Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Pengembangan Masyarakat dan Metode Penyuluhan

“Permasalahan Masyarakat Pertanian”

Oleh
FIRYOLAN MEDIKA. H
E 321 15 082

FAKULTAS PERTANIAN
PROGAM STUDI AGRIBISNIS
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Meningkatkan produksi pertanian suatu negara adalah suatu tugas yang

kompleks, kerena banyaknya kondisi yang berbeda yang harus dibina atau diubah

oleh orang ataupun kelompok yang berbeda pula. Seperti halnya permasalahan

pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengimbangi permintaan atas kebutuhan

pangan meningkat pesat, namun hal tersebut tidak diimbangi dengan produksi hasil

pertanian yang mampu untuk memenuhi permintaan kebutuhan akan bahan pangan.

Namun hal itu juga mendorong para petani untuk mencoba menanam jenis-

jenis tanman baru, dan dengan bantuan para insinyur dan para peniliti untuk

mengembangkan varietas tanaman tersebut dengan menemukan teknik penggunaan

pupuk, mengatur kelembapan tanah yang lebih maju serta meggunakan teknologi

pertanian yang lebih maju untuk mengembangkan pembangunan pertanian ke arah

yang lebih baik sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan dari jumlah

masyrakat yang terus meningkat.

Pada dasarnya pembangunan pertanian di Indonesia sudah berjalan sejak

masyarakat Indonesia mengenal cara bercocok tanam, namun perkembangan tersebut

berjalan secara lambat. Pertanian awalnya hanya bersifat primitif dengan cara kerja

yang lebih sederhana. Seiring berjalannya waktu, lama kelamaan pertanian


berkembang menjadi lebih modern untuk mempermudah para petani mengolah hasil

pertanian dan mendapatkan hasil terbaik dan banyak.

Dengan demikian pembangunan pertanian mulai berkembang dari masa ke

masa. Dalam proses pembangunan pertanian tersebut, bantuan para ahli di bidang

pertanian dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mendukung dan memberi fasilitas

maupun pegetahuan kepada para petani untuk memberi metode baru kepada para

petani dan mengubah cara berpikir mereka menjadi lebih kompleks sehingga mampu

untuk meningkatkan produksi pertanian dalam negri ini.

Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran penulis untuk mengupas tentang

pembangunan pertanian yang telah bergulir beberapa era di Indonesia, untuk mencari

tahu apa saja pembangunan pertanian yang terjadi di negri ini sejak Indonesi mulai

meneguk kebebasan dari kemerdekaan hingga Indonesia mulai mencoba untuk

bangkit membangun kemajuan negri ini di era reformasi saat ini.

2. Tujuan

Adapun tujuan penulis mengupas masalah tentang Pembangunan Pertanian di

Indonesia adalah untuk melatih penulis dalam pembuatan makalah dan membuka

wawasan penulis tentang pembangunan pertanian di Indonesia dan betapa pentingnya

pembangunan pertanian yang akan memiliki dampak yang besar bagi kehidupan

mayarakat dan pertumbuhan perekonomian Indonesia nantinya.


3. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat ditarik beberapa permasalahan

sebagai berikut:

 Apa perbedaan pola pertanian di era orde baru dan reformasi?

 Apa saja kebijakan-kebijakan yang sudah dilakukan oleh pemerintah era orde

baru dan reformasi dalam pembangunan pertanian?

 Apa saja kelebihan dan kekurangan sistem pertanian dari masa ke masa?
BAB II

PEMBAHASAN

1. Permasalahan

A. Perbedaan Pola Pertanian di Era Orde Baru dan Reformasi

Pertanian mulai timbul pada saat manusia mulai mengendalikan pertumbuhan

tanaman dan hewan, dengan mengaturnya sedemikian rupa sehingga dapat

memberikan keuntungan. Pada awalnya pertanian masih bersifat primitif dengan

hanya mengharapkan kondisi alam sebagai faktor pendukung. Namun seiring

berkembangnya zaman, pertanian menjadi lebih berkembang ke arah modernisasi.

