Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF

DIABETES MILITUS

Disusun untuk memenuhi tugas praktik keperawatan paliatif

Disusun Oleh :

Nurrizqy Aulia Hidayati (P1337420216132)

Mei Kumala Wati (P1337420216133)

Candra Setyo Haryati (P1337420216133)

Tingkat 3 C

Dosen Pembimbing : Esti Dwi Widayanti, M.Kep., Ns

PRODI D III KEPERAWATAN PURWOKERTO

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perawatan paliatif (dari bahasa Latin''palliare,''untuk jubah) adalah


setiap bentuk perawatan medis atau perawatan yang berkonsentrasi pada
pengurangan keparahan gejala penyakit, daripada berusaha untuk
menghentikan, menunda, atau sebaliknya perkembangan dari penyakit itu
sendiri atau memberikan menyembuhkan..Tujuannya adalah untuk
mencegah dan mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup
orang menghadapi yang serius, penyakit yang kompleks.
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit gangguan
metabolik yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah melebihi
normal. Terdapat beberapa tipe diabetes yang diketahui dan umumnya
disebabkan oleh suatu interaksi yang kompleks antara faktor genetik,
lingkungan dan gaya hidup. Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat
terjadi komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka
panjang, baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Di Amerika
Serikat, DM merupakan penyebab utama dari end-stage renal disease
(ESRD), nontraumatic lowering amputation, dan adultblindness. Dengan
peningkatan insiden di dunia, maka DM akan menjadi penyebab utama
angka morbiditas dan mortalitas dimasa yang akan datang. (Harrison,
2005)
Jumlah penderita Diabetes mellitus di dunia dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan, hal ini berkaitan dengan jumlah populasi yang
meningkat, life expectancy bertambah, urbanisasi yang merubah pola
hidup tradisional ke pola hidup modern, prevalensi obesitas meningkat dan
kegiatan fisik kurang. Diabetes mellitus perlu diamati karena sifat penyakit
yang kronik progresif, jumlah penderita semakin meningkat dan banyak
dampak negatif yang ditimbulkan. (Wild, 2004)
Di Indonesia berdasarkan penelitian epidemiologis didapatkan
prevalensi Diabetes mellitus sebesar 1,5 – 2,3% pada penduduk yang usia
lebih 15 tahun, bahkan di daerah urban prevalensi DM sebesar 14,7% dan
daerah rural sebesar 7,2%. Prevalensi tersebut meningkat 2-3 kali
dibandingkan dengan negara maju, sehingga Diabetes mellitus merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang serius.
Penderita Diabetes Mellitus dibandingkan dengan penderita non
Diabetes Mellitus mempunyai kecenderungan 2 kali lebih mudah
mengalami trombosis serebral, 25 kali terjadi buta, 2 kali terjadi penyakit
jantung koroner, 17 kali terjadi gagal ginjal kronik, dan 50 kali menderita
ulkus diabetika. Komplikasi menahun Diabetes mellitus di Indonesia
terdiri atas neuropati 60%, penyakit jantung koroner 20,5%, ulkus
diabetika 15%, retinopati 10%, dan nefropati 7,1%. (Tjokroprawiro, 2006).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Diabetes Militus ?
2. Apa Saja Gejala Diabetes Militus ?
3. Bagaimana Patofisiologi Diabetes Militus ?
4. Bagaimana Pathway Diabetes Militus ?
5. Apa Manifestasi Klinik Diabetes Militus ?
6. Apa Komplikasi Diabetes Militus ?
7. Apa Saja Tes Diagnostik Diabetes Militus ?
8. Apa Saja Penatalaksanaan Medik Diabetes Militus ?
9. Bagaimana Konsep Keperawatan Dari Diabetes Militus ?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah ditas, tujuan yang dicapai adalah
1. Mengetahui Pengertian Diabetes Militus.
2. Mengetahui Apa Saja Gejala Diabetes Militus.
3. Mengetahui Patofisiologi Diabetes Militus.
4. Mengetahui Pathway Diabtes Militu.
5. Mengeathui Manifestasi Klinik Diabetes Militus.
6. Mengetahui Komplikasi Diabetes Militus.
7. Mengetahui Tes Diagnostik Diabetes Militus.
8. Mengetahui Penatalaksanaan Medik Diabetes Militus.
9. Mengetahui Konsep Keperawatan Diabetes Militus.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Diabetes melitus adalah suatu penyakit dimana metabolisme


glukosa tidak normal, suatu resiko komplikasi spesifik perkembangan
mikrovaskular dan ditandai dengan adanya peningkatan komplikasi
perkembangan makrovaskuler. Secara umum, ketiga elemen diatas telah
digunakan untuk mencoba menemukan diagnosis atau penyembuhan
diabetes (Mogensen, 2007).

