Infertilitas
Infertilitas
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam
dunia kedokteran.Namun sampai saat ini ilmu kedokteran baru berhasil menolong ± 50%
pasangan infertililitas untuk memperoleh anak. Di masyarakat kadang infertilitas di salah artikan
sebagai ketidakmampuan mutlak untuk memiliki anak atau ”kemandulan” pada kenyataannya
dibidang reproduksi, infertilitas diartikan sebagai kekurangmampuan pasangan untuk
menghasilkan keturunan, jadi bukanlah ketidakmampuan mutlak untuk memiliki keturunan.
Menurut catatan WHO, diketahui penyebab infertilitas pada perempuan di antaranya, adalah:
faktor Tuba fallopii (saluran telur) 36%, gangguan ovulasi 33%, endometriosis 30%, dan hal lain
yang tidak diketahui sekitar 26%.Hal ini berarti sebagian besar masalah infertilitas pada
perempuan disebabkan oleh gangguan pada organ reproduksi atau karena gangguan proses
ovulasi.
1. Tujuan
1. Mengetahui penyebab dari infertilitas
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab serta diagnosis endometriosis
3. Mengetahui gejala dari infertilitas
4. Mengetahui pencegahan serta pengobatan infertilitas
1. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari infertilitas?
2. Apa faktor-faktor penyebab serta diagnosis infertilitas?
3. Bagaimana gejala dari endometrriosis?
4. Bagaimana pencegahan serta pengobatan infertilitas?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Infertilitas
Infertilitas ialah pasangan suami-istri belum mampu dan belum pernah memiliki anak setelah 1
tahun berhubungan seksual sebanyak 2-3 kali per minggu tanpa menggunakan alat kontrasepsi
dalam bentuk apapun.
Infertilitas sekundar berarti pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak sebelumnya,
tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak
2-3 kali per minggu tanpa menggunakan alat atau metode kontrasepsi dalam bentuk apapun.
Sebanyak 60%-70% pasangan yang telah menikah akan memiliki anak pada tahun pertama
pernikahan mereka. Sebanyak 20% akan memiliki anak pada tahun ke-2 dari usia pernikahan.
Sebanyak 10-20% sisanya akan memiliki anak pada tahun ke-3 atau lebih atau tidak akan pernah
memiliki anak (Djuwantono,2008).
Walaupun pasangan suami-istri dianggap infertile, bukan tidak mungkin kondisi infertile
sesungguhnya hanya dialami oleh sang suami atau sang istri. Hal tersebut dapat dipahami karena
proses pembuahan yang berujung pada kehamilan dan lahirnya seorang manusia baru merupakan
kerjasama antara suami dan istri. Kerjasama tersebut mengandung arti bahwa dua factor yang
harus dipenuhi adalah: (1) suami memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga
mampu menghasilkan dan menyalurkan sel kelami pria (spermatozoa) ke dalam organ reproduksi
istri dan (2) istri memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu
menghasilkan sel kelamin wanita (sel telur atau ovum) yang dapat dibuahi oleh spermatozoa dan
memiliki rahim yang dapat menjadi tempat perkembangan janin, embrio, hingga bayi berusia
cukup bulan dan dilahirkan. Apabila salah satu dari dua factor yang telah disebutkan tersebut
tidak dimiliki oleh pasangan suami-istri, pasangan tersebut tidak akan mampu memiliki anak.
Berdasarkan hal yang telah disebutkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pasangan suami-
istri dianggap infertile apabila memenuhi syarat-syarat berikut (Djuwantono,2008)
Hal-hal yang paling penting dalam berhasil atau tidaknya pengobatan infertilitas antara lain
(Permadi,2008)
1. Penyebab Infertilitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi infertilitas, antara lain:
1. Umur
2. Lama infertilitas
3. Stress
4. Lingkungan
5. Hubungan seksual
6. Kondisi reproduksi wanita, meliputi cervix, uterus, dan sel telur
7. Kondisi reproduksi pria, yaitu kualitas sperma dan seksualitas
(1) Umur
Kemampuan reproduksi wanita menurun drastis setelah umur 35 tahun. Hal ini dikarenakan
cadangan sel telur yang makin sedikit. Fase reproduksi wanita adalah masa sistem reproduksi
wanita berjalan optimal sehingga wanita berkemampuan untuk hamil. Fase ini dimulai setelah
fase pubertas sampai sebelum fase menopause.
Fase pubertas wanita adalah fase di saat wanita mulai dapat bereproduksi, yang ditandai dengan
haid untuk pertama kalinya (disebut menarche) dan munculnya tanda-tanda kelamin sekunder,
yaitu membesarnya payudara, tumbuhnya rambut di sekitar alat kelamin, dan timbunan lemak di
pinggul. Fase pubertas wanita terjadi pada umur 11-13 tahun. Adapun fase menopause adalah
fase di saat haid berhenti. Fase menopause terjadi pada umur 45-55 tahun.
