PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
masyarakat.
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
antar upaya program dan sektor, serta kesinambungan dengan upaya-upaya yang
2015-2019 adalah : (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak, (2)
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan
1
Kartu Indonesia Sehat, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan
pentingnya kesehatan terutama bahaya merokok. Salah satu akibat dari bahaya
merokok yang paling parah salah satunya yaitu efusi pleura maligna atau sering
Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceral dan
parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringan
ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis.
mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan
dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi
sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus
paru.
pleura melallui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi
oleh saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi.
Efusi pleura maligna kini telah menjadi suatu permasalahan klinis yang
umum terjadi pada penderita kanker. Efusi pleura maligna dapat disebabkan oleh
hampir semua jenis keganasan, dimana peyebab tersering adalah kanker paru.
2
Efusi Pleura Ganas (EPG) adalah efusi pleura yang disebabkan oleh proses
keganasan, baik primer atau sekunder atau metastasis. Cairan efusi biasanya
berupa eksudat, namun sebagian kecil dapat bersifat transudat. EPG biasanya
unilateral sesuai letak proses keganasan meskipun dapat pula bilateral. Ciri lain
efusi pleura ini adalah banyaknya jumlah cairan dan cepatnya cairan terakumulasi
proses keganasan. EPG dapat muncul pada semua jenis histologis kanker paru,
dkk (Turki, 2007) menemukan EPG adenokarsinoma kanker paru sebanyak 75%.
Efusi Pleura Ganas (EPG) sering terjadi pada kasus kanker dan merupakan
salah satu faktor penyulit pada penatalaksanaan kanker paru. Pada kanker paru
karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) dengan EPG diklasifikasikan sebagai stage
IIIB yang prognosisnya tidak dapat disamakan dengan stage IIIB lain tanpa EPG.
baik dapat meningkatkan kualiti hidup penderita. Kanker lain yang juga sering
buruknya prognosis. Penderita kanker yang disertai efusi pleura maligna memiliki
daya tahan hidup rata-rata kurang dari 6 bulan sejak terdiagnosa sebagai efusi
pleura maligna. Oleh karena itu semakin cepat suatu efusi pleura tersebut dapat
dibedakan apakah ganas atau jinak tentunya akan sangat membantu dalam
3
menentukan penatalaksanaan yang tepat terhadap penyakit yang mendasarinya
sitologi cairan pleura atau biopsi pleura. Namun sensitivitas pemeriksaan sitologi
pleura tertutup jauh lebih rendah sekitar 50-60%. Secara umum pemeriksaan
Ketika sitologi dan biopsi hasilnya negatif maka tindakan yang lebih
banyak kendala seperti tingginya dana yang dibutuhkan, dan lebih sulit untuk
alat. Dengan demikian meskipun telah melalui prosedur invasif rutin seperti
torakoskopi, ternyata 10-20% pasien dengan EPG masih belum dapat terdiagnosa.
dan mempertahankan kualitas hidup agar penderita efusi pleura maligna agar
dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Selain
4
memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan
Peran fisioterapi pada kasus efusi pleura maligna adalah untuk mengatasi
pola napas abnormal, penurunan volume paru dan peningkatan beban kerja
pernafasan. Namun pada kasus ini penulis mengambil peran fisioterapi dalam hal
modalitas infra red (IR), breathing control, breathing exercie (deep breathing dan
Dari latar belakang tersebut dapat dilihat bahwa fisioterapi memiliki peran
kali ini penulis memilih judul Makalah “Penatalaksanaan Fisioterapi pada Efusi
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
5
D. Manfaat Penulisan
berarti untuk semua pihak. Adapun manfaat yang bisa diambil dari
1. Bagi Penulis
2. Bagi Pasien
3. Bagi Fisioterapi
4. Bagi Masyarakat
fisioterapi.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Fungsional
pernapasan bawah. Saluran pernapasan atas terdiri dari cavum nasalis, sinus
paranasal, faring dan laring, sedangkan saluran pernapasan bawah terdiri dari
trakea, bronkus, bronkiolus dan paru-paru yang berujung pada alveolus. Saluran
napas bagian atas mempunyai fungsi utama yaitu: (1) air condition, yaitu saluran
yang meneruskan udara menuju saluran napas bagian bawah untuk pertukaran
gas, (2) protection, yaitu sebagai pelindung saluran napas bagian bawah agar
terhindar dari masuknya benda asing, dan (3) warming, filtrasi, dan humidifikasi,
udara yang dihirup. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi
oleh membran mukosa yang bersilia, sehingga ketika udara masuk ke dalam
partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam
lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus.
Selanjutnya udara akan dilembabkan dan dihangatkan dengan panas yang berasal
dari jaringan dibawahnya yang kaya akan pembuluh darah, sehingga ketika udara
udara mencapai saluran napas bawah hampir bebas debu, bersuhu mendekati
7
Setelah itu udara mengalir turun melalui trakea, bronkus, dan bronkiolus,
dan sampai duktus alveolus. Trakea adalah sebuah tabung berdiameter 2,5 cm
dengan panjang 11,25 cm yang dimulai dari leher sebagai lanjutan dari laring
pada batas bawah kartilago cricoidea setinggi vertebra cervicalis VI (Snell, 2012).
Trakea tersusun atas 16-20 cincin kartilago hialin berbentuk huruf C yang melekat
pada dinding trakea dan berfungsi melindungi jalan udara dan mencegah
terjadinya kolaps atau ekspansi berlebihan akibat perubahan tekanan udara yang
terjadi dalam sistem pernapasan. Pada cincin ini terdapat epitel silia tegak yang
menjadi bronkus utama kiri dan kanan yang tidak simetris. Bronkus kanan lebih
pendek dan lebih lebar, terdiri dari 6-8 cincin merupakan kelanjutan dari trakea
yang arahnya hampir vertikal dan mempunyai 3 cabang, sedangkan bronkus kiri
lebih panjang dan lebih sempit, terdiri dari 9-12 cincin dengan sudutnya lebih
tajam dan memiliki 2 cabang. Bentuk anatomi yang khusus ini memiliki implikasi
klinis tersendiri seperti jika ada benda asing yang terinhalasi, maka benda itu lebih
dan lebarnya. Percabangan antara bronkus utama kiri dan kanan disebut sebagai
karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan
batuk yang kuat jika dirangsang. Cabang yang lebih kecil dari bronkus disebut
bronkiolus tidak memiliki kartilago, didominasi oleh otot polos dan serabut elastik
serta memiliki jumlah sel goblet dan glandula mukosa yang lebih sedikit.
Disamping itu epitel pseudostratified diganti dengan sel epitel cuboid yang
8
bersilia. Semakin mendekati ke arah alveolus silianya semakin berkurang
(Soemantri, 2007).
diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi dikeliligi oleh otot polos sehingga
fungsional paru sebagai tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus
respiratorius dan duktus alveolus yang dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolus
yang merupakan struktur akhir paru. Setiap paru terdiri dari 300 juta sakus
alveolus. Kepadatan sakus alveolus inilah yang memberi bentuk paru seperti
tipe I dan tipe II. Sel tipe I merupakan sel yang sitoplasmanya besar dan
merupakan sel utama yang melapisi alveolus. Sel tipe II disebut granular
pneumocytes, lebih tebal dan mengandung sejumlah badan inklusi lamelar yang
9
Trakea, bronkus,bronkiolus dan sakus alveolus (Sridianti, 2015 ).
2) Anatomi paru-paru
struktur dari os clavicula. Rongga dada dan perut dibatasi oleh diafragma.
Masing-masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-
pembuluh besar serta struktur-struktur lain di dalam rongga dada. Paru kanan
lebih besar dari paru-paru kiri. Paru-paru kanan dibagi menjadi 3 lobus yaitu
lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior, sedangkan paru-paru kiri dibagi
menjadi 2 lobus yaitu lobus superior dan inferior. Setiap lobus paru-paru ini
(Snell, 2012).
10
Bronchopulmonary segment (Pokhrel, 2013).
Paru-paru dibungkus oleh selaput yang disebut pleura. Pleura terdiri dari
dua bagian yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura parietalis
melingkupi permukaan toraks yang menghadap diafragma dan aspek lateral dari
dan memanjang sampai kedalam fissura interlobaris. Antara kedua pleura ini
terdapat ronggga yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura
ini hampa udara, sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat
gesekan antara paru-paru dan dinding dada ketika bernafas (Snell, 2012).
11
Area pleura parietalis dan viseralis (Apriyani, 2010).
Menurut Guyton (2007) yang dikutip oleh Syafrullah (2015) volume paru
a) Volume tidal
Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi pada
dewasa.
12
d) Volume residu
Volume residu adalah volume udara yang masih tetap berada dalam paru-
a) Kapasitas inspirasi
yang dapat dihirup seseorang mulai pada tingkat ekspirasi normal dan
c) Kapasitas vital
volume tidal, dan volume cadangan ekspirasi. Besarnya ± 4600 ml, dan
mengeluarkannya sebanyak-banyaknya.
13
menginspirasi dengan usaha maksimal dan mengekspirasi secara kuat dan
cepat.
Kapasitas paru total adalah penjumlahan antara kapasitas vital dan volume
Volume dan kapasitas paru (Tortora, 2012 dikutip oleh Syafrullah, 2015).
14
B. Efusi Pleura Maligna
terjadi karena akibat dari penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang
mingkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah ataupun pus.
dan cairan itu berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan pariental, dan proses penyakit prrimer jarang
pemeriksaan sitologi cairan pleura atau biopsi pleura. Kenyataannya sel ganas
tidak dapat ditemukan pada sekitar 25% kasus efusi pleura yang berhubungan
dapat terjadi kekeliruan pada kasus dengan sitologi / histologi negatif. Pada kasus
efusi pleura bila tidak ditemukan sel ganas pada cairan atau hasil biopsi pleura
tetapi ditemukan kanker primer di paru atau organ lain. Departemen Pulmonologi
dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
didasarkan pada sifat keganasan secara klinis, yaitu cairan eksudat yang
15
serohemoragik/ hemoragik, berulang, masif, tidak respons terhadap antiinfeksi
Dinamakan sebagai Efusi Pleura Ganas (EPG) bila ditemukan sel tumor ganas
pada pemeriksaan sitologi cairan pleura atau histopatologi jaringan pleura melalui
telas diduga bahwa efusi yang muncul disebabkan oleh proses keganasan namun
belum dapat ditemukan sel ganas pada cairan pleura atau pada jaringan pleura
tersebut maka efusi pleura disebut sebagai efusi yang berhubungan dengan kanker
atau disebut sebagai efusi pleura paramaligna, dimana tidak terdapat keterlibatan
tersebut belum dapat diketahui. Istilah efusi paramaligna diberikan untuk efusi
yang terjadi secara tidak langsung akibat keterlibatan tumor terhadap pleura tetapi
2. Efusi pleura pada penderita dengan riwayat dan atau terbukti jelas tumor
16
3. Efusi pleura yang sifatnya hemoragik, masif, progresif, rekuren dan
tanpa gejala, terutama pasien dengan volume cairan kurang dari 500 mL. Sesak
nafas adalah gejala tersering pada kasus ini terutama jika volume cairan sangat
banyak. Sesak nafas terjadi karena refleks neurogenik paru dan dinding dada
ipsilateral. Gejala lain berupa nyeri dada sebagai akibat reaksi inflamasi pada
pleura parietal, batuk, batuk darah, anoreksia, dan berat badan menurun.
3. Epideminologi
insidensinya dapat diestimasi berdasarkan data-data yang ada yaitu sekitar 15%
dari seluruh penyakit keganasan. Efusi pleura ganas dapat disebabkan oleh hampir
semua jenis kaganasan, hampir sepertiga kasus EPG disebabkan oleh kanker paru.
15% dari 191 kasus keganasan yang diteliti. Dari kasus kematian karena
keganasan pertahun di Merika Serikat ditemukan EPG 83.000 dari 656.500 kasus
kanker. Pengamatan selama 3 tahun terhadap kasus efusi pleura di dapat EPG 120
dari 229 kasus. Berdasarkan jenis sel kanker paru, kanker paru karsinoma bukan
adenokarsinoma, 23% karsinoma sel skuamosa dan hanya 17,6% karsinoma sel
kecil. Hal ini mungkin disebabkan jumlah kasus kanker paru. Penelitian lain
17
mendapat 50-60% EPG disebabkan oleh metastasis tumor paru dan payudara di
Peneliti dari Singapura melakukan biopsi pleura pada 200 pasien dengan efusi
mediastinum, diafragma, dan rongga toraks. Struktur tersebut terbagi atas pleura
Pleura parietalis melapisi permukaan rongga toraks, yang terbagi atas pleura
tersebut bertemu di akar hilus paru. Diantara keduanya terdapat rongga ataupun
rongga potensial yang disebut sebagai rongga pleura. Pleura terdiri dari lima
dan arteri mamaria interna), ruang interstisial parietal, rongga pleura yang sisi-
sisinya dibatasi oleh sel mesotelial, interstisial paru, dan sirkulasi viseral (arteri
bronkial dan arteri pulmonalis). Pada keadaan normal, rongga pleura berisi sekitar
10-20 ml cairan yang bermanfaat sebagai pelicin agar paru dapat bergerak dengan
dengan kecepatan penyerapan. Dari sirkulasi sistemik, cairan normal dan protein
rendah (<1,5 g/dl) yang dibentuk oleh pleura viseral dan parietal.
18
Cairan pleura difiltrasi di kompartemen pleura parietalis dari kapiler sistemik
Cairan yang diproduksi oleh pleura parietal dan viseral selanjutnya akan diserap
oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah mikro pleura viseral. Mekanisme ini
sehingga volume dalam rongga pleura tetap. Jika produksi cairan melebihi
kelainan antara lain infeksi dan kasus keganasan di paru atau organ luar paru.
bening.
19
Gambar 1. Terjadinya cairan pleura
meningkat.
yang selanjutnya menuju pembuluh limfe yang lebih besar dan akhirnya
(clearance) cairan pleura ataupun obstruksi oleh deposit sel tumor di sepanjang
20
jaringan limfatik yang rumit maka akan menyebabkan efusi pleura. Mekanisme
Tumor primer paru atau metastasis tumor di paru yang menginfiltrasi pleura
bahwa metastasis tumor lebih banyak ke permukaan pleura viseral dari pada
parietal. Hanya pada kasus tumor dengan perluasan langsung, tumor ditemukan
pada pleura parietal tetapi tidak pada viseral. Berdasarkan hasil itu disimpulkan
bahwa implikasi sel ganas di pleura viseral terjadi akibat emboli tumor ke paru
sedangkan pada pleura parietal adalah akibat kelanjutan proses yang terjadi di
pleura viseral.
Mekanisme lain yang mungkin adalah invasi langsung tumor yang berdekatan
dengan pleura. Pada adenokarsinoma paru, sel tumor menyebar ke pleura parietal
21
dari pleura viseral di sepanjang tempat perlengketan pleura. Hal ini didahului
dengan bermigrasinya sel-sel tumor ke pleura viseral dari kapiler paru yang
pleura dari lokasi primernya selain paru maka penyebarannya berlangsung secara
beberapa sitokin antara lain tumor necrosing factor-α (TNF-α), tumor growth
Tumor ganas juga dapat menyebabkan efusi pleura dengan adanya obstruksi
melibatkan duktus torasikus, dengan 75% berupa limfoma. Terjadinya EPG juga
pleura.
5. Gejala Klinis
Pada anamnesis kecuali gejala klinis seperti sesak napas yang berkaitan
dengan volume cairan atau keluhan lain maka riwayat perjalanan klinis yang
mengarah ke penyakit keganasan rongga toraks dan organ luar toraks lain harus
dapat digali secara baik, sistematik dan tepat. Faktor risiko untuk penyakit
22
keganasan lain yang dimilki pasien dapat memperkuat analisis, misalnya laki-laki
usia lebih dari 40 tahun dan perokok atau perempuan dengan riwayat pernah di
meskipun sekitar 15% datang tanpa gejala, terutama pasien dengan volume cairan
kurang dari 500ml. Sesak napas adalah gejala tersering pada kasus EPG terutama
jika volume cairan sangat banyak. Sesak napas terjadi karena refleks neurogenik
bahwa meskipun terjadi perubahan fungsi paru pada penderita EPG misalnya
perubahan volume ekspirasi paksa detik pertama(VEP1) tetapi perubahan itu saja
meregang otot inspirasi akibat terjadi restriksi thoraks oleh cairan. Gejala lain
adalah nyeri dada sebagai akibat reaksi inflamasi pada pleura parietal terutama
6. Pemeriksaan Klinis
sindrom vena kava superior (SVCS), karena penekanan oleh tumor. Tanda-tanda
23
yang dapat ditemukan antara lain edema pada wajah dan lengan kanan disertai
peningkatan tekanan vena jugularis dan tampak venektasi didada. Masalah SVCS
sering terjadi pada tumor paru dan mediastinum yang kadang membutuhkan
pendek (7.700 – 12.000 A) penetrasinya sampai pada lapisan dermis atau sampai
infra red pada dasarnya dapat di golongkan menjadi dua, yaitu : (1) Non luminous
yang hanya mengandung IR saja, sering juga disebut IR radiation, (2) luminous.
Jika sinar ini diabsorbsi oleh kulit maka rasa panas akan timbul pada tempat
dan menimbulkan temperatur yang cukup tinggi dan lama terhadap toleransi
pasien. Pemberian sinar infra red haruslah sesuai toleransi pasien. Efek fisiologis
pemanasan jaringan yang membentuk efek sedatif. Efek teurapetik dari sinar infra
24
red adalah mengurangi atau menghilangkan rasa sakit, meningkatkan suplai
2. Breathing Control
cepat, dan peningkatan ventilasi. Penatalaksanannya yaitu posisi pasien duduk dan
terapis menginstruksikan pasien untuk tarik nafas pelan, teratur, dan rileks melalui
dilakukan secara pasif dan tidak memanjang. Hindari memakai otot-otot dada
berlebihan
3. Breathing Exercise
paru, dimana pasien harus posisi duduk, duduk bersandar atau posisi high side
b. Diaphragmatic Breathing
dengan cara meminta pasien untuk menarik nafas dari hidung dan perut
25
dan meningkatkan volume paru. Penatalaksanaannya yaitu posisi pasien duduk
26
BAB lll
FISIOTERAPI PULMONAL
Umur : 62 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
A. Diagnosa Medis
DD Metastasis.
B. Catatan Klinis
- O2
- Infus RL + Neurobion
- Injeksi Cefotaxim
- Injeksi Ranitidin
- Injeksi Ketorolac
27
- Curcuma
- Ambroxol
Hematologi
Imunoserologi
- Hb : 12,0 gr/dl
- SpO2 : 97%
- GDS : 72 mg/dl
central paru dextra, Atelektasis paru dextra, Efusi pleura dextra, Pleural
Cor : Membesar
DD / Massa
28
6) HasilRontgen ( 28 Januari 2016 )
7) Hasil Spirometry
% Pred
- VC : 92 %
- FVC : 62 %
- FEV 1 : 61 %
- FEV 1 / VC : 66 %
- O2
- Infus RL + Neurobion
- Injeksi Cefotaxim
- Injeksi Ranitidin
- Injeksi Ketorolac
- Curcuma
- Ambroxol
29
III. SEGI FISIOTERAPI
A. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF
1. Keluhan Utama :
c. Dahak Y / T : saat -
d. Mengi Y / T : saat -
4. Riwayat Pribadi
Pasien adalah perokok sudah 20 tahun dan baru berhenti satu bulan
5. Penyakit Penyerta
Hiperkolestrolemia
30
6. Riwayat keluarga
sama.
7. Status Sosial
royong.
B. PEMERIKSAAN OBYEKTIF
c) Pernapasan : 24 kali/menit
d) Temperatur : 36,5⁰C
f) Berat Badan : 45 Kg
2. Inspeksi
a. Respiratori equipment :
- O2 set ( + )
- Infus set ( + )
- Shrynge Pump ( -)
31
3. Palpasi
dan sinistra.
d. Nyeri Tekan
Nyeri tekan di Lobus atas, tengah dan bawah sisi anterior dan
4. Perkusi
Terdapat suara Redup pada daerah lobus atas, tengah dan bawah sisi
5. Auskultasi
a. Suara Nafas
- Wheezing ( - )
- Ronchi (-)
b. Letak Sputum
a. Gerak Aktif :
b. Gerak Pasif
c. Gerak Isometrik
32
7. Pemeriksaan Ekspansi Thoraks
9. Pemeriksaan Nyeri
Terlampir
33
13. Pemeriksaan Kemampuan Fungsional (Pemeriksaan Toleransi
Aktivitas)
C. DIAGNOSA FISIOTERAPI
a. Impairment
b. Functional Limitation
c. Disability
1. Tujuan
a. Jangka Pendek
b. Jangka Panjang
34
- Meningkatkan kualitas hidup agar dapat kembali bekerja.
2. Teknologi Intervensi
a. Teknologi Fisioterapi
b. Edukasi
3. Rencana Evaluasi
35
E. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI
T1
a. Breathing Control
Bertujuan untuk :
- Meningkatkan ventilasi.
Penatalaksanaan :
b. Breathing Exercise
1) Deep Breathing
36
Penatalaksanaan :
melalui mulut.
2) Diafraghmatic Breathing
Penatalaksanaan :
perutnya mengempes.
Penatalaksanaan :
37
- Posisi terapis : Disamping pasien
Penatalaksanaan :
atau tidak.
38
- Waktu pelaksanaan : 5 menit.
F. EVALUASI
T0 T1 T2 T3
Sebelum Terapi 7 6 6 5
Setelah Terapi 7 6 5 4
T0 T1 T2 T3
Sebelum Axilla - - 86 84 85 83 85 83
Terapi ICS 4 - - 83 81 83 81 83 81
Proc.Xypoidius - - 81 79 80 78 81 79
T0 T1 T2 T3
Nyeri Diam 3 3 2 2
Nyeri Tekan 5 5 4 3
Nyeri Gerak 6 6 5 4
39
G. Hasil Terapi Terakhir
berkurang dari hasil skala borg nilai 7 menjadi nilai 4 yang artinya Sesak
Sedikit Berat. Selain itu nyeri pada dada berkurang dari hasil VDS pada
nyeri gerak nilai 6 menjadi nilai 4 yang artinya Nyeri tidak begitu berat.
a. Sebelum Terapi
Inspirasi Ekspirasi
- Axilla 85 83
- ICS 4 83 81
- Proc. Xypoidius 81 79
b. Setelah Terapi
Inspirasi Ekspirasi
- Axilla 85 83,5
- ICS 4 83 81,5
setiap hari.
40
H. UNDERLYING PROCESS
Diagnosis Medis
Diagnosa Fisioterapi
Secara mandiri
- Breathing Control
- Breathing Exercise
Deep Breathing
41
Diafraghmatic Breathing
- Infra Red
Hasil Evaluasi
ekspansi thorak.
42
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
exercise (deep breathing dan diaphragma) dan mobilisasi sangkar thorax yang
diberikan pada pasien efusi pleura maligna. Terapi yang diberikan bertujuan untuk
mengatasi permasalahan yang ditimbulkan dari pasien berupa sesak nafas, nyeri
dada dan spasme pada otot upper trappezius. Pelaksanaan terapi akan membantu
dan mobilisasi sangkar thorax. Infrared (IR) dalam kasus ini dapat merileksasi
otot pernafasan serta otot upper trapezius yang mengalami spasme dan juga
memberikan efek sedatif dari pancaran sinar IR. Breathing control berfungsi
Breathing exercise yang terdiri dari deep breathing exercise bertujuan untuk
Dari terapi yang telah dilakukan didapatkan hasil penurunan derajat sesak
nafas, penurunan nyeri dada, peningkatan ekspansi thorax dan dari hasil
43
Maka dapat disimpulakn bahwa dengan pemberian infra red, breathing
pelaksanaan yang benar serta kerja sama antara terapis, pasien, dan keluarga
pasien.
B. Saran
penyakit efusi pleura maligna dengan modalitas infra red, breathing control,
sangkar thorax. Sebaiknya diberikan secara efektif agar mendapatkan hasil yang
optimal. Untuk mencapai hasi yang optimal, maka seorang terapis harus mampu
memberikan dosis terapi yang sesuai dengan kondisi pasien. Selain itu untuk
fisioterapis, pasien sendiri serta keluarganya. Karena tanpa ada kemauan yang
besar dari pasien serta dukungan keluarga, suatu kesembuhan sulit untuk dicapai.
memberikan edukasi kepada pasien yaitu disarankan melakukan latihan yang telah
Sedangkan saran untuk keluarga pasien, keluarga pasien diharapkan untuk terus
memberi dukungan atau motivasi kepada pasien untuk melakukan latihan yang
telah diajarkan terapis di rumah dan selalu memberi motivasi kepada pasien.
44
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta
Syahruddin, Elisna, Ahmad Hudoyo dan Nirwan Arief. Efusi Pleura Ganas pada
45