Anda di halaman 1dari 14

RESUME KULIAH XII

STRATEGIG MANAGEMENT

PORTER’S FIVE COMPETITIVENESS FORCE MODEL AND


BCG MATRIX

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Strategic Management”

Dosen Pengampu:

Prof Dr. H. Hapzi Ali, M.M., CMA.

Oleh:

Rame Priyanto
NIM 55117120122

Program Studi Magister Manajemen


Universitas Mercu Buana
2018
Porter’s Five Competitiveness Force Model and BCG Matrix

Rame Priyanto
NIM 55117120122

A. Porter’s Five Competitiveness Force

Model Kerangka Lima Kekuatan Porter adalah alat untuk menganalisis persaingan bisnis.
Perspektif lima kekuatan dikaitkan dengan pencetusnya, Michael E. Porter dari Harvard
University. Kerangka ini pertama kali diterbitkan di Harvard Business Review pada 1979.
Porter mengacu pada kekuatan-kekuatan lingkungan mikro, untuk membedakannya dengan
istilah makro lingkungan yang lebih umum. Mereka terdiri dari kekuatan-kekuatan yang dekat
dengan perusahaan yang mempengaruhi kemampuannya untuk melayani pelanggan dan
menghasilkan keuntungan. Perubahan dalam salah satu kekuatan biasanya membutuhkan unit
bisnis untuk menilai ulang pasar mengingat perubahan keseluruhan dalam informasi industri.
Daya tarik industri secara keseluruhan tidak berarti bahwa setiap perusahaan dalam industri
akan mengembalikan profitabilitas yang sama. Perusahaan dapat menerapkan kompetensi inti
mereka, model bisnis atau jaringan untuk mencapai laba di atas rata-rata industri.

Competitiveness Force Model atau Lima kekuatan Porter mencakup tiga kekuatan dari
kompetisi 'horizontal' - ancaman produk atau jasa pengganti, ancaman rival yang dibentuk, dan
ancaman pendatang baru - dan dua lainnya dari persaingan 'vertikal' - kekuatan tawar pemasok
dan kekuatan tawar pelanggan. Porter mengembangkan lima kerangka kekuatannya sebagai
reaksi terhadap analisis SWOT yang saat itu populer, yang ia temukan tidak memiliki
ketelitian. Kerangka kerja lima pasukan Porter didasarkan pada paradigma struktur-perilaku-
kinerja dalam ekonomi organisasi industri. Ini telah diterapkan untuk mencoba mengatasi
beragam masalah, dari membantu bisnis menjadi lebih menguntungkan untuk membantu
pemerintah menstabilkan industri. Alat strategi Porter lainnya termasuk rantai nilai dan strategi
persaingan generik.

a. Ancaman pendatang baru.


