Anda di halaman 1dari 28

MEMAHAMI ZIONISME

Bagian 1: Awal Mula Konflik Israel-Palestina


13 Desember 2017 18:36 Diperbarui: 14 Desember 2017 21:10 3816 6 2

Zionisme. Photo: returnofkings.com

"Jika anda bersikap netral dalam situasi ketidakadilan, anda harus melihat dari sisi
si penindas. Jika seekor gajah menginjak ekor seekor tikus dan anda mengatakan
bahwa anda netral, si tikus tidak akan menghargai netralitas anda."[1]

~Desmond Tutu

Untuk memahami konflik Israel-Palestina, yang sekilas terlihat begitu rumit dengan segala
dinamikanya, misal: runutan peristiwa, pihak-pihak yang terlibat, doktrin agama, geo strategi,
keterlibatan negara besar, sentimen etnis, kepemilikan senjata, perebutan Yerusalem[2], dan
lain sebagainya, hal pertama yang harus dibahas adalah Zionisme itu sendiri. Pangkal dari
permasalahan Israel-Palestina sesungguhnya adalah Zionisme. Banyak orang yang
memahami bahwa Zionisme adalah gerakan agama, padahal sesungguhnya Zionisme adalah
suatu gerakan politik, ekonomi, dan identitas yang dibalut oleh jubah keagamaan.

Artikel ini dibuat untuk mengajak pembaca untuk memahami konflik Israel-Palestina mulai
dari hal yang paling mendasar, yaitu tentang Zionisme itu sendiri. Zionisme adalah sebuah
doktrin yang mengubah segalanya, tanpa adanya Zionisme tidak akan pernah ada konflik
Israel-Palestina seperti yang kita ketahui hari ini.

Panji Haryadi Gemar menulis mengenai


1 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
Pada dasarnya, Zionisme adalah suatu gerakan perlawanan terhadap penindasan yang
dilakukan kepada etnis Yahudi di seluruh daratan Eropa jauh sebelum berdirinya Israel tahun
1948. Gerakan Zionisme dimulai pada kisaran pertengahan sampai akhir abad ke-19 di benua
Eropa. Pada saat itu, etnis Yahudi di Eropa adalah etnis minoritas yang tertindas karena
gerakan anti-semitisme orang-orang Kristen Eropa.

Orang-orang Yahudi di Eropa mengalami banyak peristiwa kelam dalam hidupnya seperti
dikucilkan, dibenci, terpinggirkan, dan dikonsentrasikan dalam ghetto (pemukiman khusus
Yahudi).[3] Jumlah etnis Yahudi pada tahun 1933 di seluruh Eropa adalah 9,5 juta orang,
sekitar 1,7%-nya dari total populasi di Eropa. Namun, apabila dilihat dari seluruh populasi
Yahudi di dunia yang jumlahnya 15,3 juta orang, Yahudi di Eropa mencakup 60%-nya.[4]

Tiga generasi keluarga Yahudi di Vilna. Photo diambil antara tahun 1938-1939. Photo: US Holocaust Memorial Museum

Dalam tahapan yang lebih jauh, anti-semitisme terkadang sampai pada tahap pembunuhan,
seperti pada kasus pogroms,[5] di mana terjadi pembunuhan dan pemerkosaan dalam skala
besar. Walaupun misalnya tidak sampai membunuh, etnis Yahudi dalam kehidupannya
sebagai masyarakat mengalami berbagai macam diskriminasi seperti larangan untuk memiliki
tanah, sekolah yang baik, pekerjaan, dan hak-hak politik.

Terkadang, meski jarang terjadi, ada juga tawar menawar secara korup untuk mendapatkan
hak kewarganegaraan. Yahudi diminta sejumlah harta bendanya sesuai dengan kesepakatan
untuk mendapatkan kewarganegaraan. Dari sejarah panjang yang kelam itu, puncaknya
adalah peristiwa holocaust, yaitu genosida secara sistematis terhadap etnis Yahudi di Perang
Dunia II.[6]

Namun, apabila dilihat lebih ke belakang---sebagaimana latar belakang yang melandasi setiap
pergerakkan sosial---sebelum lahirnya Zionisme, Yahudi sudah mengalami anti-semitisme
Panji Haryadi Gemar menulis mengenai
2 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
dari sejak abad ke-13 ketika diusir secara besar-besaran dari Inggris. Di abad ke-15 juga
sama, Yahudi diusir dari tanah Iberia (lembah di sekitar Spanyol dan Portugis) secara besar-
besaran.[7]

Anak-anak korban pogroms di Ukraina tahun 1917-1920. Photo: oldmagazinearticles.com

Di satu sisi orang-orang Yahudi memang tertindas, namun di sisi lain, pada saat itu Eropa
sedang mengalami fase abad pencerahan yang memungkinan Yahudi untuk mengkristalilasi
pergerakannya. Abad pencerahan adalah sebuah masa ketika politik, filsafat, ilmu
pengetahuan, dan komunikasi di Eropa secara radikal mengalami fase rasionalisasi.

Pada saat itu ajaran-ajaran dan doktrin-doktrin lama dipertanyakan dan dikaji ulang. Abad
pencerahan menghasilkan begitu banyak buku, tulisan, inovasi, penemuan, produk hukum,
dan tentunya juga revolusi dan peperangan di berbagai tempat.[8] Dengan demikian, itu
semua merupakan sebuah atmosfir yang ideal bagi pengkristalan pergerakkan yang nantinya
di kemudian hari melahirkan Zionisme.[9]

Pada masa-masa itu, orang Yahudi mengalami dua jenis ketakutan. Pertama, sebagaimana
telah dibahas sebelumnya, mereka ketakutan mengalami siksaan-siksaan yang bersifat
fisik. Kedua, pada dasarnya Yahudi adalah etnis yang eksklusif, dalam ajaran teologinya,
Yahudi menganggap bahwa mereka adalah umat terpilih, kekasih Tuhan.[10]

Sehingga pada saat abad pencerahan, di mana ketika negara-negara di Eropa mengalami
proses modernisasi seperti emansipasi, nasionalisme, dan pengakuan hak warga negara, maka
proses asimilasi adalah sesuatu yang tidak terelakkan. Asimilasi bagi orang-orang Yahudi
adalah sesuatu yang tidak dikehendaki, karena akan mencemari porsi mereka sebagai umat

Panji Haryadi Gemar menulis mengenai


3 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
pilihan Tuhan. Shlomo Avineri, sejarawan Israel, mengatakan bahwa pada saat itu, terutama
di daerah perkotaan, asimilasi adalah hal yang jauh lebih menakutkan ketimbang persekusi.
[11]

Catatan Kaki:

[1] Lihat , dalam Eve Spangler, Understanding Israel/Palestine, (Boston: Sense Publisher,
2015), hlm 3.

[2] Lebih lengkap mengenai sejarah kota Yerusalem dan kaitannya dengan Yahudi, lihat
"Yerusalem (1)", dari laman ini, diakses 13 Desember 2017.

[3] Eve Spangler, Ibid.,hlm 73.

[4] United States Holocaust Memorial Museum, "Jewish Population of Europe in 1933:
Population Data by Country", dari laman ini, diakses 13 Desember 2017.

