuan Pasal 1 angka 11 UU
Perbankan Indonesia 1992/1998. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga. Suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan sebagai kredit
perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1) Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
penyediaan uang
2) Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain
3) Adanya kewajiban melunasi utang
4) Adanya jangka waktu tertentu
5) Adanya pemberian bunga kredit
Pemberian kredit adalah usaha yang sah bagi Bank sesuai dengan pasal 6
hurub b dan Pasal 13 huruf b UU Perbankan Indonesia 1992/1998 sehingga bank
tidak dapat digolongkan sebagai rentenir atau lintah darat tetapi sebagai penyalur
dana masyarakat. Menurut Pasal 8 UU Perbankan Indonesia 1992/1998, dalam
melaksanakan kegiatan usahanya yang berupa pemberian kredit, bank antara lain:
1) Bank wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam
atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi
utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan (Pasal 8 ayat (1);
2) memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (Pasal 8 ayat 2);
Kewajiban bank memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan
sebagaimana yang ditetapkan oleh ketentuan Pasal 8 ayat (2) lebih lanjut diatur
dengan SK Direksi BI No. 27/162/KE/DIR. SK Direksi Bl tersebut menetapkan
kewajiban semua Bank Umum untuk memiliki dan menerapkan Kebijaksanaan
Perkreditan Bank (KPB) dalam pelaksanaan kegiatan perkreditannya dan juga
Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB). Hal yang harus dimuat dalam KPB,
yaitu:
(1) prinsip kehati-hatian dalam perkreditan;
(2) organisasi dan manajemen perkreditan
(3) kebijaksanaan persetujuan
(4) pengawasan kredit
(5) penyelesaian kredit bermasalah.

Fungsi Jaminan Kredit Perbankan ditinjau dari sisi bank maupun dari sisi debitur
dapat dikemukakan lebih lanjut sebagai berikut.
1. Jaminan Kredit sebagai Pengamanan Pelunasan Kredit
Bank sebagai badan usaha yang memberikan kredit kepada debitur wajib
melakukan upaya pengamanan agar kredit tersebut dapat dilunasi debitur yang
bersangkutan. Kredit yang tidak dilunasi oleh debitur baik seluruhnya maupun
sebagian akan merupakan kerugian bagi bank. Kerugian yang menunjukkan
jumlah yang relatif besar akan memengaruhi tingkat kesehatan bank dan
kelanjutan usaha bank. Oleh karena itu, sekecil apa pun nilai uang dari kredit yang
telah diberikan kepada debitur harus tetap diamankan sesuai dengan prinsip
kehati-hatian.
Keterkaitan jaminan kredit dengan pengamanan kredit dapat disimpulkan
dari ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata sehingga merupakan upaya lain atau
alternatif yang dapat digunakan bank untuk memperoleh pelunasan kredit pada
waktu debitur ingkar janji kepada bank. Bila di kemudian hari debitur ingkar janji,
yaitu tidak melunasi utangnya kepada bank sesuai dengan ketentuan perjanjian
kredit akan dilakuan pencairan (penjualan) atas objek jaminan kredit yang
bersangkutan. Hasil pencairan jaminan kredit tersebut selanjutnya diperhitungkan
oleh bank untuk pelunasan kredit debitur yang telah dinyatakan sebagai kredit
macet.
Fungsi jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit baru akan
muncul pada saat kredit dinyatakan sebagai kredit Selama kredit telah dilunasi
oleh debitur, tidak akan teriadi pencairan jaminan kreditnya. Hal ini sangat
berkaitan dengan kepentingan bank yang menyalurkan dananya kepada debitur
yang sering dikatakan mengandung risiko. Dengan adanya jaminan kredit yang
dikuasai dan diikat bank sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,
pelaksanaan fungsi tersebut akan terlaksana pada saat debitur ingkar janji.