Industri menguntungkan yang menghasilkan pengembalian tinggi akan menarik perusahaan
baru sehingga menurunkan profitabilitas untuk perusahaan lain di industri. Faktor-faktor
berikut dapat berpengaruh pada seberapa banyak ancaman yang dapat diajukan oleh para
pendatang baru:
 Adanya hambatan masuk (paten, hak, dll.).
 Kebijakan pemerintah
 Kebutuhan modal.
 Biaya mutlak.
 Kerugian biaya tidak bergantung pada ukuran.
 Skala ekonomi.
 Diferensiasi produk.
 Ekuitas merek.
 Mengalihkan biaya.
 Pembalasan yang diharapkan.
 Akses ke saluran distribusi.
 Loyalitas pelanggan terhadap merek-merek mapan.
 Profitabilitas industri (industri yang lebih menguntungkan, semakin menarik bagi para
pesaing baru).
 Efek jaringan.
b. Ancaman produk pengganti
Produk pengganti menggunakan teknologi yang berbeda untuk mencoba memecahkan
kebutuhan ekonomi yang sama. Contoh pengganti adalah daging, unggas, dan ikan; telepon
rumah dan telepon seluler; maskapai penerbangan, mobil, kereta api, dan kapal; bir dan
anggur; dan seterusnya. Peningkatan produk pengganti dapat memberi pangsa pasar yang
lebih besar karena faktor-faktor penyebab, diantaranya :
o Kecenderungan pembeli untuk mengganti
o Kinerja harga relatif pengganti
o Biaya pengalihan pembeli
o Tingkat diferensiasi produk yang dirasakan
o Jumlah produk pengganti yang tersedia di pasar
o Kemudahan substitusi
o Ketersediaan pengganti yang dekat.
c. Daya tawar pelanggan
Kekuatan tawar pelanggan juga digambarkan sebagai pasar output: kemampuan pelanggan
untuk menempatkan perusahaan di bawah tekanan, yang juga mempengaruhi kepekaan
pelanggan terhadap perubahan harga. Perusahaan dapat mengambil tindakan untuk
mengurangi daya pembeli, seperti menerapkan program loyalitas. Kekuatan pembeli tinggi
jika pembeli memiliki banyak alternatif. Itu rendah jika mereka memiliki beberapa pilihan.
Adapun Faktor-faktor penyebab, diantaranya :
 Konsentrasi pembeli untuk rasio konsentrasi perusahaan.
 Tingkat ketergantungan pada saluran distribusi yang ada.
 Tawar menawar, khususnya di industri dengan biaya tetap tinggi.
 Pembeli mengganti biaya.
 Ketersediaan informasi pembeli.
 Ketersediaan produk pengganti yang ada.
 Sensitivitas harga pembeli.
 Keunggulan diferensial (keunikan) dari produk industry.
 Analisis RFM (nilai pelanggan).
d. Daya tawar pemasok
Kekuatan tawar-menawar pemasok juga digambarkan sebagai pasar input. Pemasok bahan
baku, komponen, tenaga kerja, dan layanan (seperti keahlian) ke perusahaan dapat menjadi
sumber kekuasaan atas perusahaan ketika ada beberapa pengganti. Pemasok dapat menolak
bekerja dengan perusahaan atau mengenakan harga tinggi yang berlebihan untuk sumber
daya yang unik. Adapun Faktor-faktor penyebab, diantaranya :
 Pemasokan biaya switching relatif terhadap biaya switching perusahaan.
 Tingkat diferensiasi input.
 Dampak input pada biaya dan diferensiasi.
 Kehadiran input pengganti.
 Kekuatan saluran distribusi.
 Konsentrasi pemasok untuk rasio konsentrasi perusahaan.
 Solidaritas karyawan (misalnya serikat buruh).
 Persaingan Pemasok: kemampuan untuk memadukan secara vertikal dan memotong
pembeli.
e. Persaingan industri
Bagi kebanyakan industri, intensitas persaingan kompetitif adalah penentu utama daya saing
industri. Positioning berkenaan dengan bagaimana publik mempersepsikan suatu produk
dan membedakannya dari pesaing. Sebuah bisnis harus menyadari strategi pemasaran dan
penetapan harga pesaingnya dan juga bersikap reaktif terhadap setiap perubahan yang
dilakukan. Adapun faktor-faktor penyebab, diantaranya:
 Keunggulan kompetitif yang berkelanjutan melalui inovasi.
 Persaingan antara perusahaan online dan offline.
 Tingkat biaya iklan
 Strategi bersaing yang kuat.
 Rasio konsentrasi perusahaan.
f. Penggunaan
Konsultan strategi terkadang menggunakan kerangka kekuatan lima Porter ketika membuat
evaluasi kualitatif dari posisi strategis perusahaan. Menurut Porter, kerangka kekuatan lima
harus digunakan pada tingkat industri lini bisnis, itu tidak dirancang untuk digunakan pada
kelompok industri atau tingkat sektor industri. Suatu industri didefinisikan pada tingkat
yang lebih rendah dan lebih mendasar, pasar di mana produk dan / atau jasa yang mirip atau
terkait erat dijual kepada pembeli. Sebuah perusahaan yang bersaing dalam satu industri
harus mengembangkan, minimal, satu analisis lima kekuatan untuk industrinya. Porter
menjelaskan bahwa bagi perusahaan yang terdiversifikasi, masalah utama dalam strategi
perusahaan adalah pemilihan industri (lini bisnis) di mana perusahaan akan bersaing.
Kerangka Porter telah ditantang oleh akademisi dan ahli strategi lainnya. Misalnya, Kevin
P. Coyne dan Somu Subramaniam mengklaim bahwa tiga asumsi yang meragukan
mendasari lima kekuatan. Bahwa pembeli, pesaing, dan pemasok tidak terkait dan tidak
berinteraksi dan berkolusi. Bahwa sumber nilai adalah keuntungan struktural (menciptakan
hambatan masuk). Ketidakpastian itu rendah, memungkinkan peserta di pasar untuk
merencanakan dan menanggapi perubahan dalam perilaku kompetitif. Perpanjangan penting
untuk pekerjaan Porter berasal dari Adam Brandenburger dan Barry Nalebuff dari Yale
School of Management pada pertengahan tahun 1990-an. Menggunakan teori permainan,
mereka menambahkan konsep pelengkap (juga disebut "kekuatan ke-6") untuk mencoba
menjelaskan alasan di balik aliansi strategis. Complementors dikenal sebagai dampak dari
produk dan layanan terkait yang sudah ada di pasar.
Porter secara tidak langsung membantah pernyataan kekuatan lain, dengan mengacu pada
inovasi, pemerintah, dan produk dan layanan pelengkap sebagai "faktor" yang
mempengaruhi lima kekuatan. Mungkin juga tidak layak untuk mengevaluasi daya tarik
industri secara independen dari sumber daya yang dibawa oleh perusahaan ke industri
tersebut. Dengan demikian diperdebatkan (Wernerfelt 1984) bahwa teori ini
dikombinasikan dengan pandangan berbasis sumber daya (RBV) agar perusahaan untuk
mengembangkan kerangka yang lebih sehat.
Menganalisis Tumbangnya Lotus Dept Store Menggunakan Metode Porter