[5]Pogroms, diambil dari bahasa Rusia yang artinya "untuk menghancurkan, mendatangkan
malapetaka, memusnahkan dengan cara kekerasan". Kata tersebut pertama kali digunakan
pada saat pecahnya gerakan anti-semitisme dalam bentuk kekerasan di Kekaisaran Rusia
pada periode 1881-1884. Pada perkembangannya, makna kata 'pogroms' identik dengan
'kekerasan yang dilakukan terhadap etnis Yahudi'. Di era modern, 'pogrom' juga bisa diartikan
sebagai 'kekerasan terhadap etnis tertentu., Dalam Hila Ratzabi, "What Were Pogroms?", dari
laman ini, diakses 13 Desember 2017.

[6] Eve Spangler, Ibid.,hlm 73.

[7]Ibid.,hlm 76

[8] "Enlightenment", dari laman ini, diakses 13 Desember 2017.

[9]Ibid.,hlm 76

[10] Yahudi merasa sebagai umat terpilih digambarkan dengan baik dalam dialog antara
Amos dan orang-orang Yahudi, selengkapnya lihat Karen Armstrong, Sejarah Tuhan,
(Bandung: Mizan, 2002), terjemahan oleh Zaimul Am, hlm 79-80.

[11] Shlomo Avinieri. (1981). The Making of Modern Zionism: The Intellectual Origins of
the Jewish

State (New York: Basic Books), hlm 5, dalam Eve Spangler, Ibid., hlm 87.

Panji Haryadi Gemar menulis mengenai


4 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
Bagian 2 : Tanah yang Dijanjikan
14 Desember 2017 21:03 Diperbarui: 14 Desember 2017 21:14 4959 3 2

Keluarga Palestina di Desa Sabastia, Nablus. Photo diambil antara tahun 1940-1959. Photo: Madhat Kayed/The Palestinian
Museum

"Dalam situasi yang tertindas, maka muncullah sebuah ide untuk pergi keluar, ke
suatu tempat di mana mereka dapat hidup aman. Mereka memimpikan sebuah tempat
yang eksklusif yang hanya dihuni hanya oleh orang-orang Yahudi saja. Tapi ke
mana?"

Pada artikel sebelumnya kita telah membahas bahwasanya orang-orang Yahudi di Eropa
merupakan kaum yang tertindas karena gelombang anti-semitisme yang menyelimuti seluruh
daratan Eropa, baik Timur maupun Barat. Bagi kelompok minoritas yang termarginal dan
tertindas, sebagaimana kelompok minoritas di tempat lainnya, umumnya akan melakukan
cara-cara tertentu agar dapat terlepas dari kondisi tersebut. Eve Spangler mengatakan terdapat
empat strategi untuk melepaskan diri dari ketertindasan, yaitu asimilasi, reformasi,
konfrontasi, atau pergi.[1]

Opsi pertama, yaitu asmilasi, telah dibahas, bahwa Yahudi sebagai umat pilihan Tuhan
menolak untuk berasimilasi dengan siapapun yang berada di luar golongannya. Opsi kedua,
reformasi; Eropa adalah sebuah wilayah yang peradabannya cukup tua, dan dalam tingkatan
tertentu mereka telah memiliki struktur dan tatanan kehidupan bernegara yang mapan.

Orang Yahudi sebagai minoritas melihat bahwa melakukan sebuah reformasi struktural
bukanlah sesuatu yang memungkinkan, maka ditinggalkannya pula opsi ini. Opsi ketiga,
konfrontasi; Yahudi selain minoritas, mereka hidup secara tercecer di berbagai wilayah dan
negara. Untuk melakukan konfrontasi diperlukan sebuah kekuatan yang dapat memukul balik

Panji Haryadi Gemar menulis mengenai


5 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
para penindasnya. Dengan posisi mereka yang tercecer, maka hal ini bukanlah sesuatu yang
memungkinkan, dan bahkan mungkin tidak terpikirkan sama sekali.

Dengan situasi dan kondisi seperti itu, maka muncullah sebuah ide untuk pergi keluar, ke
suatu tempat di mana mereka dapat hidup aman. Mereka memimpikan sebuah tempat yang
eksklusif yang hanya dihuni hanya oleh orang-orang Yahudi saja. Tapi ke mana? Maka
dengan mimpi seperti itulah, benih-benih dari gerakan zionisme mulai tumbuh dan
berkembang di kalangan Yahudi di seluruh daratan Eropa.[2]

Yahudi memulai gelombang migrasi pertamanya dari Eropa pada akhir abad ke-19. Para
migran Yahudi kebanyakan berasal dari Eropa Timur, dan penyokong dananya berasal dari
orang-orang Yahudi kaya di Eropa Barat. Para migran tersebut berhasil membangun koloni di
beberapa tempat, di antaranya di Argentina dan Palestina. Namun jumlah terbesar ada di
Palestina. Uganda juga pada waktu itu menjadi salah satu tempat yang secara serius
dipertimbangkan untuk menjadi koloni Yahudi.[3]

Menarik untuk dicermati, sebelumnya dikatakan bahwa Yahudi mengalami keterkucilan dan
ketertindasan tapi mengapa terdapat orang-orang kaya Yahudi di Eropa Barat? Adalah masa-
masa abad pencerahan di Eropa yang membuat orang-orang Yahudi dapat tampil dan meraih
kesuksesan. Sebut saja Karl Marx, Baruch Spinoza, Sigmund Freud, Albert Einstein, Martin
Buber, Hannah Arendt, dan lain sebagainya adalah contoh orang Yahudi yang meraih
kesuksesan, yang mana tanpa kehadiran mereka dunia modern tidak akan terbentuk menjadi
seperti sekarang ini. Selain itu, citra orang Yahudi juga melekat dengan profesi bankir-bankir
yang handal.[4] Namun demikian, orang-orang tersebut tampil sebagai individu, bukan
berasal dari sebuah entitas gerakan Yahudi.[5]

Demi mewujudkan impiannya, sebagaimana pergerakkan-pergerakkan lainnya, mulailah


dihembuskan sebuah jargon-jargon, atau motto yang akan menjadi identitas sekaligus spirit
dari pergerakkan tersebut. Untuk itu, mereka memulainya dengan sebuah pendekatan agama,
yaitu ide mengenai "tanah yang dijanjikan" yang mana tercantum dalam Kitab Suci. Ada
alasan strategis di balik pemilihan jargon tersebut. Pertama, tempat baru tersebut memang
kebutuhan orang-orang Yahudi yang pada waktu itu tertindas di mana-mana.
Kedua, mengambil pemahaman dalam Alkitab akan mendapatkan dukungan juga dari orang-
orang Kristen Eropa. Adapun ayat Alkitab yang dimaksud adalah sebagai berikut ini[6]:
Genesis 12:7 "To your offspring I will give this land." (Kejadian 12: 7 "Aku akan
memberikan negeri ini kepada keturunanmu.")

 Genesis 13:15-17 "For all the land that you see I will give to you and to your
offspring for ever. I will make your offspring like the dust of the earth ... walk through the
length and the breadth of the land, for I will give it to you." (Kejadian 13: 15-17 "Sebab
seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk
selama-lamanya. Dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya,
sehingga, jika seandainya ada yang dapat menghitung debu tanah, keturunanmu pun akan
dapat dihitung juga. Bersiaplah, jalanilah negeri itu menurut panjang dan lebarnya, sebab
kepadamu lah akan Kuberikan negeri itu."

