Anda di halaman 1dari 57

BERCAK MERAH

A. KASUS

SKENARIO 2

Seorang perempuan berusia 27 tahun dating ke praktek dokter

umum dengan keluhan bercak merah pada pipi dan hidung . hal ini di

alami sejak 2 bulan yang lalu pasien juga sering merasa nyeri pada sendi

kaki dan jari , pasien adalah seorang SPG kosmetik di mall

B. KATA ATAU KALIMAT KUNCI

1. Usia

2. Nyeri sendi

3. Bercak merah

4. Jenis kelamin

5. SPG kosmetik

C. DAFTAR PERTANYAAN

1. Bagaimana anatomi , histology dan fisiologi dari kulit ?

2. Bagaimana patomekanisme dari bercak merah

3. Bagimana patomekanisme dari nyeri sendi ?

4. Apa hubungan usia pasien pada pasienpada scenario dengan bercak

merah ?

5. Apa hubungan jenis kelamin pasien pada scenario dengan bercak

merah ?

6. Apa hubungan pekerjan pasien pada scenario dengan bercak merah ?

7. Apa hubungan nyeri sendi dan bercak merah pada scenario ?

Bercak merah Page 1


8. Mengapa bercak merah timbul hanya pada pipi pasien ?

9. Penyakit apa saja yang memberikan gejala bercak merah ?

10. Apa diagnosis banding dari kasus pada scenario ?

11. Apa anamnesis tambahan pada kasus dari scenario ?

D. LEARNING OBJECTIVE

1. Mahasiswa mampu menjalaskan anatomi , histologi dan fisiologi kulit

2. Mahasiswa mampu menjalaskan patomekanisme dari gejala pada

scenario (bercak merah dan nyeri sendi )

3. Mahasiswa mampu menjelaskanhubungan karakteristik pasien dengan

gejala pada scenario

4. Mahasiswa mampu menyebutkan penyakit-penyakit yang

menunjukkan gejala bercak merah

5. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dari penyakit yang

memberikan gejala bercak merah

6. Mahasiswa mampu menjelaskan etiopatogenesis dari penyakit yang

memberikan gejala bercak merah

7. Mahasiswa mampu menjelaskan epiedmiologi dari penyakit yang

memberikan gejala bercak merah

8. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis dari penyakit yang

memberikan gejala bercak merah

9. Mahasiswa mampu menjelaskan penegakan diagnosis dari penyakit

yang memberikan gejala bercak merah

Bercak merah Page 2


10. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan dari penyakit yang

memberikan gejala bercak merah

11. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis dan komplikasi dari

penyakit yang memberikan gejala bercak merah

12. Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan dari penyakit yang

memberikan gejala bercak merah

13. Mahasiswa mampu menjelaskan integrasi keislaman terkait scenario

Bercak merah Page 3


E. PROBLEM TREE

F. PEMBAHASAN

1. Anatomi , Histologi Dan Fisiologi Kulit

 Anatomi

Kulit merupakan organ tunggal yang paling berat pada tubuh

manusia, meliputi lebih kurang 76% berat tubuh dan menutupi daerah

permukaan tubuh yang luasnya diperkirakan secara kasar berkisar dari 1,2-

2,3 meter persegi. Kulit terdiri atas tiga lapisan: epidermis, dermis, dan

Bercak merah Page 4


jaringan subkutan. Lapisan yang paling superfisial, yaitu epidermis,

merupakan lapisan yang tipis dan tidak mengandung pembuluh darah.

Lapisan epidermis ini dibagi lagi menjadi dua bagian: sebelah luar adalah

lapisan tanduk yang terdiri atas sel mati yang mengalami keratinisasi, dan

sebelah dalam adalah lapisan seluler yang merupakan tempat terbentuknya

melanin serta keratin.(Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Penyakit , Bab 4 .

Hal 97 )

Dermis kulit, letaknya langsung sebelah dalam epidermis, berasal

dari mesoderm. (Atlas Berwarna Histologi,2012)

 Fisiologi kulit

Sama halnya dengan jaringan pada bagian tubuh lainnya, kulit juga

melakukan respirasi (bernapas), menyerap oksigen dan mengeluarkan

karbondioksida. Namun, respirasi kulit sangat lemah. Kulit lebih banyak

menyerap oksigen yang diambil dari aliran darah, dan hanya sebagian

kecil yang diambil langsung dari lingkungan luar (udara). Begitu pula

dengan karbondioksida yang dikeluarkan, lebih banyak melalui aliran

darah dibandingkan dengan yang diembuskan langsung ke udara

(Tranggono, 2007).

Meskipun pengambilan oksigen oleh kulit hanya 1,5 persen dari

yang dilakukan oleh paru-paru, dan kulit hanya membutuhkan 7 persen

Bercak merah Page 5


dari kebutuhan oksigen tubuh (4 persen untuk epidermis dan 3 persen

untuk dermis), pernapasan kulit tetap merupakan proses fisiologis kulit

yang penting. Pengambilan oksigen dari udara oleh kulit sangat berguna

bagi metabolisme di dalam sel-sel kulit. Penyerapan oksigen ini penting,

namun pengeluaran atau pembuangan karbondioksida (CO2) Tidak kalah

pentingnya, karena jika CO2 menumpuk di dalam kulit, ia akan

menghambat pembelahan (regenerasi) sel-sel kulit.

Kecepatan penyerapan oksigen ke dalam kulit dan pengeluaran

CO2 dari kulit tergantung pada banyak faktor diluar maupun di dalam

kulit, seperti temperatur udara, komposisi gas di sekitar kulit, kelembaban

udara, kecepatan aliran darah ke kulit, usia, keadaan vitamin dan hormon

di kulit, perubahan dalam proses metabolisme sel kulit, pemakaian bahan

kimia pada kulit, dan lain-lain.

 Histologi kulit

Bercak merah Page 6


Kulit teriri atas sebelah permukaan epitel berlapis gepeng dengan

lapisan tanduk dikenal sebagai epidermis dan lapisan jaringan ikat yang

sebelahdalam yaitu dermis ,Epidermisdan dermis satu sama lain saling

mengunci dengan membentuk rigi epidermis dan rigi dermis(papila

dermis), dimana antara keduanya dipisahkan oleh membrana basalis.

Seringkaii rigi dermis dibagi lagi menjadi dua rigi dermis sekunder dengan

penyusupan sekat interpapilaris dari epidermis.Rigi-rigi pada ujungjari

yang tercetak sebagai sidik iari adalah bukti dari interdigitasi ini. Antara

kulitdan struktur yang lebih dalam ada lembaran fasia, dikenal sebagai

hipodermis, yang bukan bagian kulit. Kulit dapat tebal, seperti pada

telapak kaki dan telapak tangan, atau tipis, seperli yang melapisi bagian

tubuh lainnya. Kulit tebal mempunyai lima lapisan yang berkembang baik,

sedangkan pada kulit tipis stratum granulosum dan stratum lusidum tidak

ditemukan sebagai lapisan yang berkembang baik.Namun, masing-masing

sel dari kedua lapisan yang tidak ditemukan ada bahkan pada kulit tipis.

Epidermis

Tergantung pada ketebalan lapis keratin (tanduk), kulit

diklasifikasikan sebagai kulit tebal dankulit tipis. Epidermis kulit tebal

dijelaskan lebih dahulu, karena ini terdiri atas lima lapisan, lebihdaripada

hanya tiga atau empat lapisan. Lapis paling dalam yaitu stratum basale

(stratum germinativum) merupakan satu lapisan sel-sel kuboidal sampai

torak. Sel-sel ini mengalami mitosis (biasanya pada malam hari) dan

Bercak merah Page 7


didorong ke permukaan, menjadi lapis yang paling tebal yaitu stratum

spinosum. Lapis ini terdiri atas sel-sel polihedral berduri dicirikan oleh

adanya sejumlah juluran (embatan antar-sel) yang membentuk desmosom

dengan juluran mengelingi sel-sel berduri. Sel stratum spinosum juga

memperlihatkan gambaran mitosis (biasanya pada malam hari). Sel-sel

berduri ini juga membentuk granula pelapis membran (badan Odland,

badan lamelar), yang isinya banyak lemak terdiri atas seramid, fosfolipid

dan glikosfingolipid. Stratum granulosum dan stratum spinosum seringkali

disebut sebagai stratum Malpighii dan aktivitas mitosis yang berlangsung

terus berperan untukmigrasi terus menerus sel-sel ini ke dalam lapisan

berikutnya, yang dikenal sebagai stratum granulosum.

Sel lapis ini menyimpan granula keratohialin,yang akhirrrya

melebihi kemampuan sel, merusak inti dan organelnya. Lapis ke-empat

yaitu stratum lusidum, adalah relatif tipis dan tidakKulit dan hrrunannya

yaitu rambut kelenjar keringat (baik ekrin maupun apokrin) , kelenj ar

sebasea dan kuku dikenal sebagai integumen. Kulit mungkin tebal atau

tipis, tergantung pada tebalnya epiderrnis. Kulit tebal epidermisnya terdiri

atas lima lapisan keratinosit yang berbeda (stratum basale, sfatum

spinosum, sffatum gmnulosum, strahrm lusidum dan stratum komeum)

terselip di antaranya ada tiga jenis sel lainnya, melanosit, sel Merkel dan

sel langerhans. Kulit tipis epidermisnya tidak mengandung stratum

granulosum dan stratumlusidum, meskipun masing-masing selnya ada

Bercak merah Page 8


Dermis

Dermis kulit, letaknya langsung sebelah dalam epidermis,berasal

dari mesoderm. Dermis terdiri ata sjaringan ikat padat kolagen tidak

beraturan kebanyakan mengandung kolagen tipe I dan sejumlah serat

elastin yang membantu melekatkan kulit ke jaringan di bawahnya

hipodermis. Dermis selanjutnya dibagi menjadi jalinan longgar lapisan

papilaris (terdiri atas rigi dermis primer dan sekunder), daerah superfisialis

yang interdigitasi dengan rigi epidermis (dan pagar interpapilaris) dari

epidermis dan lapisan retikularis, lebih dalam, lebih kasar dan lebih padat.

