Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR-DASAR GENETIKA IKAN

RASIO DNA/RNA

NAMA : DIENAH NAHWAHATIKA


NIM : L221 16 310
KELOMPOK : IX (SEMBILAN)
HARI, TANGGAL : RABU, 1 NOVEMBER 2017
ASISTEN : ANDI N RENITA RELATAMI, S.Pi. M.Si
AMRIANA S.Pi
ELYAS
ANDI SYARI RAMDHANI
YUSDALIFA EKAYANTI YUNUS

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN


UNVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Genetika merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari


tentang pewarisan sifat-sifat makhluk hidup dari induk kepada keturunannya.
Misalnya, adanya kesamaan ciri dan sifat yang kamu miliki dari satu keluarga.
Menurut beberapa sumber lainnya, genetika berasal dari bahasa Yunani yaitu
genno yang berarti melahirkan. Dengan demikian genetika adalah ilmu yang
mempelajari berbagai aspek yang menyangkut pewarisan sifat dan variasi sifat
pada organisme maupun suborganisme (seperti virus dan prion). Sederhananya,
genetika juga merupakan ilmu yang mempelajari tentang gen dan berbagai macam
aspek yang terkait dengan gen (Elvita et al. 2008).
DNA merupakan asam nukleat yang mengandung materi genetik dan
berfungsi untuk mengatur perkembangan biologis seluruh bentuk kehidupan
secara seluler. Keturunan makhluk hidup akan berkembang menjadi salinan yang
tepat apabila ia berkembang secara aseksual. Apabila berkembang biak secara
seksual, maka keturunannya juga akan mengembangkan ciri-ciri yang saling
berbeda dan berlainan pula dari salah satu tetuanya. Genetika tidak hanya
berbicara hal pewarisan sifat tapi genetika merupakan ilmu yang mempelajari
tentang materi genetika. Gen telah berevolusi seiring dengan sejarah genetika.
Pada konsep mendelin, suatu gen sebagai unit penurunan sifat yang mempunyai
ciri-ciri tersendiri yang mempengaruhi karakter fenotip (Faatih 2009).
Analisis DNA merupakan teknik yang relatif baru dan berkembang pesar
sesuai dengan peningkatan kualitas dan kuantitas kriminalitas disamping dapat
digunakan dalam penentuan hubungan keluarga. Permasalahannya adalah
bagaimana kemampuan analisis DNA ini dalam mengidentifikasi individu pada
kasus-kasus tersebut. Analisis DNA hanya dipercaya bila menggunakan prosedur
dasar genetika molekuler yang dapat menunjukkan perbedaan antara individu.
Dewasa ini validitas dari pendekatan analisis DNA yang berhubungan dengan
prinsip-prinsip dasar tidak lagi diragukan. Walaupun demikian tidak berarti dari
hasil analisis DNA tidak ada kesalahan. Keraguan tentang kualitas masih tetap
diperdebatkan seperti juga teknik forensik lainnya. Kemungkinan kesalahan yang
terjadi dalam kesalahan analisis DNA antara lain kontaminasi dari sampel oleh
DNA asing, destruksi DNA saat penyimpanan (Ibrahim, 2010).
PCR merupakan suatu metode biomolekuler yang canggih untuk
perbanyakan segmen DNA spesifik secara in vitro, melalui suatu proses
enzimatik dengan menggunakan enzim DNA polimerase dan primer nukleotida
yang akan berhibridisasi dengan bagian DNA dari dua arah yang berlawanan.
Dengan penggunaan teknik ini dapat diamplifikasi suatu segmen DNA diantara
dua regio yang diketahui sekuennya. Sintesis serat baru DNA bermula dengan
terjadinya hibridisasi DNA primer secara spesifik pada bagian tertentu rangkaian
DNA target yang akan dijadikan sebagai cetakan (Elzal dan Arief, 2014).
Berdasarkan uraian di atas maka praktikum Analisis DNA penting untuk
dilakukan untuk mengetahui langkah-langkah dalam melakukan ekstraksi DNA.
Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum Rasio DNA/RNA ini adalah agar


praktikan dapat mengukur konsentrasi DNA dan RNA serta mengukur kualitas
DNA.