 Genesis 15:18-21 "On that day the LORD made a covenant with Abram, saying, "To
your descendants I give this land, from the river of Egypt to the great river, the river
Panji Haryadi Gemar menulis mengenai
6 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
Euphrates ....'" (Kejadian 15: 18-21 "Pada hari itulah TUHAN mengadakan perjanjian
dengan Abram serta berfirman: "Kepada keturunanmu lah Kuberikan negeri ini, mulai dari
sungai Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat....'"

 Genesis 17:7-8 "I will establish my covenant between me and you, and your offspring
after you .... for an everlasting covenant, to be God to you and to your offspring after you.
And I will give .... the land where you are now an alien, all the land of Canaan, for a
perpetual holding." (Kejadian 17: 7-8 Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan
engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi
Allahmu dan Allah keturunanmu.... akan Kuberikan negeri ini yang kau diami sebagai orang
asing, yakni seluruh tanah Kanaan akan Kuberikan menjadi milikmu untuk selama-
lamanya.")

Dari ayat-ayat inilah titik tolak agamisasi gerakan Zionisme dimulai. David Ben-Gurion,
politisi Zionis abad ke-20 yang paling ternama, mengatakan kepada Lord Peel's Royal
Commission[7] pada tahun 1936, "Alkitab adalah mandat kami," ujarnya. Konsep geografis
di dalam Alkitab (dari Sungai Nil sampai Efrat) merupakan sesuatu yang fundamental bagi
Ben-Gurion. Di kemudian hari Ben-Gurion menjadi Perdana Menteri pertama Israel.[8]

David Ben-Gurion, politisi Zionis abad ke-20. Photo: Wikimedia

Sejak awal abad ke-19, beberapa orang Kristen berpengaruh mendorong gagasan ini.
Alexander Keith, salah satu dari empat orang Mentri Gereja Skotlandia yang bertugas untuk
menyelidiki tentang Palestina, menciptakan sebuah ungkapan tentang Palestina, "a land
without people, for a people without land." (wilayah tanpa orang, untuk orang-orang tanpa
wilayah).[9]

Panji Haryadi Gemar menulis mengenai


7 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
Alexander Keith, penggagas ide “a land without people, for a people without land.” Photo: National Galleries of Scotland

Pandangan tentang tanah Palestina tersebut berkembang luas sejak tahun 1840-an dan
dihubung-hubungkan dengan ayat-ayat di dalam AlKitab. Padahal yang dimaksud dengan
"wilayah tanpa orang" bukan berarti benar-benar tidak ada orang di sana. Faktanya di sana
ada orang-orang Arab Palestina. Pandangan tersebut bertolak dari sudut pandang
kolonialisme yang menganggap Palestina merupakan sebuah wilayah yang belum
dikolonisasi oleh bangsa-bangsa Eropa. Pandangan tersebut bahkan diterima oleh
lingkaran Evangelist Earl of Shaftesbury ke-7 dengan impian mengembalikan orang-orang
Yahudi ke Tanah Suci.[10]

Catatan Kaki:

 [1] Eve Spangler, Understanding Israel/Palestine, (Boston: Sense Publisher, 2015),


hlm 74.

 [2]Ibid.,hlm 87.

 [3]Ibid.

 [4]Ibid.,hlm 73 dan 77.

 [5] Selengkapnya mengenai abad pencerahan dan kaitannya dengan orang-orang


Yahudi, lihat "Memahami Zionisme: Awal Mula Konflik Israel-Palestina", dari
laman https://ganaislamika.com/memahami-zionisme-awal-mula-konflik-israel-palestina/,
diakses 14 Desember 2017.

 [6] The Church of Scotland, The inheritance of Abraham? A report on the 'promised
land', (Church and Society Council: Scotland, 2013), hlm 2-3. Adapun terjemahan ke Bahasa
Indonesianya diambil dari situs https://www.sabda.org/sabdaweb/bible, diakses 14 Desember
2017.

Panji Haryadi Gemar menulis mengenai


8 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
 [7] Peel Commission adalah Komisi Penyelidikan Kerajaan Inggris untuk Palestina,
yang dipimpin oleh Lord Robert Peel, ditunjuk pada tahun 1936 oleh pemerintah Inggris
untuk menyelidiki penyebab kerusuhan di antara orang-orang Arab dan Yahudi Palestina.
Dalam "Peel Commission", dari laman https://www.britannica.com/event/Peel-Commission,
diakses 14 Desember 2017.

 [8] The Church of Scotland, Ibid.,hlm 3.

 [9]Ibid.

 [10]Ibid.

Bagian 3: Deklarasi Balfour, Pintu Masuk


ke Palestina
 16 Desember 2017 20:30 Diperbarui: 16 Desember 2017 22:28 2622 0 0


 Arthur Balfour (tengah) pada tahun 1925. Dia adalah orang pertama yang menyetujui gagasan bahwa orang-orang
Yahudi lebih dari sekedar komunitas religius. Photo: Universal History Archive / Getty

 "Dengan Deklarasi Balfour di tangan, kemenangan besar Zionisme telah


diraih dan itu menjadi pintu pembuka bagi gerakan-gerakan selanjutnya."

Panji Haryadi Gemar menulis mengenai


9 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
 Artikel sebelumnya di Kompasiana: Memahami Zionisme (Bagian 2): Tanah yang
Dijanjikan

 Pada artikel sebelumnya kita telah membahas alasan Yahudi Eropa yang telah
mewujud dalam sebuah gerakan bernama Zionisme yang mengklaim tanah Palestina
sebagai tanah yang dijanjikan di dalam Alkitab.

 Untuk memudahkan pembaca mengenai runutan peristiwa konflik Israel-Palestina,


kita akan membagi runutan tersebut dalam fase-fase. Fase-fase itu adalah pra-
zionisme, zionisme, Negara Israel, Fase Penaklukkan seluruh daerah historis
Palestina, dan Fase Intifadah.[1]

 Fase pertama adalah pra-zionis, yaitu fase di mana Yahudi Eropa mengalami
penindasan dan marginalisasi di seluruh daratan Eropa. Fase tersebut sudah kita bahas
pada artikel bagian pertama. Fase kedua adalah zionisme, yakni ketika Yahudi Eropa
sudah menemukan tujuan untuk mencari tempat baru dan mencari pembenaran
biblikalnya.

 Untuk mewujudkan rencananya ini, Yahudi Eropa mulai mengorganisir diri,


mendirikan organisasi-organisasi pendukung, dan sambil terus melakukan migrasi ke
tempat yang dituju, mereka juga mendekati kekuatan besar di kawasan. Selain itu
mereka juga mencari landasan hukum sebagai dasar legitimasi pergerakannya.

 Fase ketiga, berdirinya Negara Israel, yaitu fase di mana Zionisme mewujud dalam
suatu bentuk negara dengan memanfaatkan momentum bangkitnya negara-negara
jajahan di dunia setelah Perang Dunia II. Fase keempat, yaitu fase di mana Israel
menaklukkan seluruh daerah historis Palestina. Fase kelima,yaitu fase intifadah, yaitu
gerakan perlawanan rakyat Palestina terhadap Israel yang berlangsung sampai dengan
hari ini.

 Sebagian dari fase kedua kita sudah membahasnya pada artikel bagian kedua. Artikel
kali ini masih melanjutkan apa saja yang terjadi pada fase kedua.

