PENDAHULUAN
Cemaran sendiri adalah bahan yang tidak dikehendaki ada dalam makanan
yang mungkin berasal dari lingkungan atau sebagai akibat proses produksi
makanan, dapat berupa cemaran biologis, kimia dan benda asing yang dapat
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Sedangkan
Cemaran biologis adalah cemaran dalam makanan yang berasal dari bahan hayati,
dapat berupa cemaran mikroba atau cemaran lainnya seperti cemaran protozoa
dan nematoda (BPOM,2009).
Salah satu KLB akibat cemaran biologis yaitu ditemukannya cacing pada
sarden kemasan. Sarden kemasan merupakan salah satu bahan pangan hasil
olahan. Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara
atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan (BPOM). Sebelum
diedarkan, pangan olahan harus memenuhi persyaratan dan mutu keamanan yang
telah diatur oleh BPOM. Seperti yang dijelaskan dalam peraturan kepala BOPM
tentang pangan olehan. Pangan Olahan yang diproduksi, diimpor dan diedarkan
di wilayah Indonesia harus memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi
pangan serta persyaratan keamanan Pangan Olahan harus dipenuhi untuk
mencegah Pangan Olahan dari kemungkinan adanya bahaya mikroba (BPOM
2016). Melihat besarnya masalah yang dapat terjadi akibat cemaran biologis pada
makanan, maka upaya pencegahan dan penanganan dirasa perlu. Oleh karena itu,
akan dianalisa lebih lanjut mengenai penyebab dan upaya penanganan yang dapat
dilakukan.
Pada tanggal 22 Maret 2018 terdapat temuan cacing pada produk ikan
kaleng. Menurut Sapari sebagai Kepala BPOM Surabaya mengungkapkan bahwa
temuan parasite cacing terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Di Surabaya
dilakukan sampling terhadap produk-produk ikan makarel dalam kemasan.
Setelah dilakukan sampling ditemukan sejumlah 27 produk ikan makarel yang
mengandung parasit cacing baik produk lokal ataupun impor. Badan POM
menyatakan sampai sejauh ini cacing ditemukan dari makerel produk Cina atau
berasal dari perairan Cina. Terdapat parasit di ikan makarel produk impor dan di
produk dalam negri dengan bahan baku impor.
Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan,
Tarigan menyampaikan bahwa kemungkinan cacing dalam kaleng bersumber dari
ikannya. Temuan pada makanan yang dikonsumsi sejak lama oleh masyarakat
Indonesia ini dipandang jelas-jelas melanggar sejumlah peraturan hukum yang
dapat menyebabkan pelakunya didenda maksimal dua miliar rupiah dan penjara
lima tahun.
Sehubungan dengan beredarnya pemberitaan di media daring tentang cacing
yang ditemukan dalam ikan makarel kemasan kaleng, BPOM RI memberikan
penjelasan dengan melakukan koordinasi dengan dinas terkait di Provinsi Riau
untuk melakukan penelusuran dan pemeriksaan guna memastikan adanya dugaan
cacing dalam ikan makarel dalam kaleng. Hasil pemeriksaan dan pengujian
BPOM RI menemukan adanya cacing dengan kondisi mati pada produk ikan
makarel dalam saus tomat dalam kaleng ukuran 425 g dengan merek Farmerjack,
IO, dan Hoki. BPOM RI memerintahkan kepada importir untuk menarik produk
FARMERJACK, IO dan HOKI dengan bets tersebut di atas dari peredaran dan
melakukan pemusnahan. Produk yang mengandung cacing tidak layak dikonsumsi
dan pada konsumen tertentu dapat menyebabkan reaksi alergi (hipersensitifitas)
pada orang yang sensitif. BPOM RI terus memantau pelaksanaan penarikan dan
pemusnahan serta meningkatkan sampling dan pengujian terhadap peredaran bets
lainnya dan semua produk ikan dalam kaleng lainnya baik produk dalam maupun
luar negeri. Selain itu, masyarakat juga dihimbau untuk lebih cermat dan hati-hati
dalam membeli produk pangan. Selalu ingat cek “KLIK” (Kemasan, Label, Izin
Edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengonsumsi produk pangan.
BAB II
PEMBAHASAN
Penemuan cacing pada ikan laut sebelumnya pernah terjadi sudah lama
yaitu penemuan cacing anisakis pada satu kontainer ikan dalam kaleng pada tahun
2000. Berbagai penelitian juga telah dilakukan sejak saat itu dan menunjukkan
bahwa prevalensi cacing anisakis meningkat dari tahun ke tahun. Namun, saat itu
media sosial masih belum ramai seperti sekarang.
Produk ikan kemasan kaleng sebelumnya sudah lolos dalam pemeriksaan
Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Kementrian Kelautan
dan Perikanan (BKIPM) dan bahkan telah diberi izin edar oleh BPOM. Namun,
uji yang dilakukan BKIPM masih belum menyertakan uji parasit, karena tidak
masuk dalam parameter utama standar uji yang diterapkan Badan Standar
Nasional (BSN).