2 TINJAUAN PUSTAKA

DNA

DNA merupakan polimer dari nukleotida-nukleotida. Nukleotida-


nukleotida dalam DNA dihubungkan satu dengan yang lainnya oleh ikatan
fosfodiester, yaitu ikatan yang terjadi antara karbon katida dari satu nukleotida
terdiri dari sebuah gula pentosa (deoksiribosa), satu buah fosfat dan satu basa
nitrogen. Basa nitrogen tersebut berikatan dengan karbon pertama dari gula
deoksiribosa, sedangkan fosfat berikatan dengan karbon kelima dari gula yang
sama. Rangka utama untai DNA terdiri dari gugus fosfat dan gula yang
berselang-seling. Gula pada DNA adalah gula pentosa (berkarbon lima), yaitu 2-
deoksiribosa. Dua gugus gula terhubung dengan fosfat melalui ikatan
fosfodiester antara atom karbon ketiga pada cincin satu gula dan atom karbon
kelima pada gula lainnya. Salah satu perbedaan utama DNA dan RNA adalah
gula penyusunnya; gula RNA adalah ribosa (Priyani 2004).
DNA yang menyimpan infomasi genetik ini, secara tidak langsung
berfungsi dalam mengatur produksi berbagai asam amino yang dibutuhkan oleh
tubuh. Asam amino inilah yang nantinya menjadi protein yang dibutuhkan, baik
berupa hormon, enzim, dll. DNA mempunyai dua tugas utama yaitu membuat
kopian yang tepat dari dirinya sendiri pada tahap replikasi, dan meneruskan kode-
kode informasi dimiliki ke mRNA pada tahap transkripsi (Rahmawati 2017).

PCR (Polymerase Chain Reaction)

PCR merupakan suatu metode yang sederhana, cepat dan sangat


potensial dalam suatu proses. Perbanyakan DNA terutama pada keadaan
jumlah sampel yang mengandung sangat sedikit DNAnya. PCR digunakan
untuk mensintesis DNA secara in vitro dengan proses enzimatik menggunakan
2 primer oligonukleotida yang akan berhibridisasi dengan rantai tunggal DNA
target. Perbanyakan (amplifikasi) DNA dilakukan dengan siklus berulang yang
melibatkan rangkaian reaksi-reaksi denaturasi DNA template, hibridisasi
primer, proses perpanjangan / elongasi DNA (extension) yang kemudian akan
menghasilkan fragmen DNA yang spesifik. PCR dapat digunakan bilamana
isolasi dan analisis DNA dibutuhkan, ketika sekuens genom target diketahui.
PCR dapat digunakan untuk mengisolasi dan melabel suatu fragmen DNA,
menganalisis interaksi protein-DNA, sekuens DNA-RNA dan manipulasi terapi
gen (Elzal dan Arief, 2014).
Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu proses sintesis
enzimatik untuk melipatgandakan suatu sekuens nukleotida tertentu secara in
vitro. Metode ini sekarang telah banyak digunakan untuk berbagai macam
manipulasi dan analisis genetik. Kunci utama pengembangan PCR adalah
menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan
meminimalkan amplifikasi urutan non-target. Pada awal perkembanganya metode
ini hanya digunakan untuk melipatgandakan molekul DNA, tetapi kemudian
dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk melipatgandakan
dan melakukan kuantitas molekul mRNA. Setiap urutan basa nukleotida yang
diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Pada setiap siklus PCR akan
diperoleh 2n kali banyaknya DNA target (Hasibuan 2015).

