Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN JIWA


PADA KLIEN DENGAN HALUSINASI

OLEH :
DEWI ANGGRAINI
113063N11009

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN


PROGRAM PENDIDIKAN NERS SARJANA KEPERAWATAN
BANJARMASIN
2012
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama Klien


Klien mengalami “halusinasi”
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang,
dimana tidak terdapat stimulus (Varcarolis)
Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran (Auditoring-
Hearing, Voices or Sound), Penglihatan (Visual-Seeing, persons or things),
Penciuman (Olfactory-Smelling Odors), Pengecapan (Gustatory-experience taste)
2. Tanda dan Gejala
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang
yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:
a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
c. Gerakan mata abnormal.
d. Respon verbal yang lambat.
e. Diam.
f. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
g. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
h. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
i. Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
j. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan
realitas.
k. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada
menolaknya.
l. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
m. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
n. Berkeringat banyak.
o. Tremor.
p. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
q. Perilaku menyerang teror seperti panik.
r. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
s. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
t. Menarik diri atau katatonik.
u. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
v. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

3. Rentang Respon Halusinasi


a. Tahap I ( Non – psikotik )
Pada tahap ini, halusinasi mamapu memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat
orientasi sedang. Secara unum pada tahap ini merupakan hal yang menyenangkan
bagi klien.
Karakteristik :
1) Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan
2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilagkan kecemasan
3) Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam kontrol kesadaran
Prilaku yang muncul :
1) Tersenyum atau tertawa sendiri
2) Menggerakkan bibir tanpa suara
3) Pergerakan mata yang cepat
4) Respon verbal rambat, diam, dan berkonsentrasi
b. Tahap II ( Non – psikotik )
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat
kecemasan berat. Secara umum hausinasi yang ada dapat menyebabkan antipati
Karakteristik :
1) Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh pengalaman
tersebut
2) Mulai merasa kehilangan kontrol
3) Menrik diri dari orang lain
Prilaku yang muncul
1) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan TD
2) Perhatian terhadap lingkunagn menurun
3) Konsentrasi terhadap pengalaman sensori menurun
4) Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinai dan realita
c. Tahap III ( Psikotik )
Klien biasanya tidak dapat mengontrol didinya sendiri, tingkat kecemasnan berat,
dan halusiansi tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik :
1) Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
2) Isi halusinasi menjadi atraktif
3) Klien menjasi kesepian bila pengalaman sensorinya berakhir
Prilaku yang muncul
1) Klien menuruti perintah halusinasi
2) Sulit berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat
4) Tidak mampu emngikuti perintah yang nyata
5) Klien tampak temor dan berkeringat
d. Tahap IV ( Psikotik )
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat panik.
Prilaku yang muncul
1) Risiko tinggi mencederai
2) Agitasi / kataton
3) Tidak mampu merespons rangsang yang ada

4. Jenis – jenis Halusinasi

Jenis Karakteristik

Halusinasi
Pendengaran Mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering suara orang.
Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang
jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai ke percakapan lengkap
antara dua orangatau lebih tentang orang yang mengalami halusinasi
. Pikiran yang terdengar di mana klien mendengar perkatan bahwa
pasien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang-kadang dapat
membahayakan.
Penglihatan Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar peometris,
gambar kartoon, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bisa
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
Penghidu Membaui bau-bauan tertentu bau darah, urin atau feses, umumnya
bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering
akibat stroke, tumor, kejang atau domensia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
Pearabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati, atau orang
lain.
Cenesthetic Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darahdi vena atau arteri,
pencernaan makanan,
Kinesthetic Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak

5. Fase-fase Halusinasi

Fase Halusinasi Karakteristik Perilaku klien


Fase 1 : Comforting Klien mengalami perasaan Tersenyum atau tertawa
mendalam seperti ansietas, yang tidak sesuai.
Ansietas Sedang
kesepian rasa bersalah dan takut Mengerakan bibir tanpa
dan mencoba untuk berfokus pada suara. Pergerakan mata
Halusinasi menyenangkan
pikiran menyenangkan untuk yang cepat. Respon verbal
meredakan ansietas. Individu yang lambatjika sedang
mengenali bahwa pikiran-pikiran asyik. Diam dan asyik
dan pengalaman sensori berada sendiri.
dalam kendali kesadaran jika
ansietas dapat ditangani.
Nonpsikotik.
Fase II: Condemning Pengalaman sensori menjijikan Meningkatnya tanda-tanda
dan menakutkan. Klien mulai sistem syaraf otonom
Ansietas Berat
lepas kendali dan mungkin akibat ansietas seperti
mencoba untuk mengambil jarak peningkatan denyut
Halusinasi menjadi
dirinya dengan sumber yang jantung, pernapasan dan
menjijikan
dipersepsikan. Klien mungkin tekanan darah. Rentang
mengalami dipermalukan oleh perhatian menyempit.
pengalaman sensori dan menarik Asyik dengan pengalaman
diri dari orang lain. Psikotik sensori dan kehilangan
ringan. kemampuan membedakan
halusinasi dan realita.
Fase III: Controlling Klien berhenti menghentikan Kemauan yang
perlawanan terhadap halusinasi dikendalikan halusinasi
Ansietas Berat
dan menyerah pada halusinasi akan lebih diikuti.
tersebut. Isi halusinasi menjadi Kesukaran akan
Pengalaman sensori
menarik. Klien mungkin berhubungan dengan orang
menjadi berkuasa
mengalami pengalaman kesepian lain. Rentang perhatian
jika sensori halusinasi berhenti. hanya beberapa detik atau
Psikotik. menit. Adanya tanda-tanda
fisik, ansietas berat
berkeringat, tremor, tidak
mampu mematuhi perintah.
Fase IV : Conquering Pengalaman sensori menjadi Perilaku teror akibat panik
mengancam Jika klien mengikuti . Potensi kuat suicide atau
Panik
perintah halusinasi. homicide.

Umumnya menjadi
Halusinasi berakhir dari beberapa Aktivitas fisik
melebur dalam
jam atau hari jika tidak ada merefleksikan isi
halusinasinya.
intervensi terapeutik. halusinasi seperti perilaku
kekerasan, agitasi, menarik
Psikotik Berat.
diri, atau katatonia.

Tidak mampu berespon


lebih dari satu orang.
6. Etiologi
Halusinasi merupakan salah satu gejala dan menentukan didiagnosisnya klien
mengalami psikotik, khususnya schizophrenia. Pengkajian klien dengan halusinasi
dengan demikian merupakan proses identifikasi data yang tidak melekat erat dengan
pengkajian respon neorobiologi lainnya seperti yang terdapat juga pada schizophrenia.
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon
neurobiologi seperti pada halusinasi antara lain :
1) Faktor genetis.
Telah diketahui bahwa secara genetis schizofrenia diturunkan melalui
kromosom-kromosom tertentu namun demikian kromosom yang ke berapa
yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap
penelitian .Diduga letak gen schizofrenia ada di kromosom nomor 6 dengan
konstribusi genetik tambahan nomor 4,5,15,dan 22 (buchanan
&carpenter,2000). Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami
schizofrenia 50 % jika salah satunya mengalami schizophrenia, sementara
jika di zigote peluangnya sebesar 15 %. Jika seorang anak yang salah
satu orang tuanya mengalami schizophrenia berpeluang 15% mengalami
schizophrenia, sementara bila kedua orang tuanya schizophrenia maka
peluangnya menjadi 35 %.
2) Faktor Neurobiologi
Ditemukan bahwa kortek pre frontal dan kortek limbik pada klien
schizophrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien
schizophrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal.
Neurotransmiter juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin,
serotonin, dan glutamat.
3) Studi Neurotrasmiter
Schizophrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan, er.
Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotonin.
4) Teori Virus.
Paparan virus influensae pada trimester ke – 3 kehamilan dapat menjadi faktor
predisposisi schizophrenia.
5) Psikologis.
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi schizophrenia
antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu
melindungi, dingin dan tak perperasaan, sementara ayah yang mengambil
jarak dengan anaknya.
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem syaraf yang menerima dan yang
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu ( mekanisme gatung
abnormal )
3) Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan
perilaku.

7. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi meliputi :
a. Regresi,menjadi malas beraktifitas sehari-hari
b. Proyeksi,mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan
tanggungjawab
c. kepada orang lain atau benda
d. Menarik diri ,sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal
e. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien

C. Pohon Masalah
Effect Risiko Tinggi Prilaku Kekerasan

Core Problem : Perubahan Persepsi Sensori; Halusinasi

Causa : Isolasi Diri

Harga Diri Rendah Kronis


D. Masalah keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Masalah Keperawatan
a. Resiko tinggi perilaku kekerasan
b. Resiko persepsi sensori: halusinasi
c. Gangguan interaksi social: menarik diri
d. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
2. Data Yang Perlu Dikaji
Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji
Perubahan sensori persepsi : Data Subjektif
halusinasi 1. Klien mengatakan mendengar bunyi
yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata
2. Klien melihat gambaran tanpa ada
stimulus yang nyata
3. Klien mengatakan mencium bau tanpa
ada stimulus
4. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
5. Klien takut pada suara/bunyi/gambar
yang dilihat dan didengar
6. Klien ingin memukul/melempar barang-
barang
o Data Objektif
1. Klien berbicara dan tertawa sendiri
2. Klien bersikap seperti mendengar/melihat
sesuatu
3. Klien berhenti bicara di tengah kalimat
untuk mendengarkan sesuatu
4. Disorientasi
F. Diagnosa Keperawatan
Perubahan persepsi sensori: halusinasi
G. Rencana Tindakan Keperawatan
TUM :
Klien dapat mengendalikan halusinasinya.
TUK 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi :
1. Salam teraupetik, perkenalan, jelaskan tujuan, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (waktu, tempat, topik)
2. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan
3. Empati
4. Ajak membicarakan hal – hal yang ada di lingkungan
TUK 2 :
Klien dapat mengenal halusinasinya
Intervensi :
1. Kontak sering dan singkat
2. Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi (verbal dan non verbal)
3. Bantu mengenal halusinasinya dengan menggunakan apakah ada suara yang didengar,
dan apa yang dikatakan oleh suara itu. Katakana bahwa perawat percaya klien
mendengar suara itu, tetapi perawat tidak mendengarnya . katakana bahwa perawat
akan membantu.
4. Diskusi tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya
halusinasi serta apa yang dirasakan saat terjadi halusinasi.
5. Dorong untuk mengungkapkan perasaan saat terjadi halusinasi
TUK 3 :
Klien dapat mengontrol halusinasinya
Intervensi :
1. Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi halusinasi
2.Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien atau cara baru untuk mengontrol
halusinasinya.
3. Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi, bicara dengan orang lain bila
muncul halusinasi, melakukan kegiatan, mengatakan pada suara tersebut “ Saya tidak
mau dengar “.
4. Tanyakan hasil upaya yang telah dipilih / dilakukan .
5. Beri kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan diberi pujian jika berhasil.
6. Libatkan klien TAK : stimulasi persepsi
TUK 4 :
Klien dapat dukungan dari keluarga
Intervensi :
1. Beri pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga tentang gejala cara, memutus
halusinasi, cara merawat, informasi waktu flow up atau kapan perlu mendapat bantuan.
2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
TUK 5 :
Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Intervensi :
1. Diskusikan tentang dosis, nama, frekuensi, dan efek samping minum obat.
2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis, cara, waktu)
3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan .
4. Beri reinforcement positif minum obat dengan benar.
H. Stategi Pelaksanaan
SP1 pasien :

Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara mengontrol halusinasi,


mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan menghardik halusinasi.

1. Orientasi
“Selamat pagi! Saya perawat yang akan merawat anda. Saya suster SS, senang
dipanggil suster S. Nama anda siapa? Senang di panggil apa?”
“ Bagaimana perasaan D hari ini? Apa keluhan D saat ini?”
“Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini D
dengar, tetapi tidak tampak wujudnya? Dimana kita duduk? Diruang tamu? Berapa
lama? Bagaimana kalau 30 menit?”

2. Kerja
“Apakah D mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah terus menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan D paling sering
mendengar suara itu? Berapa kali sehari D alami? Pada keadaan apa suara itu
terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang D rasakan pada saat mendengar suara itu? Apa yang D lakukan saat
mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau
kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?”
“D, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang keempat minum obat
dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik. Caranya adalah
saat suara-suara itu muncul, langsung D bilang, pergi saya tidak mau dengar. Saya tidak
mau dengar, kamu suara palsu” begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar
lagi. Coca D peragakan! Nah begitu… bagus! Coba lagi! Ya bagus D sudah bisa.”
3. Terminasi
“Bagaimana perasaan D setelah memeragakan latihan tadi? Kalu suara-suara itu
muncul lagi, silahkan coba cara tersebut! Bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya.
Mau jam berapa saja latihannya? (Anda masukkan kegiatan latihan menghardik
halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi
untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang ke dua? Pukul
berapa D? Bagaimana kalau dua jam lagi? Dimana tempatnya.”
“Baiklah, sampai jumpa”.
SP 2 Pasien :

Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap bersama orang lain.

1. Orientasi
“Selama pagi, D! Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih? Berkurangkah suara-
suaranya? Bagus! Sesuai janji kita tadi, saya akan latih cara kedua untuk mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20
menit. Mau dimana? Disini saja?”

