Anda di halaman 1dari 12

Nama : Shinta Windu Wulan

NPM : 0115101233
Kelas : A Seminar Akuntansi Keuangan

MATERI 4

AGENCY THEORY DAN MANAJEMEN LABA

TEORI KEAGENAN (AGENCY THEORY)


Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal)
memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi
wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah
pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka
diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal.
Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders)
sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang
dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena
mereka dipilih, maka pihak manejemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya
kepada pemegang saham.
Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan
mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh
manajerial (insider ownership) dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang
berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan
langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan
dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentingan manajemen melalui
program mengikat manajemen dalam modal perusahaan.

Teori Akuntansi Keuangan´ Agency Theory ´


Adanya asimetri informasi ini menyebabkan kemungkinan munculnya konflik
antara pihak principal dan agent. Eisenhardt (1989) mengemukakan tiga asumsi sifat
dasar manusia yaitu:
1) manusia pada umunya mementingkan diri sendiri (self interest )
2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang( bounded
rationality )
3) manusia selalu menghindari resiko (risk adverse)

Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut menyebabkan bahwa informasi


yangdihasilkan manusia untuk manusia lain selalu dipertanyakan reliabilitasnya dan
dapatdipercaya tidaknya informasi yang disampaikan (Muh.Arief Ujiyantho).
Asimetriinformasi ini juga pada akhirnya dapat memberikan kesempatan bagi para
manajer untuk melakukan manajemen laba sebagai upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan pribadinya.
Jensen dan Meckling dalam Isnanta (2008), menyatakan bahwa teori keagenan
mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen
merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan
pemegang saham. Untuk itu manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat
keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu, manajemen wajib
mempertanggungjawabkan semua upayanya kepada pemegang saham. Karena unit analisis
dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara prinsipal dan agen,
maka fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari
hubungan antara prinsipal dan agen. Untuk memotivasi agen maka prinsipal merancang suatu
kontrak agar dapat mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak
keagenan. Kontrak yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua faktor, yaitu :
1. Agen dan pinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun majikan
memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi
tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri
2. Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti
agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.

Pada kenyataannya informasi simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer berada
didalam perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi mengenai
perusahaan,sedangkan prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak pernah datang ke perusahaan
sehingga informasi yang diperoleh sangat sedikit. Hal ini menyebabkan kontrak efisien tidak
pernah terlaksana sehingga hubungan agen dan prinsipal selalu dilandasi oleh asimetri
informasi. Agen sebagai pengendali perusahaan pasti memiliki informasi yang lebih baik dan
lebih banyak dibandingkan dengan prinsipal. Di samping itu, karena verifikasi sangat sulit
dilakukan, maka tindakan agen pun sangat sulit untuk diamati. Dengan demikian, membuka
peluang agen untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri dengan melakukan tindakan yang
tidak semestinya atau sering disebut disfunctional behaviour, dimana tindakan ini dapat
merugikan prinsipal, baik memanfaatkan aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, maupun
perekayasaan kinerja perusahaan.
Salah satu hipotesis dalam teori ini adalah bahwa manajemen dalam mengelolah
perusahaan cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadinya daripada meningkatkan
nilai perusahaan. Contoh nyata yang dominan terjadi dalam kegiatan perusahaan dapat
disebabkan karena pihak agensi memiliki informasi keuangan daripada pihak prinsipal
(keunggulan informasi), sedangkan dari pihak prinsipal boleh jadi memanfaatkan kepentingan
pribadi atau golongannya sendiri (self-interest) karena memiliki keunggulan kekuasaan
(discretionary power). Contoh lain Agency theory sebenarnya juga dapat dipahami dalam
lingkup lembaga kemahasiswaan. Pengurus yang dipercayakan menjadi perpanjangan tangan
keluarga mahasiswa untuk mengelolah organisasi menjadi agen yang idealnya mampu
mengakomodasi semua kepentingan keluargaNamun, terkadang pengurus lembaga
kemahasiswaan tak mampu menjalankan ini dengan baik. Kecenderungan pengurus lebih
memilih melaksanakan kepengurusan sesuai dengan keinginannya. Kepentingan keluarga
menjadi terabaikan.

PENGERTIAN MANAJEMEN LABA

Scott (2000) mendefinisikan manajemen laba sebagai pemilihan kebijakan akuntansi


oleh manajemen untuk mencapai tujuan khusus atau tujuan tertentu. Manajemen laba
merupakan suatu proses yang disengaja menurut batasan standar akuntansi keuangan untuk
mengarahkan pelaporan laba pada tingkat tertentu. Sugiri (1998) dalam Widyaningsih (2001)
membagi definisi earnings management menjadi dua, yaitu:

Definisi Sempit

Earnings management dalam arti sempit didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk
“bermain” dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan besaran earnings.