Komponen PCR

Untuk melakukan proses PCR diperlukan komponen-komponen yang


diperlukan. Pada bagian ini akan dijelaskan secara rinci kegunaan dari masing-
masing komponen tersebut (Handoyo dan Rudiretna, 2001):
Templat DNA memiliki fungsi di dalam proses PCR adalah sebagai cetakan
untuk pembentukan molekul DNA baru yang sama. Templat DNA ini dapat
berupa DNA kromosom, DNA plasmid ataupun fragmen DNA apapun asal di
dalam DNA templat tersebut mengandung fragmen DNA target yang dituju.
Penyiapan DNA templat untuk proses PCR dapat dilakukan dengan menggunakan
metode lisis sel ataupun dengan cara melakukan isolasi DNA kromosom atau
DNA plasmid dengan menggunakan metode standar yang ada. Pemilihan metode
yang digunakan di dalam penyiapan DNA templat tergantung dari tujuan
eksperimen.
Primer menentukan keberhasilan suatu proses PCR. Di dalam proses PCR,
primer berfungsi sebagai pembatas fragmen DNA target yang akan diamplifikasi
dan sekaligus menyediakan gugus hidroksi (-OH) pada ujung 3 yang diperlukan
untuk proses eksistensi DNA. Perancangan primer dapat dilakukan berdasarkan
urutan DNA yang telah diketahui ataupun dari urutan protein yang dituju. Data
urutan DNA atau protein bisa didapatkan dari database GenBank. Apabila urutan
DNA maupun urutan protein yang dituju belum diketahui maka perancangan
primer dapat didasarkan pada hasil analisis homologi dari urutan DNA atau
protein yang telah diketahui mempunyai hubungan kekerabatan yang terdekat.
dNTPs (Deoxynucleotide triphosphates) merupakan suatu campuran yang
terdiri atas dATP (deoksiadenosin trifosfat), dTTP (deoksitimidin trifosfat) , dCTP
(deoksisitidin trifosfat) dan dGTP (deoksiguanosin trifosfat). Dalam proses PCR
dNTPs bertindak sebagai building block DNA yang diperlukan dalam proses
ekstensi DNA. dNTP akan menempel pada gugus –OH pada ujung 3’ dari primer
membentuk untai baru yang komplementer dengan untai DNA templat.
Konsentrasi optimal dNTPs untuk proses PCR harus ditentukan.
Buffer PCR diperlukan pada proses PCR hanya pada kondisi pH tertentu.
Oleh karena itu untuk melakukan proses PCR diperlukan buffer PCR. Fungsi
buffer di sini adalah untuk menjamin pH medium. Selain buffer PCR diperlukan
juga adanya ion Mg2+, ion tersebut berasal dari berasal MgCl2. MgCl2 bertindak
sebagai kofaktor yang berfungsi menstimulasi aktivitas DNA polimerase. Dengan
adanya MgCl2 ini akan meningkatkan interaksi primer dengan templat yang
membentuk komplek larut dengan dNTP (senyawa antara).
Enzim Polimerase DNA berfungsi sebagai katalisis untuk reaksi
polimerisasi DNA. Pada proses PCR enzim ini diperlukan untuk tahap ekstensi
DNA. Enzim polimerase DNA yang digunakan untuk proses PCR diisolasi dari
bakteri termofilik atau hipertermofilik oleh karena itu enzim ini bersifat
termostabil sampai temperatur 95 oC. Aktivitas polimerase DNA bergantung dari
jenisnya dan dari mana bakteri tersebut diisolasi . Sebagai contoh adalah enzim
Pfu polimerase (diisolasi dari bakteri Pyrococcus furiosus) mempunyai aktivitas
spesifik 10x lebih kuat dibandingkan aktivitas spesifik enzim Taq polimerase
(diisolasi dari bakteri Thermus aquaticus). Penggunaan jenis polimerase DNA
berkaitan erat dengan buffer PCR yang dipakai.