Batas antara lapisan papilaris dan lapisan retikularis tidak jelas. Rigi

dermis (seperti halnya rigi dermis sekunder) memperlihatkan akhiran saraf

berkapsul, seperti halnya korpuskulum Meissner, sama halnya lengkung

kapiler yang membawa nutrien ke epidermis yang avaskular

2. PATOMEKANISME BERCAK MERAH DAN NYERI SENDI

 Bercak merah

Kemerahan yang terjadi diakibatkan karena proses inflamasi.

Proses inflamasi sangat berkaitan erat dengan system imunitas tubuh.

Secara garis besar imunitas tubuh dibagi atas 2 yaitu system imun

bawaan/nonspesifik dan system imun didapat/spesifik. Nonspesifik akan

menyerang semua antigenyang masuk, sedangkan spesifik merupakan

Bercak merah Page 9


pertahanan selanjutnya yang memilih-milih antigen yang masuk. Ketika

antigen yang masuk ke dalam tubuh, maka spesiali-spesialis fagositik

(makrofag dan neutrofil) akan memfagosit antigen tersebut. Hal tersebut

bersamaan dengan terjadinya pelepasan histamine oleh sel mast di daerah

jaringan yang rusak. Histamine yang dilepaskan ini membuat pembuluh

darah bervasodilatasi untuk meningkatkan aliran darah pada daerah yang

terinfeksi. Selain itu, histamine juga membuat permeabilitas kapiler

meningkat sehingga protein plasma yang seharusnya tetap berada di dalam

pembuluh darah akan mudah keluar ke jaringan. Hal ini yang

menyebabkan kulit berwarna kemerahan akibat proses inflamasi.

(prof.dr.syarifuddin wahid, PhD, sSp.PA, Spf dan dr. Upik A. Miskad,

PhD, Sp.PA, 2016)

 Patomekanisme Nyeri

Nyeri di mulai dari stimulus nociceptor oleh stimulus noxious pada

jaringan, yang kemudian akan mengakibatkan stimulasi nosiceptor dimana

di sini stimulus noxius tersebut akan di rumah menjadi potensial aksi.

Proses ini disebut transduksi atau aktivasi reseptor. Selanjutnya potensial

aksi tersebut akan ditransmisikan menuju neuronsistem saraf pusat yang

berhubungan dengan nyeri. Tahap pertama transmisi adalah konduksi

impuls dari neuron aferen primer ke konus dorsalis medulla spinalis, pada

konus dorsalis ini neuron aferen primer bersinaps dengan neuron system

saraf pusat.

Bercak merah Page 10


Dan disini jaringan neuron tersebut akan naik keatas di medulla

spinalis menuju batang otak dan thalamus. Selanjutnya terjadi hubungan

timbale balik antara thalamus dengan pusat-pusat yang lebih tinggi di otak

yang mengurusi respon presepsi nyeri bissa terjadi tanpa stimulasi

nosiseptiftik. Terdapat proses medulasi sinyal yang paling diketahui

adalah pada konus dorsalis medulla spinalis. Proses terakhir adalah

persepsi di mana pesan nyeru direlai menuju ke otak dan menghasilkan

pengalaman yang tidak menyenangkan. (Sherwood, hal 186, bab 5)

3. HUBUNGAN KARAKTERISTIK PASIEN DENGAN GEJALA

PADA SKENARIO

 Jenis kelamin :

lebih sering terkena penyakit/gejala tersebut karena terjadi

peningkatan hormone estrogen 20 kali lipat dibanding pasien sehat,dengan

meningkatnya hormone estrogen maka sistem imun tubuh kita jauh lebih

kuat dari pria .Hormon estrogen berlebih pada wanita akan mempengaruhi

sel-sel kekebalan tubuh sehingga sel-sel kekebalan tubuh bertindak

superaktif menyerang benda asing seeperti virus,kuman daan juga sel-sel

tubuh sendiri

 Umur

Bercak merah terutama menyerang wanita muda dengan usia

15-40 tahun selama masa reproduksi dengan rasio wainta:laki-laki

Bercak merah Page 11


5:1.Hal ini dipengaruhi oleh factor genetik,lingkungan dan hormonal

terhadap respon imun

 Bercak merah dan nyeri sendi

Munculnya bercak merah pada kulit merupakan salah satu

tanda adanya radang yang terjadi pada kulit maupun struktur di

bawah kulit.Kondisi seperti ini biasanya di sertai nyeri,bengkak

dan fungsi yang terganggu.Namun pada scenario belum dapat di

tentukan secara tepat apa yang mendasari penyakit tersebut,namun

beberapa kemungkinan yang mempunyai gejala serupa yakni:

Arthritis lupus yakni penyakit yang disebabkan oleh proses

autoimun dan menyerang banyak aspek selain kulit seperti

persendian,persarafan,ginjal dan lain sebagainya.

Arthritis rheumatoid,juga merupakan penyakit autoimun yang

menyerang sendi dan dicirikan oleh peradangan terutama pada

sendi kecil Untuk menentukan apa sebenarnya hubungan bercak

merah dengan nyeri sendi perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut

secara lengkap mulai dari anamnesis,pemeriksaan fisik,dan

penunjang.

 Pekerjaan

Bercak merah Page 12


Timbulnya bercak merah pada wajah anggota spg tersebut

adalah karena paparan sinar ultraviolet saat karyawan spg tersebut

bekerja di bawah sinar matahari.Dampak dari paparan sinar UV ini

bergantung pada seberapa lama aktivitas di luar rumah.Dampak

dari paparan sinar UV yakni terjadi keriput dini,terjadi bercak

kelainan pigmentasi,hiperpigmentasi dan lingkar hitam yang

muncul di bagian-bagian tertentu.(sudoyo Aw,Setiyohadi B,Alwi

dkk,, 2006)

4. DIAGNOSIS BANDING

Definisi :

 Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Lupus eritematosus sistemik/systemic lupus erythematosus (SLE)

adalah penyakit autoimun multisistem dengan manifestasi khas dan

perilaku klinis bervariasi. Secara klinis, tidak dapat diramalkan, penyakit

yang mereda dan kambuh dengan permulaan akut atau berangsur-angsur

yang dapat menjangkiti hampir semua organ di badan; walaupun

demikian, penyakit ini terutama mengenai kulit, ginjal, membran serosum,

sendi dan jantung. Secara imunologi, penyakit ini berhubungan dengan

berbagai macam autoantibodi, termasuk yang klasik adalah antibodi

antinukleus (ANA).(Kumar dkk. 2013)

Bercak merah Page 13


 Reumatoid artritis

Arthritis Reumatiod adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh

inflamasi sistemik kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target

utama.

 Dermatitis Atopic

Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit inflamasi yang khas,

bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan (eksaserbasi) terutama

mengenai bayi dan anak, dapat pula pada dewasa. Penyakit ini biasanya

disertai dengan peningkatan kadar IgE dalam serum serta adanya riwayat

rinitis alergika dan atau asma pada keluarga maupun penderita.

 Dermatitis kontakalergi (DKA)

Merupakan reaksi peradangan kulit yang didahului proses

sensitisasi. (Hanifati, Sonia dan Sri Linuwih Menaldi. 2014) .

5. ETIOPATOGENESIS

 SLE

Etiologi :

Penyebab SLE masih belum diketahui, namun ada beberapa

factor predisposisi sebagai berikut :

Bercak merah Page 14


1. Factor genetic berperan dalam respon imun yang abnormal sehingga

muncul autoantibodi yang berlebihan (Greeberg, dkk, 2008)

2. Factor imunologi berhubungan dengan hiperaktivitas dari system

kekebalan dan produksi autoantibodi menyebabkan peradangan multiorgan

dan dapat resisten terhadap pengobatan yang diakhiri dengan kerusakan

pada organ. ( Bello,dkk,2006)

3. Factor hormonal pada wanita yaitu estrogen dapat meningkatkan

autoimunitas dengan cara meningkatkan produksi autoantibody,

menghambat fungsi sel NK, dan menyebabkan arthropy pada kelenjar

tymus (Wallace,2007). Kadar estrogen tinggi pada wanita usia produktif

(15-44 tahun) adalah alas an utama banyak wanita muda rentan terhadap

SLE.

4. Faktor lingkungan seperti terpapar sinar UV secara langsung

menyebabkan sel di kulit mengeluarkan sitokin dan zat nyeri prostaglandin

sehingga terjadi inflamasi di area tersebut dan juga secara sistemik

melewati pembuluh darah (Judha & Setiawan, 2005), bahkan factor

lingkungan seperti terserang virus dan bakteri bias sebagai pemicu.

5. Factor pengobatan yang dijalani penderita SLE yaitu 80% akan

mendapat terapi steroid yang lama dan berkepanjangan, hal tersebut secara

tidak langsung akan menimbulkan efek samping terhdapa fungsi

neutrophil (Kertia, 2017)(Saputri Faudea Haya. 2017)

6. Penggunaan obat-obatan berupa antibiotic dan analgestik yang tidak

sesuai dosis dapat menimbulkan resiko terjadinya SLE. Obat-obatan dari

Bercak merah Page 15


jenis klorpromazin, metildepo, isoniazid dialantin, bahkan pil-pil

pengendali kehamilan pada perempuan dan teraoi pengganti estrogen

setelah monopouse. Jika dikonsumsi akan membentuk antibody penyebab

SLE. Hal ini karena pengaruh obat-obat tersebut menginduksi produksi

antinuclear antibody (ANA) sehingga menimbulkan SLE.(Salma Nur,dkk.