Pada beberapa populasi tetapi bukan semuanya, defenisi diabetes


oleh distribusi glukosa adalah pendistribusian glukosa ke seluruh jaringan
dimana berbeda distribusi glukosa pada setiap individual dengan atau
tanpa diabetes. Selain itu distribusi glukosa juga dapat menjadi parameter
untuk penyakit diabetes atau dengan kata lain, nilai defenisi diagnosis
untuk diabetes didasarkan pada nilai distribusi glukosa pada tingkat
populasi bukan sering atau tidaknya berolahraga. Besarnya komplikasi
mikrovaskuler pada retina dan ginjal spesifik menuju ke diabetes. Selain
itu terjadinya komplikasi makrovaskuler dapat menyebabkan kematian
pada penderita diabetes. Hal ini ditunjukkan bahwa nilai glukosa yang
tidak normal seharusnya ditemukan sebagai peningkatan cepat dari nilai
glukosa, yang mana diapresiasikan dengan peningkatan resiko penyakit
CVD (kardiovaskuler) (Mogensen, 2007).

B. Gejala Diabetes Millitus

Gejala diabetes adalah adanya rasa haus yang berlebihan, sering


kencing terutama malam hari dan berat badan turun dengan cepat. Di
samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari
tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks
menurun, dan luka sukar sembuh.
Beberapa faktor yang dapat menunjang timbulnya Diabetes
mellitus yaitu obesitas dan keturunan, sedangkan gejala yang dapat
diamati adalah polidipsia, poliuria, dan polipfagia. Gejala-gejala ini perlu
mendapat tanggapan di dalam penyusunan diet penderita Diabetes mellitus
(Tjokroprawiro, dkk, 2006).

C. Pathofisiologi

Seperti suara mesin, badan memerlukan bahan untuk mmbentuk sel


baru dan mengganti sel yang rusak. Di samping itu badan juga
memerlukan energi supaya sel badan dapat berfungsi dengan baik. Energi
pada mesin berasal dari bahan bakar yaitu bensin. Pada manusia bahan
bakar itu berasal dari bahan makanan yang kita makan sehari-hari, yang
terdiri dari karbohidrat (gula dan tepung-tepungan), protein (asam amino)
dan lemak (asam lemak) (Waspadji, dkk, 2002).

Pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke


lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu
makanan dipecah menjadi bahan dasar makanan. Karbohidrat menjadi
glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak.
Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam
pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh
organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Agar dapat berfungsi
sebagai bahan bakar, makanan itu harus masuk dulu ke dalam sel supaya
dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui
proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi.
Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin
meme peran yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke
dalam sel untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
ini adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di
pankreas (Waspadji, dkk, 2002).
D. Pathway

E. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui tiga bentuk Diabetes


mellitus yaitu:

1. Diabetes mellitus tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes mellitus,


IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin
dalam sirkulasi darah akibat rusaknya sel beta penghasil insulin pada
pulau-pulau Lagerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak
maupun orang dewasa.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan
menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat
glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar
diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah
penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis
bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian.
Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan
olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga
dimungkinkan pemberian insulin melalui pompa, yang memungkinkan
untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang
telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis dari insulin yang
dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian
masukan insulin melalui "inhaled powder" (Anonima, 2009).

2. Diabetes mellitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 (Non-Insulin-Dependent Diabetes


mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan
disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan
merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada
banyak gen, termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel â, gangguan
sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin terutama pada
hati menjadi kurang peka terhadap insulin serta yang menekan
penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula
darah oleh hati. Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19
yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia.

Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya


sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar
insulin di dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti
diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau
mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah
penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan
insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan
penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas
sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi
terhadap insulin. Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia
dikembangkan diagnosis dengan jenis 2 kencing manis. Faktor lain
meliputi sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus
meningkat mulai untuk mempengaruhi anak remaja dan anak-anak.

Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil


diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara
perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan
asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Langkah yang
berikutnya, jika perlu, perawatan dengan lisan antidiabetic drugs
(Anonima, 2009).