Prinsip metode PCR

Komponen- komponen yang diperlukan pada proses PCR adalah templat


DNA; sepasang primer, yaitu suatu oligonukleotida pendek yang mempunyai
urutan nukleotida yang komplementer dengan urutan nukleotida DNA templat;
dNTPs (Deoxynucleotide triphosphates); buffer PCR; magnesium klorida (MgCl2)
dan enzim polimerase DNA . Proses PCR melibatkan beberapa tahap yaitu: (1)
pra-denaturasi DNA templat; (2) denaturasi DNA templat; (3) penempelan primer
pada templat (annealing); (4) pemanjangan primer (extension) dan (5)
pemantapan (postextension). Tahap (2) sampai dengan (4) merupakan tahapan
berulang (siklus), di mana pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah DNA
(Handoyo dan Rudiretna, 2001).
Proses PCR secara umum berlangsung dalam tiga tahap, yakni tahap
denaturasi, tahap penempelan (annealing), dan tahap pemanjangan (extension).
Tahap denaturasi dilakukan dengan menaikkan suhu hingga suhu 93 – 94oC dan
bertujuan untuk memecah DNA target dari dua untai menjadi untaian DNA
tunggal yang saling terpisah. Tahap annealing dilakukan pada suhu 50 – 60oC
setelah tahap denaturasi dan bertujuan agar primer menempel pada DNA target.
Tahap extension berlangsung pada suhu 72oC setelah tahap annealing dan
bertujuan agar enzim polimerase dapat melakukan sintesis sehingga berlangsung
proses pemanjangan untaian DNA baru. Setiap tahap PCR tersebut harus
dilakukan secara berurutan dan satu perjalanan dari tahap denaturasi hingga tahap
extension dinamakan satu siklus (cycle). Umumnya satu proses PCR
membutuhkan sekitar 30 – 40 siklus demi mendapatkan untaian DNA baru
(amplicon) dalam jumlah cukup banyak sesuai kebutuhan hasil analisis DNA.
Perubahan suhu dalam setiap tahap PCR tersebut juga harus dilakukan dalam
waktu singkat, oleh sebab itu PCR dilakukan menggunakan
alat bernama PCR thermal cycler (Prayoga dan Wardani, 2015).

Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan prosedur rutin dalam analisis molekuler.


Masalah-masalah dalam ekstraksi DNA masih merupakan hal penting yang perlu
diatasi. Jumlah dan kualitas DNA hasil ekstraksi bervariasi tergantung dari
spesies tanaman sehingga mempengaruhi analisis lebih lanjut seperti hibridisasi
DNA, pemotongan DNA dengan enzim restriksi maupun analisis dengan
polymerase chain reaction (PCR). Random amplified polymorphic DNA (RAPD)
merupakan salah satu marka molekuler berbasis PCR yang banyak digunakan
dalam mengidentifikasi keragaman pada tingkat intraspesies maupun antarspesies
Teknik ini mendeteksi polimorfisme rangkaian nukleotida acak. Pada reaksi PCR-
RAPD ini, sebuah primer menempel pada DNA genomik pada dua tempat
berbeda dari DNA komplementer. Jika tempat penempelan primer ini berada pada
daerah yang dapat diamplifikasi, maka hasil DNA tertentu dapat dihasilkan
melalui amplifikasi siklus termal. Umumnya masing-masing primer menyebabkan
amplifikasi beberapa lokus. Marka RAPD bersifat lebih sederhana dibandingkan
marka lainnya seperti mikrosatelit atau simple sequence repeat (SSR), restriction
fragment length polymorphism (RFLP) ataupun amplified length polymorphism
(AFLP). Tidak menempelnya primer pada DNA cetakan secara sempurna, dapat
diakibatkan karena tidak tepatnya konsentrasi komponen-komponen PCR-RAPD.
Di samping itu, kualitas DNA cetakan juga berpengaruh. Adanya kandungan
polifenol dan metabolit sekunder lain seperti tannin, terpen dapat menurunkan
kemurniaan DNA dan menghambat menempelnya primer (Pharmawati, 2015).
Ekstraksi DNA merupakan salah satu tahap penting dalam kegiatan
berbasis molekuler. Dibutuhkan DNA dengan kualitas yang baik untuk berbagai
kegiatan seperti pemanfaatan marka molekuler, pembuatan pustaka genom,
hingga sekuensing. Permasalahan utama yang sering muncul dalam proses
ekstraksi DNA adalah kehadiran senyawa kontaminan pada sampel yang diisolasi
seperti senyawa polisakarida, polifenol, protein, RNA, dan senyawa metabolit
sekunder. kehadiran senyawa kontaminan tersebut dapat menghambat berbagai
proses mulai dari pemotongan DNA, amplifikasi, hingga kloning. Pada beberapa
metode ektraksi digunakan senyawa seperti PVP, natrium disulfit, dan
βmerkaptoetanol untuk mengurangi aktivitas senyawa polifenol. Namun senyawa
seperti βmerkaptoetanol cukup berbahaya bila digunakan pada laboratorium yang
tidak memiliki lemari asam (Nugroho dkk, 2015).