Definisi Luas

Earnings management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi)


laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit di mana manajer bertanggung jawab, tanpa
mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut.
Manajemen Laba dapat terjadi karena beberapa faktor. Salah satu faktornya melalui struktur
kepemilikan. Struktur kepemilikan saham dominan atau kepemilikan saham dari pihak yang
berkepentingan, dapat mengindikasikan praktik manajemen laba. Struktur kepemilikan,
diantaranya ialah kepemilikan manajemen dan kepemilikan institusional.

Manajemen laba adalah suatu kondisi dimana manajemen melakukan intervensi dalam
proses penyusunan laporan keuangan bagi pihak eksternal sehingga dapat meratakan,
menaikkan, dan menurunkan pelaporan laba (Nuryaman, 2008). Menurut Schipper (1989)
dalam Kartikasari (2011), manajemen laba adalah intervensi dalam proses pelaporan keuangan
eksternal dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan pribadi. Manajemen laba
terjadi apabila manajer menggunakan penilaian dalam pelaporan keuangan dan dalam struktur
transaksi untuk mengubah laporan keuangan guna menyesatkan pemegang saham mengenai
prestasi ekonomi perusahaan atau mempengaruhi akibat-akibat perjanjian yang mempunyai
kaitan dengan angka- angka yang dilaporkan dalam laporan keuangan.

Motivasi Manajemen Laba Scott (2000) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya


manajemen laba, sebagai berikut:

1. Bonus Purposes

Manager yang lebih mengetahui informasi tentang laba perusahaan


dibandingkan dengan pemegang saham cenderung bersifat opportunistic dan
melakukan tindakan manajemen laba untuk memaksimalkan laba saat ini dengan tujuan
untuk mendapatkan insentif berupa bonus.

2. Political Motivation

Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada


perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena
adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang
lebih ketat.

3. Taxation Motivation

Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling


nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak
pendapatan. Pemilihan metode akuntansi dalam pelaporan laba akan memberikan hasil
yang berbeda terhadap laba yang dipakai sebagai dasar perhitungan pajak. Manajemen
laba dilakukan untuk memperkecil perolehan laba sehingga mengakibatkan pajak yang
dibayar kepada pemerintah juga lebih kecil dari seharusnya.

4. PergantianCEO

Manajemen laba yang dilakukan CEO yang telah mendekati masa pensiunnya
biasanya dilakukan dengan menaikan laba dengan tujuan mendapatkan bonus. Jika
kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak
diberhentikan.

5. Initial Public Offering (IPO)

Perusahaan yang baru pertama kali menawarkan sahamnya dan belum memiliki
nilai pasar memiliki kecenderungan untuk melakukan manajemen laba dalam
prospectus mereka dengan harapan dapat menaikan harga saham perusahaaan di masa
yang akan datang.

6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor

Segala informasi yang berkaitan dengan perusahaan harus disampaikan oleh


manajer kepada investor sebagai bentuk tanggung jawab manajer. Oleh karena itu,
pelaporan laba perlu dibuat sedemikian rupa sehingga investor tetap menilai bahwa
perusahaan memiliki kinerja yang baik sesuai keinginan.

KLASIFIKASI MANAJEMEN LABA

Klasifikasi manajemen laba menurut Sastradipraja (2010:33), yaitu sebagai berikut:

Cosmetic Earnings Management

Manajemen laba kosmetik terjadi jika manajer memanipulasi akrual yang tidak
memiliki konsekuensi cash flow. Teknik ini merupakan hasil dari kebebasan yang diterapkan
dalam sistem akuntansi akrual . Akuntansi akrual membutuhkan estimasi dan pertimbangan
yang mengakibatkan manajer memiliki kebebasan dalam menetapkan kebijakan akuntansi.
Meskipun kebebasan ini memberikan kesempatan bagi manajer untuk menyajikan gambaran
aktivitas usaha perusahaan yang lebih informatif, namun terkadang kebebasan ini
juga memungkinkan manajer mempercantik laporan keuangan (window-dress financial
statement) dan mengelola pendapatan.

Real Earnings Management

Real earning management terjadi jika manajer melakukan aktivitas dengan konsekuensicash
flow. Real earnings management lebih bermasalah dibandingkan dengan cosmetic earnings
management, karena mencerminkan keputusan usaha yang sering kali mengurangi kekayaan
pemegang saham. Manajemen laba jenis ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu

1. Manipulasi penjualan dengan menawarkan diskon harga secara berlebihan atau


memberikan persyaratan kredit yang lebih lunak
2. Melakukan produksi secara besar besaran sehingga fixed cost tersebar pada produk
yang lebih banyak
3. Penurunan beban diskresi seperti bagian RnD, iklan, penjualan serta administrasi.