Pada pertnian yang berazaskan modern, manusia akan mempergunakan

kecerdasan otaknya untuk meningkatkan penguasaannya akan semua faktor yang

akan mendukung pertumbuhan dari tanaman dan hewan. Semakin berjalannya waktu

sistem pola pertanian dari masa ke masa pun akan terus berkembang menjadi lebih

baik untuk menghasilkan hasil pertnian yang lebih baik pula. Seperti era orde bru dan

reformasi. Tentunya pada perubahan era pemerintahan, sistem pola pertanian di

Indoneia juga akan berubah. Pada masa orde baru pembangunan pertanian

diorientasikan kepada pemenuhan kebutuhan pangan dalam negri, dan sistem

agribisnis dikembangkan secara simultan dan harmonis.


Pada masa orde baru untuk teknik pertanian biasa dilakukan di tanah datar

sehingga teknik ini disebut bertegal ( cara bertani di tanah kering). Setelah itu di

bersihkan dan kemudian di tanami oleh tanaman penghasi bahan pangan. Jika pada

zaman dahulu pertanian hanya dilakukan secara sederhana hanya dengan

mengharapkan dan berpangku tangan pada kondisi alam namun di era orde baru hal

tersebut telah berkembang menjadi lebih kompleks dengan pengetahuan petani

tentang masalah pemupukan yang akan mendukung hasil dari produksi pertanian

tersebut yang akan meningkat.

Selain itu, juga diterapkan teknologi yang lebih modern untuk kemajuan

pertanian seperti pemberantasan hama pembibitan maupun sistem irigasi yang mulai

berkembang untuk mempermudah para petani mengairi sawahnya. Bahkan sawah

juga selain dugunakan untuk menanam padi, juga dapat digunakan untuk menanam

tanaman hortikultura. Tidak hanya berhenti pada lahan datar yang digunakan untuk

lahan pertanian, lahan gambut pun mulai digunakan menjadi lahan pertanian bagi

para petani sebagai areal persawahan, selain itu juga dikembangkn sitem reboisasi

dan terassering sebagi bagian dari teknologi modern pada masa orde baru.

Di era reformasi, dewasa ini tentunya sistem pola pembangunan pertanian di

Indonesia semakin berkembang dibanding era orde baru. Para petani melanjutakan

pembangunan era orde baru yang menggunakan pembasmi hama, teknik pembibitan

yang lebih ditingkatkn sehinnga padi dapat menghasilkan panen yang lebih banyak

dan lebih meningkat pada kualitas hasil produksi.


Selain itu pola memanen yang dulunya dilakukan secara sendiri kini sudah

menggunakan mesin untuk mempercepat proses memanen dan lahan dapat segera

ditanami kembali. Dan semakin berkembangnya teknologi pertanian di Indonesia,

lahan-lahan yang sulit digunakan untuk ditanami pun mulai dibuka menjadi areal

tanam bagi tanaman yang memberikan penghasilan bagi devisa negara, seperti halnya

penanaman di lahan yang tergenang maupun lahan yang tidak rata ataupun berbukit.

Namun pada dasarnya penggunaan pembasmi hama dan pembibitan untuk

mencari bibit unggul serta lahan yang tidak biasa dibuka untuk lahan pertanian

biasanya akan menimbulkan permasalahan yang akan menyulitkan bagi pertumbuhan

tanaman tersebut.

B. Kebijakan-Kebijakan yang Sudah Dilakukan Oleh Pemerintah Era Orde

Baru dan Reformasi dalam Pembangunan Pertanian

1. Kebijakan Pertanian di Era Orde Baru

a. REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)

REPELITA adalah Rencana Pembangunan Lima Tahun yang menjadi

kebijakan dari Presiden Soeharto pada masa Orde Barru untuk meningkatkan

pembangunan Indonesia dari segi apa saja, tetapi lebih diutamakan pada

pembangunan sektor pertanian. REPELITA sendiri terdiri dari berberapa tahap yang

kesemuanya difokuskan untuk membangun sistem pertanian Indonesia dengan turut


memajukan sektor lain yang juga mendukung pembangunan sektor pertanian seperti

sektor industri dan teknologi.

b. Revolusi Hijau

Revolisi Hijau merupakan upaya untuk meningkatkan produksi biji-bijian dari

hasi penemuan ilmiahberupa benih unggul baru dari beragam varietas gandum, padi

dan jagung yang membuat hasi panen komoditas tersebut meningkat di negara-negara

berkembang. Revolusi Hijau dipicu dari pertambahan penduduk yang pesat, yakni

bagaimana mengupayakan peningkatan hasil produksi pertanian. Peningkatan jumlah

penduduk harus diimbangi dengan peningkata produksi pertanian.