Elektroforesis

Elektorforesis adalah suatu teknik pemisahan molekul selular berdasarkan


atas ukurannya, dengan menggunakan medan listrik yang dialirkan pada medium
yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Teknik ini dapat digunakan
dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul, misalnya
DNA yang bermuatan negative. Teknik elektroforesis dapat digunakan untuk
analisis DNA, RNA, maupun protein. Elektroforesis DNA dilakukan misalnya
untuk menganalisis fragmen-fragmen DNA hasil potongan dengan enzim
restriksi. Fragmen molekul DNA yang telah dipotong-potong dapat ditentukan
ukurannya dengan cara membuat gel agrosa, yaitu suatu bahan semi padat berupa
polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut. Elektroforesis protein pada
dasarnya dilakukan dengan prinsip serupa seperti yang digunakana dalam
elektroforesis DNA (Yuwono, 2015).

Analisis rasio RNA/DNA

Analisis rasio RNA/DNA telah banyak digunakan dalam penelitian evaluasi


kualitas organisme termasuk ikan dan udang dan terdapat kecenderungan semakin
besar rasio RNA/DNA semakin berkualitas larva ikan yang dihasilkan. Penilaian
kualitas benih berdasarkan karakter rasio RNA/DNA telah dilakukan pada ikan
gobi, ikan mas Cyprinus carpio, dan udang vanname. Hubungan antara rasio
RNA/DNA dengan laju pertumbuhan larva dan sintasan menunjukkan adanya
korelasi positif pada beberapa spesies ikan. Selain itu, kajian rasio RNA/DNA
juga digunakan untuk mengevaluasi pengukuran pertumbuhan jangka panjang
pada populasi ikan dan indeks yang dapat digunakan pada ekologi laut. Rasio
RNA/DNA juga telah dilaporkan sebagai indikator dalam mengevaluasi kondisi
nutrisi yuwana moluska Ruditapes decussatus dan pemuasaan ikan sardin
Sardinella brasiliensis. Keberhasilan penggunaan rasio RNA/DNA sebagai
indikator kualitas komoditas perikanan (Parenrengi et al. 2013).

Ekstraksi Total RNA

Total RNA diekstraksi dengan menggunakan kit isogen (Nippon Gen)


dengan cara seperti yang dijelaskan oleh Parenrengi et al. (2009b). Sebanyak 25
mg otot/daging udang Vanname dimasukkan ke dalam tabung mikro 1,5 mL,
kemudian dilarutkan dalam 200 μL isogen dalam wadah yang berisi es. Sampel
yang sudah digerus dengan grinder tabung mikro ditambahkan kembali isogen
hingga volume 800 μL, kemudian diinkubasi dalam suhu ruang selama lima menit
agar sampel dapat terlisis sempurna. Sampel ditambahkan dengan 200 μL
kloroform kemudian divorteks dan dibiarkan kembali dalam suhu ruangan selama
2-3 menit. Selanjutnya sampel disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm
selama sepuluh menit kemudian disimpan pada suhu ruangan selama lima menit
dan supernatan yang terbentuk dipindahkan ke dalam tabung mikro baru yang
telah berisi 400 μL iso-propanol. Sampel dihomogenkan dengan membolak-
balikkan tabung mikro secara perlahan dan dibiarkan dalam suhu ruangan selama
5-10 menit. Sampel disentrifugasi kembali pada kecepatan 12.000 rpm pada suhu
4oC selama 15 menit. Pelet yang terbentuk dilarutkan dalam 1 mL etanol 70%
dingin dan disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm pada suhu 4oC selama 15
menit. Supernatan dibuang, pelet dalam tabung mikro dikering-udarakan. Pelet
RNA dilarutkan dengan TE buffer sebanyak 50 μL. Kualitas DNA genom hasil
ekstraksi dilihat melalui analisis elektroforesis pada gel agarose 0,7% pada 1X
buffer TBE, sedangkan kuantitas RNA genom dianalisis dengan metode
spektrofotometer menggunakan GeneQuant (SIGMA). Kualitas dan kuantitas total
RNA dilakukan pengukuran pada saat setelah ekstraksi (Parenrengi et al. 2013).