Temuan adanya cacing dalam produk ikan kaleng, menurut Kepala Bidang
Kesehatan Masayarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkalis, Irawadi
menyebutkan bahwa adanya sejumlah kemungkinan penyebab munculnya cacing
pada ikan dalam kaleng. Salah satunya yaitu karena pengolahan produk makanan
industri tersebut tidak higienis. Selain itu, cacing dapat muncul karena kerusakan
kemasan kaleng yang membuat kualitas penyimpanan ikan tidak lagi bagus. Hal
ini dapat terjadi karena kontaminasi udara yang membawa bakteri masuk kedalam
kaleng yang telah rusak hingga menyebabkan timbul adanya cacing.
Menurut catatan FAO, jumlah cacing anisakis saat ini semakin melimpah
dan daerah keberadaan cacing ini semakin meluas. Menurut Dosen Perikanan
Universitas Gadjah Mada (UGM), Eko Setyobudi mengatakan bahwa tingkat
prevalensi dan intensitas infeksi cacing anisakis pada suatu jenis ikan dipengaruhi
oleh wilayah geografis, habitat dan musim. Ikan yang hidup atau migrasi ke
daerah endemik anisakis berpeluang lebih besar terhadap terkena infeksi.
Awal mula cacing anisakis hidup pada ikan-ikan subtropis seperti ikan
salmon, cod, hering, namun saat ini cacing tersebut pindah habitat ke ikan-ikan
tropis. Menurut dosen parasitologi Universitas Gajah Mada (UGM), Wisnu
Nurcahyo mengatakan bahwa cacing anisakis yang ada pada produk ikan kaleng
merupakan jenis cacing golongan nematoda yang hidup di dalam tubuh ikan air
laut. Sedangkan, di Indonesia cacing ini kini banyak dijumpai dan berhabitat
hidup hampir disemua ikan-ikan air laut yaitu ikan kakap, kerapu, kembung, kawe
dan berbagai macam jenis ikan karnivora lainnya. Habitat hidup cacing dapat
bervariasi, mulai dari otot, organ dalam, usus dan sebagainya.
Menurut pakar standarisasi mutu produk perikanan dari Institut Pertanian
Bogor, Sunarya mengatakan bahwa asal-usul terjadinya adanya cacing pada
produk ikan kaleng itu disebabkan karena faktor lingkungan hidup disekitar ikan,
dimana cacing tersebut tidak dapat dipisahkan dari tubuh ikan dan hal itu
merupakan fenomena alamia yang terjadi secara natural. Cacing yang dimaksud
yaitu cacing anisakis, dimana cacing tersebut berwarna putih dan memiliki
panjang 3 milimeter dan lebar 0,24 meter. Cacing anisakis hidup di dalam tubuh
mamalia laut, seperti ikan paus, lumba-lumba dan biasanya terdapat pada ikan
yang hidupnya berada di lautan Eropa. Cacing tersebut menjadi parasit di tubuh
hewan mamalia laut. Namun, tidak sepanjang waktu cacing tersebut hidup di
dalam mamalia laut, melainkan pada saat musim-musim tertentu. Keberadaan
cacing anisakis pada ikan menandakan bahwa ikan tersebut tekontaminasi atau
terinfeksi cacing tersebut. Ikan yang terinfeksi cacing akan berproduksi
mengeluarkan telur hingga akhirnya telur cacing tersebut tersebar di lautan yang
menempel pada kotoran mamalia. Kotoran atau feses mamalia tersebut
mengandung telur cacing anisakis yang pada akhirnya telur ini menjadi larva di
permukan laut. Telur cacing tersebut memiliki siklus hidup yaitu stadium satu, dua
dan tiga bahkan bisa sampai stadium empat. Telur-telur yang telah menetas harus
mencari inang baru untuk tetap bertahan hidup. Biasanya mereka menjadi
makanan udang-udang kecil. Ketika udang-udang kecil tersebut penuh dengan
larva cacing anisakis kemudian menjadi makanan ikan laut seperti ikan hering
atau makarel, dimana larva-larva tersebut dilepaskan pada perut ikan. Larva
tersebut menembus dinding lambung
dan akhirnya
terbungkus dalam usus atau
daging
ikan
inangnya,
hingga ikan
tersebut
diproduksi
dalam
gambar
berikut
ini :
Temuan cacing dalam produk ikan kaleng menjadi kasus yang telah
mendapatkan perhatian dari BPOM. BPOM RI mengeluarkan kebijakan untuk
menarik produk yang bersangkutan dari peredaran di Indonesia. BPOM RI
melarang importir untuk memasukkan produk tersebut ke dalam wilayah
Indonesia sementara ini dan menghentikan proses produksi merek produk dalam
negeri hingga audit komprehensif selesai dilakukan.