Pada fase reproduksi, wanita memiliki 400 sel telur. Semenjak wanita mengalami menarche
sampai menopause, wanita mengalami menstruasi secara periodik yaitu pelepasan satu sel telur.
Jadi, wanita dapat mengalami menstruasi sampai sekitar 400 kali. Pada umur 35 tahun simpanan
sel telur menipis dan mulai terjadi perubahan keseimbangan hormon sehingga kesempatan
wanita untuk bisa hamil menurun drastis. Kualitas sel telur yang dihasilkan pun menurun
sehingga tingkat keguguran meningkat. Sampai pada akhirnya kira-kira umur 45 tahun sel telur
habis sehingga wanita tidak menstruasi lagi alias tidak dapat hamil lagi. Pemeriksaan cadangan
sel telur dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah atau USG saat menstruasi hari ke-2 atau ke-
3.
Berdasarkan laporan klinik fertilitas di Surabaya, lebih dari 50% pasangan dengan masalah
infertilitas datang terlambat. Terlambat dalam artian umur makin tua, penyakit pada organ
reproduksi yang makin parah, dan makin terbatasnya jenis pengobatan yang sesuai dengan
pasangan tersebut.
(3) Stress
Stres memicu pengeluaran hormon kortisol yang mempengaruhi pengaturan hormon reproduksi.
(4) Lingkungan
Paparan terhadap racun seperti lem, bahan pelarut organik yang mudah menguap, silikon,
pestisida, obat-obatan (misalnya: obat pelangsing), dan obat rekreasional (rokok, kafein, dan
alkohol) dapat mempengaruhi sistem reproduksi. Kafein terkandung dalam kopi dan teh.
Penyebab infertilitas ditinjau dari segi hubungan seksual meliputi: frekuensi, posisi, dan
melakukannya tidak pada masa subur.
(6) Frekuensi
Hubungan intim (disebut koitus) atau onani (disebut masturbasi) yang dilakukan setiap hari akan
mengurangi jumlah dan kepadatan sperma. Frekuensi yang dianjurkan adalah 2-3 kali seminggu
sehingga memberi waktu testis memproduksi sperma dalam jumlah cukup dan matang.
(7) Posisi
Infertilitas dipengaruhi oleh hubungan seksual yang berkualitas, yaitu dilakukan dengan
frekuensi 2-3 kali seminggu, terjadi penetrasi dan tanpa kontrasepsi. Penetrasi adalah masuknya
penis ke vagina sehingga sperma dapat dikeluarkan, yang nantinya akan bertemu sel telur yang
“menunggu” di saluran telur wanita. Penetrasi terjadi bila penis tegang (ereksi). Oleh karena itu
gangguan ereksi (disebut impotensi) dapat menyebabkan infertilitas. Penetrasi yang optimal
dilakukan dengan cara posisi pria di atas, wanita di bawah. Sebagai tambahan, di bawah pantat
wanita diberi bantal agar sperma dapat tertampung. Dianjurkan, setelah wanita menerima
sperma, wanita berbaring selama 10 menit sampai 1 jam bertujuan memberi waktu pada sperma
bergerak menuju saluran telur untuk bertemu sel telur.
(8) Masa Subur
Marak di tengah masyarakat bahwa supaya bisa hamil, saat berhubungan seksual wanita harus
orgasme. Pernyataan itu keliru, karena kehamilan terjadi bila sel telur dan sperma bertemu. Hal
yang juga perlu diingat adalah bahwa sel telur tidak dilepaskan karena orgasme. Satu sel telur
dilepaskan oleh indung telur dalam setiap menstruasi, yaitu 14 hari sebelum menstruasi
berikutnya. Peristiwa itu disebut ovulasi. Sel telur kemudian menunggu sperma di saluran
telur (tuba falopi) selama kurang-lebih 48 jam. Masa tersebut disebut masa subur.
Menentukan Kesuburan Pria
Sperma merupakan cairan yang tersusun dari berbagai produk organ-organ pada sistem
reproduksi pria. Secara lebih rinci, komposisi di dalamnya antara lain: 1) spermatozoa, 2) cairan
yang diproduksi oleh kelenjar-kelenjar tambahan yang mengandung nutrisi dan pelindung
spermatozoa serta pelumas.