2016.)

7. Mengisap sigaret telah ditunjukkan berhubungan dengan perkembangan

SLE. Walaupun mekanismenya belum diketahui, mengisap tembakau

dapat memodulasi produksi autoantibody (Kumar dkk. 2013)

Patogenesis:

Dalam studi penelitian memperlihatkan bahwa penyakit SLE

secara imunologis ditandai dengan penurunan limfosit T dan Leukosit atau

leukopenia. Limfosit tidak hanya memfagositosis bakteri yang merusak

tubuh, tetapi juga sebagai pembentuk antibody yang melindungi tubuh dari

infeksi kronis dan mempertahankan tingkat kekebalan tubuh. Pada SLE,

dijumpai kelainan yang menyebabkan apoptosis pada limfosit T sehingga

kapasitas limfosit T autoreaktif sebagai hasilnya menyebabkan

peningkatan respon terhadap stimulus sitokin dan prostaglandin juga

meningkat. Adanya limfosit T autoreaktif mengalami kesalahan dalam

mengenali antigen yang seharusnya diserang oleh limfosit B yang justru

akan menyerang sel, jaringan, dan organ tubuh itu sendiri seperti ginjal,

hati, sendi, otot, darah, dll. (Suselo, 2016).(Saputri Faudea Haya. 2017)

Bercak merah Page 16


Ruam Malar dan Nyeri Sendi pada SLE :

 Ruam Malar.Kulit terkena pada sebagian besar penderitaSLE; erupsi yang

khas jenis eritematosa atau makulopapular di atas eminensi malar dan

jembatan hidung (pola kupu-kupu/butterfly pattern) ditemukan pada

sekitar separuh dari kasus. Pemajanan terhadap matahari (sinar UV)

mengaktifkan eritema (disebut fotosensitivitas), dan ruam yang serupa

mungkin terdapat di semua tempat pada ekstremitas dan tubuh, paling

sering di area yang terpajan matahari. Kelainan histopatologis termasuk

degenerasi yang disertai pembentukan cairan dari lapisan basal epidermis,

edema pada jembatan dermo epidermal, dan sebukan sel mononukleus di

sekitar pembuluh darah dan apendiks kulit. Dengan teknik

imunofluoresensi ditemukan endapan imunoglobulin dan komplemen pada

jembatan dermo-epidermal, endapan imunoglobulin dan komplemen yang

serupa dapat dijumpai pada kulit yang tampaknya tidak terjangkiti.

(Kumardkk. 2013)

 Nyeri Sendi. Terkenanya sendi sering ditemukan tetapi biasanya tidak

berhubungan dengan perubahan anatomik yang jelas atau deformitas

sendi. Apabila ada, terdiri atas pembengkakan dan sebukan sel

mononukleus yang tidak spesifik pada membran sinovia. Erosi, membran

dan destruksi tulang rawan sendi, seperti pada RA, sangat jarang terjadi.

(Kumar dkk. 2013)

Bercak merah Page 17


 Reumatoid arthritis

Etiologi

a. Genetik

Terdapat hubungan antara HLA-DW 4 dengan RA seropositif yaitu

mempunyai resiko 4 kali lebih banyak terserang penyakit ini.

b. Hormon Sex

Faktor keseimbangan hormonal diduga ikut berperan karena

perempuan lebih banyak menderita penyakit ini.

c. Infeksi

Dengan adanya infeksi timbul karena permulaan sakitnya terjadi

secara mendadak dan disertai tanda-tanda peradangan. Penyebab infeksi

diduga oleh bakteri, mikroplasma atau virus.

d. Heart Shock Protein (HSP)

HSP merupakan sekelompok protein berukuran sedang yang

dibentuk oleh tubuh sebagai respon terhadap stres.

e. Radikal Bebas

Radikal superoksida dan lipid peroksidase yang merangsang

keluarnya prostaglandin dan pembengkakan

Bercak merah Page 18


Patogenesis

Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi makrofag dan

fibroblast synovial setelah adanya faktor pencetus, berupa autoimun atau

infeksi.limfosit menginfiltrasi daerah perivascular dan terjadi proliferasi

sel-sel endotel, yang selanjutnya terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah

pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau

sel-sel inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang irregular pada jaringan

synovial yang mengalami inflamasi sehingga membentuk jaringan pannus.

Pannus menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang.

Karakteristik dari rheumatoid arthritis adalah adanya suatu

peradangan sendi synovial, keterlibatan sendi yang simetris.Tanda khas

dari penyakit ini adalah adanya peradangan sendi synovial yang

menyebabkan kerusakan dari tulang rawan dan erositulang, dimana hal ini

berakibat pada perubahan integritas sendi.Proses inflamasi pada celah

sendi synovial dan cairan persendian menyebabkan gejala nyeri pada sendi

dan pembengkakan. Hal ini merupakan akibat dari pelepasan

prostaglandin dan leukotrien dari sel polymorpho nuclear . Penghancuran

tulang rawan dan tulang disebabkan oleh adanya inflammatory proteinases

dan prostanoids yang diaktifkan oleh limfosit dan monosit Dipercayai

bahwa sel T adalah pencetus dalam proses pathogenesis rheumatoid

arthritis. A

Bercak merah Page 19


Adanya interaksi antara sel T dan dendritic sel pada kelenjar limfe

akan mengaktifasi lebih jauh sel T dan menyebabkan peningkatan populasi

sel T dan kemudian akan mengaktifkan sel B. Sel T kemudian bermigrasi

menuju jaringan synovial, lebih lanjut lagi peningkatan sel T dan aktifasi

sel B akan menghasilkan antibody seperti rheumatoid factor dan anti

cycliccitrullinated peptide (CCP) antibody. Aktifasisel T menstimulasi

monosit, makrofag dan syinovial fibroblast untuk memproduksi

interleukin-1, interleukin-6 dan TNF-α.Produksi interleukin-1 (IL-1) dan

tumor necrosis factor-α (TNF-α) oleh monosit merupakan proses sentral

dalam peradangan. Dalam kenyataannya, IL-1 bertanggung jawab dalam

menstimulasi pelepasan prostaglandin E 2(PGE2), sedangkan TNF-α

merupakan kunci dalam proses pengaktifan matriks proteinase. Jaringan

synovial yang terprolifikasi setelah diaktifkan selanjutnya akan

menginvasi struktur tulang rawan dan tulang dan kemudian bersifat

sebagai tumor invasive local.

Sitokinseperti IL-6,terinduksi oleh IL-1 dan TNF- α, sedangkan IL

-1 sendiri berperan dalam fitur-fitur systemic antara lain demam, nyeriotot,

dan penurunan berat badan. Pada rheumatoid arthritis terjadi penumpukan

dari IL-1 pada permukaan dinding sendi synovial . Karena potensinya

sebagai mediator kerusakan sendi, IL-1 menjadi bagian dala mterjadinya

rheumatoid arthritis.IL-1 adalah sitokin yang memiliki aktifitas

iimunologis dan pro-inflamasi dan memiliki kemampuan untuk

menginduksi dirinya secara otomatis.

Bercak merah Page 20


Didapatkan kenyataan bahwa tingkat aktifitas penyakit dalam

rheumatoid arthritis dan kerusakan sendi yang progresif berhubungan

dengan kadar IL-1 dalam plasma dan cairan snovial. IL-1 menstimulasi

PGE2 dannitiric oxide dan matrix metal loprotease dimana kemudian

mengkibatkan degradasi sendi.

 Dermatitis atopi

Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamatori yang sangat

gatal yang terjadi akibat interaksi komplek antar gen-gen suseptibel

(mengakibatkan tidak efektifnya sawar kulit, kerusakan sistem imun alami,

dan meningkatnya respon imunologik terhadap alergen dan antigen

mikrobial). Menurunnya fungsi sawar kulit akibat downregulasi gen

cornified envelope (filaggrin dan loricrin), penurunan level ceramid,

peningkatan level enzim proteolitik endogen, dan peningkatan kehilangan

cairan trans-epidermal, selain tidak ada inhibitor terhadap protease

endogen.

Penambahan sabun dan detergen ke kulit akan meningkatkan pH,

yang berakibat meningkatkan aktivitas protease endogen, yang selanjutnya

menambah kerusakan fungsi sawar kulit. Sawar epidermis dapat pula

dirusak oleh pajanan protease eksogen dari house dust mite dan S aureus.

Perubahan epidermis di atas berkontribusi meningkatkan absorpsi alergen

dan kolonisasi mikrobial ke dalam kulit. Menurunnya fungsi sawar kulit

dapat bertindak sebagai lokasi untuk sensitisasi alergen dan merupakan

predisposisi bagi anak untuk mendapat alergi pernafasan di kemudian hari.

Bercak merah Page 21


Patomekanisme terjadinya bintul merah pada kulit dapat dijelaskan

dengan respon imun yang melibatkan peranan limfosit, langerhans

epidermal, eosinofil, dan IgE secara global. Leung (1996) menyatakan

mekanisme timbulnya reaksi radang tergantung pada IgE sudah

terpapar dengan alergen, sel mast yang permuakaannya mengandung IgE

akan mengeluarkan beberapa mediator, sitokin, dan faktor kemotaktik

leukosit (immediate reaction) setelah itu timbul late cphase reaction (LPR)

yang juga dipengaruhi oleh IgE dan ditandai dengan timbulnya beberapa

molekul adhesi pada endotel pembuluh darah sehingga menimbulkan

infiltrat sel eosinofil, netrofil, sel mononuklear ke jaringan setempat yang

akan menimbulkan reaksi radang IL-1 dan TNF-a berperan timbulnya

molekul ELAM-1, ICAM-1, dan VCAM-1 sehingga terjadinya infiltrasi

sel leukosit ke jaringan yang meradang tersebur,

sehingga mengakibatkan bertambahnya sel radang di tempat tersebut.