POLA MANAJEMEN LABA

Menurut Scoot (2000), pola manajemen laba dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Taking A Bath

Pola ini terjadi saat terjadi reorganisasi termasuk saat pengangkatan CEO baru dengan
melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Bila perusahaan harus melaporkan laba yang tinggi,
manajer dipaksa untuk melaporkan laba yang tinggi, konsekuensinya manajer akan menghapus
aset dengan harapan laba yang akan datang dapat meningkat. Bentuk ini mengakui adanya
biaya pada periode yang akan datang sebagai kerugian pada periode berjalan, ketika kondisi
buruk yang tidak menguntungkan tidak dapat dihindari pada periode tersebut. Untuk itu
manajemen harus menghapus beberapa aset dan membebankan perkiraaan biaya yang akan
datang pada saat ini serta melakukan clear the desk. Tindakan ini diharapkan dapat
meningkatkan laba dimasa yang akan datang.
Income Minimization

Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga
jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil
laba periode sebelumnya. Bentuk ini mirip dengan taking a bath, tetapi lebih ekstrim, yakni
dilakukan sebagai alasan politis pada periode laba yang tinggi dengan mempercepat
penghapusan aset tetap dan aset tidak berwujud dan mengakui pengeluaran-pengeluaran
sebagai biaya. Pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak
mendapat perhatian secara politis, kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan atas
barang modal dan aset tak berwujud, biaya iklan dan pengeluaran untuk penelitian dan
pengembangan, hasil akuntansi untuk biaya eksplorasi.

Income Maximization

Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan ini bertujuan untuk melaporkan net
income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Perencanaan bonus yang didasarkan
pada data akuntansi mendorong manajer untuk memanipulasi data akuntansi tersebut guna
menaikan laba untuk meningkatkan pembayaran bonus tahunan. Pola ini pun dilakukan oleh
perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang.

Income Smoothing

Dilakukan perusahaan dengan meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat


mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai
laba yang relatif stabil.

FAKTOR PENYEBAB MUNCULNYA MANAJEMEN LABA

Ada tiga faktor yang bisa dikaitkan dengan munculnya praktek manajemen laba yaitu:

1. Manajemen Akrual (accruals management). Faktor ini biasanya berkaitan dengan


segala aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara
pribadi merupakan wewenang dari para manajer (managers discretion).
2. Penerapan Suatu Kebijaksanaan Akuntansi yang Wajib. Faktor ini berkaitan dengan
keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib
diterapkan oleh perusahaan yaitu antara menerapkannya lebih awal dari waktu yang
ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijaksanaan tersebut.
3. Perubahan Aktiva Secara Sukarela. Faktor ini biasanya berkaitan dengan upaya
manajer untuk mengganti atau merubah suatu metode akuntansi tertentu diantara sekian
banyak metode yang dapat dipilih yang tersedia dan diakui oleh badan akuntansi yang
ada (Generally Accepted Accounting Principles).

MOTIVASI MANAJEMEN LABA

Faktor-faktor yang memotivasi pihak manajemen untuk melakukan manajemen laba adalah
sebagai berikut:

1. Alasan Bonus (bonus scheme). Adanya asimetri informasi mengenai keuangan


perusahaan menyebabkan pihak manajemen dapat mengatur laba bersih untuk
memaksimalkan bonus mereka.
2. Kontrak Hutang Jangka Panjang. Semakin dekat suatu perusahaan ke pelanggan
hutang, manajemen akan cenderung memilih prosedur akuntansi yang dapat
‘memindahkan’ laba periode mendatang ke periode berjalan, yang bertujuan untuk
mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami technical defauld (kegagalan dalam
pelunasan hutang).
3. Motivasi Politis (political motivation). Perusahaan besar yang menguasai hajat hidup
orang banyak akan cenderung menurunkan labanya untuk mengurangi visibilitasnya,
misalnya dengan menggunakan praktik atau prosedur akuntansi, khususnya selama
periode kemakmuran tinggi.
4. Motivasi Pajak (taxation motivation). Salah satu insentif yang dapat memicu manajer
untuk melakukan rekayasa laba adalah keinginan untuk meminimalkan pajak atau total
pajak yang harus dibayarkan perusahaan. Hal ini karena laba sering dijadikan landasan
untuk mengambil keputusan, menyusun kontrak maupun penilaian kinerja suatu
manajer.
5. Pergantian CEO (Chief Executive Officer). Banyak motivasi yng timbul disekitar
waktu penggantian CEO. Contohnya, CEO yang mendekati masa pensiun (tugas
akhirnya) akan melakukan strategi memaksimalkan laba untuk meningkatkan
bonusnya.
6. IPO (Initial Public Offering). Perusahaan yang baru pertama kali menawarkan
sahamnya dipasar modal belum memiliki harga pasar, sehingga terdapat masalah
bagaimana menetapkan nilai saham yang ditawarkan. Oleh karena itu, informasi seperti
laba bersih dapat digunakan sebagai sinyal kepada calon investor tentang nilai
perusahaan, sehingga manajemen perusahaan yang akan go public cenderung
melakukan manajemen laba untuk memperoleh harga lebih tinggi atas sahamnya.

MODEL PENDETEKSIAN MANAJEMEN LABA

Modified Jones Model


Model Jones (1991) merupakan model awal dalam mendeteksi manajemen laba.
Kemudian Dechow, et al., (1995) mencoba untuk memperbaiki kelemahan model Jones yang
tidak mampu untuk menangkap dampak dari manipulasi berbasis pendapatan karena perubahan
dalam pendapatan diasumsikan menimbulkan non-discretionary accrual (Peasnell dan
Young,1999). Modified Jones model menambahkan variabel perubahan piutang ke dalam
model pendeteksian manajemen laba. Perubahan pendapatan yang dikurangkan
denganperubahan piutang menunjukkan asumsi perubahan penjualan kredit yang merupakan
peluang manajemen laba (Achmad, et al., 2007). Dari hasil pengujian perbandingan kekuatan
antara model Jones (1991) dan modified Jones model diperoleh bukti bahwa modified Jones
model secara signifikan lebih baik dalam mendeteksi manajemen laba berbasis pendapatan
(Peasnell dan Young, 1999).

Conditional Revenue Model


Conditional revenue model ini, menitikberatkan pada pendapatan yang memiliki
hubungan secara langsung dengan piutang. Stubben (2006) menemukan bukti bahwa hubungan
antara perubahan piutang dan perubahan pendapatan yang lebih besar daripada hubungan
antara current accrual dan perubahan piutang.
Hal ini juga berhubungan dengan kebijakan manajemen yang dapat menentukan atau
mengambil keputusan dalam pemberian kredit. Ketika pendapatan mengalami kenaikan maka
dapat disertai dengan kenaikan piutang. Conditional revenue model didasarkan pada
discretionary revenueyang merupakan perbedaan antara perubahan aktual pada piutang dan
perubahan prediksi pada piutang berdasarkan pada model. Piutang yang tidak normal, tinggi
atau rendah, mengindikasikan adanya manajemen pendapatan (Stubben, 2010).
Disclosure
Kata Disclosure memiliki arti tidak menutupi atau tidak menyembunyikan. Apabila
dikaitkan dengan data, Disclosure berarti memberikan data yang bermanfaat kepada pihak yang
memerlukan. Jadi data tersebut harus benar-benar bermanfaat, karena apabila tidak bermanfaat,
maka tujuan dari pengungkapan (Disclosure) tersebut tidak akan tercapai.
Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan, Disclosure mengandung arti bahwa
laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil
aktifitas suatu unit usaha. Dengan demikian informasi yang diungkapkan harus jelas, lengkap
dan dapat menggambarkan secara tepat mengenai kejadian-kejadian ekonomi yang
berpengaruh terhadap hasil operasi unit usaha tersebut.
Tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan adalah sebagai berikut :
1. Pengungkapan yang cukup (Adequate)
Disclosure yang minimal harus ada sehingga ikhtisar-ikhtisar keuangan menjadi
tidak menyesatkan.

2. Wajar (Fair Disclosure)


Tersirat tujuan-tujuan etis untuk memberikan perlakuan yang sama kepada
semua pihak yang merupakan pembaca potensi pembaca potensial dari laporan
keungan.

3. Lengkap (Full)
Berarti penyajian semua informasi yang relevan. Bagi beberapa pihak Full
Disclosure berarti penyajian informasi secara berlebih-lebihan dan karenanya tidak
tepat. Informasi yang berlebih-lebihan adalah berbahaya karena penyajian informasi
dengan detail terlalu banyak justru akan menyembunyikan informasi yang penting
dan membuat laporan keuangan menjadi sukar diinterpretasikan.
Pertanyaan:

Teori keagenan itu akan muncul konflik antara prinsipal (pemegang saham) dengan agen
(manajemen) bagaimana?

Hubungan agency teori dengan manajemen laba?

Bagaimana memotivasi agen?

Agen lebih banyak memiliki informasi, agar informasi yang didapat agen seluruhnya bisa
tersampaikan secara efektif bagaimana? memaksimalkan kepentingannya sendiri dengan
melakukan tindakan yang tidak semestinya atau sering disebut disfunctional behaviour, dimana
tindakan ini dapat merugikan principal.

Dalam manajemen laba penurunan laba oleh perusahaan terjadi saat kondisi apa?

Anda mungkin juga menyukai