3. Diabetes mellitus Gestasional

Diabetes Mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya


bersifat sementara, tetapi merupakan faktor risiko untuk Diabetes
Mellitus tipe 2. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita GDM,
dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua (Ditjen Bina
Farmasi dan ALKES, 2005).

F. Manisfestasi Klinik

1. Poliuria

Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui


membrane dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum
plasma meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel
berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke
ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya
akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
2. Polidipsia

Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam


vaskuler menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya
adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering
dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan
ingin selalu minum (polidipsia).

3. Poliphagia

Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari


menurunnya kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan
energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah
seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).

4. Penurunan berat badan

Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel


kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat
dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama
otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis.

5. Malaise atau kelemahan (Brunner & Suddart, 2002)

G. Komplikasi

Diabetes Mellitus bila tidak ditangani dengan baik akan


menyebabkan komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal,
jantung, pembuluh darah kaki, saraf, dan lain-lain (corwin, 2000).

H. Tes Diagnostik

1. Adanya glukosa dalam urine. Dapat diperiksa dengan cara benedict


(reduksi) yang tidak khasuntuk glukosa, karena dapat positif pada
diabetes.

2. Diagnostik lebih pasti adalah dengan memeriksa kadar glukosa dalam


darah dengan cara Hegedroton Jensen (reduksi).
a. Gula darah puasa tinggi < 140 mg/dl.

b. Test toleransi glukosa (TTG) 2 jam pertama < 200 mg/dl.

c. Osmolitas serum 300 m osm/kg.

d. Urine = glukosa positif, keton positif, aseton positif atau

e. negative (Smaltzer & Bare, 2013)

I. Penatalaksanaan Medik

Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akamn menimbulkan


berbagai penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat
pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai
usaha dan akan diuraikan sebagai berikut :

1. Perencanaan Makanan.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang


seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai
dengan kecukupan gizi baik yaitu :

a. Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %

b. Protein sebanyak 10 – 15 %

c. Lemak sebanyak 20 – 25 %

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,


stress akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis,
penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu

Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan =

a. Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal

b. Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal

c. Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal


d. Gemuk = > 120% dari BB Ideal.

Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan


kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg
BB, kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30%
untuk pekerja berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus
ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai dengan
kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi
tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
a. Makanan pagi sebanyak 20%
b. Makanan siang sebanyak 30%
c. Makanan sore sebanyak 25%
d. 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.
2. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama
kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan
kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olah raga ringan adalah
berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga sedang berjalan cepat
selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
3. Obat Hipoglikemik
a. Sulfonilurea
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB
normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya
sedikit lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi
renal dan orangtua karena resiko hipoglikema yang
berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga
dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
b. Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai
obat tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk
pasien yang berat lebih (imt 27-30) dapat juga dikombinasikan
dengan golongan sulfonylurea
c. Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
1) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun
NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk
kedalam ketoasidosis.
2) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak
terkendali dengan diet (perencanaan makanan).
3) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik
oral dosif maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan
dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan perlahan –
lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila
sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis
maksimal tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka
dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin.
4) Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat
penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator
bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan
mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan
menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan
pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan
untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian
keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi
merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan
diabetes (Smaltzer & Bare, 2013).
J. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah
melakukan pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan
kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci
adalah sebagai berikut

a. Pengkajian Primer
1) Airway + cervical control
a) Airway
Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/
darah pada rongga mulut
b) Cervical Control : -
2) Breathing + Oxygenation
a) Breathing : Ekspos dada, Evaluasi pernafasan
KAD : Pernafasan kussmaul
HONK : Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam)
b) Oxygenation : Kanula, tube, mask
3) Circulation + Hemorrhage control
a) Circulation :
Tanda dan gejala schok
Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena.
b) Hemorrhage control : -
4)Disability : pemeriksaan neurologis è GCS
A : Allert : sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon : kesadaran menurun, berespon thd suara
P : Pain Respons : kesadaran menurun, tdk berespon thd
suara, berespon thd rangsangan nyeri
U : Unresponsive : kesadaran menurun, tdk berespon thd
suara, tdk bersespon thd nyeri

b. Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan
atau penenganan pada pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi:
1) AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2) Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3) Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
c. Pemeriksaan Diagnostik
1) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari
200mg/dl). Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang
menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
2) Gula darah puasa normal atau diatas normal.
3) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
4) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
5) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat
menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan
peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
d. Anamnese
1) Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas
pasien mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri,
polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala
2) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik,
KAD/ HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma
Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta upaya yang telah dilakukan
oleh penderita untuk mengatasinya.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain
yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun
obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang
penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat
melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama
stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau
terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi
oral).
5) Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia,
polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan,
gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan
ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi
aterosklerosis.
6) Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan
diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah
komplikasi.
7) Faktor predisposisi
Yaitu faktor yang mempengaruhi respon psikologis klien pada
penyakit terminal. Pengkajian yang dilakukan yaitu riwayat
psikososial, banyaknya distress yang dialami dan respon
terhadap krisis, social support system termasuk sumber-sumber
yang ada dan kebutuhan support tambahan, tingkatan
perkembangan, kemampuan koping, fase penyakit cepat
terdiagnosa, pengobatan dan post pengobatan, identitas
kepercayaan diri, adanya reaksi sedih dan kehilangan,
pengetahuan klien tentang penyakit, pengalaman masa lalu
dengan penyakit, persepsi dan wawasan hidup respon terhadap
klien penyakit terminal, persepsi terhadap dirinya. Sikap
keluarga, lingkungan, tersedianya fasilitas kesehatan dan
beratnya perjalanan penyakit.

8) Faktor sosial cultural


Klien mengekspresikan sesuai degan tahap perkembagan, pola
kultur atau latar belakang budaya terhadap kesehatan, penyakit,
penderitaan dan kematian yang dikomunikasikan baik secara
verbal maupun nonverbal
9) Faktor presipitasi
Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya reaksi klien
penyakit terminal adalah prognosa akhir penyakit yang
menyebabkan kematian, faktor transisi dari arti kehidupan
menuju kematian, support dari keluarga dan orang terdekat,
hilangnya harga diri,karena kebutuhan tidak terpenuhi sehingga
klien menarik diri,tersinggung dan tidak ada semangat hidup.
10) Faktor Perilaku
a) Respon terhadap klien
Klien mudah tersinggung,sehingga secara langsung dapat
menganggu fungsi fisik atau penurunan daya tahan tubuh.
b) Respon terhadap Diagnosa
Shock atau tidak percaya,perubahan konsep diri klien
terancam,ekspresi klien dapat berupa emosi,kesedihan dan
kemarahan.
c) Isolasi Sosial
klien kehilangan kontak degan orang lain dan tidak tahu
denga pasti bagaimana pendapat orang terhadap dirinya.
11) Riwayat psikososial
Salah satu metode untuk membantu perawat dalam
mengkaji data psikososial pada klien terminal yaitu dengan
menggunakan metode “ Person”.
d) P. (Personal Strength)
Yaitu kekuatan seseorang yang ditujukan melalui gaya
hidup. Contoh yang positif:
(1) Bekerja di tempat yang menyenangkan bertanggung
jawab penuh dan nyaman.
(2) Bekerja dengan siapa saja dalam kegiatan sehari- hari.
Contoh yang negative :
(1) Kecewa dalam pengalaman hidup.
(2) Tidak mempunyai komitmen dalam kehidupan.
e) E. (Emotional Reaction )
Yaitu reaksi emosional yang ditunjukan dengan klien.
Contoh yang positif : Bingung tapi mampu memfokuskan
keadaan.
Contoh yang negative : Tidak berespon (menarik diri).
f) R. (Respon to stress )
Yaitu respon pasien terhadap situasi saat ini atau di masa
lalu. Contoh yang positif:
(1) Memahami masalah secara langsung dan mencari
informasi.
(2) Menggunakan perasaanya dengan sehat misalnya latihan
olahraga.
Contoh yang negative:
(1) Menyangkal masalah.
(2) Pemakai alcohol
g) S. (Support Sistem)
Yaitu keluarga atau orang lain yang berarti. Contoh yang
positif: Keluarga dan lembaga masyarakat.
h) O. (Optimum health goal)
Yaitu alasan untuk menjadi lebih baik (motivasi). Contoh
yang positif:
(1) Menjadi orang tua
(2) Melihat hidup sebagai pengalaman yang positif
Contoh yang negative:
(1) Pandangan hidup sebagai masalah yang terkuat.
(2) Tidak mungkin mendapatkan yang terbaik
i) N. (Nervus)
Yaitu bagian dari bahasa tubuh yang mengontrol seseorang
mempunyai penyakit atau mempunyai gejala yang serius.
Contoh yang positif: Melibatkan diri dalam perawatan dan
pengobatan. Contoh yang negative: Tidak berusaha dalam
melibatkan dalam perawatan dan menunda keputusan