Perkembangan Revolusi Hijau yang sangat pesat juga berpengaruh pada

masyarakat Indonesia. Sebagian besar kondisi sosial-ekonomi mayarakat Indonesia

berciri agraris. Oleh karena itu pembangunan pertanian menjadi sektor yang sangat

penting dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonmi Indonesia. Hal tersebut

didasari oleh:

1. Kebutuhan penduduk yang meningkat dengan pesat

2. Tingkat produksi pertanian yang masih sangat rendah

3. Produksi pertanian belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan penduduk.


c. Pembangunan Irigasi dan Produksi Padi

Mengenai perkembangan luas lahan dan luas produksi padi yang dihasilkan,

terlihat bahwa sejak masa Orde Baru memegang pemerintahan (1966) sampai dengan

tahun 1987 luas lahan irigasi melonjak hampir 2 kali lipat dengan laju sebesar 2,4%

per tahun. Luas kenaikan maksimum dicapai pada tahun 1987. tendensi ini diikuti

dengan melonjaknya jumlah produktifitas padi. Pada tahun 1987 produksi padi

meningkat hingga 44 juta ton, naik 3 kali lipat sejak tahun 1966. Tingkat produksi

yang dicapai ini diperoleh dengan naiknya intensitas tanam hingga mencapai rata-rata

1,8. Mengenai kenaikan produksi persatuan luas, tercatat naik dari 2,4 ton/ha menjadi

4,5 ton/ha. Nilai ini bila diplotkan ke dalam sejarah evolusi padi di negara-negara

berkembang dengan Jepang sebagai perbandingan, telah berada di fase keempat

bersama-sama dengan Taiwan. Walaupun demikian masih lebih rendah Korea dan

Jepang yang telah mencapai 6-7 ton/ha, tetapi jauh lebih tinggi dari Philipina, Laos,

Myanmar maupun Vietnam.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa lahan irigasi memberikan peranan yang

besar dalam mencapai swasembada pangan. Kira-kira 60-70% padi diproduksi dari

lahan beririgasi. Walaupun demikian, bila melihat perkembangn penduduk, untuk

terus mempertahankan swasembada pangan masih perlu banyak inovasibaru.

Perhitungan secara sederhana mengenai luas lahan beririgasi terus meningkat seirama

dengan pertambahan penduduk. Padahal kalau melihat besarnya derajad irigasi

seperti telah diuraikan di atas, peluang mengembangkan lahan irigasi secara


horizontal, terutama di pulau-pulau yang termasuk dalam grup pertama, nampaknya

semakin sempit.

Yang menjadi persoalannya adalah bagaimana menyeimbangkan antar

penyediaan sumberdaya air dari alam dengan kebutuhan air khususnya untuk

memproduksi bahan pangan yang semakin menigkat itu tetapi tanpa merusak kondisi

hidrologinya sendiri.

d. BIMAS, INMAS, INSUS dan Panca Usaha Pertanian

Dalam rangka meningkatkan produk pertanian, pemerintah Orde Baru

melaksanakn program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian yang dimulai sejak

Pelita I dan Pelita-Pelita berikutnya. Pada waktu itu dilaksanakan program

Bimbingan Masal (BIMAS) yang kemudian berubah menjadi Intensifikasi Masal

(INMAS), Intensifikasi Khusus (INSUS) dan Panca Usaha Pertanian. Dalam usaha

meningkatkan produksi pertanian padi, dilakukan penanaman bibit unggul, sepertu

Varietas Unggul Baru (VUB) atau High Yealding Varietas (HYV) sebagai hasil

penelitian International Rice Research Institute (IRRI).