Rasio RNA/DNA

Pengukuran konsentrasi DNA dan RNA dilakukan dengan menggunakan


GeneQuant. Sebanyak 7 μL DNA atau RNA dimasukkan dalam kuvet 5 mm
dengan menggunakan TE buffer sebagai larutan standar. Pengukuran dilakukan
pada absorbsi panjang gelombang 260 nm dan absorbsi panjang gelombang 280
nm (A260 dan A280). Konsentrasi DNA genom dan RNA dihitung berdasarkan
rumus yang dikembangkan oleh Linacero et al. (1998). Konsentrasi RNA (μg/mL)
adalah A260 x 50 x faktor pengenceran, sedangkan konsentrasi RNA (μg/mL)
adalah A260 x 40 x faktor pengenceran. Kemurnian RNA dan DNA ditentukan
berdasarkan rasio antara A260/A280. Sedangkan pada rasio RNA/DNA dihitung
dengan cara konsentrasi total RNA dibagi dengan konsentrasi genom DNA.
Perbedaan nilai rasio RNA/DNA tersebut dapat disebabkan karena perbedaan
metode ekstraksi, spesies, dan umur organisme (Parenrengi et al. 2013).

Analisis Data

Data rasio konsentrasi RNA/DNA dianalisis menggunakan t-test dari


program Statistix Versi 3,0 untuk mengetahui perbedaan antara udang windu
tumbuh cepat dengan control serta betina dengan jantan pada taraf 0,05.
Konsentrasi dan kemurnian RNA dan DNA, serta penyimpanan sampel pada suhu
-20oC selama 0, 5, dan 10 hari disajikan secara deskriptif melalui ilustrasi tabel
dan gambar. Analisis regresi dilakukan untuk melihat hubungan bobot dan
panjang badan dengan rasio RNA/DNA udang vanname (Parenrengi et al. 2013).

Pengukuran Kemurnian DNA

Konsentrasi DNA hasil ekstraksi dapat diketahui dengan metode


spektrofotometer dengan menggunakan alat genequant pada panjang gelombang
A260/280 nm. Kemurnian DNA dikatakan murni jika angka pada gelombang
A260/280 berada diantara 1,8 - 2,0. Selain itu kualitas DNA yang telah diekstraksi
dilihat melalui analisis eletroforesis gel agarosa (Parenrengi et al. 2013).

3 METODOLOGI PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat

Praktikum Analisis DNA dilakukan pada Rabu, 8 November 2017 pukul 14.00
WITA. Adapun tempat pelaksanaannya Laboratorium Parasit dan Penyakit Ikan,
Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Hasanuddin, Makassar.

Alat dan Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam Analisis DNA adalah 10x isolasi DNA
Buffer, dengan komposisi: (100 mM Tris HCI (pH 8,0), 200 mM NaCl, 200 mM
EDTA dan 1% SDS) dan proteinase K (20 mg/ml).

Prosedur Kerja

Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan pada praktikum ini yaitu udang windu dengan
berat 15–27 gram. Bagian yang diambil yaitu ekor, kaki renang, dan kaki jalan
dari udang windu.

Koleksi Udang Windu


Sampel yang digunakan adalah bagian ekor, kaki renang, dan kaki jalan
yang diperoleh dari 10 ekor udang windu. Sampel udang dikoleksi dari tambak
budidaya yang ada di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Terdapat 2 jenis sampel
udang yang dikoleksi yakni sampel udang yang memiliki gejala menyerupai
penyakit WSSV, seperti berenang di pinggir pematang, sebagian udang mati, dan
terdapat bintik putih di karapaksnya serta sampel udang sehat yang akan
digunakan untuk kontrol negatif. Masing-masing sampel diambil secara aseptik
dan dimasukkan ke dalam botol sampel yang berisi larutan etanol 70%. Sampel
yang telah diperoleh, selanjutnya dibawa ke Laboratorium.