Berdasarkan komposisi tersebut, analisis sperma mampu menghasilkan data yang akurat dan
dapat dijadikan analisis kesuburan seorang pria. Sebagai contoh, dapat digambarkan hal-hal
sebagai berikut (Herlianto,1971)
1. Apabila sperma memiliki volume, warna, dan kekentalan yang normal, tetapi
spermatozoa tidak ditemukan sama sekali, jumlahnya kurang dari jumlah normal, memiliki
bentuk yang tidak lazim, atau belum mencapai kematangan, hal tersebut merupakan indikasi
bahwa terdapat gangguan pada testis.
2. Apabila sperma mengandung spermatozoa dalam jumlah dan bentuk yang normal, tetapi
memiliki volume, warna serta kekentalan yang tidak normal, hal tersebut merupakan indikasi
adanya gangguan pada kelenjar-kelenjar tambahan. Gangguan pada kelenjar tambahan juga dapat
diindikasikan dengan banyak ditemukannya spermatozoa yang mati. Hal tersebut secara logis
berhubungan dengan fungsi cairan yang dihasilkan kelenjar tambahan sebagai nutrisi dan
pelindung spermatozoa.
3. Apabila saat ejakulasi sperma tidak dikeluarkan sama sekali, hal tersebut
mengindikasikan kemungkinan terjadinya gangguan multifaktorial, antara lain gangguan pada
saluran keluar sperma yang disertai gangguan pada testis maupun kelenjar-kelenjar tambahan.
Sumbatan (obstruksi) atau tidak terdapatnya saluran sperma tertentu merupakan akibat dari
kelainan sejak lahir (Kongenital) juga memiliki kemungkinan untuk menjadi penyebab tidak
dikeluarkannya sperma sama sekali.
Berdasarkan fakta ilmiah tersebut, analisis sperma dapat menjadi sebuah tes kesuburan yang
dapat diandalkan untuk menemukan gangguan pada sistem reproduksi pria yang pada akhirnya
mengakibatkan infertilitas (Permadi,2008).
Sistem reproduksi wanita dapat dibagi berdasarkan fungsi utama dari tiap organ yang
menyusunnya. Fungsi utama tersebut antara lain (Permadi,2008)
Antibiotik hanya diberikan apabila sang pria terbukti mengalami infeksi pada organ ataupun
saluran reproduksinya. Antibiotik hanya diberikan atas instruksi dokter dan digunakan sesuai
dengan petunjuk penggunanya (Permadi,2008).
Akibat dari pemakaian antibiotik yang tidak sesuai dengan aturan pakai adalah kuman penyebab
infeksi yang menjadi kebal terhadap antibiotik tersebut. Dengan demikian, hal tersebut justru
menyebabkan bertambah parahnya kondisi sakit yang ada (Permadi,2008).
D. Diagnosis
Seorang wanita dengan gejala yang khas atau infertilitas yang tidak bisa dijelaskan biasanya
diduga menderita endometriosis. Sebagai tambahan pemeriksaan laboratorium tertentu bisa
membantu seperti kadar Ca – 125 dalam darah dan aktivitas endometrial aromatase. Tapi alat
diagnosa yang paling dapat dipercaya adalah dengan laparoskopi, yang dilakukan dengan
memasukkan alat laparoskop melalui sayatan kecil di bawah pusar. Dengan alat ini dokter dapat
melihat organ-organ panggul, kista dan jaringan endometriosis secara langsung.
Berdasarkan riwayat penyakit, gejala, dan tanda-tanda serta pemeriksaan bimanual saja,
diagnosis endometriosis sukar dibuat. Hal ini disebabkan karena endometriosis sering
menyerupai penyakit lain seperti dismenorea primer, radang pelvis, perlekatan pelvis, uterus
miomatus, sindroma kongesti pelvis, salfingitis ismika nodosa, penyakit gastro intestinal,
penyakit traktus urinarius dan neoplasma. Diagnosis biasanya dibuat atas dasar anamnesa dan
pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan pemeriksaan laparaskopi. Kuldoskopi kurang
bermanfaat terutama jika cavum Douglasi ikut serta dalam endometriosis. Pada endometriosis
yang ditemukan pada lokasi seperti forniks vaginae post perineum, parut laparatomi, dan
sebagainya, biopsis dapat memberi kepastian mengenai diagnosis.
Pemeriksaan laboratorium pada endometriosis tidak memberi tanda yang khas, hanya apabila ada
darah dalam tinja atau air kencing pada waktu haid, dapat menjadi petunjuk tentang adanya
endometriosis pada rektosigmoid atau pada kandung kencing. Sigmoidoskopi dan sitoskopi dapat
memperlihatkan tempat perdarahan pada waktu haid. Differensial diagnosis, Adenomiosis uteri,
radang pelvis dengan tumor adneksa dapat menimbulkan kesukaran dalam mendiagnosis.
Kombinasi adenomiosis uteri atau mioma uteri dengan endometriosis, kista ovarium, karsinoma.