Selain itu, didapatkan pula adanya korelasi peningkatan jumlah VCAM-1

dengan jumlah sel eosinofil termasuk MBP, EPO, ECP dan disimpulkan

bahwa ekspresi VCAM-1 akan meningkatkan pengumpulan dan infiltrat

sel-sel eosinofil ke tempat radang , sehingga memperburuk lesi dermatitis

atopik. Ekspresi molekul adhesi ini dapat dihambat oleh antibodi IL-1 dan

TNF-a akan meningkatkan jumlah sel-sel radang ke tempat terjadinya

radang.

Terjadinya kelainan kulit pada dermatitis atopik juga

ditentukan oleh adanya trauma pada kulit. Trauma makanis pada

Bercak merah Page 22


keratinosit menyebabkan dikeluarkannya sitokin yang dapat menginduksi

peradangan melalui pelepasan IL-1, TNF-a, dan IL-4. Sitokin tersebut

selanjutnya menginduksi molekul adhesi (misalnya ELAM-1, ICAM-1

dan VCAM-1) yang menyebabkan limfosit, makrofag, dan eosinofil

masuk ke dalam peradangan kulit.

Faktor pelepasan histamin ditemukan untuk mengaktivasi basofil

melalui peningkatan IgE. Jadi penderita yang hipersensitif terhadap

makanan dan terpajan untuk memproduksi antigen sitokin (faktor

pelepasan histamin) interaksi dengan IgE akan mengikat pada

permukaan basofil dan menyebabkan terjadinya pelepasan histamin .

Proses inflamasi terjadi saat mediator histamin dilepaskan ketika

antigen memasuki area kulit yang spesifik. Secara lokal, histamin yang

dilepaskan akan menimbulkan vasodilatasi yang menginduksi timbulnya

kemerahan dan peningkatan permeabilitas kapiler setempat sehingga

dalam beberapa menit kemudian akan terjadi pembengkakan pada area

yang berbatas jelas.

Histamine yang ada dalam tubuh berasal dari mastosit dan basofil.

Aktifitas histamine terjadi bila histamine berikatan dengan reseptor pada

target cell. Histamine dapat menyebabkan sel endothel memproduksi

relaksan otot polos seperti prostasiklin dan oxida nitrat yang

mengakibatkan vasodilatasi. Aktivitas histamine ini juga menimbulkan

edema, flushing, dan pruritus sebagai triple response of lewis. Histamine

Bercak merah Page 23


juga menarik eosinofil dan neutrofil ke arah tertentu (chemotaksis).

Pelepasan neutrofil yang keluar dari pembuluh darah menuju ke jaringan

yang mengalami inflamasi mengakibatkan terjadinya edema oleh neutrofil

yang dipusatkan pada lokasi inflamasi. Histamine ini juga bersifat gatal

sehingga bercak merah yang dialami penderita juga diiringi oleh sensasi

pruritus. Histamin tersebut merangsang sel-sel saraf pada kulit sehingga

menimbulkan rasa gatal.(jurnal kedokteran dan kesehatan , vol 2)

6. EPIDEMIOLOGI

 SLE

Dua ratus sepuluh kasus SLE pediatrik diidentifikasi selama

periode 2012–2015. Frekuensi SLE pada anak perempuan 9 kali lebih

tinggi daripada anak laki-laki (18: 172). Usia rata-rata adalah 11,2 ± 3,2 (B

(setiabudiawan, R Ghrahani. 2017. Indonesian Epidemiologic Data Of

Paediatrica Systemic Lupus Erythematosus. BMJ Publishing Group Ltd)

Tahun dengan puncak insidensi pada 13 tahun. Sebagian besar

pasien berasal dari provinsi Jawa Barat, diikuti oleh provinsi Sumatera

Utara, Jakarta, dan Sulawesi Selatan. Keluhan utama kebanyakan adalah

demam, gangguan, kulit, danpucat

 Rheumatoid arthritis

Pada kebanyakan populasi dunia, prevalensi AR relative konstan

yaitu berkisar antara 0,5-1%. Prevalensi AR di China, Indonesia dan

Philipina prevalensinya kurang dari 0,4% Hormon seks. Prevalensi AR

Bercak merah Page 24


lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, sehingga

diduga hormone seks berperan dalam perkembangan penyakit ini.

 Dermatitis atopi

Dermatitis atopik (DA) merupakan masalah kesehatan masyarakat

utama di seluruh dunia dengan prevalensi pada anak-anak 10-20%, dan

prevalensi pada orang dewasa 1-3%. Dermatitis atopik lebih sering terjadi

pada wanita daripada laki-laki dengan ratio kira-kira 1.5:1. Dermatitis

atopik sering dimulai pada awal masa pertumbuhan (early-onset dermatitis

atopic).

Empat puluh lima persen kasus dermatitis atopik pada anak

pertama kali muncul dalam usia 6 bulan pertama, 60% muncul pada usia

satu tahun pertama dan 85% kasus muncul pertama kali sebelum anak

berusia 5 tahun. Lebih dari 50% anak-anak yang terkena dermatitis atopik

pada 2 tahun pertama tidak memiliki tanda-tanda sensitisasi IgE, tetapi

mereka menjadi jauh lebih peka selama masa dermatitis atopik . Sebagian

besar yaitu 70% kasus penderita dermatitis atopik anak, akan mengalami

remisi spontan sebelum dewasa. Namun penyakit ini juga dapat terjadi

pada saat dewasa ( late onset dermatitis atopic ), dan pasien ini dalam

jumlah yang besar tidak ada tanda-tanda sensitisasi yang dimediasi oleh

IgE.

Menurut International Study of Asthma and Allergies in Children,

prevalensi penderita dermatitis atopik pada anak bervariasi di berbagai

Bercak merah Page 25


negara. Data mengenai penderita dermatitis atopik pada anak di Indonesia

belum diketahui secara pasti. Berdasarkan data di Unit Rawat jalan

Penyakit Kulit Anak RSU Dr. Soetomo didapatkan jumlah pasien

dermatitis atopik mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah pasien

dermatitis atopik baru yang berkunjung pada tahun 2006 sebanyak 116

pasien (8,14%) dan pada tahun 2007 sebanyak 148 pasien (11,05%),

sedangkan tahun 2008 sebanyak 230 pasien (17,65%).

 Dermatitis kontak alergi

Etiologi

Banyak zat yang berbeda dapat menyebabkan dermatitis kontak

alergi, yang disebut 'alergen' seperti wewangian , pengawet molekul kecil,

dll. Biasanya zat ini tidak menimbulkan masalah bagi kebanyakan orang,

dan bahkan mungkin tidak diperhatikan saat pertamakali orang tersebut

terpapar.(Menaldi , Sri Linuwih SW 2016.)

Bahan kimia sederhana dengan berat molekul rendah (< 1000

dalton), disebut sebagai hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dan dapat

menembus stratum korneum seehingga mencapai sel epidermis bagian

dalam yang hidup. 16 Penyebab DKA pada umumnya adalah bahan kimia

yang terkandung dalam alat-alat yang dikenakan oleh penderita (asesoris,

pakaian, sepatu, kosmetika, obat-obattopikal) atau yang berhubungan

dengan pekerjaan (semen, sabuncuci, pestisida, bahanpelarut, bahan cat

ataupolutan yang lain). Disamping bahan penyebab, ada factor penunjang

Bercak merah Page 26


yang mempermudah timbulnya dermatitis kontak tersebut yaitu suhu,

udara, kelembaban, dan gesekan.(Batasina, Timothy, et al. 2017)

Patogenesis

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA mengikuti respon

imun yang diperantarai oleh sel( cell-mediated immune respons )

ataureaksiimunologitipe IV. Reaksiiniterjadimelaluiduafase :

Fasesensitasi Hapten yang masuk kedalam epidermis melewati

stratum korneum akan ditangkap oleh sel langerhans dengan cara

pinositosis, dan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol

serta dikonjugasikan pada molekul HLA-DR untuk menjadi antigen

lengkap. Setelah keratosit terpajan oleh hapten, keratosit akan melepaskan

sitokin (IL-1) yang akan mengaktifkan sel langerhans dan mampu

menstimulasi sel T. Aktivasi tersebut akan mengubah fenotip sel

langerhans dan meningkatkan sekresi sitokin tertentu (misalnya IL-1) serta

ekspresi moleku lpermukaan sel termasuk MHC kelas I dan II, ICAM-1,

LFA-3 dan B7. Sitokin proinflamasi lain yang dilepaskan oleh keratosit

yaitu TNFα, yang dapat mengaktifkan sel-T,makrofag dangranulosit,

menginduksi perubahan molekul adhesi sel dan pelepasan

sitokinsertajugameningkatkan MHC kelas I dan II. TNFα menekan

produksi E-cadherin yang mengikat sel langerhans pada epidermis, juga

menginduksi aktivasi gelatinolisis sehingga memperlancar sel langerhans

Bercak merah Page 27


melewati membrane basalis bermigrasi kekelenjar getah bening setempat

melalui saluran limfe.

Di dalam kelenjar limfe, sel langerhans mempresentasikan

kompleks antigen HLA-DR kepada sel T penolong spesifik, yaitu sel T

yang mengekspresikan molekul CD4 yang dapat mengenali HLA-DR yang

dipresentasikan oleh sel langerhans, dan kompleks reseptorsel T CD3 yang

mengenali antigen yang telah diproses. Keberadaan sel T spesifik ini

ditentukan secara genetic .Sel langerhans mensekresi IL-1 yang

menstimulasi sel T untuk mensekresi IL-2 dan mengekspresikan reseptor

IL-2 (IL-2R) . sitokin ini akan menstimulasi proliferasi dan diferensiasi sel

T spesifik, sehingga menjadi lebih banyak dan berubah menjadi sel T

memori (sel T teraktivasi) yang akan meninggalkan kelenjar getah bening

dan beredar keseluruh tubuh. Pada saat itu individu telah tersensitisasi

.Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu .Menurut ‘danger’

signal, sinyal antigenik murni suatu hapten cenderung menyebab

kantoleransi, sedangkan sinyal iritan menimbulkan sensitisasi.