Ekstraksi DNA Udang Windu

Ekstraksi DNA udang windu meliputi bagian ekor, kaki jalan, dan kaki
renang menggunakan metode DTAB-CTAB (Dodecyl Trimethyl Ammonium
Bromide/ Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide). Ekstraksi DNA dilakukan
menggunakan kit DNA ekstraksi IQ2000™ WSSV dengan komposisi DTAB
solution, CTAB solution, dissolving solution, dan lysis buffer.
Sebanyak 0.6 gram sampel dipreservasi dengan cara yakni pertama
menggerus sampel dalam tabung mikro 1.5 ml dengan menggunakan pastel
plastik. Sampel yang sudah hancur, selanjutnya diberi DTAB solution selanjutnya
dihomogenkan dengan vortex. Sampel diinkubasi pada suhu 75 °C selama 5
menit. Sebanyak 0.7 ml kloroform ditambahkan ke dalam tabung mikro kemudian
dihomogenkan dengan vortex selama 20 detik. Sampel disentrifugasi pada
kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Cairan jernih yang paling atas dipindahkan
ke dalam tabung mikro 1.5 ml, kemudian ditambahkan 100 l CTAB dan 900 l
ddHO, dihomogenkan dengan vortex kemudian dilanjutkan dengan inkubasi
selama 5 menit pada suhu 75 °C. Sampel diinkubasi pada suhu ruang selama 10
menit, dan dilanjutkan dengan disentrifugasi 12000 rpm selama 10 menit.
Supernatan dibuang dan ditambahkan 150 ml dissolve solution, kemudian sampel
diinkubasi selama 5 menit pada suhu 75 °C. Tahap selanjutnya adalah inkubasi
sampel pada suhu ruang selama 5 menit, dilanjutkan dengan sentrifugasi sampel
12000 rpm selama 5 menit. Setelah disentrifugasi, supernatan dipindahkan ke
tabung mikro 0.5 ml yang telah berisi 300 l ethanol 95% dingin lalu
dihomogenkan. Sampel disentrifugasi kembali pada kecepatan 12000 rpm selama
5 menit, kemudian etanol dibuang. Etanol 70% ditambahkan sebanyak 200 μl lalu
disentrifugasi 12000 rpm selama 5 menit. Ethanol dibuang lalu tabung mikro
diletakkan di atas tisu dengan posisi terbalik selama dua jam untuk proses
pengeringan DNA. TE buffer ditambahkan sebanyak 50 μl kemudian DNA
disimpan pada suhu –20 °C.

Uji Kualitas DNA Hasil Ekstraksi

Kualitas hasil ekstraksi DNA diuji secara kuantitatif, untuk mengetahui


konsentrasi DNA dan tingkat kemurniannya dapat di ketahui dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm.
DNA dengan tingkat kemurnian baik ditunjukkan oleh rasio A260/280 1.8–2.0
(Sambrook dan Russel 2001).
4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel A A Konsentrasi Konsentrasi Kemurnian


260 280 DNA RNA DNA
A260/A280
S1 0.80 0.444 40.00 32.00 1.802
S2 0.519 0.277 25.95 20.76 1.874
S3 0.876 0.475 43.80 35.04 1.844

Hasil ekstraksi diuji secara kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui


konsentrasi DNA yang berhasil diisolasi menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Panjang gelombang 280 nm merupakan
serapan maksimum untuk protein sedangkan 260 nm merupakan serapan
maksimum untuk asam nukleat (Sambrook dan Russel 2001). Kemurnian nilai
yang ada pada DNA dapat ditentukan melalui perbandingan nilai absorbansi 260
nm dengan 280 nm.
Konsentrasi DNA yang diperoleh bervariasi pada masing-masing sampel.
Konsentrasi hasil ekstraksi DNA tertinggi pada sampel 3 yaitu 43.80 μg/μl dan
terendah pada sampel 2 sebesar 25.95 μg/μl dengan kemurnian yang sangat baik
yaitu pada nilai terendah 1.802. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
kemurnian DNA yakni metode ekstraksi yang digunakan. Metode yang digunakan
pada penelitian ini yaitu metode DTAB-CTAB (Dodecyl Hexadecyl Trimetyl
Ammonium Bromide - Cationic Hexadecyl Trimetyl Ammonium Bromide). Metode
ini mampu menghasilkan kemurnian DNA yang tinggi karena dengan penggunaan
buffer CTAB berfungsi untuk mengurangi kontaminan, dan menjaga DNA agar
tidak rusak. Buffer ekstraksi CTAB yang mempunyai fungsi untuk melisiskan
membran sel dan membran fosfolipid bilayer. Poly Vinyl Pyrrolidone (PVP) dan
mercaptoethanol dalam DTAB akan mereduksi senyawa-senyawa fenolik yang
keberadaannya dapat merusak kualitas DNA (Santoso 2005).
Pengukuran konsentrasi DNA dapat membantu dalam deteksi WSSV
menggunakan PCR. Serangan penyakit bintik putih (WSSV) pada tahap
pendederan post larva (PL) di tambak, dimana tingkat infeksi umumnya sangat
ringan, diperlukan protokol PCR yang lebih sensitif untuk mendeteksi WSSV
dalam DNA udang. Sensitivitas deteksi tersebut erat kaitannya dengan batas
terendah jumlah kopi amplifikasi DNA WSSV yang masih dapat dijangkau suatu
protokol PCR. Batas deteksi yang mampu dijangkau oleh single PCR, konsentrasi
DNA WSSV yang terkandung dalam sampel uji minimal 100 ng untuk
menghasilkan sebanyak 50 kopi DNA tersebut (Kallaya et al. 2005).

5 PENUTUP

Simpulan
Keberhasilan proses ekstraksi ditentukan oleh uji kualitas pada DNA.
Tujuan dalam pengukuran konsentrasi DNA dan RNA untuk melihat tingkat
kualitas DNA.

Saran

Sebaiknya praktikum Dasar-Dasar Genetika dilaksanakan di laboratorium


tersendiri dan tidak hanya melakukan simulasi agar praktikan lebih mengerti.

DAFTAR PUSTAKA

Elvita A, Feldi W, Husni W, Maimanah, Mitha P, Rani PSH, Sofi S, Ucky S,


Wella Y, Yaoli S. 2008. Genetika dasar. Riau (ID): Universitas Riau.
Elzal dan Arief S. 2014. PCR (Polymerase Chain Reaction) Teknik dan
aplikasinya di bidang kedokteran gigi. JKG. Depok (ID) : Universitas
Indonesia
Faatih M. 2009. Isolasi dan digesti DNA kromosom. Surakarta (ID) : Universitas
Muhammadiyah.
Handoyo D dan Rudiretna A. 2001. Prinsip umum dan pelaksanaan PCR
(Polymerase Chain Reaction). Surabaya (ID) : Universitas Surabaya. 9(1): 17–
29
Hasibuan E. 2015. Peranan teknik polymerase chain reaction (PCR) terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan [Skripsi]. Medan (ID): Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Ibrahim E. 2010. Aplikasi analisis DNA dalam bidang forensik. JKG: 3(2)–
Depok (ID) : Universitas Indonesia.
Prayoga W dan Wardani K. 2015. polymerase chain reaction (PCR) untuk
mendeteksi Salmonella sp. Malang (ID) : Universitas Brawijaya. 4(2): 483–
488.
Kallaya S, Jiraporn S, Kenneth M, Linda N, Timothy W F. 2005. Comparison of
PCR testing methods for white spot syndrome virus (WSSV) infections in
penaeid shrimp. Aquaculture. 255: 95 – 104.
doi.org/10.1016/j.aquaculture.2005.12.002.
Parenrengi a, Syarifuddin T, Andi T. 2013. Analisis Rasio RNA/DNA Udang
Windu Penaeus monodon Hasil Seleksi Tumbuh Cepat. Maros (ID) : Balai
Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau.
Priyani N. 2004. Sifat fisik dan kimia DNA. Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Medan (ID) : Universitas Sumatera Utara.
Sambrook J, Russel DW. 2001. Nolan C, editor. Molecular Cloning, A
Laboratory Manual. New York (NY): Cold Spring Harbor Laboratory.
Santoso PJ. 2005. Modified CTAB–based DNA isolation procedure for fruit
crops. Stigma. XIV(1).1–4.

Anda mungkin juga menyukai