Beberapa hari ini, kita dihebohkan dengan ditutupnya salah satu departemen store yang bisa
dikatakan cukup besar di Indonesia, yakni Lotus Departemen Store. Beberapa hari sebelum
penutupan, Lotus menggelar diskon secara besar-besaran dan tidak mengherankan begitu
banyak dari masyarakat indonesia yang berbondong-bondong kesana. Setelah adanya kabar
penutupan ini, begitu banyak para pakar ekonomi yang mengidentifkasi apakah alasan Lotus
sampai akhirnya ditutup . Salah satu tokoh yang mengomentari hal ini yakni Menteri Keuangan
Republik Indonesia, Sri Mulyani. Beliau menuturkan bahwa penutupan ini mungkin saja
dikarenakan adanya perubahan dalam strategi bisnis yang digunakan, salah satunya perubahan
secara fisik yang pada awalnya memiliki gerai khusus ritel beralih dengan berbasis pada
bisnis online.
Hal ini juga senada dengan apa yang disampaikan oleh Head of Corporate Communication PT
Mitra Adiperkasa Tbk (MAP), Fetty Kwartati, yang mengatakan bahwa keputusan penutupan
toko tersebut diambil manajemen setelah mempertimbangkan perubahan tren ritel secara
global. Apalagi, kata dia, perubahan gaya berbelanja dari offline ke online mulai merambah
Indonesia.