 Kongres Zionis Pertama

 Adalah Theodor Herzl, seorang jurnalis Austria, orang yang paling berpengaruh di
balik diadakannya Kongres Zionis Pertama pada tahun 1897. Kongres ini merupakan
cikal bakal berdirinya organisasi zionis dunia. Kongres ini awalnya direncanakan akan
berlangsung di Munich dengan pesertanya adalah komunitas Yahudi Jerman, baik
yang sudah kaya maupun yang masih dalam kondisi miskin.

 Namun kongres ini harus dipindahkan ke Basel, Swiss, karena mendapat pertentangan
dari Yahudi sekuler yang tidak menyetujui ide-ide Zionis. Ada dua target utama di
dalam kongres tersebut, yaitu mendirikan sebuah organisasi yang tangguh, dan
mengesahkan Basel Plan (Rencana Basel).[2]
Panji Haryadi Gemar menulis mengenai
10 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
 Organisasi Zionis (pada tahun 1960 namanya berubah menjadi Organisasi Zionis
Dunia) didirikan untuk melaksanakan mandat politik yang konkrit, yaitu sebagai
badan koordinasi dalam misi melobi negara-negara Eropa agar menyetujui berdirinya
negara baru Yahudi.

 Organisasi ini memiliki cabang eksekutif internal dan kemampuan penggalangan dana
tersendiri. Koordinasi dilakukan dalam pertemuan tahunan (kemudian dua tahunan
dan kemudian empat tahunan) untuk menetapkan kebijakan.[3]

 Pencapaian signifikan kedua dari Kongres Zionis pertama adalah


pengesahan Basel Plan, sebuah rencana yang dirancang oleh Max Nordau, salah
seorang teman dekat Herzl. Basel Plan menyatakan "tujuan Zionisme adalah
membangun pemukiman bagi orang-orang Yahudi di Palestina yang dijamin oleh
undang-undang."[4]

 Di akhir konferensi, Herzl menulis dalam buku hariannya "Apabila saya harus
meringkas Kongres Basel dalam sebuah kalimat---tentunya yang saya jaga agar tidak
diketahui umum---bunyinya akan begini: di Basel, saya mendirikan Negara Yahudi.
Jika saya mengatakannya dengan lantang hari ini, saya akan ditertawakan semua
orang. Mungkin dalam 5 tahun, atau pastinya 50 tahun, semua orang akan
mengetahuinya."[5]

 Deklarasi Balfour

 Herzl kemudian melanjutkan pekerjaan lobinya, dia berbicara kepada pemimpin


Ottoman (Ustmaniyah) yang meragukan kelompok Yahudi di Palestina. Dia berusaha
meyakinkan bahwa nantinya Yahudi akan tetap menghormati kedaulatan Ottoman di
kawasan. Dia berusaha untuk memberi tekanan kepada Ottoman melalui pengaruh
Jerman dan Rusia. Kemudian dia mengalihkan perhatiannya kepada Inggris.

 Pada saat itu Inggris masih bersahabat dengan Kekaisaran Ottoman, karena Inggris
berkepentingan agar rute aktivitas kerajaan mereka terjamin keamanannya ketika
melintasi daerah kekuasaan Ottoman. Sebagaimana kita ketahui, pusat kerajaan
Inggris di Selatan pada waktu itu berada di India.[6]

 Herzl kemudian meninggal pada tahun 1904. Chaim Weizmann (yang di kemudian
hari menjadi Presiden pertama Israel) menggantikan Herzl dan mengambil alih
perundingannya dengan Inggris. Pada tahun 1917, Organisasi Zionis mendapatkan
kemenangan terbesarnya saat Inggris mengeluarkan Deklarasi Balfour, yang
menyatakan bahwa "Pemerintahan Kerajaan Inggris mendukung usaha pembangunan
'sebuah pemukiman nasional Yahudi' di Palestina, dan akan menggunakan usaha
terbaik untuk memfasilitasi pencapaian objek ini, dan harus dipahami dengan jelas
bahwa tidak ada yang boleh dirugikan terkait hak sipil dan beragama dari komunitas
non-Yahudi di Palestina, maupun hak dan status politik yang dinikmati Yahudi di
negara lain."[7]

Panji Haryadi Gemar menulis mengenai


11 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
 Deklarasi tersebut bukanlah deklarasi aslinya, dia telah mengalami beberapa editan
dari Herbert Samuel, seorang anggota kabinet senior Inggris. Kata-kata yang diubah
oleh Samuel adalah 'pemukiman nasional Yahudi' menjadi 'sebuah pemukiman
nasional Yahudi'.

 Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terusirnya orang-orang Yahudi di negara lain.
Dengan menambah kata 'sebuah', maka itu mengindikasikan hanya salah satu
pemukiman Yahudi saja, bukan untuk seluruh Yahudi di dunia.[8]

 Kemudian kata lainnya yang diubah adalah 'Negara Yahudi' menjadi 'Pemukiman
Nasional Yahudi'. Hal tersebut dilakukan karena Inggris menginginkan Yahudi terikat
dengan Inggris dengan hubungan jangka panjang, sebab apabila Inggris memberikan
'semuanya' di awal bisa jadi hubungan keterikatannya akan memudar.

 Selain itu, di tengah hiruk pikuk Perang Dunia I (PD I), Inggris masih meraba-raba
kemungkinan siapa yang akan keluar sebagai pemenang, maka yang paling aman
adalah cukup memberikan status sebagai 'sebuah pemukiman nasional Yahudi', bukan
negara.[9]

 Inggris adalah kekuatan besar yang rasional, segala sesuatu kemungkinan untung-
ruginya dipikirkan oleh mereka. Alasan dukungan Inggris lainnya terhadap Yahudi
adalah, walaupun PD I belum usai, namun gejala-gejala siapa yang akan menjadi
pemenang sudah mulai nampak. Maka dibuatlah skenario mendukung Yahudi dengan
harapan orang-orang Yahudi akan membuat perlawanan terhadap Kaisar Jerman.

 Alasan lainnya adalah untuk memberikan kesan baik bagi Louis Brandeis dan Felix
Frankfurter, keduanya adalah orang Yahudi yang menjadi penasehat Presiden Amerika
Serikat, Woodrow Wilson. Selain itu diketahui juga bahwa banyak dari orang-orang
Bolshevik Rusia adalah orang-orang Yahudi.[10]

 Bagaimanapun itu, dengan Deklarasi Balfour di tangan, kemenangan besar Zionisme


telah diraih dan itu menjadi pintu pembuka bagi gerakan-gerakan selanjutnya. Maka,
dimulailah proses lobi negara-negara Eropa lainnya untuk mendukung Zionis.

 Di kemudian hari, dengan kalahnya Ottoman dalam perang, maka Inggris mendapat
mandat resmi dari Liga Bangsa-bangsa (sekarang berubah namanya menjadi
Perserikatan Bangsa-bangsa) untuk menjadi administrator wilayah Palestina. Zionis
menyadari itu sebagai peluang emas, maka dipeliharalah dengan ketat hubungan
Zionis dengan Inggris.[11] (PH)

 Catatan Kaki:

 [1] Eve Spangler, Understanding Israel/Palestine, (Boston: Sense Publisher, 2015),


hlm 67.
 [2]Ibid.,hlm 87.
Panji Haryadi Gemar menulis mengenai
12 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
 [3]Ibid.hlm 87-88.
 [4]Ibid.,hlm 88.
 [5] Judy S. Bertelsen. (1976). Nonstate Nations in International Politics: Comparative
System Analysis, (New York: Praeger), hlm. 37. Dalam Eve Spangler, Ibid.,hlm 88.
 [6] Charles Smith. (2013). Palestine and the Arab Israeli Conflict: A History with
Documents (New York: St. Martin's Press, 8th edition), hlm. 15. Dalam Eve
Spangler, Ibid.
 [7] M.E. Yapp. (1987). The Making of the Modern Near East, 1792--1923 (London:
Longman) p. 290. Dalam Eve Spangler, Ibid.
 [8] Eve Spangler, Ibid.
 [9]Ibid.,hlm 88-89.
 [10]Ibid.
 [11]Ibid.