• Fase elisitasi Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi

pada pajanan ulang alergen (hapten) yang sama atau serupa (pada reaksi

silang). Hapten akan ditangkap oleh sel langerhans dan diproses secara

kimiawi menjadi antigen di ikat oleh HLA-DR kemudian diekspresikan

dipermuaan sel. Selanjutnya kompleks HLA-DR-antigen akan

diprsentasikan kepada sel T yang telah tersensitisasi (sel T memori)

Bercak merah Page 28


baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktivasi.

Sel langerhans mensekresikan IL-1 yang merangsang sel T untuk

memproduksi IL-2 dan mengekpresi IL-2R yang akan menyebabkan

proliferasi dan ekspansi populasi sel T di kulit. Sel T terkativasi juga

mengeluarkan IFN-γ yang akan mengaktifkan keratosit untuk

mengekspresikan ICAM-1 dan HLA-DR. adanya ICAM-1

memungkinkan keratosit untuk berinteraksi dengan sel T dan leukosit

lain yang mengekspresi molekul LFA-1. Sedangkan HLA-DR

memungkinkan keratosit untuk berinteraksi langsung dengan sel T

CD4+, dan juga memungkinkan untuk presentasi antigen kepada sel

tersebut . Keratosit menghasilkan juga sejumlah sitokin antara lain

IL1, IL-6, TNF-α, dan GMCSF, semuanyadapat mengaktivasi sel T.

IL-1 dapat merangsang keratosit untuk menghasilkan eikosanoid .

Sitokin dan eikosanoid ini akan mengaktifkan sel mast dan makrofag.

Sel mast yang berada didekat pembuluh darah dermis akan

melepaskan histamine, berbagai jenis factor kemotaktik, PGE2 dan

PGD2, leukotrien B4 (LTB4). Eikosanoid baik yang berasal dari sel

mast (prostaglandin) maupun dari keratosit atau leukosit akan

menyebabkan dilatasi vaskuler dan meningkatkan permeabilitas

sehingga molekul terlarut seperti komplemen dan kinin mudah berdifusi

kedalam dermis dan epidermis. Selain itu, factor kemotaktik dan

eikosanoid akan menarik neutrofil, monosit dan seldarah lain dari

dalam pembuluh darah masuk kedalam dermis. Rentetan kejadian

Bercak merah Page 29


tersebut akan menimbulkan respon klinik DKA. Fase elisitasi umumnya

berlangsungantara 24-48 jam.(Menaldi, Sri Linuwih SW. 2016)

7. MANIFESTASI KLINIS

 SLE

SLE adalah penyakit multisistem yang sangat bervariasi dalam

tampilan klinisnya. Secara khas, penderita adalah wanita muda dengan

sebagian, tetapi kadang-kadang semuanya, dari perangai berikut: ruam

menyerupai kupu-kupu di wajah, demam, nyeri dan pembengkakan pada

satu atau lebih sendi perifer (tangan dan pergelangan tangan, lulut, kaki,

pergelangan kaki, siku, bahu), nyeri dada karena pleuritis dan

fotosensitivitas. Walaupun demikian, pada banyak penderita, tampilan

klinis SLE tidak jelas dan meragukan, dalam bentuk seperti penyakit

demam yang tidak diketahui sebabnya, kelainan analisis urin atau penyakit

sendi menyerupai artritis reumatika atau demam reuma. ANA ditemukan

pada hampir 100% penderita.

Beragam penemuan klinis mungkin mengarah ke terjangkitnya

ginjal, termasuk hematuria, "cast" sel darah merah, proteinuria, dan

sindrom nefrotik klasik. Pada penderita lain kelainan neuropsikiatrik,

psikosis atau kejang, atau penyakit arteri koroner mungkin merupakan

masalah klinis yang menonjol. Penderita SLE mudah mengalami infeksi,

dianggap karena disfungsi imunologi yang menjadi dasar penyakit atau

terapi dengan obat imunosupresif. (Kumar dkk. 2013)

Bercak merah Page 30


 Rheumatoid arthtritis

Awitan (Onset), kurang lebih 2/3 penderita AR, awitan terjadi

secrara perlahan, artritis simetris terjadi dalam beberapa minggu sampai

beberapa bulan dari perjalan penyakit. Kurang lebih 15% dari penderita

mengalami gejala awal yang lebih cepat yaitu antara beberapa hari sampai

beberapa minggu. Sebanyak 10-15% penderita mempunyai awitan

fulminant berupa arthritis poliartikular. Pada 8-15% penderita, gejala

muncul beberapa hari setelah kejadian tertentu (infeksi). Arthritis sering

kali diikuti oleh kekakuan sendi pada pagi hari yang berlangsung selama 1

jam atau lebih. Beberapa penderita juga juga mempunyai gejala

konstitusional berupa kelemahan, kelelahan,anorexia dan demam ringan.

Manifestasi articular.

Penderita AR pada umumnya dating dengan keluhan nyeri dan

kaku pada banyak sendi, walaupun ada sepertiga penderita mengalami

gejala awal pada satu atau beberapa sendi saja. Walaupun tanda cardinal

inflamasi mungkin ditemukan pada awal penyakit atau selama

kekambuhan (flare). Namun kemerahan dan perabahan hangat mungkin

tidak dijumpai pada AR yang kronik. Ankolosis tulang bisa terjadi pada

beberapa sendi khususnya pada pergelangan tangan dan kaki.

Manifestasi ekstraartikular.

Manifestasi ekstra articular pada umunya didapatkan pada

penderita yang mempunyai titer faktor rheumatoid (RF) serum tinggi.

Bercak merah Page 31


Nodul rheumatoid merupakan manifestasi kulit yang paling sering

dijumpai, tapi biasanya tidak memerlukan intervensi khusus. Manifestasi

paru juga bisa didapatkan, tetapi beberapa perubahan patologik hanya

ditemukan saat otopsi. Beberapa manifestasi ekstraartikular seperti

vaskulitis dan Felty syndrome jarang dijumpai, tetapi sering memerlukan

terapi spesifik.

 Dermatitis atopi

Gejala klinis DA secara umum adalah gatal, kulit kering dan

timbulnya eksim (eksematous inflammation) yang berjalan kronik dan

residiv. Rasa gatal yang hebat menyebabkan garukan siang dan malam

sehingga memberikan tanda bekas garukan (scratch mark) yang akan

diikuti oleh kelainan-kelainan sekunder berupa papula, erosi atau

ekskoriasi dan selanjutnya akan terjadi likenifikasi bila proses menjadi

kronis.

Papula dapat terasa sangat gatal (prurigo papules) bersamaan

dengan timbulnya vesikel (papulovesikel) dan eritema, merupakan

gambaran lesi eksematous. Prurigo papules, lesi eksematous dan

likenifikasi dapat menjadi erosif bila terkena garukan dan terjadi eksudasi

yang berakhir dengan lesi berkrustae. Lesi kulit yang sangat basah

(weeping) dan berkrusta sering didapatkan pada kelainan yang lanjut .

Awitan timbulnya DA berdasar usia dapat terjadi pada masa bayi,

anak dan dewasa. Gejala pada bayi biasanya mulai pada wajah kemudian

Bercak merah Page 32


menyebar terutama ke daerah ekstensor dan lesi biasanya basah, eksudativ,

berkrustae dan sering terjadi infeksi sekunder. Pada kurang dari setengah

kasus kelainan kulit akan menyembuh pada usia 18 bulan, dan sisanya

akan berlanjut menjadi bentuk anak.

Lesi DA pada anak berjalan kronis akan berlanjut sampai usia

sekolah dan predileksi biasanya terdapat pada lipat siku, lipat lutut, leher

dan pergelangan tangan. Jari-jari tangan sering terkena dengan lesi

eksudativ dan kadang-kadang terjadi kelainan kuku. Pada umumnya

kelainan pada kulit DA anak tampak kering, dibanding usia bayi dan

sering terjadi likenifikasi. Perubahan pigmen kulit bisa terjadi dengan

berlanjutnya lesi, menjadi hiperpigmentasi atau kadang hipopigmentasi

bahkan depigmentasi . Pada DA bentuk dewasa lesi mirip dengan lesi pada

anakanak usia lanjut (8-12 tahun) dengan didapatkan likenifikasi terutama

pada daerah lipatan-lipatan dan tangan

 Dermatitis kontak alergi

Pasien umumnya mengeluh gatal . Kelainan kulit bergantung pada

tingkat keparahan dan lokasi dermatitisnya. Pada stadium akut, dimulai

dengan bercak eritematosa berbata stegas kemudian diikuti edema,

papulovesikel, vesikelataubula . Vesikelataubula dapat pecah

menyebabkan erosi dan eksudasi (basah).16 Pada dermatitis kontak alergi

kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin

juga fisur, berbatas tidak tegas. Dermatitis kontak alergi dapat meluas

ketempat lain, misalnya dengan cara autosensitisasi. Berbagai lokasi

Bercak merah Page 33


kejadian dermatitis kontak alergi yaitu tangan, lengan, wajah, telinga,

leher , badan, genitalia, tungkai ata dan bawah.(Batasina, Timothy, et al.