sumber: quora

Five Forces Model atau yang lebih dikenal dengan Porter Five Forces adalah suatu metode
untuk menganalisis industri dan pengembangan strategi bisnis atau lingkungan persaingan
yang dipublikasikan oleh Michael E Porter, seorang profesor dari Harvard Business School
pada tahun 1979.
1) Aspek Pertama adalah Ancaman Pendatang Baru
Bukanlah sebuah yang mengherankan apabila pertumbuhan bisnis baru kian marak
bermunculan, layaknya jamur yang tumbuh dimusim hujan, tak mengenal waktu dan tempat.
Adapun bisnis yang tumbuh ini memang sebagian besar adalah bisnis yang telah ada
sebelumnya meskipun ada beberapa bisnis yang termasuk dalam kategori start-up. Dalam
persaingan bisnis pada era sekarang, setiap orang yang ingin mendirikan bisnis tidak harus
memiliki modal yang besar, bahkan tanpa modal sekalipun orang bisa berbisnis. Tingginya
pertumbuhan bisnis onlinemenjadi bukti bahwa modal tidaklah menjadi penghambat dalam
berbisnis. Bisnis online sendiri lebih banyak menyasar pada barang-barang yang sebagian besar
telah dijual atau tersedia di ritel-ritel yang telah berdiri sebelumnya. Namun, tentu dengan
membawa strategi yang baru dan menawarkan kompetensi inti yang berbeda menjadikan
persaingan dalam dunia bisnis ini semakin menarik untuk diikuti. Semakin lama kebiasaan dari
para konsumen mengarah kepada efisiensi waktu dan tenaga yang dibutuhkan untuk
mendapatkan sebuah barang yang diinginkan. Hal inilah yang membuat para pebisnis online
mampu menyaingi dan bahkan memenangkan persaingan dengan salah satu ritel terbesar di
indonesia, yakni Lotus Departemen Store.
2) Aspek Kedua adalah Daya Tawar Pemasok
Pada aspek ini memang lebih mengarah kepada kepentingan dari pengusaha
dan suppliernamun tetap saja hal ini tidak dapat dipisahkan. Salah satu yang membuat daya
tawar pemasok semakin tinggi adalah tingkat fluktuasi permintaan. Dalam kaitannya dengan
Lotus, tentu para pemasok akan melihat berapa besar tingkat permintaan dari para konsumen
terhadap barang-barang yang disediakan di Lotus. Semakin tinggi permintaan, maka tentu daya
tawar pemasok akan semakin rendah karena semakin banyaj jumlah barang yang mereka pasok
berbanding lurus dengan banyaknya permintaan pada barang tersebut. Berbeda halnya apabila
permintaannya sedikit, maka hal ini akan membuat daya tawar pemasok akan semakin besar
yang tentu membuat tingkat harga yang ditawarkan pemasok kepada Lotus akan semakin tinggi
dan ini menjadi sebuah ancaman bagi Lotus dikarenakan keuntungan yang akan mereka
dapatkan untuk barang tersebut akan semakin kecil.
3) Aspek Ketiga adalah Daya Tawar Pembeli
Konsumen indonesia tergolong menyukai barang-barang yang baru dan mengikuti
perkembangan zaman. Disisi lain, alasan harga yang ditawarkanpun merupakan poin yang
tidak bisa dipisahkan. Satu bukti mengapa harga sangat berpengaruh besar yakni adanya diskon
besar-besaran dari Lotus pada beberapa hari yang lalu dimana begitu banyak konsumen yang
rela antri hanya untuk mendapatkan potongan harga tersebut. Disisi lain, apabila barang yang
ditawarkan tergolong produk yang tidak diminati oleh konsumen, maka tentu daya tawar
pembeli akan semakin besar sehingga tingkat keuntungan yang dapat diperoleh Lotus akan
semakin sedikit.
4) Aspek Keempat adalah Ancaman Produk Pengganti
Semakin berkembangannya tekhnologi maka akan semakin kreatif pula para pengusaha bisnis.
Munculnya pesaing baru yang menawarkan produk baru yang memiliki manfaat dan kegunaan
yang sama dengan produk yang ditawarkan oleh Lotus menjadi sebuah ancaman yang besar
bagi Ritel ini. Hal ini akan bertambah sulit bagi Lotus apabila produk tersebut menawarkan
yang lebih baik dibandingkan dari produk yang ditawarkan oleh Lotus. Baik dari sisi kualitas,
harga, dan trend produk.
5) Aspek Kelima adalah Persaingan antara Industri Sejenis
Tidak disangkal lagi bahwa bisnis Ritel begitu banyak bertebaran di Indonesia dan yang paling
mendominasi sekarang ialah Indomaret dan Alfamart. Dapat dikatakan bahwa aspek kelima ini
merupakan aspek yang paling berpengaruh besar terhadap tutupnya Lotus Departeme Store ini
. Ditambah lagi banyaknya bisnis onlineyang menawarkan produk yang sama mengakibatkan
semakin banyak pula pesaing dari Lotus. Tentu dengan demikian penyebaran konsumen akan
semakin menyebar dan terbagi-bagi, dan yang menjadi penentu untuk memenangkan
persaingan ini adalah seberapa kuat strategi yang digunakan agar konsumen tidak beralih
kepada pesaing yang lainnya.