2. Jaminan Kredit sebagai Pendorong Motivasi Debitur


Pengikatan jaminan kredit yang berupa harta milik debitur yang dilakukan
oleh pihak bank, tentunya debitur yang bersangkutan takut akan kehilangan
hartanya tersebut. Hal ini akan mendorong debitur berupaya untuk melunasi
kreditnya kepada bank agar hartanya yang dijadikan jaminan kredit tersebut tidak
hilang karena harus dicairkan oleh bank. Sesuai dengan ketentuan peraturan intern
masing-masing bank, nilai jaminan kredit yang diserahkan debitur kepada bank
lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kredit yang diberikan bank kepada
debitur yang bersangkutan sehingga hal ini memberi motivasi kepada debitur
untuk menggunakan kredit sebaik-baiknya, melakukan kegiatan usaha secara baik,
mengelola kondisi keuangan secara hati-hati sehingga dapat segera melunasi
kreditnya agar dapat menguasai kembali hartanya.

Objek Jaminan Kredit


Secara umum jaminan kredit perbankan dikelompokkan menjadi tiga kelompok,
yaitu:
1) barang bergerak
2) barang tidak bergerak
3) jaminan perorangan (penanggungan utang)
Berdasarkan ketentuan UU No. 42 Tahun 1999, barang bergerak terdiri
atas yang berwujud dan yang tidak berwujud. Barang bergerak yang berupa
barang berwujud misalnya, adalah sangat banyak jenisnya walaupun masih dapat
dibedakan menjadi beberapa subkelompok, antara lain berupa barang perhiasan,
surat berharga, kendaraan bermotor, perlengkapan rumah tangga, perlengkapan
kantor, alat berat, alat transportasi laut dan sungai, alat transportasi udara, barang
persediaan, barang dagangan, dan sebagainya. Barang tidak bergerak dapat berupa
tanah dan benda-benda yang berkaitan (melekat) dengan tanah seperti rumah
tinggal gedung kantor, gudang, hotel, dan sebagainya. Barang tidak berwujud
dapat berupa tagihan, piutang, dan sejenisnya (tetapi untuk surat yang mempunyai
harga mungkin masih perlu penegasan apakah termasuk sebagai barang berwujud
atau barang tidak berwujud misalnya saldo tabungan dan saldo giro yang
seharusnya dibedakan dari bilyet deposito atau sertifikat deposito ementara itu
penanggungan utang dapat berupa jaminan pribadi (personal guarantee) dan
jaminan perusahaan (company/corporate guarantee).

Pembatasan Jenis dan Bentuk Objek Jaminan Kredit


Beberapa bank menetapkan secara tegas jenis objek jaminan kredit yang
tidak dapat diterimanya, seperti barang persediaan, tanah yang belum bersertifikat,
saham, dan sebagainya. Kebijakan tersebut ditetapkan berdasarkan alasan-alasan
seperti kemudahan pengikatan, kepastian nilai (harga) dari objek jaminan yang
bersangkutan, kemudahan pencairan, kemudahan pengawasan dan pemeliharaan,
dan sebagainya.

Tata Cara Penilaian Jaminan Kredit


1. Penilaian secara Hukum atas Objek Jaminan Kredit
a. Legalitas Objek Jaminan Kredit
b. Keabsahan Penggunaan Objek Jaminan Kredit
c. Penggunaan Dokumen yang Sah
d. Sengketa yang Dapat Melekat pada Jaminan Kredit Perbankan
(1) Terdapatnya pembebanan utang lain atas objek jaminan kredit
(2) Terdapatnya sengketa atas objek jaminan kredit
e. Peruntukan dan atau Perizinan Penggunaan Objek Jaminan Kredit
f. Kemungkinan Pengikatan Objek Jaminan Kredit
2. Penilaian Secara Ekonomi terhadap Objek Jaminan Kredit
a. Jenis dan Bentuk Jaminan
b. Kondisi Objek Jaminan Kredit
c. Kemudahan Pengalihan Kepemilikan Objek Jaminan Kredit
d. Tingkat Harga yang Jelas dan Prospek Pemasaran
e. Penggunaan Objek Jaminan Kredit

Penetapan Nilai Taksasi Objek Jaminan Kredit


Nilai taksasi perlu ditetapkan karena biasanya harga yang dicapai pada
saat objek jaminan kredit dieksekusi sering lebih rendah dari harga pasarnya. Nilai
taksasi ditetapkan dalam angka presentase terntentu terhadap harga pasar dari
objek jaminan kredit yang bersangkutan. Penyesuai presentase nilai taksasi perlu
dilakukan untuk jenis objek jaminan kredit karena dapat dipastikan akan selalu
terjadi perubahan harga atau nilai suatu barang di masyarakat.

