TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konstipasi
Konstipasi berarti pelannya pergerakan tinja melalui usus besar dan sering
disebabkan oleh sejumlah besar tinja yang kering dan keras pada kolon desenden yang
menumpuk karena absorpsi cairan yang berlebihan (Guyton, 2007).
Menurut kriteria Roma III untuk konstipasi, pasien harus mengalami setidaknya
2 dari gejala berikut selama 3 bulan sebelumnya:
buang air besar <3 kali per minggu
Mengejan
Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna yang terbanyak pada usia lanjut.
Terjadi peningkatan keluhan ini dengan bertambahnya usia; 30-40% orang berusia di
atas 65 tahun mengeluh konstipasi. Di Inggris, 30% orang berusia 60 tahun
merupakan konsumen yang teratur menggunakan obat pencahar. Di Australia, sekitar
20% dari populasi berusia di atas 60 tahun mengeluh mengalami konstipasi dan lebih
banyak terjadi pada perempuan dibandingkan pria. Suatu penelitian yang melibatkan
3000 orang berusia diatas 65 tahun menunjukkan sekitar 34% perempuan dan 26 %
pria yang mengeluh konstipasi (Pranaka, 2009).
1. Pola hidup ; diet rendah serat, kurang minum, kebiasaan buang air besar yang
tidak teratur, kurang olahraga.
a. Diet rendah serat :
Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses
sehingga menghasilkan produk sisa yang tidak cukup untuk merangsang
refleks pada proses defekasi. Makan rendah serat seperti ; beras, telur dan
daging segar bergerak lambat di saluran cerna. Meningkatnya asupan
cairan dengan makanan seperti itu meningkatkan pergerakan makanan
tersebut (Siregar, 2004).
Diet rendah serat : Dietary Reference Intake (DRI) serat
berdasarkan National Academy of Sciences (Drummond and Brefere,
2007):
1. Anak-anak
a. 1 – 3 tahun : 19 gram/hari
b. 4 – 8 tahun : 25 gram/hari
2. Pria
a. 9 – 13 tahun : 31 gram/hari
b. 14 – 18 tahun : 38 gram/hari
c. 19 – 30 tahun : 38 gram/hari
d. 30 – 50 tahun : 38 gram/hari
e. >50 tahun : 30 gram/hari
3. Wanita
a. 9 – 13 tahun : 26 gram/hari
b. 14 – 18 tahun : 26 gram/hari
c. 19 – 30 tahun : 25 gram/hari
d. 30 – 50 tahun : 25 gram/hari
e. >50 tahun : 21 gram/hari
2. Obat – obatan ;
banyak obat yang menyebabkan efek samping konstipasi. Beberapa di
antaranya seperti ; morfin, codein sama halnya dengan obat-obatan adrenergik
dan antikolinergik, melambatkan pergerakan dari kolon melalui kerja mereka
pada sistem syaraf pusat. Kemudian, menyebabkan konstipasi yang lainnya
seperti: zat besi, mempunyai efek menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal
Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantar feses ke
rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan merenggangkan ampula dari rekum
diikuti relaksasi dari sfingter anus interna. Untuk menghindari pengeluaran feses
secara spontan, terjadi refleks kontraksi dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot
dasar pelvis yang dipersarafi oleh saraf pudendus. Otak menerima rangsangan
keinginan untuk buang air besar dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk
relaksasi, sehingga rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot
dinding perut. Kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter
dan otot-otot levator ani (Pranaka, 2009).
Ketika serat yang dikonsumsi sedikit, kotoran akan menjadi kecil dan keras.
Konstipasi akan timbul, dimana dalam proses defekasi terjadi tekanan yang berlebihan
dalam usus besar (kolon) keluar dari otot, membentuk kantong kecil yang disebut
divertikula. Hemoroid juga bisa sebagai akibat dari tekanan yang berlebihan saat
defekasi (Wardlaw, Hampl, and DiSilvestro, 2004). Hampir 50% dari pasien dengan
penyakit divertikular atau anorektal, ketika ditanya, menyangkal mengalami
konstipasi/sembelit. Namun, hampir semua pasien ini memiliki gejala ketegangan atau
jarang defekasi (Basson, 2010)
1. Diet rendah serat , karena motalitas usus bergantung pada volume isi usus.
semakin besar volume akan semakin besar motalitas.