2. Kebijakan Pertanian di Era Reformasi

a. SRI (System of Rice Intensification)

Perkembangan pdi SRI (System of Rice Intensification) yang terkenal dengan

motonya “More Rice with Less Water” atau hasil beras meningkat dengan

penggunaan air yang sedikit, sampai saat ini masih mengalami kendala teknis dan
non teknis di tingkat lapangan. Dengan melihat keistimewaan sistem ini, terutama

dari segi produktifitas dan efisiensi pengairan ( yang identik dengan perluasan areal

irigasi), beberapa perbaikan sistem harus dilakukan agar pengembangannya dapat

dilaksanakan seluas-luasnya.

Berikut adalah beberapa keistimewaan sistem SRI bagi pengembangan

budidaya padi sawah:

SRI hanya membutuhkan benih yang jauh lebih sedikit, yaitu 5-10 kg per-

hektar yang berbanding 40-60 kg padi per-hektar pada sistem konvensional.

Produktifitas dengan sistem SRI telah terbukti secara signifikan meningkat dengan

B/C rato (perbandingan nilai hasil terhadap biaya) yang lebih baik dibanding sistem

konvesional. Hal ini jelas akan meningkatkan pendaptan petani.

Sistem pengairan yang intermitten / terputus sampai kondisi tanah kering

meretak akan memperbaiki lingkungan mikro bagi tanah sehingga secara pasti akan

memperbaiki kondisi tanah, baik fisik, kimia maupun biologi. Hal ini dapat

dipercepat apabila pemupukannya menggunakan pupuk organik. Beberapa artikel

penelitian membuktikan bahwa kandungan mikro organisme pada tanah yang

ditanami padi SRI mengalami peningkatan kualitas. Tentu saja harus diperhatikan

pula proses pengembalian serasah padi pada tanah asalnya.


Penggunaan air yang jauh lebih sedikit dibanding dengan sistem konvensional

akan memperbaiki efisiensi pengairan dan dengan demikian memiliki potensi bagi

perluasan areal irigasi. Dengan demikian SRI sangat menunjang program

ekstensifikasi areal irigasi yang merupakan sumber utama ketahanan pangan

(terutama beras). Sampai saat ini, areal irigasi yang ada masih banyak yang belum

mampu mengairi padi 100% pada musim tanam kedua (kemarau).

Namun demikian, ternyata pengembangan SRI di banyak areal irigasi masih

menghadapi beberapa kendala yang cukup mengganggu, yaitu:

Metode penanaman dengan bibit muda dan hanya satu bibit pertitik tanam

dianggap masih merepotkan bagi petani. Hal ini terutama dialami pada daerah-daerah

yang kekurangan buruh tani. Biasanya daerah seperti ini adalah daerah yang berada

tidak jauh dari perkotaan karena banyak buruh tani yang bekerja sambilan di kota

sebagai tukang atau buruh industri, atau juga di daerah yang terpencil dimana jumlah

penduduk masih kurang. Selain itu, banyak pula daerah yang buruh taninya

merupakan pendatang musiman yang belum familier dengan SRI sehingga hasil

tanamnya kurang baik. Hal ini tentunya membutuhkan pembinaan yang lebih cermat.

Petani yang baru pertama kali melaksanakan SRI banyak yang mengeluhkan

pertumbuhan gulma yang jauh lebih banyak dibanding dengan sistem konvensional.

Hal ini dapat dimengerti karena pengeringan akan mendorong benih gulma tumbuh

dengan leluasa (pada jenis gulma yang berkembang melalui biji atau umbi). Oleh

karena itu pengembangan SRI perlu disertai dengan pembinaan pengendalian gulma
yang baik (pada pelaksanaan demplot SRI sangat disarankan utuk menggunakan

lalandak dalam mengendalikan gulma).

SRI masih menyebakan kebingunan dalam sistem pembagian air karena belum

adanya panduan yang pasti mengenai hal ini. Dalam hal perencanaan, operasional

irigasi dengan SRI belum mempunyai angka dasar hidrologi yang baku, sehingga

para ahli hidrologi masih belum dapat merencanakan sistem pembagian air yang

ideal. Penelitian akan hal ini sangat diperlukan guna mendapatkan angka koefisien

yang baku. Pembagian air irigasi dalam SRI juga sangat menuntut sistem pertanaman

serempak, terutama pada satu petak tersier yang sama. Dilain pihak, sistem

pertanaman serempak ini sampai sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal

sekalipun pada sistem konvensional.