2017)

8. PENEGAKAN DIAGNOSIS

 SLE

American College of Rheumatology telah menetapkan 11 kriteria

kelainan yang terjadi dalam mendiagnosis lupus eritematosus antara lain:

1. Butterfly rush : Eritema menetap, datar atau menonjol, di atas eminesi

malar, yang cenderung menjauhi lipatan nasolabial

2. Discoid rush :Bercak eritema yang menonjol dengan kelainan semacam

sisik keratotik yang adheren dan sumbatan folikel; jaringan parut yang

atrofik mungkin terjadi pada lesi yang lebih lama

3. Fotosensitifitas :Ruam kemerahan yang terjadi sebagai reaksi yang tidak

lazim terhadap cahaya matahari, dilaporkan pada riwayat penderita atau

observasi dokter

4. Ulser pada rongga mulut :Ulserasi oral atau nasofaring, biasanya tidak

nyeri, ditemukan oleh dokter

5. Artritis :Artritis nonerosif yang menjangkiti dua atau lebih sendi perifer,

ditandai oleh nyeri tekan, sembap, atau efusi

6. Serositis :Pleuritis (riwayat yang meyakinkan dari nyeri radang pleura

atau krepitasi yang didengar oleh dokter atau adanya bukti efusi pleura)

Bercak merah Page 34


atau Perikarditis (terekam dengan elektrokardiogram atau krepitasi atau

bukti efusi pericardium)

7. Gangguan pada ginjal :Proteinuria yang menetap > 0,5 g/dL atau > 3+

bila kuantitasi tidak dilakukan atau Cast seluler -- mungkin sel darah

merah, hemogoblin, granuler, tubuler atau campuran

8. Gangguan pada sistem saraf :Kejang-kejang tanpa penyebab obat atau

kelainan metabolit yang diketahui, (contoh uremi, ketoasidosis atau

ketidakseimbangan elektrolit) atau Psikosis tanpa pengaruh obat atau

kelainan metabolit yang diketahui (contoh uremik, ketoasidosis, atau

ketidakseimbangan elektrolit)

9. Gangguan perdarahan :Anemia hemolitik dengan retikulosis atau

Leukopenia < 4,0 x 109/L (4000/mm3) total pada dua atau lebih

kesempatan atau Limfopenia < 1,5 x 109/L (1500/mm3) pada dua atau

lebih kesempatan atau Trombositopenia < 100 x 109/L (100 x 103/mm3)

tanpa pengaruh obat

10. Gangguan imunologis :Antibodi Anti-DNA adalah antibodi terhadap

DNA natif pada titer abnormal atau Anti Sm -- adanya antibodi terhadap

antigen nukleus Sm atau Penemuan antibodi antifosfolipid positif

berdasarkan (1) antibodi antikardiolipin jenis IgG atau IgM dengan kadar

abnormal di dalam serum, (2) uji untuk antikoagulan lupus yang positif

menggunakan uji baku, atau (3) uji serologik positif palsu untuk sifilis

yang diketahui positif selama paling sedikit 6 bulan dan diperkuat oleh

Bercak merah Page 35


hasil negatif dari uji imobilisasi Treponema pallidum atau uji absorpsi

antibodi treponema dengan teknik fluoresensi

11. Antibodi antinuclear :Titer antibodi antinukleus yang abnormal secara

imunofluoresensi atau pemeriksaan yang setara pada saat apa pun dan

tanpa penggunaan obat yang diketahui berhubungan dengan sindrom lupus

yang diinduksi obat

Untuk identifikasi penderita pada uji klinis, seseorang dikatakan

menderita systemic lupus erythematosus jika terdapat 4 atau lebih dari 11

kriteria, baik secara serial maupun simultan, selama suatu masa

observasi.(Kumar dkk. 2013)

 Rheumatoid arthtritis

Skor

A Keterlibatan sendi

1 sendi besar 0

2-10 sendi besar 1

1-3 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi 2

besar)
3

4-10 sendi kecil (dengan atau tanpa keterlibatan sendi


5

Bercak merah Page 36


besar)

Lebih dari 10 sendi (minimal 1 sendi kecil)

B Serologi (minimal 1 hasil lab diperlukan untuk klasifikasi)

RF dan ACPA negative 0

RF dan ACPA positive rendah 2

RF dan ACPA positive tinggi 3

C Reaktan fase akut (minimal satu hasil Lab diperlukan

untuk klasifikasi)

LED dan CRP normal


0

LED dan CRP abnormal


1

D Lamanya sakit

Kurang 6 minggu 0

6 minggu atau lebih 1

Pemeriksaan penunjang

Bercak merah Page 37


1. C-reactive Protein (CRP), umumnya meningkat sampai > 0,7 picogram/ml

2. Laju endap darah (LED), sering meningkat > 30 mm/jam

3. Jumlah leukosit, mungkin meningkat

4. Jumlah trombosit, biasanya meningkat

5. Fungi hati, normal atau fosfatase alkali sedikit meningkat

6. Faktor Reumatid (RF), hasilnya negative pada 30% penderita AR stadium

dini.

7. Foto polos sendi, mungkin normal atau tampak adanya osteopenia atau

erosi dekat celah sendi pada stadium dini penyakit.

8. MRI, mampu mendeteksi adanya erosi sendi lebih awal dibandingkan foto

polos, tampilan struktur sendi lebih rinci

9. Anticyclic citrullinated peptide antibody (anti-CCP), berkolerasi dengan

perburukan penyakit, sensitivitasnya meningkat bila dikombinasi dengan

pemeriksaan RF

10. Anti- RA33, pemeriksaan lanjutan bila RF dan anti CCP negative

11. Antinuclear antibody (ANA), tidak terlalu bermakna untuk penilaian AR

12. Konsentrasi komplemen, normal atau meningkat

13. Immunoglobulin (Ig), Ig alfa 1 dan 2 mungkin meningkat

14. Pemeriksaan cairan sendi, diperlukan bila diagnosis meragukan

 Dermatitis atopi

Sampai saat ini belum ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat

digunakan untuk memastikan penyakit dermatitis atopik. Pada umumnya

Bercak merah Page 38


diagnosis dibuat dari riwayat adanya penyakit alergi, misalnya eksim,

asma dan rinitis alergik, pada keluarga, khususnya kedua orang tuanya.

Kemudian dari gejala yang dialami pasien, kadang perlu melihat beberapa

kali untuk dapat memastikan dermatitis atopik dan menyingkirkan

kemungkinan penyakit lain serta mempelajari keadaan yang menyebabkan

iritasi/alergi kulit. Para ahli penyakit kulit telah membuat beberapa kriteria

diagnosis dan saat ini banyak digunakan adalah kriteria yang dikemukakan

oleh sarjana Hanifin dan Rajka, yang meliputi kriteria mayor dan kriteria

minor (Zulkarnain, 2009; Dewi, 2004).

Kriteria mayor :

- Rasa gatal

- Gambaran dan penyebaran kelainan kulit yang khas (bayi dan anak di

muka dan lengan)

- Eksim yang menahun dan kambuhan

- Riwayat penyakit alergi pada keluarga (stigmata atopik)

Kriteria minor :

- Kulit kering

- Luka memanjang sekitar telinga (fisura periaurikular)

- Garis telapak tangan lebih jelas (hiperlinearitas Palmaris)

- Bintil keras di siku, lutut (keratosis pilaris)

- White dermographisme : bila kulit digores tumpul, timbul bengkak

bewarna keputihan di tempat goresan

Bercak merah Page 39


- Garis Dennie Morgan : garis lipatan di bawah mata

- Kemerahan atau kepucatan di wajah

- Kulit pecah/luka di sudut bibir (keilitis)

- Pitiriasis alba : bercak-bercak putih bersisik

- Perjalanan penyakit dipengaruhi emosi dan lingkungan

- Uji kulit positif

- Peningkatan kadar Immunoglobulin E dalam darah

Seseorang dianggap menderita dermatitis atopik bila ditemukan minimal 3

gejala mayor dan 3 gejala minor.

 Dermatitis kontak alergi

Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan

pemeriksaan klinis yang teliti. Data yang berasal dari anamnesis juga

meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topical yang pernah digunakan, obat

sistemik, kosmetik, berbagai bahan yang diketahui menimbulkan alergi,

penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopic, baik dari yang

bersangkutan maupun keluarganya. Pemeriksaan fisik sangat penting,

karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan kulit sering kali dapat

diketahui kemungkinan penyebabnya .Misalnya, di ketiak oleh deodorant;

dikedua kaki oleh sepatu / sandal. Kelainan kulit pada DKA sering tidak

menunjukkan gambaran morfologik yang khas . Gambaran klinis dapat

menyerupai dermatitis atopic, dermatitis numularis, dermatitis seboroik,

atau psoriasi . Uji temple dapat dilakukan untuk menentukan apakah

dermatitis tersebut merupakan dermatitis kontak alergi.

Bercak merah Page 40


(Menaldi, Sri Linuwih SW, et a., ed. 2016)

9. PENATALAKSANAAN

 SLE

Tujuan penatalaksanaan pada penderita lupus adalah untuk

meningkatkan keadaan umum penderita, mengontrol lesi yang ada,

mengurangi bekas luka, dan untuk mencegah pertumbuhan lesi lebih

lanjut. Penderita lupus juga perlu mengetahui kemungkinan adanya

manifestasi sistemik yang beresiko serius, sehingga perlu dilakukan

pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium secara reguler.