Pengikatan Jaminan Kredit


1. Perjanjian Pengikatan Jaminan Utang adalah Perjanjian Accessoir
Perjanjian accessoir adalah perjanjian yang dibuat berdasarkan timbul
(terjadi) karena adanya perjanjian pokok yang mendasarinya. Salah satu contoh
perjanjian accessoir adalah berupa perjanjian pengikatan objek jaminan kredit
yang dibuat bank bersama debitur atau pemilik objek jaminan kredit.
Beberapa hal yang perlu diketahui berkaitan dengan perjanjian pokok dan
perjanjian accessoir adalah sebagai berikutL
1) Tidak ada suatu perjanjian accessoir bila sebelumnya tidak ada perjanjian
pokok. Perjanjian pengikatan jaminan utang dibuat karena adanya
perjanjian pinjaman uang. Perjanjian pengikatan objek jaminan kredit
dibuat berdasarkan perjanjian kredit yang telah ditandatangani oleh bank
dan debitur.
2) Bila perjanjian pokok berakhir maka perjanjian accessoir harus diakhiri.
Perjanjian pengikatan jaminan kredit harus diakhiri dengan berakhirnya
perjanjian kredit karena pinjaman debitur kepada bank telah dilunasinya
dan perjanjian kredit sudah berakhir

2. Pengikatan Objek Jaminan Kredit melalui Lembaga Jaminan


Cara pengikatan objek jaminan kredit yang secara umum akan
mengamankan kepentingan bank adalah bila dilakukan melalui suatu lembaga
jaminan. Selanjutnya, dalam hal bank melakukan pengikatan objek jaminan kredit
melalui lembaga jaminan, terdapat berbagai hal yang bersifat menguntungkan
bagi bank, yaitu:
1) Bank mempunyai hak kebendaan terhadap objek jaminan kredit
2) Bank mempunyai hak didahulukan dari kreditor lain untuk memperoleh
pelunasan kredit dari hasil penjualan (pencairan) objek jaminan kredit bila
debitur ingkar janji
3) Bank akan mempunyai kepastian hukum terhadap pengikatan objek
jaminan kredit
4) Bank mempunyai kemudahan untuk mencairkan objek jaminan

Terhadap objek jaminan yang tidak diikat melalui suatu lembaga jaminan, bank
biasanya menempuh kebijaksanaan antara lain sebagai berikut:
1) Pencantuman klausula jaminan kredit dalam perjanjian kredit
2) Penguasaan dokumen objek jaminan kredit oleh bank
3) Penyerahan surat kuasa menjual oleh debitur kepada bank
4) Penyerahan surat pernyataan dari pihak ketiga
5) Penyerahan surat pernyataan dari pihak debitur kepada bank
6) Pembatan cessie dan standing instruction
7) Penerimaan aksep