B. BCG Matrix
a. Pengertian Analisis Matriks BCG dan Contohnya

Matriks BCG atau BCG Matrix adalah alat analisis bisnis yang digunakan untuk membantu
perusahaan dalam mempertimbangkan peluang pertumbuhan dengan perencanaan strategis
jangka panjang dan meninjau portofolio produk perusahaan tersebut agar dapat mengambil
keputusan untuk berinvestasi, mengembangkan atau menghentikan produknya. Matrik BCG
ini juga membantu perusahaan dalam menentukan pengalokasian sumber daya dan sebagai alat
analisis dalam pemasaran merek, manajemen produk, manajemen strategis dan analisis
Portofolio.
Matriks BCG dikembangkan oleh Bruce Henderson pada tahun 1970-an. Bruce Henderson
juga merupakan pendiri Boston Consulting Group (BCG) yaitu sebuah perusahaan konsultan
manajemen global yang terkemuka yang pernah menduduki peringkat ketiga perusahaan
terbaik untuk bekerja versi Forbes pada tahun 2014. Karena Matriks ini dikembangkan oleh
pendiri Boston Consulting Group (BCG) maka matriks ini dinamakan dengan Matrik BCG
yang singkatan dari Boston Consulting Group. Matriks BCG ini juga berkaitan erat dengan
siklus hidup produk (Products life cycle) sehingga sering disebut juga dengan Product
Portfolio Matrix (Matriks Portofolio Produk). Nama-nama lain Matriks BCG diantaranya
adalah BCG Growth-Share Matrix (Matriks Pertumbuhan dan Pangsa Pasar BCG), Boston Box
dan Portfolio Diagram (Diagram Portofolio). Matriks BCG terdiri dari matriks yang berukuran
2 baris x 2 kolom atau terdiri dari 4 sel (4 kuadran). 4 sel tersebut pada dasarnya mewakili 4
kategori portofolio produk perusahaan dari 2 dimensi klasifikasi bisnis unit yaitu Relative
Market Share (pangsa pasar relatif) dan Market Growth Rate (tingkat pertumbuhan pasar).
Kategori-kategori tersebut masing-masing diwakili oleh Bintang (Star), Sapi Perah (Cash
Cows), Anjing (Dogs) dan Tanda Tanya (Question Marks).