2. Kerja
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Jadi kalu D mulai mendengar suara-suara, langsunga saja cari teman
untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan D. Contohnya begini,
“Tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya!” Atau kalau ada
orang dirumah, misalnya kakak D, katakan,”Kak, ayo ngobrol dengan D. D sedang
dengar suara-suara.” Begitu D. Coba D lakukan seperti saya tadi lakukan. Iya, begitu.
Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya D!” Disini, D dapat mengajak
perawat atau pasien lain untuk bercakap-cakap.
3. Terminasi
“Bagaimana perasaan D setelah latihan ini? Jadi, sudah ada berapa cara yang D pelajari
untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, coblah kedua cara ini kalau D mengalami
halusinasi lagi. Bagaiman kalau kita masukkan dalam jadwal kegiaan harian D. mau
jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah, nanti kalau secara teratur sewaktu-waktu
suara itu muncul! Besol pagi saya akan kesini lagi. Bagimana kalau kita latih cara yang
ketiga, yaitu melakukan aktifitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10
pagi? Mau dimana? Disini lagi? Sampai besok ya. Selamat pagi!”
SP 3 Pasien :

Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan melaksanakan aktifitas terjadwal.

1. Orientasi
“Slamat pagi D! bagaimana perasaan D hari ini?”
“Apakah suara-suaranya masih muncul? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita
latih? Bagaimana hasilnya? Barus !”
“Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiaga untuk mencegah
halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal.”
“Mau dimana kita bicara? Baik, kita duduk diruang tamu. Berapa lama kita bicara?
Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.!
2. Kerja
“Apa saja yang biasa D lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya? Terus jam berikutnya
apa?” (terus dikaji hingga didapatkan kegiatannya sampai malam)”
“Wah banyak sekali kegiatannya! Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latihn kegiatan
tersebut). Bagus sekali jika D bisa lakukan.”
“Kegiatan ini dapat D lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang
lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.”
3. Terminasi
“Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk mencegah
suara-suara? Bagus sekali! Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan D. coba lakukan
sesuai jadwal ya!”(perawat dapat melatih aktifitas yang lain pada pertemuan berikut
sampai terpenuhi seluruh aktifitas dari pagi sampai malam).
“Bagaimana kalau menjelang malan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang
baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12? Diruang makan ya!
Sapai jumpa!”
SP 4 Pasien :

Melatih pasien minum obat secara teratur.

1. Orientasi
“Selamat siang D! Bagaimana perasaan D siang ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul? Apakah sudah digunakan tiga cara yang sudah kita latih? Apakan jadwal
kegiatannya sudah dilaksanakan? Apakah pagi tadi sudah minum obat? Baik. Hari ini
kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang D minum. Kita akan diskusi selama
20 menit sambil menunggu makan siang. Disini saja ya D.”
2. Kerja
“D, adakah bedanya setelah minum obat secara teratur? Apakah suara-suara berkurang
atau menghilang? Minum obat sangat penting agar suara-suara yang D dengar dan
mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang D minum?.
(perawat menyiapkan obat pasien) ini yang warna orange (chlorpromazine, CPZ)
gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Obat yang warna putih
(tpyhexilpendil,THP) gunanya agar D merasa rilex dan tidak kaku, sedangkan yang
merah jambu (haloperidol,HIP) berfungsi untuk menenangkan pikiran dan
menghilangkan suara-suara. Semua obat ini diminum 3 kali sehari, tiap pukul 7 pagi, 1
siang, dan 7 malam. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh dihentikan.
Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, D akan kambuh dan sulit
sembuh seperti keadaan semula. Kalau obat habis, D bisa minta ke dokter untuk
mendapatkan obat lagi. D juga harus teliti saat minum obat-obatan ini. Pastikan obatnya
benar, artinya D harus memastikan bahwa itu benar-benar obat punya D. jangan keliru
dengan obat milik orang lain. Baca nama kenasannya. Pastikan obat diminum pada
waktunya, dengan cara yang benar, yaitu diminum sesudah makan da tepat jamnya. D
juga harus memperhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan D juga harus cukup
minum 10 gelas per hari.”
3. Terminasi
“Bagaimana perasaan D setalah kita bercakap-cakap mengenai obat? Sudah berapa cara
yang kita latih untuk mencegah suara-suara, coba sebutkan! Bagus! (jika jawaban
benar). Mari kita masukkan jadwan minum obatnya pada jadwal kegiatan D! jangan
lupa pada waktunya minum obat pada perawat atau pada keluarga kalau dirumah. Nah,
makanan sudah datang!”
“Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara yang telah kita
bicarakan. Mau pukul berapa? Bagaiman kalau pikul 10 pagi? Sampai jumpa. Selamat
pagi!”

Anda mungkin juga menyukai