Pencairan Jaminan Kredit


1. Pencairan Objek Jaminan Kredit yang Diikat Melalui Lembaga Jaminan
a. Hak Tanggungan
Dalam UU No. 4 Tahun 1996 diatur tentang pencairan objek jaminan
kredit yang dikat dengan hak tanggungan yaitu sebagaimana yang ditetapkan oleh
ketentuan Pasal 20. Sedangkan pencairan objek jaminan kredit yang diikat dengan
jaminan fidusia diatur oleh ketentuan Pasal 29 sampai dengan Pasal 34.
1) Pencairan melalui Eksekusi
Pencairan objek jaminan utang melalui eksekusi dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut.
b) Penjualan atas kekuasaan pemegang hak tanggungan peringkat pertama,
yaitu sebagaimana diatur oleh ketentuan Pasal 20 ayat (1) jo Pasal 6 UU
No. 4 Tahun 1996.
Pemegang Hak Tanggungan peringkat pertama meminta kepada kantor
lelang negara (KPKNL) atau kantor lelang swasta untuk melakukan
pelelangan umum. Hasil penjualan objek jaminan kredit tersebut
diserahkan oleh kantor lelang kepada bank untuk pelunasan utang debitur.
Eksekusi ini oleh beberapa bank yang mempunyai kedudukan sebagai
pemegang hak tanggungan peringkat pertama
c) Penjualan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri sehubungan
dengan titel eksekutorial yang terdapat pada Sertifikat Hak Tanggungan.
Bank mengajukan permintaan kepada pengadilan untuk melakukan
eksekusi atas objek jaminan kredit. Setelah memenuhi prosedur yang
berlaku seperti pemberian teguran kepad debitur, penyitaan atas objek
jaminan kredit oleh juru sita dan pelelangan umum oleh kantor lelang,
maka hasil penjualan objek jaminan kredit diserahkan kepada bank untuk
pelunasan utang debitur.

2) Pencairan Secara di Bawah Tangan.


Pencairan objek jaminan kredit melalui penjualan di bawah tangan dapat pula
dilakukan bank dengan memenuhi ketentuan Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3) UU
No. 4 Tahun 1996. Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 4 Tahun 1996
menetapkan pencairan objek jaminan utang secara di bawah tangan dengan
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut
a) Adanya kesepakatan antara pemberi dan pemegang hak tanggungan untuk
melaksanakan penjualan di bawah tangan atas objek jaminan utang dan
akan diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.
b) Pelaksanaan penjualan hanya dapat dilakukan setelah lewat satu bulan
sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan atau pemegang hak
tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan
sedikit-dikitnya dalam dua surat kabar yang beredar di daerah yang
bersangkutan dan atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang
menyatakan keberatan.

b. Pencairan Objek Jaminan Kredit yang Diikat dengan Jaminan Fidusia


Pasal 29 ayat (1) dan (2) UU No. 42 Tahun 1999 mengatur tentang
pencairan objek jaminan kredit yang diikat dengan Jaminan Fidusia melalui cara
sebagai berikut:
1) Pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia sehubungan dengan
kata-kata "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" yang
tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia
Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama
dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Sehubungan dengan titel eksekutorial pada sertifikat tersebut maka bank
sebagai pihak penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang
menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri. Penjualan atas
kekuasaan sendiri penerima fidusia dilakukan melalui pelelangan umum
atau melalui penjualan di bawah tangan dengan memenuhi persyaratan
ketentuannya, dan selanjutnya mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
penjualan.
2) Berdasarkan ketentuan Pasal 31 undang-undang tersebut, penjualan benda
yang menjadi objek jaminan fidusia yang terdiri atas benda perdagangan
atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa dapat dilakukan di
tempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
Hukum jaminan di Indonesia terdapat dalam berbagai peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Jaminan kredit merupakan bagian dari
kegiatan pemberian kredit perbankan. Dalam pelaksanaan penerimaan objek
jaminan kredit sangat berkaitan dengan hukum jaminan dan hukum perbankan.
Sehubungan dengan itu berbagai ketentuan hukum jaminan dan hukum perbankan
wajib dipatuhi dalam penerimaan jaminan kredit perbankan. Ketentuan-ketentuan
hukum jaminan dan hukum perbankan seharusnya merupakan pula bagian dari
materi peraturan intern bank yang mengatur tentang pemberian kredit dan hal
lainnya yang berkaitan dengan perkreditan bank. Peraturan intern masing-masing
bank yang mengatur kegiatan perkreditannya antara lain berupa KPB yang
dilengkapi dengan PPK-nya.