Bagian 4: Siapa "Kanaan" di Dalam Alkitab?


22 Desember 2017 20:45 Diperbarui: 22 Desember 2017 20:53 1034 1 1

Peta dunia menurut Perjanjian Lama

Panji Haryadi Gemar menulis mengenai


13 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
"Istilah 'Kanaan' mengacu kepada seluruh tempat di Palestina Barat, maka yang
disebut dengan 'orang-orang Kanaan' sebenarnya tidak mengacu kepada etnis tertentu,
melainkan kepada banyak etnis yang ada sebelum masa Israel Kuno."

Artikel sebelumnya di Kompasiana: Memahami Zionisme (Bagian 3): Deklarasi Balfour,


Pintu Masuk ke Palestina

Pada artikel bagian kedua, kita sempat membahas dasar-dasar biblikal Zionisme untuk
mengambil alih tanah Palestina. Secara khusus kali ini kita akan menggali lebih dalam lagi
Kitab Genesis 17:7-8 yang isinya:

"I will establish my covenant between me and you, and your offspring after you .... for an
everlasting covenant, to be God to you and to your offspring after you. And I will give .... the
land where you are now an alien, all the land of Canaan, for a perpetual holding."

(Kejadian 17: 7-8 Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta
keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu
dan Allah keturunanmu.... akan Kuberikan negeri ini yang kau diami sebagai orang asing,
yakni seluruh tanah Kanaan akan Kuberikan menjadi milikmu untuk selama-lamanya.")

Dari ayat di atas, ada sebuah kalimat, "....seluruh tanah Kanaan akan Kuberikan menjadi
milikmu untuk selama-lamanya." Pertanyaannya adalah, di mana sebenarnya tanah Kanaan
itu? Atau, apakah Kanaan itu? Pertanyaan tersebut akan dijawab menggunakan referensi dari
Alkitab itu sendiri dan kecocokannya dengan temuan-temuan Arkeologis.

Pertama mari kita lihat dalam Kitab Kejadian Pasal 10 ayat 15-19 yang isinya, "Kanaan
memperanakkan Sidon, anak sulungnya, dan Het, serta orang Yebusi, orang Amori dan orang
Girgasi; orang Hewi, orang Arki, orang Sini, orang Arwadi, orang Semari dan orang Hamati;
kemudian berseraklah kaum-kaum orang Kanaan itu. Daerah orang Kanaan adalah dari
Sidon ke arah Gerar sampai ke Gaza, ke arah Sodom, Gomora, Adma dan Zeboim sampai ke
Lasa."[1]

Menurut Ensiklopedia Alkitab karya Walter A. Elwell and Barry J. Beitzel, ayat tersebut
menerangkan bahwa Cucu Nuh yang bernama Kanaan adalah nenek moyang dari 11
kelompok yang tinggal di wilayah Syria dan Palestina. Enam kelompok pertama menduduki
wilayah selatan Sidon, sedangkan yang lainnya tinggal lebih jauh ke utara.

Orang-orang di Utara kebanyakan tinggal di tepi dataran pesisir, sementara orang-orang


Selatan pemukimannya menyebar ke timur sampai ke daerah dataran tinggi. Sementara
Kitab Perjanjian Lama secara lebih spesifik menempatkan orang-orang Kanaan di wilayah
barat Palestina dan wilayah pesisir; daerah dataran tinggi diduduki oleh orang Amori dan
kelompok-kelompok lainnya (Bilangan 13:29; Yosua 5: 1; 7: 9; dan Hakim-hakim 1: 27-36).
[2]

Secara Arkeologis, salah satu referensi paling awal yang diketahui tentang orang Kanaan
terdapat di dalam batu tulis dari Mari (abad ke-15 SM), yang mana isinya menjelaskan

Panji Haryadi Gemar menulis mengenai


14 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
bahwa seorang perwira militer melaporkan kesaksiannya mengenai "pencuri dan orang
Kanaan." Selain itu orang-orang Kanaan juga tercatat sebagai entitas dalam Memphis Stele
(batu tulis) dari masa Firaun Mesir Amenophis II (sekitar 1440 SM).

Referensi lainnya, tanah Kanaan disebutkan dalam prasasti Idrimi abad ke-15, dikisahkan
Raja Aleppo (Ugarit Barat) melarikan diri ke pelabuhan Amoriya, Kanaan, dan kemudian
menjadi penguasa Alalakh (Ugarit Utara). Menurut batu tulis Amarna Mesir, selama zaman
Amarna (abad ke-15-14 SM), Palestina didominasi secara politis oleh Mesir.[3]

Batu Tulis dari Mari, koleksi milik Museum Louvre, Prancis. Photo: Motty/Wikimedia

Istilah "Kanaan" mengacu kepada seluruh tempat di Palestina Barat, maka yang disebut
dengan "orang-orang Kanaan" sebenarnya tidak mengacu kepada etnis tertentu, melainkan
kepada banyak etnis yang ada sebelum masa Israel Kuno. Di antara orang-orang yang tinggal
di Palestina, orang Amori lah yang pertama kali muncul pada milenium kedua SM sebagai
imigran dari Mesopotamia.[4]

Beberapa referensi di dalam Perjanjian Lama tampaknya menyamakan wilayah Amori dan
tanah Kanaan (Kejadian 12: 5-6; 15: 18-21; 48:22), dan secara arkeologis di dalam batu tulis
Alalakh dari abad ke-18 SM, "Amurru" digambarkan sebagai bagian dari Suriah-Palestina.
Batu tulis dari Mari dari sekitar periode yang sama bercerita tentang seorang penguasa
Amorit Hazor di utara Palestina.

Teks Tell el-Amarna (abad ke-14-13 SM) menunjukkan bahwa kerajaan Amurru di wilayah
Lebanon memonopoli perdagangan di sekitar wilayah pantai. Dengan demikian, tidak
mengherankan apabila terdapat referensi yang mengatakan bahwa orang Amori dan orang

Panji Haryadi Gemar menulis mengenai


15 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
Kanaan hidup di masa yang sama dengan Musa dan sepanjang akhir Abad Perunggu (sekitar
1550-1200 SM).[5]

Salah satu contoh batu tulis Alalakh, koleksi British Museum.

Panji Haryadi Gemar menulis mengenai


16 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
Pada akhir periode tersebut, "Orang-orang Laut" (sebagian besarnya orang Filistin)
menghancurkan Kekaisaran Het, dan pada masa Ramses III (sekitar 1180 SM) mereka
menduduki Palestina bagian barat.