1) Stars (Bintang)
Yang termasuk dalam kategori Stars atau Bintang adalah produk atau unit bisnis yang memiliki
pangsa pasar yang dominan dan pertumbuhan yang cepat serta menghasilkan uang
(pendapatan) yang besar. Perusahaan membutuhkan banyak investasi untuk mempertahankan
posisi produk-produk tersebut dan untuk mendukung pertumbuhan lebih lanjut serta
mempertahankan keunggulan-keunggulan atas produk tersebut agar dapat tetap bersaing
dengan produk kompetitor lainnya. Produk-produk di kategori Bintang ini dapat berubah
menjadi kategori Sapi perah (Cash Cows) apabila mereka tetap dapat mempertahankan
keberhasilan mereka hingga tingkat pertumbuhannya mengalami penurunan.
2) Cash Cows (Sapi Perah)
Yang termasuk dalam kategori Cash Cows atau Sapi Perah adalah produk atau unit bisnis yang
merupakan pemimpin pasar, menghasilkan uang atau pendapatan yang lebih banyak
dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaannya. Produk atau unit bisnis
pada kategori ini memiliki pangsa pasar yang tinggi namun prospek pertumbuhan kedepan
akan sangat terbatas. Pendapatan yang didapat pada tingkat Cash Cows ini biasanya
digunakan sebagai pendanaan untuk penelitian dan pengembangan produk-produk baru
yang masih berada di kategori Question Marks (Tanda Tanya) atau membayar hutang-
hutang perusahaan serta membayar dividen kepada pemegang saham. Perusahaan
disarankan untuk tetap berinvestasi pada produk-produk dalam kategori Cash Cows ini
untuk mempertahankan produktivitas dan kualitas atau dapat juga dijadikan pendapatan
pasif bagi perusahaan.
3) Dogs (Anjing)
Dogs (Anjing) atau juga dikenal dengan istilah hewan peliharaan, yang termasuk pada kategori
Dogs ini adalah produk atau unit bisnis yang memiliki pangsa pasar rendah dan mengalami
tingkat pertumbuhan yang rendah. Produk-produk pada kategori ini biasanya hanya
memberikan kontribusi keuntungan yang sangat rendah atau bahkan harus menderita kerugian.
Produk atau bisnis unit kategori Dogs ini umumnya merupakan beban bagi perusahaan karena
dapat menguras waktu manajemen dan sebagian besar sumber daya perusahaan. Unit bisnis
atau produk yang telah berada pada kategori ini biasanya akan mengalami pengurangan,
divestasi ataupun likuidasi oleh manajemen perusahaan.
4) Question Marks (Tanda Tanya)
Kategori Question Marks kadang-kadang disebut juga dengan problem children atau wildcats).
Yang termasuk dalam kategori Question Marks ini adalah produk atau bisnis unit yang
memiliki prospek pertumbuhan yang tinggi tetapi pangsa pasarnya masih sangat rendah.
Penghasilan (uang) yang didapat umumnya tidak sebanding dengan biaya-biaya yang
dikeluarkan (lebih banyak pengeluaran daripada pendapatan). Namun karena prospek
pertumbuhannya sangat pesat sehingga berpotensi untuk berubah menjadi Stars atau Bintang.
Manajemen perusahaan tersebut disarankan untuk tetap berinvestasi pada produk atau bisnis
unit yang berada dalam kategori Question Marks ini karena pertumbuhan yang tinggi.

Dari penjelasan 4 kategori pada Matriks BCG diatas, terlihat bahwa analisis matriks BCG
memiliki hubungan yang erat dengan Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle)

b. Strategi setelah Analisis Matriks BCG

Setelah mengetahui posisi produk dan bisnis unit kita berada, tahap selanjutnya adalah
menerapkan strategi yang sesuai dengan kondisi pasar dan tingkat persaingan yang ada. Berikut
ini terdapat empat strategi yang dapat diterapkan pada bisnis unit atau produk-produk yang
berada dalam Matriks BCG:

1. Build atau Membangun, yaitu meningkatkan investasi pada produk atau unit bisnis agar
dapat meningkatkan pangsa pasar. Strategi ini biasanya dilakukan untuk mendorong
produk-produk dalam kategori Question Marks menjadi Stars dan akhirnya menjadi Cash
Cows.
2. Hold atau Mempertahankan, yaitu strategi untuk mempertahankan produk-produk agar
tetap pada kategori yang sama. Strategi tersebut biasanya digunakan pada kategori Stars.
3. Harvest atau Memanen, yaitu strategi untuk mengurangi investasi dan mencoba untuk
mendapatkan uang tunai (cash) semaksimum mungkin dari produk atau meningkatkan
profitabilitas secara keseluruhan. Strategi ini biasanya digunakan pada produk-produk atau
unit bisnis yang berada di kategori Cash Cows.
4. Divest atau Melakukan Divestasi, yaitu strategi yang melakukan penutupan usaha atau
likuidasi terhadap unit bisnis atau produk yang mengalami kerugian atau produk yang
memiliki pangsa pasar rendah. Strategi Divestasi ini biasanya dilakukan pada produk atau
unit bisnis yang berada di kategori Dogs.

c. Cara Menggunakan Analisis Matriks BCG

Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menganalisis produk atau unit bisnis dengan
menggunakan Matriks BCG :

1) Pilih Unit atau Produk yang ingin dianalisis. Analisis Matriks BCG dapat digunakan untuk
menganalisis Bisnis unit strategis, merek, produk atau bahkan perusahaan itu sendiri.
2) Tentukan Pasar (Market). Menentukan Pasar merupakan hal yang paling penting dalam
melakukan analisis. Kesalahan menentukan pasar akan menyebabkan klasifikasi yang
tidak tepat.
3) Menghitung Pangsa Pasar Relative (Relative Market Share). Relative Market Share dapat
dihitung berdasarkan segi Pangsa Pasar ataupun segi Pendapatan. Perhitungannya adalah
dengan membagi Pangsa Pasar atau Pendapatan merek kita sendiri dengan Pangsa Pasar
atau Pendapatan merek pesaing terbesar kita dalam industri yang sama.
4) Ketahui tingkat pertumbuhan pasar (Growth Market Rate). Tingkat pertumbuhan industri
dapat diketahui dari laporan industri yang biasanya tersedia secara online. Tingkat
Pertumbuhan pasar dapat dihitung dengan melihat pertumbuhan pendapatan rata-rata dari
perusahaan terkemuka.
5) Menggambar Siklus di Matriks BCG Setelah melakukan perhitungan pada setiap
variabel pengukuran, gambarkan posisi merek atau produk anda ke dalam matriks dengan
bentuk lingkaran

d. Contoh Analisis Matriks BCG


PT Astra Honda Motor (AHM)

PT Astra Honda Motor (AHM) merupakan pelopor industri sepeda motor di Indonesia.
Didirikan pada 11 Juni 1971 dengan nama awal PT Federal Motor. Saat itu, PT Federal Motor
hanya merakit, sedangkan komponennya diimpor dari Jepang dalam bentuk CKD (completely
knock down).Tipe sepeda motor yang pertama kali di produksi Honda adalah tipe bisnis, S 90
Z bermesin 4 tak dengan kapasitas 90cc. Jumlah produksi pada tahun pertama selama satu
tahun hanya 1500 unit, namun melonjak menjadi sekitar 30 ribu pada tahun dan terus
berkembang hingga saat ini. Sepeda motor terus berkembang dan menjadi salah satu moda
transportasi andalan di Indonesia. Kebijakan pemerintah dalam hal lokalisasi komponen
otomotif mendorong PT Federal Motor memproduksi berbagai komponen sepeda motor Honda
tahun 2001 di dalam negeri melalui beberapa anak perusahaan, diantaranya PT Honda Federal
(1974) yang memproduksi komponen-komponen dasar sepeda motor Honda seperti rangka,
roda, knalpot dan sebagainya, PT Showa Manufacturing Indonesia (1979) yang khusus
memproduksi peredam kejut, PT Honda Astra Engine Manufacturing (1984) yang
memproduksi mesin sepeda motor serta PT Federal Izumi Mfg.(1990) yang khusus
memproduksi piston.