Kepastian hukum atas objek jaminan kredit harus diupayakan oleh bank
agar dapat melindungi kepentingannya terhadap pelunasan kredit oleh debitur.
Jaminan kredit merupakan salah satu upaya untuk mengamankan pelunasan kredit
bila debitur ingkar janji, tidak memenuhi kewajiban kepada bank pemberi kredit.
Sehubungan dengan upaya untuk mengamankan pemberian kredit melalui
penerimaan objek jaminan kredit, terhadap objek jaminan kredit tersebut
seharusnya dilakukan penilaian dan pengikatannya berdasarkan ketentuan hukum
yang berlaku dan peraturan intern bank. Penilaian atas objek jaminan kredit
meliputi penilaian dari segi hukum dan dari segi ekonominya. Penilaian dari segi
hukum untuk mengetahui tentang kelayakan hukum atas objek jaminan kredit.
Suatu objek jaminan kredit yang tidak layak secara hukum sebaiknya ditolak oleh
bank walaupun dari segi ekonomi dinilai cukup berharga. Penilaian ekonomi atas
objek jaminan kredit sebaiknya dilakukan setelah bank melakukan penilaian
hukumnya. Dalam kegiatan perbankan banyak ditemukan kasus tentang jaminan
kredit yang mempunyai nilai ekonomi tinggi tetapi sulit dieksekusi karena terkait
dengan permasalahan hukum.
Pengikatan atas objek jaminan kredit bertujuan untuk memberikan
kepastian hukum bagi bank dalam menguasai objek jaminan kredit. Pengikatan
objek jaminan yang sempurna yang dapat memberikan kepastian hukum bagi
bank adalah sepanjang dilakukan melalui lembaga jaminan. Lembaga jaminan
yang dapat digunakan untuk mengikat objek jaminan kredit dapat berupa gadai,
hipotek, hak tanggungan, dan jaminan fidusia. Masing-Masing lembaga jaminan
tersebut diatur oleh peraturan perundang-undangan tersendiri dalam hukum positif
di Indonesia. Pemenuhan ketentuan pengikatan objek jaminan kredit dari masing-
masing lembaga jaminan tersebut memberikan kepastian hukum kepada bank dan
pihak-pihak lain yang berkepentingan. Bank akan terlindungi bila kemudian objek
jaminan kredit yang diterimanya dicairkan pada saat debitur ingkar janji kepada
bank. Sebaliknya bila objek jaminan kredit tidak dikat melalui salah satu lembaga
jaminan yang berlaku, terdapat kemungkinan permasalahan pada saat objek
jaminan kredit akan dilakukan pencairannya. Sering kali kedudukan bank menjadi
sulit karena tidak mempunyai hak-hak seperti halnya yang diberikan oleh
ketentuan lembaga jaminan kepada pihak kreditor.

Ketidakpastian mengenai kedudukan bank terhadap jaminan kredit atau


terjadinya permasalahan dalam pencairan objek jaminan kredit, secara langsung
atau tidak langsung akan merugikan bank. Jaminan kredit yang seharusnya akan
menjadi pendukung upaya pengamanan kepentingan bank mungkin saja tidak
berfungsi karena bermasalah. Mengamankan jaminan kredit dengan baik selain
dengan melakukan penilaian dan pengikatannya secara sempurna (melalui
ketentuan hukum lembaga jaminan), juga dengan melakukan pengawasan yang
terus-menerus terhadap objek jaminan kredit antara lain tentang kondisi kualitas
dan kuantitasnya, keberadaan dan pemeliharaannya, serta permasalahannya.
Pengawasan yang dilakukan secara kontinu merupakan upaya untuk menjaga agar
objek jaminan kredit tetap sesuai dengan fungsinya untuk mengamankan
kepentingan bank. Pengawasan dilakukan oleh bank berdasarkan peraturan
internnya. Sering kali suatu objek jaminan kredit telah berpindah tangan atau
menjadi hilang (musnah) tanpa diketahui karena kurangnya pengawasan dari
pihak bank. Keadaan seperti demikian diharapkan akan dapat diatasi bila bank
dengan secara konsekuen melakukan kegiatan pengawasan terhadap setiap objek
jaminan kredit yang diterima dan dikuasainya

Anda mungkin juga menyukai