2. Gangguan refleks dan psikogenik. Hal ini termasuk (1) fisura ani yang terasa
nyeri dan secara refleks meningkatkan tonus sfingter ani sehingga semakin
meningkatnya nyeri; (2) yang disebut anismus (obstruksi pintu bawah
panggul), yaitu kontraksi (normalnya relaksasi) dasar pelvis saat rektum
terenggang.
6. Obstruksi mekanis di lumen usus (misal, cacing gelang, benda asing, batu
empedu).
2.1.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis terperinci merupakanhal terpenting untuk mengungkapkan adakah
konstipasi dan faktor penyebab.
Kriteria Rome-III untuk diagnosis konstipasi fungsional
2.2 Stres
2.2.1 Definisi Stres
Menurut Hawari (2001), yang dimaksud dengan stres adalah respon tubuh yang
sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban. Misalnya bagaimana respon
tubuh seseorang mana kala yang bersangkutan mengalami beban pekerjaan yang
berlebihan. Bila ia sanggup mengatasinya artinya tidak ada gangguan pada fungsi
organ tubuh, maka dikatakan yang bersangkutan tidak mengalami stres, tetapi
sebaliknya bila ia mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga
yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik,
maka ia disebut mengalami stres.
a. Perubahan (Change)
Perubahan sering dikaitkan dalam usaha atau proses untuk perubahan
hidup yang lebih baik. Dalam hal ini juga berkaitan dengan kesempatan,
kemampuan, kemauan, dan keteguhan hati. Orang-orang yang teguh hatinya
menghadapi perubahan dengan ringan dan mudah. Sebaliknya, orang yang
tidak memiliki keteguhan hati akan menghadapi masalah dalam perubahan
seperti ini. Dia akan mudah stres dan tujuan untuk perbaikan tidak pernah
tercapai.
Dalam menghadapi perubahan ini setiap orang diharapkan dapat mengontrol
kehidupannya masing-masing. Mereka juga harus tetap fokus dan berorientasi
pada tujuan hidupnya. Apabila kondisi kesehatan mengalami perubahan,
sebaiknya konsumsi vitamin dan zat-zat penambah nutrisi yang dianjurkan.
Akan sangat baik kalau latihan aerobik dan relaksasi dilakukan.
Pada lingkungan yang baru mengalami perubahan, sebaiknya seseorang
yang baru saja pindah mencari kawan-kawan baru yang sesuai. Selain itu,
b. Frustrasi (Frustration)
Frustrasi bisa disebabkan adanya berbagai faktor, yang membuat seseorang
terserang stres. Berikut ini adalah hal-hal yang bisa membuat orang frustrasi.
1. Suasana yang overcrowding atau terlalu ramai, sibuk, dan bising.
Dalam kondisi seperti ini orang rawan frustrasi yang menyebabkan dia
mengalami stres. Kondisi seperti ini membuat orang mudah cemas,
bingung, dan panik – pemicu munculnya stres.
2. Diskriminasi. Lingkungan yang sarat dengan diskriminasi akan
membuat orang merasakan ketidakadilan. Pihak yang mengalami
diskriminasi akan cepat stres.
3. Faktor-faktor sosial ekonomi. Kekuatan sosial ekonomi membuat
seseorang merasa kokoh dan merasa memiliki nilai. Namun
sebaliknya, kekurangan dan masalah-masalah sosial ekonomi juga
membuat orang frustrasi. Biaya hidup yang tinggi, tetangga dan
lingkungan yang tidak baik, kawan yang tidak sejalan, dan lain-lain
semuanya sangat memudah memicu stres.
4. Birokrasi. Meskipun terlihat tidak ada masalah, tetapi birokrasi yang
berbelit-belit, ribet, dan tidak segera selesai membuat orang
frustrasi.terlebih kalau urusantidak cepat kelar dan masih tertunda
karena birokrasi yang rumit.