Seiring dengan perkembangan kondisi ekonomi serta tumbuhnya pasar sepeda motor
terjadi perubahan komposisi kepemilikan saham di pabrikan sepeda motor Honda ini. Pada
tahun 2001 PT Federal Motor dan beberapa anak perusahaan di merger menjadi satu dengan
nama PT Astra Honda Motor, yang komposisi kepemilikan sahamnya menjadi 50% milik PT
Astra International Tbk dan 50% milik Honda Motor Co. Japan

Matriks BCG PT Astra Honda Motor

Tingkat pertumbuhan pasar pada umumnya dibedakan berdasarkan klasifikasi tinggi dan
rendah. Sedangkan posisi relatif kompetitior dibedakan berdsarkan market share antara 1,0 dan
1,5, sehingga tergolong tinggi (high) disebut pemimpin (leader). Berdasarkan dari perhitungan
tingkat pertumbuhan pasar pada PT.AHM, maka diperoleh hasil sebesar 14,86 %, hal ini berarti
bahwa tingkat pertumbuhan pasar yang tinggi pada PT.AHM. Dari perhitungan pangsa pasar
relatif pada tahun 2012 didapat hasil sebesar 1,68 kali dan pada tahun 2013 didapat hasil
sebesar 1,88 kali. Berdasarkan pada kedua matriks BCG posisi PT.AHM pada tahun 2012 dan
tahun 2013 berada pada posisi star atau bintang yang menunjukkan bahwa posisi PT. AHM
berada pada pertumbuhan tinggi dan pangsa pasar tinggi karena pangsa pasar PT. AHM pada
tahun 2012 dan tahun 2013 dan mempunyai nilai pangsa pasar relatifnya pada tahun 2012 dan
2013 lebih besar dari satu (>1).

STRATEGI PT. ASTRA HONDA MOTOR

Berdasarkan matriks BCG PT. AHM pada tahun 2012 dan tahun 2013, letak posisi titik berada
di kuadran bintang atau star dengan indikasi pertumbuhan pasar yang tinggi dan pangsa
pasarnya yang tinggi. Ini berarti jumlah pertumbuhan penjualan Honda tinggi dan pangsa pasar
juga tinggi. Strategi yang dapat di ambil adalah mempertahankan posisi star tersebut. Variabel-
variabel yang mempengaruhi perumbuhan pengunjung poli umum diantaranya :

1. Kualitas Produk. Meningkatkan inovasi dan mempertahankan kualitas produk sepeda


motor Honda, sehingga respon pasar terhadap produk Honda semakin baik.
2. Kualitas pelayananan. Memperbaiki kualiatas pelayanan dari berbagai sisi untuk
memberikan kenyamanan bagi pembeli baik untuk pelayanan pada saat membeli maupun
pelayanan purna jual.
3. Komunikasi Pemasaran Meningkatkan komunikasi pemasaran sehingga brand image atau
citra merek dari produk Honda tetap tertanam di benak konsumen.
4. Jaringan Distribusi Memperluas jaringan distribusi dari sepeda motor Honda, dengan
penambahan dealer – dealer.
Referensi:

Hapzi Ali. Modul Perkuliahan Stragegic Management. Universitas Mercubuana

Putra, Yanuar Suya. Analisis Matriks Boston Consulting Grup ( Bcg ) Pada Sepeda Motor
Merek Honda (Studi Kasus Pada PT. Astra Honda Motor Tahun 2013) Among Makarti, Vol.7
No.13, Juli 2014

https://www.kompasiana.com/teguhpengabdian/59f3e3ccff24052917179632/menganalisa
tutupnya-lotus-departemen-store-analisa-menggunakan-model-porter diakses 17 maret 2018

Anda mungkin juga menyukai