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan
perifer)
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)
c. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif,
Kegagalan mekanisme pengaturan
d. Takut berhubungan dengan faktor dari luar (nyeri)
e. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam
penampilan ( terdapat luka ganggren)

1. INTERVENSI

NO DIAGNOSA NOC NIC

2. Nyeri akut NOC: Manajemen nyeri :


berhubungan 1. Tingkat nyeri 1. Lakukan pegkajian
dengan agen nyeri secara
2. Nyeri terkontrol komprehensif
injuri biologis termasuk lokasi,
3. Tingkat kenyamanan
(penurunan karakteristik, durasi,
Setelah dilakukan asuhan frekuensi, kualitas
perfusi keperawatan selama 3 x 24 dan ontro presipitasi.
jaringan jam, klien dapat : 2. Observasi reaksi
nonverbal dari
perifer) 1. Mengontrol nyeri, ketidaknyamanan.
dengan indikator : 3. Gunakan teknik
Mengenal faktor-faktor komunikasi
penyebab terapeutik untuk
- Mengenal onset mengetahui
nyeri pengalaman nyeri
- Tindakan
pertolongan non klien sebelumnya.
farmakologi 4. Kontrol lingkungan
- Menggunakan yang mempengaruhi
analgetik nyeri seperti suhu
- Melaporkan gejala- ruangan,
gejala nyeri kepada pencahayaan,
tim kesehatan. kebisingan.
2. Nyeri terkontrol 5. Pilih dan lakukan
Menunjukkan tingkat penanganan nyeri
nyeri, dengan indikator: (farmakologis/non
- Melaporkan nyeri farmakologis).
- Frekuensi nyeri 6. Ajarkan teknik non
- Lamanya episode farmakologis
nyeri (relaksasi, distraksi
- Ekspresi nyeri; dll) untuk mengetasi
wajah nyeri.
- Perubahan respirasi 7. Berikan analgetik
rate untuk mengurangi
- Perubahan tekanan nyeri.
darah 8. Evaluasi tindakan
- Kehilangan nafsu pengurang
nyeri/ontrol nyeri.
makan
9. Kolaborasi dengan
dokter bila ada
komplain tentang
pemberian analgetik
tidak berhasil.
Monitor penerimaan
klien tentang
manajemen nyeri.
2 Ketidakseimba Nutritional Status : Food Nutrition Management
ngan nutrisi and Fluid Intake
kurang dari 1. Monitor intake
kebutuhan 1. Intake makanan peroral makanan dan
tubuh b.d. yang adekuat minuman yang
ketidakmampu dikonsumsi klien
2. Intake NGT adekuat setiap hari
an
menggunakan 2. Tentukan berapa
3. Intake cairan peroral
glukose jumlah kalori dan tipe
adekuat
zat gizi yang
4. Intake cairan yang dibutuhkan dengan
adekuat berkolaborasi dengan
ahli gizi
5. Intake TPN adekuat 3. Dorong peningkatan
intake kalori, zat besi,
protein dan vitamin C
4. Beri makanan lewat
oral, bila
memungkinkanKaji
kebutuhan klien akan
pemasangan NGT
5. Lepas NGT bila klien
sudah bisa makan
lewat oral
3 Defisit Volume NOC: Fluid management
Cairan b.d
Kehilangan 1. Fluid balance 1. Timbang
volume cairan 2. Hydration popok/pembalut jika
secara aktif, 3. Nutritional Status : Food diperlukan
Kegagalan and Fluid Intake 2. Pertahankan catatan
mekanisme Kriteria Hasil : intake dan output yang
pengaturan 1. Mempertahankan urine akurat
output sesuai dengan 3. Monitor status hidrasi
usia dan BB, BJ urine ( kelembaban membran
normal, HT normal mukosa, nadi adekuat,
2. Tekanan darah, nadi, tekanan darah ortostatik
suhu tubuh dalam batas ), jika diperlukan
normal 4. Monitor vital sign
3. Tidak ada tanda tanda 5. Monitor masukan
dehidrasi, Elastisitas makanan / cairan dan
turgor kulit baik, hitung intake kalori
membran mukosa harian
lembab, tidak ada rasa 6. Kolaborasikan
haus yang berlebihan pemberian cairan IV
7. Monitor status nutrisi
8. Berikan cairan IV pada
suhu ruangan
9. Dorong masukan oral
10. Berikan
penggantian nesogatrik
sesuai output
11. Dorong keluarga
untuk membantu pasien
makan
12. Tawarkan snack
( jus buah, buah segar )
13. Kolaborasi dokter
jika tanda cairan
berlebih muncul
meburuk
14. Atur
kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk
tranfusi
4. Takut NOC Coping enhancement
Anxiety control 1. jelaskan pada
berhubungan
Fear control
pasien tentang
dengan faktor Setalah dilakukan tindakan
proses penyakit
dari luar keperawatan 1x24 jam
2. Jelaskan semua
(nyeri) diharapkan Takut pasien
tes dan
teratasi dengan kriteria hasil
pengobatan pada
:
pasien dan
1. Memiliki informasi untuk
keluarga
mengurangi takut
3. Sediakan
2. Menggunakan teknik
perawatan yang
relaksasi
3. Mempertahankan berkesinambunga
hubungan sosial dan n
4. Dorong
fungsi peran
4. Mengontrol respon takut mengungkapkan
secara verbal,
perasaan, persepsi
dan ras takutnya
5. Perkenalkan
dengan orang
yang mengalami
penyakit sama
6. Dorong klien
untuk
mempraktekan
teknik relaksasi