Penaklukkan Palestina oleh orang-orang Israel Kuno menghancurkan banyak kota yang
menjadi basis kekuatan orang-orang Amori dan Kanaan, sementara bangkitnya konfederasi
orang Filistin di pantai Palestina Selatan membatasi jangkauan wilayah kekuasaan Kanaan
secara khusus. Sejak awal Zaman Besi, pewaris kebudayaan Kanaan adalah orang Fenisia
(Phoenicians), yang berpusat di negara-kota Tirus dan Sidon, yang mana mereka sendiri
menyebut diri mereka sebagai orang Kanaan (lihat Matius 15: 21-22; Markus 7:24 -26).[6]

Berdasarkan pemaparan di atas, maka yang dimaksud dengan wilayah Palestina sebagai
tanah yang dijanjikan adalah wilayah barat sungai Yordan yang ditaklukkan oleh orang Israel
Kuno di masa kepemimpinan Yosua.

Bagian selatan Suriah juga sering dianggap sebagai bagian dari wilayah Kanaan, sementara
perbatasan utara tidak pernah bisa didefinisikan dengan jelas. Orang-orang sebelum Israel
Kuno di Palestina barat, tidak termasuk Suriah Utara dan tempat-tempat seperti Ugarit (Ras
Shamra) di pantai Mediterania Syria, secara luas disebut orang Kanaan.[7]

Sementara itu, Peter C. Craigie dari Universitas Calgary, Alberta, mendefinisikan Kanaan
sebagai wilayah geografis yang ditempati dari waktu ke waktu oleh berbagai suku bangsa.
Kanaan terletak di pantai tenggara Laut Mediterania. Jadi secara historis, Kanaan tidak
pernah mengacu kepada hanya satu suku bangsa.[8]

Catatan Kaki:

 [1] Walter A. Elwell and Barry J. Beitzel, Baker Encyclopedia of the Bible (Grand
Rapids, MI: Baker Book House, 1988), hlm 406.

 [2]Ibid.

 [3]Ibid.

 [4]Ibid.

 [5]Ibid.

 [6]Ibid.

 [7]Ibid.

 [8] R. de Vaux, 'Le pays de Canaan,' JAOS 88 (1968) hlm, 23-30, dalam Peter C.
Craigie, Ugarit, Canaan, and Israel, (The Tyndale Biblical Archaeology Lecture, 1982),
Tyndale Bulletin 34 (1983), hlm 145.

Panji Haryadi Gemar menulis mengenai


17 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
Bagian 5: Dialog Muhammad Asad dengan Dr. Chaim
Weizmann
27 Desember 2017 15:51 Diperbarui: 27 Desember 2017 16:04 927 1 1

Leopold Weiss atau Muhammad Asad ketika berbicara di Radio Pakistan pada akhir tahun 1940. Photo: mischief-films.com

Panji Haryadi Gemar menulis mengenai


18 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
"Tapi anda telah pergi dari Palestina selama hampir dua ribu tahun! Sebelumnya anda telah
memerintah negeri ini, dan hampir seluruh wilayahnya, selama kurang dari lima ratus
tahun. Tidak kah anda berpikir bahwa orang-orang Arab bisa, dengan pembenaran yang
sama, dapat menuntut Spanyol untuk diri mereka sendiri---karena, bagaimanapun juga,
mereka memegang kekuasaan di Spanyol selama hampir tujuh ratus tahun dan
kehilangannya hanya lima ratus tahun yang lalu?"

Artikel sebelumnya di Kompasiana: Memahami Zionisme (Bagian 4): Siapa "Kanaan" di


Dalam Alkitab?

Leopold Weiss (1900-1992) adalah seorang intelektual Yahudi Austria yang menjalani
kehidupan yang menakjubkan sebagai seorang ilmuwan, sekali waktu pernah menjadi mata-
mata, pernah juga menjadi prajurit, dan terakhir menjadi seorang diplomat. Hidupnya benar-
benar menarik, dan kisahnya pernah dituliskan dalam sebuah otobiografi yang berjudul 'The
Road to Mecca' (Jalan Menuju Mekah). Pada akhirnya dia masuk Islam dan mengubah
namanya menjadi Muhammad Asad.[1]

Berikut ini adalah dialog antara Muhammad Asad dengan Dr. Chaim Weizmann, Presiden
Organisasi Zionis Dunia, mengenai Palestina:

"Saya masih ingat sebuah diskusi singkat yang saya lakukan Bersama Dr. Chaim Weizmann,
pemimpin gerakan Zionis yang tak terbantahkan lagi. Dia datang dalam rangka salah satu
kunjungan berkalanya ke Palestina (tempat tinggalnya yang permanen, saya percaya, berada
di London), dan saya bertemu dengannya di rumah seorang teman yang Yahudi. Salah satu
hal yang mengesankan dari orang ini adalah energinya yang sangat besar---sebuah energi
yang termanifestasikan dengan sendirinya, bahkan dalam gerak-geriknya, dengan langkah
panjang dan gesit dia naik turun ke atas dan bawah ruangan---dan dengan kekuatan
intelektual yang tampak dari dahinya yang lebar dan tatapan matanya yang tajam.

Panji Haryadi Gemar menulis mengenai


19 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
Dr. Chaim Weizmann. Photo: https://mondoweiss.net

Dia berbicara mengenai kesulitan finansial yang menjadi kendala bagi terwujudnya mimpi
mendirikan pemukiman nasional Yahudi, dan respon yang kurang terhadap mimpi ini dari
orang-orang di luar negeri; dan saya memiliki kesan yang mengganggu bahwa bahkan dia,
seperti kebanyakan Zionis lainnya, cenderung mengalihkan tanggung jawab moral untuk
semua hal yang terjadi di Palestina ke 'dunia luar'. Hal tersebut mendorong saya untuk
menerobos kecanggungan karena hormat yang mana setiap orang yang hadir hanya
mendengarkan dia saja, dan bertanya:

'Dan bagaimana dengan orang Arab?'

Saya telah melakukan kebodohan dengan mengangkat sebuah isu sensitif ke dalam
pembicaraan, maka Dr. Weizmann menolehkan wajahnya perlahan ke arah saya, meletakkan
cangkir yang dipegang di tangannya, dan mengulangi pertanyaan saya:

'Bagaimana dengan orang Arab ...?'

'Ya, bagaimana anda bisa berharap untuk menjadikan Palestina sebagai rumah anda di
hadapan perlawanan keras orang-orang Arab yang, lagi pula, merupakan mayoritas di negara
ini?'

Pemimpin Zionis tersebut mengangkat bahunya dan menjawab dengan datar: 'Kami kira
dalam beberapa tahun lagi mereka tidak akan menjadi mayoritas.'

Panji Haryadi Gemar menulis mengenai


20 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
'Mungkin begitu. Anda telah menghadapi masalah ini selama bertahun-tahun dan mestinya
mengetahui situasi dengan lebih baik daripada saya. Tapi terlepas dari kesulitan politik dari
oposisi Arab yang mungkin atau mungkin juga tidak mengganggu jalan anda---tidak kah
pertanyaan mengenai aspek moral pernah menggugah anda? Tidak kah anda berpikir bahwa
ada yang salah di sisi anda dengan menyingkirkan orang yang telah lama tinggal di negara
ini?'

'Tapi ini negara kami,' jawab D. Weizmann sambil mengangkat alisnya. 'Kita tidak
melakukan apapun selain mengambil kembali apa yang telah dirampas dengan salah dari
kita.'