Selain SRI, sistem Jajar Legowo yang dikombinasikan dengan pupuk organik

dan juga padi Hibrida yang menggunakan sistem pengairan konvensional yang juga

memberikan hasil produksi yang relatif sama, menjadi pesaing utama bagi

pengembangan SRI.

Pada akhirnya, betatapapun banyaknya kelebihan yang dimiliki SRI, beberapa

penyesuaian budaya, kebijakan pembangunan, maupun teknis, sangat diperlukan.

Yang jelas, dengan kondisi lahan irigasi yang ada di Indonesia, SRI masih sangat

diharapkan dapat dikembangkan secara luas terutama pada daerah irigasi yang

pemenuhan airnya terbatas seperti di wilayah-wilayah Timur Indonesia.


b. Pembangunan Pertanian Lahan Beririgasi

Sesuai pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi,

pengelolaan sistem irigasi diselenggarakan melalui azas partisipatif, terpadu,

berwawasan lingkungan hidup, transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Apa yang

dimaksud dengan poin-poin tersebut ? Inilah kira-kira yang dimaksudkan dengan

kaidah pengelolaan yang diharapkan dari peraturan tersebut :

Partisipatif ; sudah saatnya semua pihak, baik unsur pemerintah maupun

pemanfaat jaringan irigasi (petani / P3A) memiliki dan mewujudkan azas inisiatif

guna mengelola dan memelihara jaringan irigasi demi kemanfaatan yang sebesar-

besarnya. Disini, pola desentralisasi sangat diharapkan terutama pada areal-areal yang

merupakan kewenangan daerah (Baca Pasal 16, 17, dan 18 PP 20/2006). Petani

melalui P3A dan GP3A, diharapkan memiliki inisisatif swadaya ataupun swakelola

dalam melestarikan kedayagunaan jaringan irigasi, sementara pemerintah sesuai

daerah kewenangannya bertanggungjawab untuk mendukung inisiatif yang muncul

dari petani.

Terpadu ; keterpaduan yang dimaksud bukan hanya pada proses pemeliharaan

pelestarian jaringan, akan tetapi lebih diutamakan pada pemanfaatan yang sebesar-

besarnya untuk meningkatkan kesejahteraan petani lahan beririgasi yang pada

akhirnya mewujudkan ketahanan pangan yang solid. Disini, dituntut koordinasi dan

konsolidasi program antara 4 pemangku kepentingan pembangunan lahan beririgasi,

yaitu Petani (P3A), PU Pengairan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, dan Bappeda
sebagai motor pembangunan daerah. Keterpaduan bukan hanya dari segi

pemanfaatan, akan tetapi juga dari segi pembiayaan operasional dan pemeliharaan.

Berwawasan lingkungan ; dimaksudkan sebagai pemenuhan azas kelestarian

pemanfaatan dan kegunaan. Oleh karenanya, disini dituntut pelaksanaan program

pemeliharaan yang baik dan terstruktur serta dukungan program pelestarian sumber

daya air itu sendiri yang merupakan wewenang dan tanggung jawab Ditjen SDA dan

Kehutanan. Dari segi teknis pemanfaatan, Dinas Pertanian dituntut pula

melaksanakan sistem pertanian yang mendukung azas pelestarian lingkungan hidup

seperti menerapkan sistem pertanian terpadu, integrasi tanaman dan ternak, metode

budidaya padi organik (melalui metode SRI atau Jajar Legowo), PHT, dan lain-lain.

Transparansi, akuntabel, dan berkeadilan ; poin ini merupakan hal yang

gampang-gampang susah untuk dilaksanakan. Tidak ada kriteria yang jelas untuk

memonitor realisasinya. Paling tidak kita dapat mengharapkan partisipasi masyarakat

petani untuk dapat mengontrol ketiga poin tersebut. Dengan adanya peraturan ini,

petani melalui organisasi P3A / GP3A dapat melakukan aksi pengawasan langsung

atas proses dan pembiayaan operasi dan pemeliharaan di wilayah kewenangannya.

Azas ini mensyiratkan bahwa proses pembangunan adalah milik masyarakat petani

dan petani mempunyai hak untuk menentukan arah pembangunan daerahnya dan

menuntut transparansi, akuntabilitas, dan keadilan kebijakan yang dilaksanakan.


C. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pertanian dari Masa ke Masa

Sistem pertanian dari masa ke masa yang dibangun oleh berbagai generasi

tentunya akan menghasilkan dampak positif bagi masyarakat, tetapi begitupun

tentunya juga memiliki kekurangan yang timbul akibat kebijakan-kenijakan tersebut.

Berikut akan dibahas beberapa hal yang menjadi kelebihan maupun kekurangan

pembangunan sistem pertanian pada masa Orde Baru dan Masa Reformasi.

1. Kelebihan

a. Orde Baru

 Terciptanya kestabilan ekonomi Indonesia dengan adanya REPELITA

 Berkembangnya kemampuan petani dalam hal pengolahan lahan maupun

produksi bahan pangan menjadi lebih modern Terjadinya peningkatan

produksi hasil pertanian yang menjadikan Indonesia berhasil bangkit dari

masalah kebutuhan pangan dengan menciptakan swasembada pangan.

 Terciptanya kualitas sumber daya manusia yang lebih kompeten dan

menghasilkan

b. Reformasi

Pada program yang dijalankan pemerintah tentng program SRI dapat dilihat

beberapa kelebihan di antaranya:

 SRI hanya membutuhkan benih yang jauh lebih sedikit


 Produktifitas dengan sistem SRI telah terbukti secara signifikan meningkat

Sistem pengairan yang intermitten / terputus sampai kondisi tanah kering

meretak akan memperbaiki lingkungan mikro bagi tanah sehingga secara pasti

akan memperbaiki kondisi tanah

 Penggunaan air yang jauh lebih sedikit dibanding dengan sistem konvensional

akan memperbaiki efisiensi pengairan dan dengan demikian memiliki potensi

bagi perluasan areal irigasi

Pada kebijakan tentang Pembangunan Pertanian Lahan Beririgasi dapat dilihat

beberapa kelebihan di antaranya:

 Meningkatkan kesejahteraan petani lahan beririgasi yang pada akhirnya

mewujudkan ketahanan pangan yang solid

 Semua pihak memiliki dan berkewajiban mengelola dan memelihara jaringan

irigasi demi kemanfaatan yang sebesar-besarnya

Proses pembangunan adalah milik masyarakat petani dan petani mempunyai

hak untuk menentukan arah pembangunan daerahnya dan menuntut transparansi,

akuntabilitas, dan keadilan kebijakan yang dilaksanakan


2. Kekurangan

a. Orde Baru

 Timbulnya kesulitan untuk mengatasi dampak dari kemajuan pengolahan

tanaman yang lebih modern

 Petani menjadi tertinggal kerena kurangnya penyuluhan pertaniankepada para

petani

 Terjadi keterbelakangan subsektor selain pangan dikarenakan pemerintah

lebih mengutamakan kemajuan dalam produksi tanaman pangan

b. Reformasi

 Petani belum siap dengan beberapa kebijkan dari pemerintah yang dianggap

terlalu sulit dan merepotkan

 Dalam permasalahan irigai petani menjadi kebingungan akibat tidak

memahami penduan yang tidak pasti dalam sistem pembagian air

2. Solusi

Permasalahan yang timbul pada sistem pembangunan pertanian tersebut

sebenarnya menjadi pemicu bagi para ahli di bidang pertanian untuk memecahkan

bagaimana mencari solusi dari masalah tersebut. Beberapa masalah yang tecipta dari

masa Orde Baru maupun Reformasi sebenarnya memerlukan pemecahan yang cukup

sederhana dan dapat dipahami dengan mudah oleh para petani agar dapat melakukan
prodes produksi bahan pangan maupun hasi hortikultura yang dapat meningkatkan

kemajun pertanian Indonesia.

Permasalahan tentang lahan irigasi yang ingin memperluas areal untuk

meningkatkan produksi padi sawah sebenarnya telah terjawab dengan hadirnya padi

SRI yang mampu menghasilkan padi lebih banyak namun dengan konsumsi air yang

sedikit. Hanya saja dalam penanaman padi SRI ini juga mengalami hambatan dengan

kurangnya buruh tani yang bekerja untuk mengembangkan sistem padi ini

diakibatkan para petani yang sebagian besar memiliki pekerjaan lain dan menjadikan

kegiatan pertanian menjadi pekerjaan sampingan. Seharusnya pengembangan padi

SRI menjadi solusi tepat bagi sulitnya membuka areal irigasi bagi petani, hanya saja

hal itu harus sejalan dengan kegiatan petani yang lebih fokus pada produktifitas

tanaman-tanaman pangan.