Pengobatan sesuai standar medis meliputi pemberian kortikosteroid

(topical atau intralesi) dan antimalaria. Dukungan psikologis merupakan

kebutuhan utama bagi pasien SLE. Perawat dapat member dukungan dan

dorongan serta, setelah pelatihan, dapat menggunakan ketrampilan

konseling ahli. Pemberdayaan pasien, keluarga, dan pemberi asuhan

memungkinkan kepatuhan dan kendali personal yang lebih baik terhadap

gaya hidup dan penatalaksanaan regimen bagi mereka. (Ida Ayu Tri

Wedari. 2014)

 Reumatoid arthtritis

 Terapi non farmakologi

Terapi puasa, suplementasi asam lemak esensial, terapi span, dan

latihan. Pemberian suplemen minyak ikan bisa digunakan sebagai NSAID

Bercak merah Page 41


sparing agen pada penderita AR. Memberikan edukasi dan oendekatan

multi disiplin dalam perawatan penderita, bisa memberikan manfaat

jangka pendek. Pembedahan bisa dilakukan dengan pertimbangan

1. Terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan kerusakan sendi yang

ekstensif

2. Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat

3. Ada ruptur tendon

 Terapi farmakologik

Farmako terapi untuk penderita AR pada umumnya meliputi obat

anti inflamasi non steroid (OAINS), glukokortikoid dosis rendah atau intra

articular dan DMARD. Analgetik lain mungkin juga dugunakan seperti

asetaminofen, opiate, diprokualon, dan lidokain topical.

OAINS digunakan sebagai terapi awal untuk mengurangi nyeri dan

pembengkakan

Glukokortikoid, steroid dengan dosis equifalen dengan pregnison

kurang dari 10 mg perhari cuku efektif untuk mengurangi gejala dan dapat

memperlampat kerusakan sendi.

 Dermatitis alergi

Berdasarkan konsep imunologik DA merupakan kelainan kulit

inflamasi yang terjadi oleh karena gangguan fungsi pengaturan sel imun

Bercak merah Page 42


(dysfunction in the cellular immunoregulation). Hal ini terlihat di dalam

merespon paparan alergen, sel T akan berdeferensiasi menjadi sel T helper

dengan profil Th2 yang mengeluarkan sitokin IL-4, IL-5. Sitokin ini

selanjutnya akan memacu proses inflamasi untuk terjadinya DA. Oleh karena

itu penatalaksanaan DA harus mengacu pada kelainan dasar tersebut, selain

mengobati gejala utama gatal untuk meringankan penderitaan penderita.

Protab pelayanan profesi untuk pengobatan DA di SMF Kulit & Kelamin

RSUD Dr. Moewardi Surakarta bertujuan untuk: menghilangkan ujud

kelainan kulit dan rasa gatal, mengobati lesi kulit, mencari faktor pencetus

dan mengurangi kekambuhan. Pengobatan masa depan tentunya akan

berdasarkan terjadinya proses inflamasi alergi pada dermatitis atopik. Secara

konvensional pengobatan DA kronik pada prinsipnya adalah sbb.

(Boguniewicz & Leung 1996):

1. Menghindari bahan iritan

2. Mengeliminasi alergen yang telah terbukti

3. Menghilangkan pengeringan kulit (hidrasi)

4. Pemberian pelembab kulit (moizturising)

5. Kortikosteroid topikal

6. Pemberian antibiotic

7. Pemberian antihistamin

8. Mengurangi stress dan

9. Memberikan edukasi pada penderita maupun keluarganya.

 Dermatitis kontak alergi

Bercak merah Page 43


Upaya pencegahan pajanan ulang dengan allergen penyebab .

Umumnya kelainan kulit akan mereda dalam beberapa hari.

Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi

peradangan pada DKA akut yang ditandai dengan eritema, edema,

vesikelataubula, sertaeksudatif (madidans). Untuk topical cukup

dikompres dengan larutan garam faal atau larutan asam salisilat 1:1000,

atau pemberian kortikosteroid atau makrolaktam (pimecrolimus atau

tacrolimus) secara topical 2.4.2.8 Prognosis 16 Prognosis DKA umumnya

baik, sejauh dapat menghindari bahan penyebab. (Menaldi, Sri Linuwih

SW, et a., ed. 2016)

10. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

 SLE

Angka bertahan hidup pada pasien LES adalah 90 - 95% setelah 2

tahun, 82 - 90% setelah 5 tahun, 71 - 80% setelah 10 tahun, dan 63 - 75%

setelah 20 tahun. Prognosis buruk (sekitar 50% mortalitas dalam 10 tahun)

dikaitkan dengan ditemukannya kadar kreatinin serum tinggi [>124 µmol/l

(>1,4 mgdl)], hipertensi, sindrom nefrotik (eksresi protein urin 24 jam

>2,6 g), anemia [hemoglobin<124 g/l (12,4 g/dl)], hipoalbuminemia,

hipokomplemenemia, dan aPL pada saat diagnosis. Penyebab mortalitas

utama pada dekade pertama penyakit adalah aktivitas penyakit sistemik,

gagal ginjal, dan infeksi; selain itu, kejadian tromboemboli semakin sering

menjadi penyebab mortalitas. (Ida Ayu Tri Wedari. 2014)

Bercak merah Page 44


 Rheumatoid arthtritis

prognosis

Predictor prognosis buruk pada stadium dini AR antara lain: Skor

fungsional yang rendah, stasus social ekonomi rendah, tingkat pendidikan

rendah, ada riwayat keluarga menderita AR, melibatkan banyak sendi,

nilai CRP atau LED tinggi saat permulaan penyakit, RF atau anti-CCP

positif, ada perubahan radiologis pada awal penyakit, ada nodul

rheumatoid/manifestasi ekstraartikular lainnya.

Komplikasi

Anemia , 75% penderita AR mengalami anemia karena penyakit

kronik dan 25% penderita tersebut memberikan respon terhadap terapi

besi.

Komplikasi kardiak, 1/3 penderita AR mungkin mengalami efusi

pericardial asimptomatik saat diagnosis ditegakkan, miokarditis bisa

terjadi, baik dengan atau tanpa gejala, blok atrioventrikular jarang

ditemukan.Penyakit tulang belakang leher ( cervical spine disease),

tenosinovitas pada ligamentum transfersum bisa menyebabkan instabilitas

sumbu atlas.(” Ilmu Penyakit Dalam” jilid III edisi IV )

 Dermatitis alergi

Bercak merah Page 45


Prognosis

Penyakit cenderung lebih berat dan persisten pada anak, dan periode

remisi lebih sering bila anak bertambah usia. Resolusi spontan dilaporkan

terjadi setelah usia 5 tahun pada 40-60% pasien yang menderita sejak bayi.

Walaupun penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kisaran 84% anak akan

terus menderita DA sampai dewasa, tetapi studi yang lebih baru melaporkan

bahwa DA sembuh pada kisaran 20% anak, dan menjadi kurang parah pada

65%. Faktor prediktif berikut berkorelasi dengan prognosis jelek DA ,DA luas

pada masa anak, disertai rhinitis alergik dan asma, riwayat DA pada orang tua

atau saudara, awitan DA pada usia lebih dini, anak tunggal, dan level IgE

sangat tinggi.

Komplikasi

Problem mata

Dermatitis palpebra dan blefaritis kronik dapat menyebabkan

gangguan visus dan skar kornea. Keratokonjungtivitis atopic biasanya

bilateral dan menimbulkan gejala gatal, terbakar, keluar air mata dan

sekresi mukoid. Keratokonus adalah deformitas konikal kornea akibat

gosokan kronik. Katarak dilaporkan terjadi pada 21% pasien DA berat.

Belum jelas apakah ini akibat manifestasi primer DA atau sebagai akibat

pemakaian ekstensif steroid topical dan sistemik.

Bercak merah Page 46


Infeksi

DA dapat mengalami komplikasi infeksi virus berulang yang

merupakan refleksi dari defek local fungsi sel T. Infeksi virus yang paling

serius adalah akibat infeksi herpes simplek, menghasilkan Kaposi

varicelliform eruption atau eczema herpeticum. Setelah inkubasi 5-12 hari,

lesi vesikopustular, multipel dan gatal timbul dalam pola diseminata; lesi

vesikuler ber umbilated dan cenderung berkelompok, dan sering

mengalami perdarahan dan berkrusta, menghasilkan erosi punch-out dan

sangat nyeri. Lesi dalam bergabung menjadi area besar (dapat seluruh

tubuh) yang mengelupas dan berdarah.

 Gambar 1.4. Eksema herpetikum.

Vaksinasi smallpox pada pasien DA (bahkan pajanan pasien

dengan individu yang mendapat vaksinasi), dapat menyebabkan erupsi

luas berat (eczema vaccinatum) yang tampak sangat mirip dengan eczema

herpeticum.

Bercak merah Page 47


DA menunjukkan peningkatan prevalensi infeksi T rubrum

dibandingkan control nonatopik. Antibodi (IgE) terhadap M furfur biasa

dijumpai pada pasien DA, sebaliknya jarang pada control normal dan

pasien asmatik. M furfur dan dermatofit lain penting karena setelah terapi

anti jamur, akan terjadi penurunan keparahan kulit DA.

Staphylococcus aureus dijumpai pada > 90% lesi kulit DA. Krusta

kuning madu, folikulitis, pioderma dan pembesaran KGB regional,

merupakan indikasi adanya infeksi sekunder (biasanya oleh S aureus) dan

memerlukan terapi antibiotik. Pentingnya S aureus pada DA didukung

oleh observasi bahwa pasien DA berat, walaupun tanpa infeksi berat, dapat

menunjukkan respon klinis terhadap terapi kombinasi dengan antibiotik

dan steroid topikal.

Dermatitis tangan

Pasien DA sering mengalami dermatitis tangan nonspesifik.

Dermatitis ini sering dipicu oleh basah berulang dan pencucian tangan

dengan sabun, detergen, dan desinfektan.

Dermatitis/eritroderma eksfoliatif

Komplikasi ini terjadi akibat superinfeksi, seperti S aureus

penghasil toksin atau infeksi herpes simplek, iritasi berulang, atau terapi

yang tidak mencukupi. Pada beberapa kasus, penghentian steroid sistemik

yang dipakai mengontrol DA berat dapat menjadi factor pencetus

eritroderma eksfoliatif.