5. Gangguan citra Body image Body image


Self esteem
tubuh enhancement
Setelah dilakukan tindakan
1. Kaji secara verbal
berhubungan
keperawatan 1x24 jam
dan non verbal
dengan
diharapkan gangguan citra
respon klien
perubahan
tubuh teratasi dengan
terhadap tubuhnya
dalam
kriteria hasil : 2. Monitor frekuensi
penampilan 1. Body image positif
mengkritik dirinya
2. Mampu
( terdapat luka mengidentifikasi 3. Jelaskan tentang
ganggren) kekuatan personal pengobatan,
3. Mendeskripsikan secara
perawatan,
faktual perubahan
kemajuan dan
fungsi tubuh
prognosis penyakit
4. Mempertahankan
4. Dorong klien
interaksi sosial
mengungkapkan
perasaannya

4. EVALUASI
a. Nyeri dapat berkurang.
b. Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
c. Kelebihan volume cairan dapat teratasi.
d. Ansietas dapat berkurang
e. Gangguan body imange berkurang

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronik yang menimbulkan
gangguan multisistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang
disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat.
2. Pengkajian data penyakit Diabetes Mellitus dapat memberikan hasil
bervariasi antara pasien satu dengan yang lain. Pada umumnya data dan
gejala yang ditemukan timbul sebagai akibat terjadinya kekurangan insulin
sehingga glukosa tidak masuk ke dalam sel.
3. Perawatan dan pengobatan Diabetes Mellitus terdiri dari diet, yang
merupakan hal yang sangat berperan, latihan fisik yang tepat, obat-obatan
dan juga pendidikan kesehatan mengenai penyakit tersebut.

B. SARAN
Setelah mengetahui tentang penyakit Diabetes Mellitus serta
komplikasi yang ada maka klien perlu menyadari keadaan dirinya, sehingga
perlu melakukan kontrol yang efektif mungkin untuk mencegah terjadinya
peningkatan gula darah dan diharapkan keluarga dapat bekerja sama dalam
hal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2).

EGC. Jakarta

Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse. (2001). Rencana Asuhan

Keperawatan, (Edisi III)., EGC. Jakarta.

Harrison. (2005). Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 2. Jakarta: EGC.


Mogensen, C.E., (2007). Pharmacotherapy of Diabetes: New Development.

Improving Life and Prognosis for Diabetic Patients, New York: Springer

Science+Business Media, hal. 45-47.

NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015 – 2017

(Edisi 10). Diterjemahkan oleh Budi Anna Keliat,dkk. Jakarta : EGC.

Rosernberg, Martha Craft & Smith, K. (2010). NANDA Diagnosa Keperawatan

Definisi dan Klasifikasi. Diterjemahkan : Fatiah Istiqomah. Yogyakarta :

Digna Pustaka.

Smeltzer & Bare. (2013). Keperawatn Medikal Bedah Edisi 8 Vol 2. Terjemahan

oleh Agung Waluyo.2001.Jakarta : EGC.

Tjokroprawiro A, 2006. Hidup Sehat Bersama Diabetes Mellitus, Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai