Anda di halaman 1dari 15

KASUS 1

Topik : Abses Submandibula


Tanggal kasus : 12 Oktober 2018
Presentan : dr.Helda Inggriawita
Pendamping : dr.Rola Astuti
Tempat Presentasi : RS Bhayangkara Hoegeng Imam Santoso Banjarmasin
Objektif presentasi : Keterampilan diagnostik

Deskripsi :
Pasien dewasa , perempuan, umur 39 tahun, keadaan umum tampak sakit
sedang, kurang lebih 5 hari ini mengeluh bengkak dan kemerahan pada leher kiri,
pasien mengeluh nyeri, dan sulit membuka mulut. Pasien juga mengeluh demam sejak
5 hari.

Tujuan :diagnosis dan tatalaksana simptomatis dan kausatif dan


edukasi tindakan preventif.
Bahan bahasan : kasus
Cara membahas : diskusi

Data pasien
Nama : Ny. J
No. RM : 080140
Umur : 39 tahun

Data untuk bahan diskusi


Diagnosis : Massa colii ec Abses Submandibula
Riwayat pengobatan : Paracetamol

1
Riwayat penyakit :
Pasien dewasa , perempuan, umur 39 tahun, keadaan umum tampak sakit
sedang, kurang lebih 5 hari ini mengeluh bengkak dan kemerahan pada leher kiri,
pasien mengeluh nyeri, dan sulit membuka mulut. Pasien juga mengeluh demam sejak
5 hari. Pasien sudah pergi ke dokter namun tidak ada membaik. Riwayat sakit gigi (+)

Riwayat Keluarga :-

Riwayat penyakit dahulu: DM

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/80mmHg
Nadi : 108 x/menit
Frekuensi napas : 21 x/menit
Sp02 : 96 %
Suhu : 36,7 0C
Status Generalis
Kepala : Normocephali
Mata : Pupil bulat isokor,edema palpebra -/-, conjungtiva anemis -/- ,
sklera ikterik -/-
Telinga : Bentuk normal, sekret (-)
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (-), septum
deviasi (-)
Mulut : gusi tidak meradang, tidak merah dan bengkak (-)
Bibir : Bibir kering dan pecah- pecah (-), sianosis (-)
Lidah : Bercak- bercak putih pada lidah (-), tremor (-)

2
Tenggorokan : Tonsil T1- T1 tenang, faring hiperemis (-)
Leher : edem -/+, hiperemis -/+, nyeri -/+
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pada linea midclavicularis sinistra
ICS4
Auskultasi : Bunyi jantung 1 & 2 normal reguler, murmur (-) gallop (-)
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, pernapasan simetris dalam keadaan
statis dan dinamis, retraksi sela iga (-)
Palpasi : fremitus vokal dan taktil simetris dalam statis dan dinamis
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi :Suara napas vesikuler +/+, ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Abdomen
Inspeksi : perut tampak datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar/lien tidak teraba
Perkusi : Redup di seluruh regio abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Extremitas : Akral hangat, pitting edema pretibial -/-

Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis Kerja
Massa colii ec Abses Submandibula

2. Subyektif
Pasien dewasa , perempuan, umur 39 tahun, keadaan umum tampak sakit
sedang, kurang lebih 5 hari ini mengeluh bengkak dan kemerahan pada leher kiri,

3
pasien mengeluh nyeri, dan sulit membuka mulut. Pasien juga mengeluh demam
sejak 5 hari. Pasien sudah pergi ke dokter namun tidak ada membaik.

3. Obyektif/Dasar Diagnosis
Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus
pada daerah submandibula. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher
bagian dalam (deep neck infection). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang
submandibula berasal dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar
limfe submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam
lain.1,2,3
Angka kejadian Abses submandibula berada di bawah abses peritonsil dan
retrofaring. Namun dewasa ini, angka kejadiannya menduduki urutan tertinggi
dari seluruh abses leher dalam. 70 – 85% dari kasus disebabkan oleh infeksi dari
gigi, selebihnya karena sialadenitis, limfadenitis, laserasi dinding mulut atau
fraktur mandibula. Selain itu, angka kejadian juga ditemukan lebih tinggi pada
daerah dengan fasilitas kesehatan yang kurang lengkap. 1
Pengetahuan anatomi fasia servikal sangat penting dalam menegakkan
diagnosis, mengetahui komplikasi dan penatalaksanaan abses submandibula.

4
Komplikasi dapat diperberat karena adanya kelainan ginjal seperti uremia dan
kelainan jantung seperti old MCI, dimana komplikasi yang diperberat dengan
penyakit penyerta dapat menyebabkan kematian.Penatalaksanaannya meliputi
mengamankan jalan nafas, antibiotik yang adekuat, drainase abses serta
menghilangkan sumber infeksi. Kelainan-kelainan penyakit penyerta juga harus
ditatalaksana dengan baik.

Etiologi atau penyebab


Sebagian besar kasus infeksi leher dalam disebabkan oleh berbagai kuman,
baik aerob maupun anaerob. Kuman aerob yang paling sering ditemukan adalah
Streptococcus sp, Staphylococcus sp, Neisseria sp, Klebsiella sp, Haemophillus
sp. Pada kasus yang berasal dari infeksi gigi, sering ditemukan kuman anaerob
Bacteroides melaninogenesis, Eubacterium Peptostreptococcus dan yang jarang
adalah kuman Fusobacterium.2,3
Ruang submandibula merupakan daerah yang paling sering terlibat
penyebaran infeksi dari gigi. Penyebab lain adalah infeksi kelenjar ludah, infeksi
saluran nafas atas, trauma, benda asing, dan 20% tidak diketahui focus infeksinya.

Patogenesis
Beratnya infeksi tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh dan lokasi
anatomi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran infeksi
dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya. Infeksi dari
submandibula dapat meluas ke ruang mastikor kemudian ke parafaring. Perluasan
infeksi ke parafaring juga dapat langsung dari ruang submandibula. Selanjutnya
infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya. Penyebaran abses leher dalam
dapat melalui beberapa jalan yaitu limfatik, melalui celah antara ruang leher
dalam dan trauma tembus.7.8

Gejala klinis

5
Pada abses submandibula didapatkan pembengkakan di bawah dagu atau di
bawah lidah baik unilateral atau bilateral, disertai rasa demam, nyeri tenggorok
dan trismus. Mungkin didapatkan riwayat infeksi atau cabut gigi. Pembengkakan
dapat berfluktuasi atau tidak.2

Diagnosis
Diagnosis abses leher dalam ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis yang
cermat, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada beberapa kasus
kadang-kadang sulit untuk menentukan lokasi abses terutama jika melibatkan
beberapa daerah leher dalam dan jika pasien sudah mendapatkan pengobatan
sebelumnya. Pemeriksaan penunjang sangat berperan dalam menegakkan
diagnosis.
Pemeriksaan penunjang3,5,6
1. Laboratorium
a. Darah rutin
Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis.
b. Analisis gas darah
dapat menilai adanya sumbatan jalan nafas.
c. Pemeriksaan kultur dan resistensi kuman
harus dilakukan untuk mengetahui jenis kuman dan antibiotik yang sesuai.

2. Radiologis 7,8
a. Rontgen jaringan jaringan lunak leher anteroposterior dan lateral
didapatkan gambaran pembengkakan jaringan lunak, cairan di dalam
jaringan lunak, udara di subkutis dan pendorongan trakea. Jika hasil
pemeriksaan foto polos jaringan lunak menunjukkan kecurigaan abses leher
dalam, maka pemeriksaan tomografi komputer idealnya dilakukan.

6
b. Rontgen panoramic
Dilakukan apabila penyebab abses submandibuka berasal dari gigi untuk
menilai posisi gigi dan adanya abses pada gigi.
c. Rontgen thoraks
Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis,
pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses . Jika
sudah terdapat komplikasi dapat dijumpai gambaran pneumotoraks dan
juga dapat ditemukan gambaran pneumomediastinum.
d. Tomografi Komputer (TK) dengan kontras
merupakan standar untuk evaluasi infeksi leher dalam. Pemeriksaan ini
dapat membedakan antara selulitis dengan abses, menentukan lokasi dan
perluasan abses. Pada gambaran TK dengan kontras akan terlihat abses
berupa daerah hipodens yang berkapsul, dapat disertai udara di dalamnya,
dan edema jaringan sekitar. TK dapat menentukan waktu dan perlu
tidaknya operasi.
e. Magnetic resonance Imaging / MRI
dapat mengetahui lokasi abses, perluasan dan sumber infeksi.
f. Ultrasonografi (USG)
adalah pemeriksaan penunjang diagnostik yang tidak invasif dan relatif
lebih murah dibandingkan TK, cepat dan dapat menilai lokasi dan
perluasan abses.

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan laboratorium darah dan USG.


Hasil lab
pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hb 11,3 L:13,0-18,0 P: 11,5-15,5
Leukosit 16.500 4,0-10,0 ribu
Eritrosit 4,73 4,0-6,0 juta

7
hematokrit 32,1 L: 40-50 p: 30-40
Trombosit 421.000 150.000-450.000

Hasil USG
Kesan :
- Dapat merupakan suatu abcess pada soft tissue colii setinggi submandibula
hingga lower jugular
- Kelenjar parotis tidak tampak kelainan

Diagnosis banding
Diagnosis banding dari abses submandibula adalah limfadenitis, abses
submaseter, abses bukal, sialodenitis dan neoplasma di daerah leher.

Komplikasi
Komplikasi terjadi karena keterlambatan diagnosis, terapi yang tidak tepat dan
tidak adekuat. Komplikasi diperberat jika disertai dengan penyakit diabetes
mellitus, adanya kelainan hati dan ginjal dan kehamilan. Komplikasi yang berat
dapat menyebabkan kematian. Infeksi dapat menjalar ke ruang leher dalam
lainnya, dapat mengenai struktur neurovaskular seperti arteri karotis, vena
jugularis interna dan n. X. Penjalaran infeksi ke daerah selubung karotis dapat
menimbulkan erosi sarung karotis atau menyebabkan trombosis vena jugularis
interna. Infeksi yang meluas ke tulang dapat menimbulkan osteomielitis
mandibula dan vertebra servikal. Dapat juga terjadi obstruksi saluran nafas atas,
mediastinitis, dehidrasi dan sepsis.4

4. Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan pada abses perimandibula adalah :
a. Antibiotik (parenteral)

8
Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman
penyebab, uji kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara
parenteral sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus.
Antibiotik kombinasi (mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram
positip dan gram negatif) adalah pilihan terbaik mengingat kuman
penyebabnya adalah campuran dari berbagai kuman. Secara empiris
kombinasi ceftriaxone dengan metronidazole masih cukup baik. Setelah hasil
uji sensistivitas kultur pus telah didapat pemberian antibiotik dapat
disesuaikan. 2,4
Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi
terhadap terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone,
ceftriaxone, yaitu lebih dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka
sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif.
Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari. 7,9,

b. Evakuasi abses
Bila abses telah terbentuk, maka evakuasi abses dapat dilakukan.
Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang
dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam
dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os
hioid, tergantung letak dan luas abses.2 Bila abses belum terbentuk, dilakukan
panatalaksaan secara konservatif dengan antibiotik IV, setelah abses terbentuk
(biasanya dalam 48-72 jam) maka evakuasi abses dapat dilakukan. Insisi abses
submandibula untuk drainase dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau
setinggi os hyoid, tergantung letak dan luas abses. Eksplorasi dilakukan secara
tumpul sampai mencapai ruang sublingual, kemudian dipasang salir. Adanya
trismus menyulitkan untuk masuknya pipa endotrakea peroral. Pada kasus
demikian diperlukan tindakan trakeostomi dalam anastesi lokal. Jika terdapat

9
fasilitas bronkoskop fleksibel, intubasi pipa endotrakea dapat dilakukan secara
intranasal. 9,10
c. Pasien dirawat inap 1-2 hari hingga gejala dan tanda infeksi reda.
Terapi IGD RS Bhayangkara:
- IVFD RL 20tpm
- Inj. Ceftriaxone 1x 2 gr
- Antrain 2x 1 amp
- Ranitidine 2x1

Planning di RS Bhayangkara:
- Rencana untuk evakuasi abses dengan insisi drainase (pasien meminta pulang
untuk menunggu keputusan keluarga)

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Fachruddin D. Abses Leher Dalam. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,


Bashiruddin J eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan
Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. Hal 226-30.
2. Ardehali MM, Jafari M, Haqh AB. Submandibular space abscess: a clinical trial
for testing a new technique. Cited 2012 Oct 7. Available from:
www.ncbi.nml.nih.gov/pubmed/22267495#.
3. A Mazita, MBBCh BaO, MYS Hazim, MS ORL-HNS, MAR Megant Shiraz MS
ORL-HNS, S H A Primuharsa Putra, MS ORL-HNS.Neck Abscess: Five Year
Retrospective Review of Hospital University Kebangsaan Malaysia Experience.
Med J Malaysia. 2006;61(2)
4.
5. Sofii I, Dachlan I. Correlation between midfacial fractures and intracranial
lesion in mild and moderate head injury patients. (online),
(http://bedahugm.com/Correlation-between-midfacial-fractures-andintracranial-
lesion-in-mild-and-moderate-head-injury-patients.php , diakses18 april 2008).
6. Dwidarto D. Affandi M. Pengelolaan deformitas dentofasial pasca fraktur
panfascial (Management of the Dentofacial Defomity Post Panfacial Fracture :
Case Report). (online), (http://www.pdgionline.com/web/index. php?option=co
ntent &task=category&sectionid=4&id=10&Itemid=26, diakses 18 april 2008).
7. Tucker MR, Ochs MW. Management of facial fractures. Dalam : Peterson lj et al.
contemporary oral and maxillofacial surgery. St louis: mosby co. 2003
8. Prasetiyono A. Penanganan fraktur arkus dan kompleks zigomatikus. Indonesian
journal of oral and maxillofacial surgeons. Feb 2005 no 1 tahun IX hal 41-50.
9. Ellis E. fractures of the zygomatic complex and arch. Dalam : fonseca rj et al. oral
and maxillofacial trauma. St. louis : Elsevier. 2005

11
10. Bailey JS, Goldwasser MS. Management of Zygomatic Complex Fractures.
Dalam : Miloro M et al. Peterson’s principles of Oral and Maxillofacial Surgery
2nd. Hamilton, London : BC Decker Inc. 2004

12
FOLLOW UP

Tanggal Follow Up Pemeriksaan Penunjang Terapi


12/10/2018 S:nyeri leher kiri Laboraturium: - IVFD RL 20tpm
Edema (+) Hb : 11,3 - Inj. Ceftriaxone 1x 2 gr
Hiperemis (+) Leukosit : 16.500 - Antrain 2x 1 amp
Hct : 32,1 - Ranitidine 2x1
O: TD : 110/80 Trombosit: 421.000
N : 84x/mnt
RR: 20x/mnt
S: 36,7ºC
A: susp. parotitis

13/10/2018 S:nyeri leher kiri - IVFD RL 20tpm


Edema (+) - Inj. Ceftriaxone 1x 2 gr
Hiperemis (+) - Ranitidine 2x1
- Ketorolac 2x30mg
O: TD: 110/70
N : 83 x/mnt
RR: 20 x/mnt
T : 36,8 ºC
A: susp parotitis

14/10/2018 S:nyeri leher kiri - IVFD RL 20tpm


Edema (+) - Inj. Ceftriaxone 1x 2 gr
Hiperemis (+) - Ranitidine 2x1
- Ketorolac 2x30mg
O:TD : 110/80 - Metilprednisolon 2 x

13
N : 83 x/mnt 4mg
RR: 20 x/mnt
T : 36,8 ºC
A: parotitis
15/10/2018 S:: S:nyeri leher kiri Rencana USG colli - IVFD RL 20tpm
Edema (+) - Inj. Ceftriaxone 1x 2 gr
Hiperemis (+) - Ketorolac 2x30mg
- Ranitidine 2x1
O: TD: 120/80 - Metronidazole3
A: parotitis dd x500mg
Abses submandibula

16/10/2018 S:nyeri leher kiri berkurang USG colii: - IVFD RL 20tpm


Edema (+)  Dapat merupakan - Inj. Ceftriaxone 1x 2 gr
Hiperemis (+) berkurang suatu abcess pada - Ketorolac 2x30mg
soft tissue coli - Ranitidine 2x1
setinggi - Metronidazole 3
O: TD: 110/70 submandibula x500mg
A: Abses submandibula hingga lower jugular
 Kelenjar parotis
tidak tampak
kelainan
17/10/2018 S:nyeri leher kiri (+) - IVFD RL 20tpm
bekurang - Inj. Ceftriaxone 1x 2 gr
Edema (+) - Ketorolac 2x30mg
Hiperemis (+) berkurang - Ranitidine 2x1
- Metronidazole 3
x500mg

14
O: TD: 110/70 - Rencana insisi drainase
A: Abses submandibula pasien meminta pulang
untuk menunggu
keputusan keluarga

15

Anda mungkin juga menyukai