'Tapi anda telah pergi dari Palestina selama hampir dua ribu tahun! Sebelumnya anda telah
memerintah negeri ini, dan hampir seluruh wilayahnya, selama kurang dari lima ratus tahun.
[2] Tidak kah anda berpikir bahwa orang-orang Arab bisa, dengan pembenaran yang sama,
dapat menuntut Spanyol untuk diri mereka sendiri---karena, bagaimanapun juga, mereka
memegang kekuasaan di Spanyol selama hampir tujuh ratus tahun dan kehilangannya hanya
lima ratus tahun yang lalu?'[3]

D. Weizmann terlihat menjadi tidak sabar: 'Omong kosong. Orang-orang Arab hanya
menaklukkan Spanyol; itu tidak pernah menjadi tanah air asli mereka, dan benar bila pada
akhirnya mereka diusir oleh orang-orang Spanyol.'

'Maafkan saya,' jawabku, 'tapi menurutku ada beberapa kekeliruan sejarah di sini. Lagi pula,
orang-orang Ibrani juga datang ke Palestina sebagai penakluk. Jauh sebelum mereka, sudah
ada banyak suku-suku Semit maupun non-Semit yang menetap di sini---orang-orang Amori,
Edom, Filistin, Moab, dan ittit. Suku-suku tersebut bahkan tetap tinggal di sini ketika
kerajaan Israel dan Yehuda berkuasa. Mereka juga tetap melanjutkan hidup di sini ketika
orang Romawi mengusir nenek moyang kita. Mereka hidup di sini hari ini.

Orang-orang Arab yang menetap di Suriah dan Palestina setelah penaklukkan mereka pada
abad ke-7 selalu hanya merupakan minoritas kecil dari populasi; orang-orang lainnya, apa
yang kita deskripsikan hari ini sebagai Arab Palestina atau Arab Suriah, realitasnya hanyalah
ter-Arabisasi dari penduduk asli negara ini. Dalam perjalanan selama berabad-abad, beberapa
dari mereka menjadi muslim, sementara yang lainnya tetap menjadi orang-orang Kristen;
para muslim secara alamiah menikah dengan teman-teman seagama mereka dari Arab.
Tetapi dapatkan anda menyangkal bahwa sebagian besar orang Palestina, yang berbicara
bahasa Arab, baik muslim maupun kristen, merupakan keturunan langsung dari penduduk
asli: asli dalam arti pernah tinggal di negara ini berabad-abad sebelum orang Ibrani datang ke
sini?'[4]

D. Weizmann tersenyum dengan sopan mendengar semburan saya dan mengalihkan


pembicaraan ke topik lain."[5]

Catatan Kaki:

Panji Haryadi Gemar menulis mengenai


21 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
[1] Yasir Qadhi, "Leopold Weiss", dari
laman https://www.facebook.com/yasir.qadhi/posts/10155529980948300, diakses 27
Desember 2017.

[2] Lebih lengkap mengenai penaklukkan keturunan Abraham yang menaklukkan Kanaan,
lihat Karen Armstrong, Sejarah Tuhan, (Mizan: Bandung, 2002), hlm 38.

[3] Lebih lengkap mengenai penaklukkan bangsa Arab ke Spanyol, lihat "Penaklukan
Andalusia (1)", dari laman https://ganaislamika.com/penaklukan-andalusia-1/", diakses 27
Desember 2017.

[4] Lebih lengkap mengenai tinjauan biblikal dan arkeologis mengenai suku-suku asli
Kanaan, lihat "Memahami Zionisme (4): Siapa "Kanaan" di dalam Alkitab?", dari
laman https://ganaislamika.com/memahami-zionisme-4-siapa-kanaan-di-dalam-alkitab/,
diakses 27 Desember 2017.

[5] Muhammad Asad, The Road to Makkah, (Islamic Book Service: New Delhi, 2004), hlm
94-95.

Bagian 6: Keberagaman Rakyat Palestina


9 Januari 2018 15:28 Diperbarui: 9 Januari 2018 23:12 431 0 0

Panji Haryadi Gemar menulis mengenai


22 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
Orang-orang Kristen Palestina sudah berjuang bersama menentang Zionisme sejak awal. Photo: AFP/Getty Images

"Masyarakat Palestina sebelum datangnya Zionis adalah tipe masyarakat yang


beragam, baik Muslim, Kristen, maupun Yahudi tinggal di sana dan berbaur. Namun
tidak seperti Zionis yang solid, meskipun rakyat Palestina memiliki visi yang sama
tentang nasionalisme, namun mereka gagal mengartikulasikan kepentingan
nasionalnya karena persoalan-persoalan internal."

Artikel sebelumnya di Kompasiana: Memahami Zionisme (Bagian 5): Dialog Muhammad


Asad dengan Dr. Chaim Weizmann

Untuk menghadapi gerakan Zionis yang berkeinginan untuk menduduki tanah Palestina,
serta juga keinginan Inggris untuk mengendalikan rute perdagangan dari Laut Tengah ke
Samudera Hindia, tidak seperti Zionis yang didukung oleh seluruh dunia, orang-orang
Palestina berjuang mempertahankan dirinya tanpa didukung oleh siapapun. Sejak awal para
pemimpin Palestina menyadari bahwa para Zionis yang datang adalah sebuah fenomena
baru, mereka sangat berbeda dengan orang-orang Yahudi terdahulu yang pernah tinggal di
Palestina selama berabad-abad.[1]

Orang-orang Yahudi terdahulu menggunakan bahasa setempat, meskipun mereka


mempertahankan identitas religiusnya, namun mereka tetap berpartisipasi dalam kegiatan
budaya dan sosial setempat.

Dengan kata lain orang-orang Yahudi pra-zionis adalah sekelompok orang yang membaur
dengan kehidupan masyarakat setempat. Pada awal tahun 1899, seorang pemimpin
komunitas Arab di Yerusalem menulis kepada Theodor Herzl[2]: "Dunia ini cukup besar, ada
tanah-tanah tak berpenghuni lainnya di mana jutaan orang Yahudi miskin dapat tinggal....
Atas nama Tuhan, tinggalkan Palestina sendiri!"[3]

Panji Haryadi Gemar menulis mengenai


23 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
Orang-orang Palestina menggunakan beragam perlawanan terhadap orang-orang yang
hendak mengusir mereka dari Palestina, dan tentu saja baik Zionis maupun Inggris tidak
membiarkannya.

Namun yang mengejutkan adalah orang-orang Palestina di masa kini masih melakukan pola
yang sama dengan orang-orang Palestina di masa lalu, bentuk perlawanan orang-orang
Palestina pada dasarnya tidak berkembang, hari ini mereka masih "sendiri" dan tidak
didukung oleh siapapun.[4] Bukan berarti tidak ada yang membantu orang-orang Palestina
sama sekali, namun secara derajat dukungan, Palestina tidak mendapat dukungan yang
sebanding sebagaimana Israel didukung oleh negara-negara adidaya.

Di awal periode Inggris mendapatkan mandat dari Liga Bangsa-bangsa terhadap Palestina
dan orang-orang Yahudi semakin banyak berdatangan, orang-orang Palestina sudah bereaksi
dan mulai mengartikulasikan nilai identitas nasional mereka. Beberapa sejarawan
menyimpulkan bahwa nasionalisme Palestina hanya merupakan reaksi terhadap zionisme.
[5]

Namun apabila dilihat ke belakang lagi, sejak tahun 1834 sebenarnya orang-orang Palestina
sudah mengembangkan identitas kolektif mereka sebagai bangsa, yakni ketika mereka
berusaha mengusir pasukan Mesir yang mencoba mengambil alih Palestina dari kekuasaan
Ottoman.[6]

Masalah sebenarnya, bagaimanapun, bukanlah persoalan sejak kapan identitas nasional


Palestina muncul, namun bagaimana memahami sebuah entitas yang memiliki budaya
tersendiri dan sudah mendiami suatu tempat selama berabad-abad, tapi kebingungan untuk
memformulasikannya ke dalam sebuah konsep negara bangsa modern.

Orang-orang Palestina berkali-kali mencoba memformulasikan konsep kebangsaannya ke


berbagai cara, yaitu keinginan untuk merdeka;[7] menjadi bagian dari Pan Arab,
sebagaimana yang diinginkan oleh para elit Palestina di akhir periode Ottoman dan awal
Inggris;[8] atau menjadi salah satu provinsi dari Suriah Raya, seperti yang diinginkan oleh
golongan petani Palestina.[9]

Dalam menghadapi ambisi Zionis dan dan Inggris, orang-orang Palestina cukup giat dalam
mendirikan berbagai jenis kelompok yang aktif dalam melindungi kepentingan Palestina:
pendirian komite desa, liga-liga, partai-partai politik dengan konstituen kedaerahan atau
golongan, dan kelompok payung untuk melobi Inggris.

Tidak hanya itu, mereka juga mengatur dinamika internal mereka sendiri untuk perlawanan,
di antaranya ada Komite Tinggi Arab, Komite Lokal (atau lebih dikenal sebagai Komite
Nasional),[10] dan juga ada serangkaian organisasi yang kompleks yang mengaspirasikan
suara orang-orang Kristen dan Muslim Palestina yang bernaung dalam Kongres Arab
Palestina.[11]

Perlu dipahami, bahwa perjuangan orang-orang Palestina melawan Zionisme bukanlah


perjuangan salah satu kelompok agama tertentu saja, dalam hal ini Islam yang memang
kelompok mayoritas.
Panji Haryadi Gemar menulis mengenai
24 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
Sejak awal Palestina merupakan sebuah daerah yang penghuninya beragam. Tercatat pada
tahun 1922 terdapat orang-orang Kristen yang mayoritas tinggal di Tepi Barat, sisanya
dalam jumlah yang lebih sedikit tinggal di distrik Ramallah sebanyak 15.000 orang,
Bethlehem sebanyak 8.000 orang, dan 2000 orang di jalur Gaza. Orang-orang Kristen
Palestina merupakan mayoritas kedua setelah Muslim, jumlah mereka sebanyak 9,5% dari
total populasi Palestina.[12]

Sementara, pada masa itu orang-orang Yahudi, baik zionis dan non-zionis jumlahnya
mencapai 400.000 orang, bahkan di antara mereka terdapat sebuah kelompok yang
bernama Neturei Karta yang menolak berdirinya negara Israel.

Mereka lebih suka menyebut diri mereka sebagai Yahudi Palestina.[13]Neturei Karta
memiliki tafsir tersendiri tentang tanah yang dijanjikan, mereka beranggapan bahwa Yahudi
tidak berhak mengklaim Palestina karena Messiah (juru selamat) belum hadir ke dunia.[14]

Yahudi kelompok Neturei Karta menentang berdirinya negara Israel. Photo: wikimedia

Sayangnya dengan tingkat keberagaman seperti itu, kelompok lobi Palestina kurang berhasil
baik secara internal maupun eksternal. Secara internal orang-orang Palestina tidak solid
seperti Zionis, mereka berhadapan dengan persoalan-persoalan kelas dan golongan, yakni
antara elit dengan petani, masyarakat perkotaan dengan pedasaan, dan Muslim dengan
Panji Haryadi Gemar menulis mengenai
25 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
Kristen. Perbedaan tersebut menghambat proses kesatuan yang kuat di antara orang-orang
Palestina sendiri.[15]

Secara eksternal, klaim Palestina sebagai negara bangsa tidak dianggap oleh orang-orang
Eropa, terutama oleh Inggris. Pada tahun 1919, Lord Balfour[16] menulis sebuah memo,
"Zionisme, apakah itu benar atau salah, baik atau buruk, mereka berakar pada tradisi lama,
dalam kebutuhan hari ini, harapan masa depan, dari kepentingan yang jauh lebih besar
daripada hasrat dan prasangka 700.000 orang-orang Arab yang sekarang tinggal di tanah
kuno itu."[17]

Catatan Kaki:

[1] Eve Spangler, Understanding Israel/Palestine, (Boston: Sense Publisher, 2015), hlm 96.
[2] Theodor Herzl adalah pendiri Zionis, lebih lengkap lihat "Memahami Zionisme (3):
Deklarasi Balfour, Pintu Masuk ke Palestina", dalam https://ganaislamika.com/memahami-
zionisme-3-deklarasi-balfour-pintu-masuk-ke-palestina/, diakses 8 Januari 2018.
[3] Tom Segev. (2001). Elvis In Jerusalem (New York: Holt Books) hlm 39, dalam Eve
Spangler, Loc. Cit.
[4] Eve Spangler, Loc. Cit.
[5] The Imperial History of the Middle East, retrieved
from https://www.mapsofwar.com/ind/imperial-history.html, dalam Eve Spangler, Ibid., 96-
97
[6] Lihat Shlomo Sand. (2009). The Invention of the Jewish People, (New York: Verso),
dalam Eve Spangler, Ibid., hlm 97.
[7]Loc. Cit.
[8] The Imperial History of the Middle East, Ibid.,dalam Eve Spangler, Loc. Cit.
[9] Shlomo Sand, Ibid.,hlm 275-276, dalam Eve Spangler, Loc. Cit.
[10] Shlomo Sand, Ibid.,hlm 277, dalam Eve Spangler, Loc. Cit.
[11] Shlomo Sand, Ibid.,hlm 184, dalam Eve Spangler, Loc. Cit.
[12] Tore Kjeilen, "Religions/Palestine", dari
laman https://looklex.com/e.o/palestine.religions.htm, diakses 9 Januari 2017.
[13]Ibid.
[14] Tore Kjeilen, "Neturei Karta", dari laman https://looklex.com/e.o/neturei_karta.htm,
diakses 9 Januari 2018.
[15] Adam Keller. (2014, February 14). "From Canaan to Spain," Crazy Country retrieved
from https://adam-keller2.blogspot.co.il/2014/02/from-canaan-to-spain.html/, dalam Eve
Spangler, Loc. Cit.
[16] Lebih lengkap lihat "Memahami Zionisme (3): Deklarasi Balfour, Pintu Masuk ke
Palestina", dari laman https://ganaislamika.com/memahami-zionisme-3-deklarasi-balfour-
pintu-masuk-ke-palestina/, diakses 9 Januari 2018.
[17] Shlomo Sand, Ibid.,hlm 262, dalam Eve Spangler, Loc. Cit.

Panji Haryadi Gemar menulis mengenai


26 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
Panji Haryadi Gemar menulis mengenai
27 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina
http://edi-ismanto.blogspot.co.id/2014/07/palestina-sebelum-kedatangan-kaum.html

Panji Haryadi Gemar menulis mengenai


28 sejarah dan peradaban Islam
Sumber : https://www.kompasiana.com/panjiharyadi/5a3110c2caf7db32e700b332/memahami-zionisme-awal-mula-
konflik-israel-palestina

Anda mungkin juga menyukai