Gejala Endometriosis bisa timbul di berbagai tempat dan mempengaruhi gejala yang
ditimbulkan. Tempat yang paling sering ditemukan adalah di belakang rahim, pada jaringan
antara rektum dan vagina dan permukaan rektum. Tapi kadang-kadang ditemukan juga di tuba,
ovarium, otot-otot pengikat rahim, kandung kencing dan dinding samping panggul.
Mengikuti siklus menstruasi, setiap bulan jaringan di luar rahim ini mengalami penebalan dan
perdarahan. Perdarahan ini tidak mempunyai saluran keluar seperti darah menstruasi, tapi
terkumpul dalam rongga panggul dan menimbulkan nyeri. Jaringan endometriosis dalam
ovarium menyebabkan terbentuknya kista coklat. Akibat peradangan jaringan secara kronis,
terbentuk jaringan parut dan perlengketan organ-organ reproduksi. Sel telur sendiri terjerat dalam
jaringan parut yang tebal sehingga tidak dapat dilepaskan. Sepertiga penderita endometriosis
tidak mempunyai gejala apapun selain infertilitas.
Penderita yang lain mengalami berbagai gejala dengan gejala utama nyeri. Beratnya
endometriosis tidak berhubungan dengan derajat nyeri,bisa jadi endometriosis yang berat hanya
menimbulkan nyeri ringan. Gejala yang sering timbul :
1. Nyeri, hebatnya nyeri ditentukan oleh lokasi endometriosis
nyeri pada saat menstruasi
nyeri selama dan sesudah hubungan intim
nyeri ovulasi nyeri pada pemeriksaan dalam oleh dokter
1. Perdarahan
perdarahan banyak dan lama pada saat menstruasi
spotting sebelum menstruasi
menstruasi yang tidak teratur
darah menstruasi yang berwarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau di akhir
menstruasi
1. Keluhan buang air besar dan kecil
nyeri pada saat buang air besar
darah pada feces
diare, konstipasi dan kolik
nyeri sebelum, pada saat dan sesudah buang air kecil Pencegahan dan Pengobatan
Endometriosis.
Pencegahan Endometriosis
Medis berpendapat bahwa kehamilan adalah cara pencegahan yang paling baik untuk
endometriosis. Gejala-gejala endometriosis memang berkurang atau hilang pada waktu dan
sesudah kehamilan karena regresi endometrium dalam sarang-sarang endometriosis. Oleh sebab
itu hendaknya perkawinan jangan ditunda terlalu lama, dan sesudah perkawinan hendaknya
diusahakan supaya mendapat anak-anak yang diinginkan dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Sikap demikian itu tidak hanya merupakan profilaksis yang baik terhadap endometriosis,
melainkan menghindari terjaidnya infertilitas sesudah endometriosis, melainkan menghindari
terjadinya infertilitas sesudah endometriosis timbul. Selain itu jangan melakukan pemeriksaan
yang kasar atau melakukan kerokan pada waktu haid, karena dapat menyebabkan mengalirnya
darah haid dari uterus ke tuba dan ke rongga panggul.
Ø Pengobatan Endometriosis
Pengobatan yang diberikan tergantung pada gejala, rencana mempunyai anak, usia dan luasnya
daerah yang terkena. Pengelolaan endometriosis dengan obat-obatan tidak menyembuhkan,
endeometriosis akan kambuh setelah pengobatan dihentikan. Pada wanita dengan endometriosis
ringan sampai berat, terutama dengan kasus infertilitas, maka diperlukan pembedahan untuk
membuang sebanyak mungkin jaringan endometriosis dan mengembalikan fungsi reproduksi.
1. Androgen, yaitu preparat yang dipakai adalah metiltestoteran sublingual dengan dosis 5-
10 mg perhari. Biasanya diberikan 10 mg per hari pada bulan pertama dilanjutkan dengan 5 mg
perhari selama 2-3 bulan berikutnya. Kekurangan adalah:
a) Timbulnya efek samping maskulinisasi terutama pada dosis melebihi 300 mg perbulan/ pada
terapi jangka panjang.
c) Bila terjadi kehamilan akan menimbulkan cacat bawaan pada janin. Keuntungan adalah:
2) Meningkatkan libido.
1. Kesimpulan
Infertilitas diartikan sebagai kekurang mampuan pasangan untuk menghasilkan keturunan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi infertilitas, antara lain:
Umur
Lama infertilitas
Emosi
Lingkungan
Hubungan seksual
Kondisi reproduksi wanita, meliputi cervix, uterus, dan sel telur
Kondisi reproduksi pria, yaitu kualitas sperma dan seksualitas
Gejala-gejala Endometriosis, antara lain :
https://bidannada.wordpress.com/2016/03/29/makalah-infertilitas/