Bercak merah Page 48


 Dermatitis konak alergi

Prognosis DKA umumnya baik , sejauh dapat menghindari bahan penyebab

(Menaldi , Sri Linuwih SW , et a., ed. 2016)

11. PENCEGAHAN

 SLE

Program pengendalian penyakit meliputi upaya promotif,preventif,

kuratif dan rehabilitatifsebagai berikut:

1. Komunikasi informasi dan edukasi

2. Perlindungan khusus

3. Penemuan (deteksi dini), diagnosis, tata laksana kasus dan rujukan

4. Surveilans epidemiologi (surveilans kasus dan surveilans factor resiko)

5. Kemitraan

6. Upaya peningkatan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan

penanggulangan penyakit SLE

7. Pemantauan dan penilaian (pusat data dan informasi kementrian

kesehatan RI, 2017)

 Rheumatoid arthtritis

Sekunder

Bercak merah Page 49


Pencegahan dilakukan dengan modifikasi gaya hidup: olahraga,

penurunan berat badan, dan diet rendah kalori.(Johns Hopkins Arthritis

Center USA: Johns Hopkins Medicine; 2017. Rheumatoid Arthritis Signs

and Symptoms)

Primer

Progresifitas penyakit dan komplikasinya dapat dihambat dengan

fisioterapi dan modifikasi gaya hidup

Tersier

Pada saat diagnosis AR ditegakkan maka program latihan fisik

aerobic bisa direkomendasikan.Latiahn fisik harus disesuaikan secara

individual berdasarkan kondisi penyakit dan komorbiditas yang

ada.Latihan aerobic dapat dikombinasikan dengan latihan penguatan otot

(region terbatas atau menyeluruh).Dan latihan untuk kelenturan, kordinasi

dan kecakatan tangan serta kebugaran tubuh.

Terpi fisik dengan menggunakan laser kekuatan rendah dan TENS

(trancutaneus electrical nerve stimulation), efektif mengurangi nyeri dalam

jangka pendek. Kombinasi paraffin (termoterepi) dan latihan aktif juga

efektif mengurangi nyeri.(. Royal College of Physicians.London, 2009)

Bercak merah Page 50


 Dermatitis Atopi

a. Primer

Menghindari pencetus

- Bahan iritan

- Kosmetik

- Pajanan matahari berlebih

Menjaga kelembaban kulit

b. Sekunder

- Pemberian kortikosteroid

- Anti histamine

- Fototerapi menggunakan UVA/UVB

- Kompres basa dan okulsi

(Hanifin JM,Rajka 1998)

(Djuanda 1993)

 Dermatitis Kontak Alergi

Menghindari Alergen

Setelah kemungkinan penyebab masalah dermatologi pasien telah ditentukan oleh

uji tempel, sangat penting untuk menyampaikan informasi ini kepada pasien

Bercak merah Page 51


dengan cara yang mudah dimengerti. Ini melibatkan penjelasan cermat terhadap

bahan yang mengandung alergen.( Holgate S, 2006. h.118-127.)

Namun, untuk beberapa bahan kimia (seperti nikel dan kromium logam),

penghindaran langsung setelah sekali sensitisasi tidak selalu menghasilkan

perbaikan gejala. Secara keseluruhan, prognosis untuk alergi akibat kerja ini

buruk. Dengan demikian, menghindari alergen yang sudah pernah terpapar sekali

adalah pencegahan yang tidak memadai. Selain itu, menasihati pekerja dengan

DKA untuk meninggalkan posisi mereka saat ini mungkin bukan saran terbaik,

terutama jika perubahan pekerjaan akan menghasilkan dampak ekonomi yang

signifikan buruk.( Freedberg IM dkk . 2003. h. 1164-1179)

Induksi Ambang Batas

Pencegahan DKA yang benar terletak pada penentuan ambang batas untuk induksi

penyakit. Berdasarkan informasi ini, produk dapat dipasarkan dan tempat kerja

dirancang agar mengandung alergen pada tingkat bawah ambang batas.

(Freedberg IM, dkk 2003)

KENOKMA

GEJALA

NYERI
NO DD
BERCAK MERAH SENDI

PIPI HIDUNG JARI KAKI

Bercak merah Page 52


SYTEMIC LUPUS

1 ERITHEMATOSUS

2 REUMATOID ARHTRITIS

4 DERMATITIS ATOPI

12. INTEGRASI KEISLAMAN

‫ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﺁﻳَﺎﺕٌ ﻟِﻠْﻤُﻮﻗِﻨِﻴﻦ‬

ََDan di bumi itu terdapat tanda-tanda

(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin,

‫ﻭَﻓِﻲ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻜُﻢْ ۚﺃَﻓَﻠَﺎ ﺗُﺒْﺼِﺮُﻭﻥ‬

ََdan (juga) pada dirimu sendiri.

Maka apakah kamu tiada memperhatikan?

Bercak merah Page 53


DAFTAR PUSTAKA

 Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Penyakit , Bab 4 . Hal 97

 Leslie P.Garthner,James L.Hiatt.Atlas Berwarna Histologi edisi ke 5 . bab

11 hal-262.Tahun 2012.

 prof.dr.syarifuddin wahid, PhD, sSp.PA, Spf dan dr. Upik A. Miskad, PhD,

Sp.PA, Imunologi. Hal 59 .tahun 2016.

 Lauralee .fisiologi manusia dari sel ke system.Sherwood,edisi 8 hal 186,

bab 5.EGC:Jakarta.Tahun 2002

 Kumar, MBBS, MD, FRCPath Vinay, dkk. Robbins Basic Pathology :

Penyakit System Imun ninth edition. Elsevier Saunders.2013

 Saputri Faudea Haya. Penatalaksanaan fisioterapi pada pasien dengan

SLE di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta.2017

 Salma Nur,dkk. Factor Lingkungan Yang Dapat Meningkatkan Resiko

Kejadian SLE di RSUP. DR. R. D. Kandou Manado. Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado.2016

 Kumar, MBBS, MD, FRCPath Vinay, dkk.. Robbins Basic Pathology :

Penyakit System Imun ninth edition. Elsevier Saunders.2003

 Saputri Faudea Haya..…Penatalaksanaan fisioterapi pada pasien dengan

SLE di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta.2017

Bercak merah Page 54


 setiabudiawan, R Ghrahani. Indonesian Epidemiologic Data Of

Paediatrica Systemic Lupus Erythematosus. BMJ Publishing Group

Ltd.2017

 Kumar, MBBS, MD, FRCPath Vinay, dkk. Robbins Basic Pathology :

Penyakit System Imun ninth edition. Elsevier Saunders.2013

 Kumar, MBBS, MD, FRCPath Vinay, dkk. . Robbins Basic Pathology :

Penyakit System Imun ninth edition. Elsevier Saunder.2013

 Ida Ayu Tri Wedari. . Lupus Eritematosus Sistemik: Sebuah Laporan

Kasus. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali.2014

 Kumar, MBBS, MD, FRCPath Vinay, dkk..Robbins Basic Pathology :

Penyakit System Imun ninth edition. Elsevier Saunders.2003

 Saputri Faudea Haya. Penatalaksanaan fisioterapi pada pasien dengan

SLE di RSUD Dr.moewardi Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta.2017

 Salma Nur,dkk. Factor Lingkungan Yang Dapat Meningkatkan Resiko

Kejadian SLE di RSUP. DR. R. D. Kandou Manado. Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado.2016

 B setiabudiawan, R Ghrahani. Indonesian Epidemiologic Data Of

Paediatrica Systemic Lupus Erythematosus. BMJ Publishing Group

Ltd.2017

 Ida Ayu Tri Wedari.. Lupus Eritematosus Sistemik: Sebuah Laporan

Kasus. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali.2014

Bercak merah Page 55


 Infodatin situasi lupus di Indonesia, pusat data dan informasi kementrian

kesehatan RI, 2017.

 Buku ajar” Ilmu Penyakit Dalam” jilid III edisi IV

 Hanifin JM,Rajka 6. Diagnostic leatures of atopic dermatitis Acta Dem

Venereo.1998

 Djuanda A., Djuanda S., Hamzah M., Aisah S., editor. Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin, Edisi Kedua, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, 1993

 sudoyo Aw,Setiyohadi B,Alwi dkk,,editors Buku ajar ilmu penyakit dalam

.Jilid II.ed 4. Jakarta:Fakultas kedokteran Universitas Indonesia : 2006

 JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, “FAKTOR RESIKO PADA

DERMATITIS ATOPIK”VOLUME 2, NO. 1, JANUARI 2015: 61-67.

 National Collaborating Centre for Chronic Conditions. Rematoid Arthritis

National Clinical guideline for management and treatment in adults.

Royal College of Physicians.London, 2009

 Menaldi,IlmuPenyakitKulitdanKelaminEdisiKetujuh.Jakarta;

BadanPenerbit FKUI; hal. 161-165.Tahun 2016

 Hanifati, Kapita Selekta KedokteranEdisi IV. Jakarta: Media Aesculapius;

hal. 330.Tahun 2014

 Batasina, Timothy, et al.. Profil Dermatitis KontakAlergi di Poliklinik

RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado PeriodeJanuari – Desember 2013.

Bercak merah Page 56


KandidatSkripsiFakultasKedokteranUniversitas Sam Ratulangi

Manado2017.

 Holgate S, Church MK, Lichtenstein LM. Allergy. 3rd ed. Philadelphia:

Mosby Elsevier;. h.118-127.Tahun 2006

 Belsito DV. Allergic Contact Dermatitis. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ,

Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI (eds). Fitzpatrick’s

Dermatology in General Medicine. 6th ed. New York: The McGraw-Hill;

2003.

 Menaldi , Sri Linuwih SW , et a., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi

ketujuh . Jakarta ; Badan Penerbit FKUI ; hal. 161-165. Tahun 2016

Bercak merah Page 57

Anda mungkin juga menyukai