Selain menindaklanjuti pelaku usaha dan importir terkait, BPOM RI juga
melakukan koordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk
memperkuat pengawasan sepanjang rantai produksi ikan; sejak penangkapan dan
penangan bahan baku hingga produk jadi. Pemerintah Indonesia juga telah
memberikan notifikasi kepada Pemerintah China terkait bahan baku ikan yang
mengandung parasit cacing.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
1. Keamanan pangan di atur dalam UU no 18 tahun 2012
2. Cemaran sendiri adalah bahan yang tidak dikehendaki ada dalam
makanan yang mungkin berasal dari lingkungan atau sebagai akibat
proses produksi makanan
3. Penyebab ditemukannya cacing pada ikan kalenga yaitu karena
pengolahan produk makanan industri tersebut tidak higienis, kerusakan
kemasan kaleng yang membuat kualitas penyimpanan ikan tidak lagi
bagus, kontaminasi udara yang membawa bakteri masuk kedalam kaleng
yang telah rusak hingga menyebabkan timbul adanya cacing.
4. Cacing anisakis yang ada pada produk ikan kaleng merupakan jenis
cacing golongan nematoda yang hidup di dalam tubuh ikan air laut
5. Gejala anisakiasis lambung timbul dalam 1-7 jam setelah mengonsumsi
makanan ikan laut yang mengandung larva anisakis.
6. gejala yang timbul nyeri hebat di perut bagian atas, mual, muntah, diare
dan urtikaria (bentol-bentol), batuk, rasa gatal bersamaan dengan
pengeluaran air liur dan buang air besar, iritasi peritoneal (selaput tipis di
perut dimana terjadinya proses pembuangan dari dalam darah)
7. Mengatasi reaksi inflamasi yang teradi yaitu ditekankan mengonusmis
kortikosteroid atau obat albendazol
8. Konsumen dan pelaku usaha merupakan kedua belah pihak yang masing-
masing memiliki hak dan kewajiban diatur dalam UU No. 8 tahun 1999
9. Kebijakan yang dilakukan BPOM RI menarik produk yang bersangkutan
dari peredaran di Indonesia, melarang importir untuk memasukkan
produk tersebut ke dalam wilayah Indonesia dan menghentikan proses
produksi merek produk dalam negeri hingga audit komprehensif selesai
dilakukan.
10. Melakukan koordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan
untuk memperkuat pengawasan sepanjang rantai produksi ikan
3.2 Saran
1. Perlunya kebijakan khusus dalam seleksi penerimaan barang-barang impor
khususnya makanan yang datang ke Indonesia sehingga barang tersebut
benar-benar aman dan layak dikonsumsi.
2. Perlunya dilakukan peningkatan edukasi kepada masyarakat terkait
pengecekan label makanan sebelum membelinya dengan cara
“KLIK”(Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kedaluwarsa)
3. Pada perusahaan pengolahan ikan kemasan semakin meningkatkan
kualitas hygiene dan sanitasi dalam pengolahan produk serta proses
pengolahan yang tepat sehingga tidak menimbulkan permasalahan pada
produk yang dihasilkan
4. Pemerintah rutin melakukan pengecekan terhadap makanan yang beredar
di masyarakat sehingga kejadian seperti ini tidak berlangsung lama dan
segera diatasi.
DAFTAR PUSTAKA
Baranews. “Tanda-Tanda Infeksi Anisakis, Cacing yang Ditemukan dalam
Makarel”. (http://wap.mi.baca.co.id/19983004?
origin=relative&pageId=85999c17-4c61-44e2-8f3f-
0cf438e3f930&PageIndex=3). Diakses pada tanggal 02 April 2018 Pukul
09:14 WIB.
Badan POM. “Penjelasan BPOM RI tentang Temuan Cacing pada Produk Ikan
Kaleng”.
(https://www.pom.go.id/new/view/more/klarifikasi/83/PENJELASAN-
BPOM-RI---TENTANG--TEMUAN-CACING-PADA-PRODUK-IKAN-
KALENG.html). Diakses pada 29 November 2018 pk 13.52 WIB
Kompas.Com. “Tak Selalu Bahaya, Ini Catatan FAO tentang Cacing pada Makarel
Kaleng”. (https://sains.kompas.com/read/2018/04/02/173500123/tak-
selalu-bahaya-ini-catatan-fao-tentang-cacing-pada-makarel-kaleng).
Diakses pada tanggal 02 April 2018 Pukul 17:35 WIB.
(http://bisnis.tempo.co/amp/1071848/dinas-kesehatan-jelaskan-temuan-cacing-di-
sarden-kalengan). Diakses pada tanggal 21 Maret 2018 Pukul 16:34
WIB.
Tribunnews. com. “Cacing Pita dalam Kaleng sarden Diduga Berasal dari
Ikannya”. (http://www.tribunnews.com/regional/2018/03/18/cacing-pita-
dalam-kaleng-sarden-diduga-berasal-dari-ikannya). Diakses pada 29
November 2018 pk 13.27 WIB.
Undang-Undang Republik Indonesia No 18 tahun 2012 tentang Pangan