Sedangkan permasalahan penggunaan air lahan irigasi yang membingungkan

petani akibat ketidakjelasan panduan penggunaan dan pembagian air seharusnya

menjadi perhatian yang lebih bagi penyuluh pertanian sehingga lebih meningkatkan

penyuluhan untuk menambah pengetahuan para petani yang tidak hanya terfokus

tentang penggunaan air lahan irigasi, tetapi juga pada masalah pembibitan,

pembasmian hama, maupun pada pemberian pupuk dengan dosis yang tepat bagi

tanaman.
Pada kebijakan pemerintah tentang REPELITA dan Revolusi Hijau yang

bertujuan meningkatkan ketahanan pangan dengan meningkatkan produktifitas

tanaman pangan menuju swasembda pangan mengakibatkan permasalahan pada

keterbelakangan produktifitas subsektor tanaman selain tanaman pangan seperti

hortikultura. Seharusnya peningkatan produktifitas dari tanman pangan juga

diimbangi dengan peningkatan produktifitas tanaman lainnya seperti tanaman

hortikultura.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Pembangunan pertanian merupakan hal yang harus bagi setiap negara untuk

terus memperbaharui produktifitas hasil buminya yang berupa tanaman, seperti

tanamn pangan, tanaman hortikultura maupun tanaman perkebunan untuk

meningkatkan ketahanan pangan bagi bangsanya yang terus meningkan. Selain itu

juga bisa menghasilkan devisa yang cukup besar bagi negara.

Pada masa Orde Baru presiden Soeharto giat melakukan pembangunan

pertanian dengan melakukan beberapa kebijakan seperti REPELITA, Revolusi Hijau,

BIMAS, INMAS, INSUS, dan Panca Usaha Pertanian untuk meningkatkan

pembangunan pertanian khususnya dalam peningkatana produktifitas tanaman pangna

yang akhirnya mampu mewujudkan Indonesia swasembada pangan.

Kebijakan-kebijakan juga terus berlanjut pada masa Reformasi hingga sekarang

yang menghasilkan cara-cara yang lebih modern dan tidak menyulitkan bagi para

petani untuk memberikan hasil terbaik dari sektor pertanian Indonesia seperti

pembuatan areal irigasi maupun penemuan bibit-bibit unggul yang menghasilkan

hasil terbaik dari sektor pertanian.


2. Saran

Pembangunan sistem pertanian di Indonesia menghasilkan beberapa kemajuan

yang cukup pesat bagi bangsa ini. Tapi pada beberapa persoalan terdapat hal-hal yang

mengalami kekurangan yang mengakibatkan pembangunan pertanian berjalan tidak

seimbang. Pada sistem pertanian pada daerah yang masih menggunakan sistem

pertanian yang lebih tertinggal dari daerah lainnya hendaknya meningkatkan

penyuluh pertanian untuk memberikan penyuluhan bagi para petani.

Selain itu pembangunan areal irigasi hendaknya merata pada setiap daerah,

begitupun dengan pengembangan sistem SRI yang dinilai cukup memberikan banyak

keuntungan untuk diaplikasikan secara merata.


DAFTAR PUSTAKA

Managemen Sumber Air dan Irigasi Untuk Pembangunan Pertanian. Yogyakarta:

Mosher, A.T. 1965. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. New York: Franklin

Book Programs.Inc ( Hal 13-17)

Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: Grafindo Media Pratama (Hal 14-25 dan Hal 102-

105)

Badrika, I Wayan. 2006. Sejarah untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga (Hal 15-

17)

Supriatna, Nana. 2007. Sejarah untuk Kelas XII Sekolah Menengah Atas Program

Pusposutardjo, Suprodjo dan Susanto, Sahid. 1992. Perspektif dari Pengembangan

Liberty (Hal 26-28)

Anda mungkin juga menyukai